• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem administrasi hendaklah merupakan prioritas tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui pemungutan pajak. Sistem administrasi memegang peran penting. Kantor pelayanan pajak harus memiliki system administrasi yang tepat. Sistem administrasi diharapkan tidak rumit tetapi ditekankan pada kesederhanaan prosedur. Kerumitan sistem akan membuat wajib pajak semakin enggan membayar pajak.

4. Pelayanan

Kualitas pelayanan yang dilakukan pemerintah beserta aparat perpajakan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak. Kualitas pelayanan yang dimaksud adalah memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak dalam mengoptimalkan penerimaan negara. 5. Kesadaran dan pemahaman warga negara rasa nasionalisme tinggi

Kepedulian kepada bangsa dan negara serta tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat yang memadai, maka secara umum akan makin mudah bagi wajib pajak untuk patuh kepada peraturan perpajakan.

6. Kualitas petugas pajak (intelektual, keterampilan, integritas, moral tinggi) Kualitas petugas sangat menentukan efektivitas undang-undang dan peraturan perpajakan. Petugas pajak memiliki reputasi yang baik sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil. Petugas pajak yang berhubungan dengan masyarakat pembayar pajak harus memiliki

intelektualitas tinggi, terlatih baik, digaji baik dan bermoral tinggi. (Rahayu, 2013:27).

2.1.4.3 Jenis Penerimaan Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 menyebutkan bahwa penerimaan perpajakan terbagi atas dua yaitu :

1. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasalah dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan,cukai dan pajak lainnya.

2. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 ayat (9) penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas Negara. Di dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2003 mengelompokkan penerimaan negara ke dalam tiga kelompok besar, yaitu penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah. Dalam penelitian ini, penulis mengkhususkan pembahasan pada penerimaan pajak dalam negeri khususnya pajak penghasilan.

2.1.4.4 Pajak Penghasilan

Pengertian pajak penghasilan adalah sebagai berikut :

"Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berkahir dalam tahun pajak (Suandy, 2011:75)."

Pasal 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) menyebutkan bahwa PPh dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pengertian diterima atau diperoleh tersebut ada hubungannya dengan 2 (dua) cara pembukuan :

1. Stelsel Kas, yaitu penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu.

2. Stelsel Akrual, yaitu penghasilan telah dapat dianggap ada pada waktu diperoleh, jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima.

2.1.4.5 Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikaenakan pajak penghasilan (Resmi, 2014:75). Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut:

1. Subjek pajak orang pribadi

2. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yangberhak.

3. Subjek pajak badan.

4. Subjek pajak bentuk usaha tetap.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UU PPh, subjek pajak dalam PPh terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni:

1. Subjek pajak dalam negeri

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.

puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di indonesia.

c. Badan, yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

 Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

 Penerimaannya dimasukan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan pembukuan diperiksa oleh aparat pengawas fungsional negara.

d. Bentuk usaha tetap.

e. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek pajak luar negeri

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia. Perbedaan penting antara subjek pajak dalam negri dan subjek pajak luar negri terletak dalam pemahaman kewajiban perpajakannya, seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.1

Perbedaan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

2.1.4.6 Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Sumarsan, 2017:119).

Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri

1. Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima/diperoleh dari Indonesia dan dari luarIndonesia. 2. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum (Pasal17).

3. Wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.

1. Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan diIndonesia.

2. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pasal sepadan (Pasal26). 3. Tidakwajib menyampaikan

Surat Pemberitahuan (SPT) karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yangbersifat final.

2.1.4.7 Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Untuk menghitung besarnya PPh terutang, wajib pajak harus terlebih dahulu mengetahui besarnya penghasilan kena pajak (PKP). PKP inilah yang merupakan dasar penghitungan PPh terutang. PKP merupakan penghasilan neto secara fiskal yang mungkin tidak sama dengan penghasilan neto (laba) secara komersial (pembukuan). Hal ini disebabkan adanya perbedaan metode pengakuan pendapatan dan biaya mengacu pada pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK), sedangkan secara fiscal, pengakuan dan biaya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan. Oleh karena itu, untuk mengetahui besarnya PKP, wajib pajak harus terlebih dahulu melakukan penyesuaian fiscal sehingga besarnya penghasilan yang dilaporkan sesuai dengan peraturan perundangan perpajakan. Dengan kata lain, penyesuaian fiscal dimaksudkan untuk menyesuaikan laba komersial menjadi laba fiskal.

Laba fiskal merupakan penghasilan neto secara fiscal yang biasanya berasal dari usaha dan atau pekerjaan bebas karena yang melakukankegiatan pembukuan adalah wajib pajak yang melakukan usaha dan atau pekerjaan bebas. Penghasilan neto dari usaha dan atau pekerjaan bebas ini akan digabungkan dengan penghasilan neto lainnya, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, sehingga akan diperoleh jumlah keseluruhan penghasilan neto. Jumlah penghasilan neto ini tidak mungkin sama dengan PKP. Untuk menghitung PKP, wajib pajak diperkenankan untuk mengurangkan jumlah penghasilan neto dan zakat atas penghasilan, kompensasi kerugian selama lima tahun terakhir, serta penghasilan tidak kena pajak.

