• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

DAFTAR PUSTAKA

Aiyer PV. 2005. Amylases and their applications. Afr J Biotechnol 4(13): 1525-1529.

Akyuni D. 2004. Pemanfaatan pati sagu (Metroxylon sp.) untuk pembuatan sirup glukosa menggunakan α-amilase dan amiloglukosidase [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bonciu C, Cristiana T, Gabriela B. 2010. Yeast isolation and selection for bioethanol production from inulin hydrolyzates. Innovat Rom Food Biotechnol (6).

Boyles D. 1984. Bio Energy-technology, Thermodynamics, and Cost. Weat Sussex: Ellis Horwood Limited.

Bustaman S. 2008. Strategi pengembangan bioetanol berbasis sagu di Maluku. Perspektif 7(2): 65-79.

D’Mello JPF. 2003. Food Safety. Contaminants and Toxins. Edinburg: CAB International.

Datta, AK. 2001. Fundamentals of Heat and Moisture Transport for Microwaveable Food Product and Process Development. Handbook of Microwave Technology for Food Applications. New York: Marcel Dekker Inc.

Derosya V. 2010. Sakarifikasi empulur sagu (Metroxylon sagu) dengan konsorsium enzim amilolitik dan holoselulolitik [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dordick JS. 1991. Biocatalysts for industry. New York: Plenum press.

Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smith F. 1956. Colorimetric method for determination of sugars and related substances. J Anal Chem 28(3):350-356.

Fengel D, Wegener G. 1995. Kimia Kayu, Reaksi Ultrastruktur: Terjemahan S. Hardjono. Yogyakarta: UGM Press.

Fujii S, Kishihara S, Komoto M. 1986. Studies on improvement of sago starch quality. Di dalam: Protect mankind from hunger, and the earth from devastation. Proceeding 3rd

Glazer AN, Nikaido H. 2007. Microbial Biotechnology, Fundamentals of Applied Microbiology 2

International sago symposium; Tokyo, 20-23 Mei 1986. Jepang: The Sago Palm Society. hlm 186-192.

nd

Judoamidjojo RM, Said EG, Hartoto L. 1989. Biokonversi. Depdikbud. Dirjen Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Keshwani DR. 2009. Microwave pretreatment of swichgrass for bioethanol production. [disertasi]. North Carolina: Biological and Agricultural Engineering. Raleigh.

Khan AW, Trottier TM, Patel GB, Martin SM. 1979. Nutrient requirement for the degradation of cellulose to methane by a mixed population of anaerobes. JGen Microbiol 112: 365-372.

Kunlan L, Lixin X, Jun L, Jun P, Guoyoing C, dan Zuwei X. 2001. Salt-assisted acid hydrolysis of starch to D-glucose under microwave irradiation. Carbohyd Res 331: 9-12.

Lathar PK, Sharma A, Thakur I. 2010. Isolation and random amplified DNA (RAPD) analysis of wild yeasts species from 17 different fruits. J Yeast Fungal Res 1(8): 146-151.

Magara K, Konhijima T. 1990. Low level of enzymatic susceptibility of microwave pre-treated softwood. Mokuzai: 611-617.

Meryandini A, Sunarti TC, Pratiwi FMR. 2008. Using Streptomyces xylanase to produce xylooligosaccaride from corncob. Biotropia 15(2): 19-128.

Meryandini A, Widosari W, Maranatha B, Sunarti TC, Rachmania N, Satria H. 2009. Isolasi bakteri selulolitik dan karakterisasi enzimnya. Makara Sains 13(1): 33-38.

Miller GL. 1959. Use of dinitrosalycilic acid reagent for determination of Reducing Sugar. JAnal Chem (31): 426-428.

Nikolic S, Mojovic L, Rakin M, Pejin D, Savic D. 2008. A microwave-assisted liquefaction as a pretratment for bioethanol production by simultaneous saccharification and fermentation of corn meal. CI and CEQ 14(4): 231-232.

