Sekitar tahun 500 S.M. Muncul beberapa kecenderungan yang kemudian dikenal sebagai sekte Bhakti yang menekankan pengertian “pemujaan”, pelayanan atau kebaktian yang mencakup pengertian percaya, taat dan berserah diri kepada dewa (Wasim, 1988: 75). Bhakta adalah orang-orang yang melakukan Bhakti, maka Sai Bhakta adalah orang-orang yang memuja, melakukan pelayanan dan kebaktian serta percaya, taat dan berserah diri kepada Sathya Sai Baba yang dipuja sebagai avatara (inkarnasi Tuhan di muka bumi).
Para Sai Bhakta yang mempelajari dan mempraktikkan ajaran Sathya Sai Baba mengorganisir diri mereka di dalam sebuah wadah organisasi bernama Sai Study Group. Disebut Sai Study Group karena organisasi ini didirikan oleh Sathya Sai Baba sebagai wahana untuk mempelajari dan mengembangkan spiritualitas diri sebagaimana wacana Sathya Sai Baba dalam Pathway to God (SSGI, 2010: 108):
Organisasi Sai adalah forum untuk mempelajari dan mengembangkan nilai-nilai spiritualitas diri yang dipraktikkan melalui aktivitas pelayanan sosial. Tempat mengembangkan dan menyebarkan cinta kasih melalui aktivitas pelayanan pada sesama (love in action). Wahana untuk menumbuhkembangkan kesatuan (unity), kemurnian (purity) dan ketuhanan (divinity) pada diri sendiri. Wahana untuk melakukan transformasi kasih pada diri setiap orang, lingkungan, keluarga, dan masyarakat.
Secara internasional, lembaga tertinggi Sai Study Group adalah Prashanti Council Prashanti Council yang bertempat di Puttaparti, India. Di bawahnya, terdapat India Organisation (khusus wilayah India) dan Overseas Organisation (di luar India) dimana Sai Study Group Indonesia (SSGI) termasuk di zona 4 (empat) regional Indonesia, Brunai, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. SSGI sendiri terbagi ke 9 (sembilan) kordinator wilayah, yaitu wilayah I (satu) mencakup Sumatera bagian utara (Medan, Aceh, Riau, Sumatera Barat); wilayah II (dua) mencakup Sumatera bagian (Lampung, Bengkulu, Jambi); wilayah III (tiga) mencakup Jawa bagian barat (Jawa Barat, Banten dan DKI); wilayah IV (empat) mencakup Jawa bagian tengah (Semarang, Yogyakarta); wilayah V (lima) mencakup Jawa Timur; wiayah VI (enam) mencakup Kalimantan; wilayah VII (tujuh) mencakup Bali, NTB, NTT; wilayah VIII (delapan) mencakup Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara; dan wilayah IX (sembilan) mencakup Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara (SSGI, 2010: 112).
Dalam perkembangan Sai Study Group di Indonesia, terdapat kilas balik balik perjalanan Sai di Indonesia (SSGI, 2010: 12-14). Saat digelar Musyawarah Nasional ke-V (lima)Sai Study Group Indonesia di Denpasar
organisasi Sai di Indonesia dengan tujuan agar peserta Munas dapat melihat kembali arah perjalanannya. Musyawarah Nasional adalah ajang pertemuan tertinggi pengurus Sai Indonesia. Saat itulah arah, tujuan, aturan serta kebijakan strategis organisasi Sai Indonesia ke depan akan dirumuskan untuk selanjutnya dituangkan ke dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD & ART) serta Garis-Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) Sai Study Group Indonesia (SSGI). Perjalanan organisasi Sai di Indonesia sudah melewati empat tahapan yaitu tahap pembangunan dasar, pembangunan pilar, penggalian identitas dan transformasi Sai.