Onsa GH, N. Saari, J. Selamat, J. Bakar. 2000. Latent polyphenol oxidases from sago log (Metroxylon sagu); partial purification, activation, and some properties. J Agric Food Chem 48: 5041−5045

Palav T, Seetharaman K. 2006. Mechanism of starch gelatinization and polymer leaching during microwave heating. Carbohydr Polym 65: 364-370.

Paturau JM. 1969. By Product of the cane sugar industry: an introduction to their industrial utilization. Amsterdam: Elsevier Scientific Publ Co.

Rao RS, Bhandra B, Shivaji S. 2008. Isolation and characterization of ethanol-producing yeasts from fruits and tree barks. Appl Microbiol 47(1): 19-24. Retno DE, Enny KA, Fadillah. 2009. Studi awal reaksi simultan sakarifikasi dan

fermentasi tepung sorghum (Sorghum bicolor L. moench) dengan katalis enzim glukoamilase dan yeast (Saccharomyces cereviciae). Di dalam: Peran Teknik Kimia dalam Menjamin Ketahanan Pangan dan Energi Nasional. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia; Bandung, 19-20 Okt 2009. Bandung: Perhimpunan Teknik Kimia Indonesia. hlm TBB13-1 – TBB13-6.

39

Safitri R, Surosos L, Supitasari NS, Suyanto, Wulandari AP, Andayaningsih P, Haska N. 2009. Pengaruh berbagai konsentrasi asam sulfat dan enzim pada hidrolisis tepung empulur batang sagu (Metroxylon sagu rottb.), kombinasi hidrolisis kimiawi dan enzimatis terhadap kandungan gula pereduksi. Di dalam: Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia; Bandung, 23 Apr 2009. Bandung: Perhimpunan Teknik Kimia Indonesia. hlm 314-321.

Sinaga N. 2010. Penampisan bakteri selulolitik untuk produksi prebiotik dari tongkol jagung [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sixta H. 2006. Multistage kraft pulping. Handbook of pulp. Weinheim: Wiley-Vch Verlag Gmbh & Co.

Sridar V. 1998. Microwave radiation as a catalyst for chemical reactions. Curr Sci 74 (5): 446-450.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. Pati sagu SNI 01-3729-1995. Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian.

Taherzadeh MJ, Karimi K. 2008. Pretreatment of lignocelllulosic wastes to improve ethanol and biogas production: A Review. Int J Mol Sci 9: 1621-1651.

Tsubaki S, Nakauchi M, Ozaki Y, Azuma J. 2009. Microwave heating for solubilization of polysaccharide and polyphenol from soybean residue (Okara). Food Sci Technol Res 15(3): 307-314.

Varga E, Szengyel Z, Réczey K. 2002. Chemical pretreatments of corn stover for enhancing enzymatic digestibility. Appl Biochem Biotechnol 98: 73-88 Wibisono G. 2004. Hidrolisis enzimatis pati umbi-umbian Indonesia dengan alfa

amilase (bakterial) dan amilase pankreatin [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG. 1995. Enzim pangan. Jakarta: Gramedia pustaka utama.

Wong CW, Muhammad SKS, Dzulkifly MH, Saari N, Ghazali HM. 2007. Enzymatic prodyction of linear long-chain dextrin from sago (Metroxylon sagu) starch. Food Chem 100: 774-780.

Xiang Q, Lee YY, Pettersson PO, Torget RW. 2003. Heterogeneous aspects of acid hydrolysis of alpha-cellulose. Appl Biochem Biotechnol 105– 108 :505–514.

Yu HM, Chen ST, Suree P, Nuansri R, Wang KT. 1996. Effect of microwave irradiation on acid-catalyzed hydrolysis of starch. Organic Chem 61: 9608– 9609.

Zhang YHP, Schell D, McMillan JD. 2006. Methodological analysis for de-termination of enzymatic digestibility of cellulosic materials. Biotechnol Bioeng 96: 188-194.

42

Lampiran 1 Prosedur analisis parameter

1. Penentuan kadar total gula (Metode Phenol H2SO4

Pembuatan kurva standar total gula

, Dubois 1956)

Pembuatan kurva standar total gula diperoleh dari pengukuran absorbansi campuran glukosa-xilosa (1:1) pada berbagai konsentrasi (disajikan pada Tabel di bawah). 1 ml larutan standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5% dan divortex. Setelah itu ditambahkan 2,5 ml H2SO4

Konsentrasi glukosa-xilosa (mg/ml)

pekat secara cepat, divortex, dan didinginkan selama 20 menit. Setelah dingin larutan divortex dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. Absorbansi (terkoreksi) 0,00 0,00 0,01 0,19 0,02 0,29 0,03 0,46 0,04 0,63 0,05 0,76

Penentuan total gula sampel

Metode pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar total gula, tetapi 1 ml larutan gula standar diganti dengan 1 ml sampel. Kadar total gula sampel diperoleh dari persamaan kurva standar dengan y sebagai nilai absorbansi dan x sebagai total gula (mg/ml).

2. Penentuan kadar gula pereduksi (Metode Dinitrosalisilic acid, Miller 1959)

Pembuatan pereaksi Dinitrosalisilic acid (DNS)

NaOH 10 g, K-NaTartarat 182 g, dan Na2SO4 0,5 g dilarutkan dalam 1000 ml H2

Pembuatan kurva standar glukosa-xilosa

O steril dan diaduk menggunakan stirer tanpa pemanasan. Setelah semua bahan terlarut ditambahkan DNS 10 g sedikit demi sedikit dan dilakukan pengadukan sampai terlarut sempurna.

Pembuatan kurva standar diperoleh dari pengukuran absorbansi campuran glukosa-xilosa standar (1:1) pada berbagai konsentrasi (disajikan pada Tabel di bawah). 1 ml larutan standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan DNS dan divortex. Setelah itu larutan dipanaskan pada suhu 100°C selama 15 menit dan didinginkan sekitar 5 menit. Setelah dingin larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

Konsentrasi glukosa-xilosa (mg/ml) Absorbansi (terkoreksi) 0,00 0,00 0,05 0,06 0,08 0,14 0,10 0,20 0,15 0,33 0,20 0,46 0,25 0,62 0,30 0,77

44

Pembuatan kurva standar glukosa

Pembuatan kurva standar diperoleh dari pengukuran absorbansi glukosa standar pada berbagai konsentrasi (disajikan pada Tabel di bawah). 1 ml larutan standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan DNS dan divortex. Setelah itu larutan dipanaskan pada suhu 100°C selama 15 menit dan didinginkan sekitar 5 menit. Setelah dingin larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

Konsentrasi glukosa (mg/ml) Absorbansi (terkoreksi) 0,00 0,00 0,15 0,27 0,20 0,41 0,25 0,53 0,30 0,65 0,35 0,81 0,40 0,90

Penentuan kadar gula pereduksi sampel

Metode pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar gula pereduksi, tetapi 1 ml larutan gula standar diganti dengan 1 ml sampel. Kadar gula pereduksi diperoleh dari persamaan kurva standar dengan y sebagai nilai absorbansi dan x sebagai kadar gula pereduksi (mg/ml).

3. Penghitungan derajat polimerisasi (DP)

Derajat polimerisasi menunjukkan panjang rantai polimer penyusun gula. Semakin rendah nilai DP semakin pendek rantai polimer penyusun gula, artinya telah terjadi pemutusan polimer berantai panjang menjadi monomer berantai pendek akibat proses hidrolisis.

4. Pengamatan Mikroskopis

Pengamatan mikroskopis dilakukan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi dengan perbesaran 100x.

5. Total Asam (AOAC, 1999).

Total asam ditentukan dengan cara titrasi dan dinyatakan dalam persen asam asetat. Sebanyak 10 ml sampel dipipet kedalam erlenmeyer 50 ml dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein (PP). Selanjutnya sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah jambu.