Pada masa ‘Pembangunan dasar’, ditandai dengan banyaknya tantangan yang harus dijawab berkaitan dengan keberadaan organisasi Sai di tanah air Indonesia. Hadir di tengah suasana politik yang serba terkontrol, tentu menuntut terbangunnya landasan organisasi yang secara terbuka dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Karenanya, sesepuh Sai saat itu memandang penting untuk sesegera mungkin merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi (saat itu masih bernama Yayasan Sathya Sai Baba Indonesia) sebagai dasar pijakan. Salah satu yang dicetuskan di dalam AD&ART tersebut adalah nama Sai Study Group. Nama ini memiliki arti strategis tersendiri dalam memposisikan organisasi Sai sebagai suatu wadah untuk mengkaji dan mempelajari nilai-nilai kebenaran, kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan yang pada hakikatnya sudah ada dalam diri setiap orang serta menjadi intisari dari semua ajaran agama di dunia.
Tahap berikutnya adalah ‘pembangunan pilar’. Tahap ini diregulasi dalam 3 munas. Munas I (pertama) ditandai dengan terbentuknya nama Sai Study Group Indonesia (SSGI), digelar di Surabaya (16-18 Maret 1998).
Dilanjutkan dengan penyelengaraan munas II (dua) di Jakarta (15-16 Maret 2003), mengangkat tema “Menuju Peningkatan Kinerja Organisasi Sathya Sai yang lebih Dinamis, Efisien dan Efektif”. Munas III (tiga) diselenggarakan di Jogyakarta (4-5 Februari 2006) dengan mengambil tema “Revitalisasi Organisasi untuk Meningkatkan Pelayanan”. Ketiga munas tersebut kemudian disebut sebagai tahap pembangunan pilar organisasi. Tahap ini didasari oleh semangat untuk menyempurnakan kembali dasar pijakan organisasi Sai di Indonesia agar relevan dengan tuntunan jaman yang selalu mengalami perkembangan. Sebagai perwujudannya dilahirkanlah AD & ART yang telah disesuaikan dan disempurnakan dilengkapi dengan Garis-Garis Besar haluan Organisasi (GBHO) SSGI sebagai dasar kebijakan.
Berikutnya adalah tahap ‘pembangunan identitas Sai’, yang diregulasi melalui Munas IV (empat) di Bedugul Bali (22-24 Februari 2008) dengan mengambil tema: “Menyelaraskan Langkah, Mempertegas Identitas”. Tema ini dihadirkan agar semua komponen di organisasi Sai memiliki satu kesamaan pandang dalam melangkah dan menentukan sikap. Identitas dimaksud meliputi (jati diri, visi, misi, budaya, personalitas, keunikan dan posisi Sai). Identitas Sai inilah diposisikan sebagai dasar sekaligus tujuan daripada organisasi Sai Study Group Indonesia. Sampai pada akhirnya Munas V (lima) kembali digelar di Denpasar untuk melanjutkan semangat musyawarah nasional sebelumnya ke tahapan ‘Transformasi Sai’ dengan tema “Transformasi Sai: Dalam Kesatuan Pandang dan Tindakan”. Untuk saat ini, ketua Sai Study Group Indonesia (SSGI) dijabat oleh Bapak Mohan Leo, Bapak Krishnaputra sebagai penasehat, Bapak Anuarga Duarsa sebagai kordinator nasional bidang spiritual, Bapak I Nyoman Sumantra kordinator nasional bidang pendidikan, dan Bapak Usli
Sarli sebagai kordinator wilayah I (satu) yang mencakup Sumatera bagian utara (Medan, Aceh, Riau, Sumatera Barat).