V titer x N NaOH x FP x BM CH3 Total Asam (%) =

COOH V sampel x 1000

6. Kadar Etanol

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan menggunakan GC (Gas Chromatrography) dengan membandingkan waktu retensi sampel dengan waktu retensi standar etanol. Kondisi pengujian GC adalah sebagai berikut :

Instrumen : Agilent Technologies 6890N

Detektor : Flame Ionisation Detector (FID) suhu 250°C

Kolom : Kolom kapiler HP-Innowax (panjang 60 m, diameter 0,25 mm, ketebalan film 0,25 µm)

Suhu oven : suhu awal 40°C ditahan selama 20 menit Suhu injection port : 200°C

Gas pembawa : Helium Mode kolom : Constant flow Volume injeksi : 0,8 ml/min

Split : 50:1

Total gula (mg/ml)

Nilai DP =

46

Sebelum dilakukan pengukuran kadar etanol sampel terlebih dahulu dibuat kurva standar menggunakan etanol murni dengan pelarut metanol. Kadar etanol sampel diperoleh dari persamaan kurva standar berikut :

y = 2274,1x dengan R2

dimana y adalah luas area kurva (%) dan konsentrasi etanol (% v/v) = 0,9998

Lampiran 2 Prosedur pengujian aktivitas enzim selulase dan xilanase

1. Diagram alir pengujian aktivitas CMC-ase pada blanko, kontrol, dan sampel 0,5 ml CMC 1% Ditambahkan 0,5 ml H2O steril Ditambahkan 1 ml DNS Blanko 0,5 ml CMC 1% Ditambahkan 0,5 ml selulase Inkubasi pada suhu 30°C-60°C selama 60 menit Ditambahkan 1 ml DNS Divortex Diinkubasi pada suhu 100°C selama 15 menit Diukur absorbansi pada 540 nm Sampel 0,5 ml CMC 1% Ditambahkan 1 ml DNS Ditambahkan 0,5 ml selulase Kontrol

48

2. Diagram alir pengujian aktivitas xilanase pada blanko, kontrol, dan sampel

3. Penghitungan aktivitas enzim

Nilai absorban yang diperoleh digunakan untuk menghitung konsentrasi gula pereduksi (X) melalui persamaan kurva standar glukosa dan xilosa. Aktivitas enzim dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(X sampel – X kontrol) x FP x x 1000 Aktivitas enzim (U/ml) =

BM gula pereduksi x waktu inkubasi x V enzim Keterangan:

BM : berat molekul FP : faktor pengenceran V : volume enzim (ml) 0,3 ml xilan 1% Ditambahkan 0,3 ml H2O steril Ditambahkan 0,6 ml DNS Blanko Sampel 0,3 ml xilan 1% Ditambahkan 0,6 ml DNS Ditambahkan 0,3 ml xilanase Kontrol 0,3 ml xilan 1% Ditambahkan 0,3 ml xilanase Inkubasi pada suhu 30°C-80°C selama 60 menit Ditambahkan 0,6 ml DNS Divortex

Diinkubasi pada suhu 100°C selama 15 menit

Diukur absorbansi pada 540 nm

Lampiran 3 Metode analisis proksimat, kandungan pati dan komponen serat

1. Kadar Air (AOAC, 1999)

Sampel sebanyak 2-5 g dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 100-105 oC dan telah diketahui bobotnya kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100-105 o

Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

C selama 3 jam. Sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan kembali sampai bobot sampel konstan. Kadar air dihitung menggunakan rumus berikut:

Kadar Air (%) = x 100 Bobot sampel awal

2. Kadar Abu (AOAC, 1999)

Sampel sebanyak 2-5 g dimasukkan dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya (yang terlebih dahulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Sampel kemudian diarangkan dan dilanjutkan dengan pengabuan dalam tanur pada suhu 600 o

Bobot abu

C. Abu yang diperoleh dihitung menggunakan rumus berikut:

Kadar Abu (%) = x 100 Bobot sampel

3. Kadar Lemak Kasar Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). sebanyak 5 g sampel dibungkus dalm kertas saring kemudian dimasukkan dalam labu ekstraksi (soxhlet). Kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksan. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o

B – A

C selama 1 jam. Labu bersama lemak didalamnya ditimbang (B).

Kadar Lemak (%) = x 100 Bobot sampel

50

4. Kadar Serat kasar (AOAC, 1999)

Sebanyak 2 g sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N dan dihidrolisis dalm otoklaf selama 15 menit pada suhu 105 oC. Setelah dingin kemudian ditambahkan NaOH 1.25 N sebanyak 50 ml dan dihidrolisis kembali dalam otoklaf selama 15 menit. Dalalm keadaan panas, cairan dalam labu Erlenmeyer disaring dan dikeringkan kemudian bobotnya ditentukan. Endapan pada kertas saring dicuci berturut-turut dengan 25 ml air panas, 25 ml H2SO4 0.325 N, 25 ml air panas dan terakhir dengan etanol 95%. Kertas saring dikeringkan dalm oven 105 o

Bobot kertas saring dan serat – Bobot kertas saring C selama 1 jam.

Kadar serat (%) = x 100 Bobot sampel awal

5. Kadar Protein Kasar Metode Kjeldahl (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 0.1 g yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 2.5 ml H2SO4

A – B

pekat. Sampel didihkan selama 1-1.5 jam atau hingga cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan dan isinya dipindahkan kedalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml NaOH 50% dan dibilas air suling. Labu Erlenmeyer yang berisi HCl 0.02 N diletakkan dibawah kondensor, sebelumnya ditambahkan 2-4 tetes indikator didalamnya. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu HCl kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 25 ml destilat tertampung. Ujung kondensor dibilas dengan sedikit air suling dan ditampung dalam Erlenmeyer dan dititrasi dengan NaOH 0.02 N. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

% N = x 100 Bobot sampel

Keterangan:

A = ml NaOH titer untuk blanko B = ml NaOH titer untuk sampel N = normalitas NaOH

6. Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode carbohydrate by difference yaitu: 100% - (kadar air + abu + protein + lemak + serat).

7. Kadar Pati (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 1 g dalam labu Erlenmeyer ditambahkan 200 ml HCl 3%. Hidrolisis pada suhu 115 oC selama 1 jam kemudian dinginkan. Sampel kemudian dinetralkan dengan NaOH 40% dan ditera. Pipet 10 ml sampel dan tambahkan Luff schroll sebanyak 25 ml. Sampel didihkan dibawah pendingin tegak tepat 10 menit setelah mendidih kemudian didinginkan. Sampel kemudian ditambahkan 20 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4. Titrasi menggunakan NaSO4

0.9 x Pengenceran x mg monosakarida

0.1 N dengan indikator kanji. Blanko dikerjakan dengan mengganti sampel dengan akuades.

Kadar pati (%) = x 100 Bobot sampel (mg)

8. Metode analisis komponen serat a. Kadar Lignin (AOAC, 1984)

Sampel sebanyak 1 g ditimbang dalam labu erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 20 ml H2SO4 dan didiamkan selama 2 jam. Sampel dikocok perlahan, ditambahkan 250 ml aquades, dan dipanaskan dalam waterbath pada suhu 1000C selama 3 jam. Sampel disaring menggunakan kertas saring yang diketahui bobotnya (A). Sisa sampel pada Erlenmeyer dan corong dibilas aquades sebanyak 3 kali, sedangkan kertas saring dan residu dioven pada suhu 1050C selama 1-2 jam atau pada suhu 500C selama 24 jam. Kertas saring didinginkan, ditimbang bobotnya (B), dan diabukan dengan muffle furnace pada suhu 6000

B – A – C

C selama 3-4 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang (C).

Kadar lignin (%) = x 100%

Bobot contoh Keterangan:

B = bobot kertas saring dan residu setelah dioven (g) A = bobot kertas saring (g)

52

C = bobot abu (g)

b. Kadar NDF (Van Soest, 1963)

Sampel sebanyak A g dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml dan ditambahkan larutan NDS (aquades 1 l, Na-sulfat 30 g, EDTA 18,81 g, Na-Borat 10 H2O 6,81 g, di-Na-HPO4

C - B

anhidrat 4,5 g dan 2-etoksi etanol murni 10 ml. Sampel yang telah ditambahkan larutan NDS disaring menggunakan filter glass G-3 (B) dengan bantuan pompa vakum, dibilas air panas dan aseton, dan dikeringkan dalam oven 105°C. Sampel dimasukkan desikator selama satu jam dan ditimbang (C).