Di kota Medan sendiri terdapat orang-orang yang menjadi Sai Bhakta. Meskipun pada umumnya mayoritas masyarakat Hindu Tamil, namun, tak sedikit pula berasal dari masyarakat Tionghoa, pelaku ajaran spiritual, warga negara asing yang berkebetulan ada di Medan serta orang-orang dari berbagai latar belakang pula. Sai Bhakta di kota Medan dirintis oleh beberapa orang, yaitu Ram S Galani, Poah, Mohan Leo, dan Jumbiner Shem pada tahun 1983. Mereka memulai aktifitas Bhajan di jalan Jenggala nomor 71, yang sekarang menjadi tempat kursus belajar bernama Pinky Education Centre. Kegiatan Bhajan berjalan terus selama enam tahun pada tahun 1983-1989. Kian hari orang-orang yang mengikuti Bhajan di tempat ini semakin ramai sehingga tempatnya mulai terasa sempit. Oleh karena itu, Bapak Ram, Bapak Mohan Leo, Bapak Poa dan Bapak Ganapathi selanjutnya membuka tempat diskusi ajaran Sai Baba dan Bhajan di Prashanti Griya Sai Centre (lantai dua Vihara Borobudur) di jalan Imam Bonjol nomor 21 pada tanggal 23 November 1989. Sembilan tahun berikutnya, 27 September 1998, dibuka lagi sebuah tempat diskusi ajaran Sai Baba di Jalan Lobak nomor 18 Medan yang bernama Kumara Shanti Sai Centre dan disusul dengan pendirian Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Sunggal pada tanggal 1 September 2000.1
Meskipun Sai Bhakta di kota Medan dirintis semenjak tahun 1983, tetapi tahun 1989 dapat dianggap sebagai momentum berdirinya Sai Bhakta di kota Medan.2 Menurutnya, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut orang-orang
1
Wawancara dengan Bapak Ram S Galani pada tanggal 28 Januari 2015.
yang mengikuti dan berkumpul berdiskusi, serta melakukan praktik Bhajan sebagaimana diajarkan Sathya Sai Baba mulai ramai dan secara rutin melaksanakannya. Meskipun di tahun tersebut, organisasi formal Sai Study Group belum ada, namun menurutnya hal itu tidak menjadi permasalahan. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa tahun 1989 adalah waktu pendirian Sai Bhakta di kota Medan.
Berikut ini adalah daftar nama pengurus Sai Centre periode 2014-2016 di Prashanti Griya Sai Centre yang terletak di lantai dua vihara Borobudur jalan Imam Bonjol nomor 21:
Nama Jabatan Niland Hendra Jaya Selly Liliana Ketua Wakil ketua Sekretaris Bendahara Parveen Alex Athiam Husin Aliu Soffyan Ahung Elly Yahya Wijani Sanjaya Nila Jenti Guik Hwa William Sanjaya Divisi Bhajan Divisi Sounds Divisi Seva Divisi Mahila Divisi Youth Putra Divisi Youth Putri Divisi Pendidikan Divisi Transportasi
William Veren Ngo dan Filling Divisi Dokumentasi Divisi Perpustakaan
(Bagian dalam) (Tampak dari luar) Gambar 2.5
Prashanti Griya Sai Centre di Jalan Imam Bonjol nomor 21
Berikut ini adalah struktur kepengurusan Sai Ganesha Sai Centre periode 2013-2015 yang terletak di Jalan Pinang Baris nomor 5E:
Nama Jabatan Jaya Shankar Raja Ratenam Dewi Halim Selvia S Beby Mirna Pinky Sarika Subatra Shanti N Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Divisi Pendidikan Divisi Mahilavibhag
Arathi Priya Roshan Jai Kisen Nova Aswini Putu Sarika Melvina Sandiya Komang Rai Rahul Anita Sitara Divisi Mading Divisi Dokumentasi Divisi Seva Divisi Bhajan
Divisi Youth Putra
Divisi Youth Putri
(Saat Bhajan) (Saat lengang) Gambar 2.2
Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Pinang Baris nomor 5E
Berikut ini adalah struktur kepengurusan Kumara Shanti Sai Centre periode 2013-2015 yang terletak di Jalan Lobak nomor 18:
Nama Jabatan Zulkarnen Shindu Selwi Jai Kisen Sanjai Ketua Sekretaris Bendahara Divisi Bhajan
(Bagian dalam) (Tampak dari luar) Gambar 2.3
BAB III
DESKRIPSI BHAJAN PADA SEKTE SAI BABA DI MEDAN
Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan tentang Bhajan dan sekte Sai Baba di Kota Medan. Bhajan adalah menyanyikan berulang-ulang nama suci Tuhan yang terdapat pada masyarakat kelompok Hindu yang kemudian diadopsi oleh Sekte Sai Baba. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu Bhajan pada masyarakat Hindu dan kemudian Sekte Sai Baba di kota Medan.