% NDF = x 100% A

Keterangan :

A = bobot sampel (g) B = bobot filter glass (g)

C = bobot filter glass dan sampel setelah dioven c. Kadar ADF dan Hemiselulosa ( Van Soest, 1963)

Sampel sebanyak A g dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 50 ml larutan ADS (H2SO4

C - B

dan CTAB (cethyl trimethyl ammonium bromide)), dan dipanaskan selama satu jam di atas penangas listrik. Sampel disaring menggunakan filter glass (B) dengan bantuan pompa vacum dan dicuci dengan aseton dan air panas. Sampel dikeringkan dalam oven 105°C, dimasukkan desikator selama satu jam dan ditimbang (C).

% ADF = x 100%

A

Keterangan :

A = bobot sampel (g) B = bobot filter glass (g)

C = bobot filter glass dan sampel setelah dioven Kadar Hemiselulosa = % NDF - % ADF

Residu ADF (C) yang berada di dalam filter glass diletakkan di atas nampan yang berisi air setinggi kira-kira 1 cm. Kemudian ditambahkan H2SO4

D - C

setinggi ¾ bagian filter glass dan dibiarkan selama 3 jam sambil diaduk-aduk. Penyaringan dilakukan dengan bantuan pompa vacum dan juga menggunakan filter glass. Pencucian dilakukan dengan aseton dan air panas. Dilakukan pengeringan dan memasukkan hasil penyaringan tersebut ke dalam oven. Setelah itu dimasukkan lagi ke dalam desikator untuk melakukan pendinginan dan ditimbang (D).

% Selulosa = x 100% A

Keterangan :

A = bobot sampel (g)

D = bobot filter glass dan residu ADF setelah dioven (g) C = bobot filter glass dan residu ADF awal (g)

54

Lampiran 4 Pembuatan media isolasi, seleksi dan penyegaran isolat

1. Media YMEA (Yeast Malt Extract Agar) dan YGCA (Yeast Glucose

Chloramfenicol Agar)

Media YMEA digunakan untuk isolasi khamir pada buah-buahan, tetapi media ini tidak terlalu selektif, karena kapang atau bakteri masih bisa tumbuh. Oleh karena itu sebagai selekasi awal digunakan media YGCA yang diperkaya tetrasiklin untuk menghambat pertumbuhan kapang dan bakteri. Penambahan tetrasiklin dilakukan setelah sterilisasi media agar-agar. Komposisi kedua media tertera pada tabel berikut:

Media Bahan Komposisi (g/l)

YMEA Agar ekstrak malt 5

Agar ekstrak khamir 23

YGC Glukosa 20

Ekstrak khamir 5

Kloramfenikol 0,1

Agar 150

Tetrasiklin 0,05

2. Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan PDB (Potato Dextrose Broth) Media PDA digunakan untuk penyegaran isolat khamir yang diperoleh dan sebagai media kultur stok, sedangkan PDB digunakan untuk menumbuhkan kultur kerja (starter) sebelum fermentasi. Komposisi media tertera pada tabel berikut:

Media Bahan Komposisi (g/l)

PDA PDB 24

Agar 20

Lampiran 5 Data isolat, sumber, ciri koloni dan konsumsi substrat selama fermentasi menggunakan media campuran glukosa-xilosa (1:1) murni pada tabung reaksi berulir

Kode isolat

Sumber Ciri-ciri koloni %

Penggunaan substrat

ATCC S. cereviciae ATCC Kekuningan, berair 36.2

Ellipsoides S. ellipsoides Kekuningan, berair 35.8

AB Apel Putih keruh, lebar 11.4

K Apel Putih, lebar, tanpa inti 41.4

MP Melon Putih kekuningan, berair 35.5

O Melon Putih kekuningan, berair 26.1

P Melon Putih lebar, berserabut 30.0

D Nenas Bintik kecil, kekuningan 14.7

E Pepaya Bintik kecil, putih 31.4

G Pepaya Putih, lebar 40.0

H Pepaya Putih, bintik kecil 42.0

SB Semangka Putih lebar, dikelilingi koloni 64.1

T Semangka Putih lebar, bertumpuk 31.4

Dokumen terkait