2.1.4.8 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Sesuai dengan UU No 36 pasal 7 ayat 1 tahun 2008, kepada orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa PTKP, yang besarnya telah diubah terakhir oleh Keputusan Menteri No. 137/KMK.03/2005, menjadi sebagai berikut :

a. Rp. 15.840.000,00 untuk diri wajib pajak.

b. Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.

c. Rp. 15.840.000,00 untuk penggabungan penghasilan istri dan suami. d. Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan

semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan PTKP adalah : a) Besarnya PTKP di atas ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun. b) Untuk penghasilan istri yang digabung, tambahan untuk seorang istri

(hanya seorang istri) dilakukan dalam hal istri:

1) Bukan karyawan, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yang belum dewasa.

2) Bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai pemotong pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/perkerjaan bebas.

3) Bekerja sebagai karyawati pada lebig dari 1 (satu) pemberi kerja. a) Warisan yang belum terbagi sebagai wajib pajak menggantikan

yang berhak tidak memperoleh pengurangan PTKP.

berpisah untuk diri masing-masing wajib pajak diperlakukan seperti wajib pajak tidak kawin, sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang diperkenankan.

2.1.4.9 Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi adalah angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak orang pribadi untuk setiap masa pajak. Hal ini ditegaskan dalam pasal 25 (1) UU Republik Indonesia No. 17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, yaitu besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan pajak penghasilan tahun pajak tahun lalu dikurangi dengan :

a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud pasal 21 dan pasal 23 serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud pasal 22.

b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yng boleh dikreditkan sebagaimana dalam pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

2.1.4.10 Pengukuran Penerimaan Pajak Penghasilan

Pemeriksaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan perhituangan sebagai berikut :

Penerimaan PPh = Realisasi penerimaan PPht - Realisasi penerimaan PPht-1 Realisasi penerimaan PPht-1

Keterangan :

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Di bawah ini akan disajikan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 1. Hafsyah Nur Hidayah Harahap (2013) Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Bandung Karees X1 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Y Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan. Koefisien determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib Pajak badan dipengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1% 2. Desak Putu Ayu Diah Dewantari, Gede Erni Sulindawati, dan Anantawikra ma Tungga Atmadja (2017) Implikasi dan Evaluasi Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) pada tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam upaya peningkatan Penerimaan Pajak Pada Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singaraja X1 Implikasi Program Tax Amnesty X2 Evaluasi Program Tax Amnesty Y Kepatuhan Wajib Pajak Z Penerimaan Pajak

Dari sisi kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Singaraja dapat dikatakan lebih baik dari sebelumnya, dengan adanya program pengampunan pajak (tax amnesty) membuat Wajib pajak baru yang selama ini belum memiliki NPWP akhirnya mendaftarkan diri untuk menjadi wajib pajak. Dengan bertambahnya jumlah wajib pajak tersebut, membuat penerimaan pajak di KPP Pratama Singaraja bertambah sampai pada 09 Desember 2016 sebesar Rp 17.306.666.130. 3. Diana Fitriani W dan Putu Mahardika Adi Saputra (2009) Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi X1 Analisa Faktor-Faktor X2 Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Jumlah WP OP terdaftar, jumlah SSP yang diterima, ekstensifikasi Wajib Pajak, dan rasio pencairan tunggakan pajak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Jumlah WP OP terdaftar, jumlah SSP yang diterima, ekstensifikasi Wajib Pajak, dan rasio pencairan tunggakan pajak mempengaruhi 55,9% sedangkan sisanya yaitu sebesar 44,1% dijelaskan oleh variable independent lain yang tidak dimasukkkan dalam model.

2.2 Kerangka Pemikiran

Sebagaimana telah diatur dalam salah satu ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah direvisi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan direvisi kembali oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yaitu dalam Pasal 29 ayat (1) bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan (Sumarsan, 2017:95).

Indikator pemeriksaan pajak dalam penelitian ini dasar pemikiran mengatakan bahwa laporan pemeriksaan pajak merupakan dasar untuk penerbitan suatu produk hukum perpajakan yaitu surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) (Rahayu, 2013:323). Sementara itu, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar (Rahayu, 2013:180). Indikator penerimaan pajak penghasilan orang pribadi dalam penelitian ini menggunakan dasar pemikiran yaitu indikator variabel penerimaan pajak penghasilan orang pribadi yaitu realisasi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (Hutagaol, 2007:325).

Pemeriksaan pajak akan mendorong timbulnya kepatuhan wajib pajak, sehingga akan berdampak pada peningkatan penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak yang pada akhirnya pajak yang dibayarkan wajib pajak akan masuk dalam kas negara. Bagi kantor pelayanan pajak, penerimaan pajak apapun jenisnya baik itu pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan jenis pajak lainnya yang diterima sangat tergantung pada tingkat kepatuhan wajib pajak baik dalam melaporkan dan melunasi pajaknya. Dengan demikian, pemeriksaan pajak merupakan pagar penjaga agar wajib pajak tetap mematuhi kewajibannya. Dari sekian banyak jenis pajak yang ada, pajak penghasilan (PPh) merupakan harapan pemerintah untuk setiap tahunnya bertambah besar, baik dari jumlah penerimaan maupun dari segi wajib pajak yang membayarnya (Asri, 2009). Upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak melalui pemeriksaan terhadap wajib pajak juga direkomendasikan oleh IMF. Adapun rekomendasi tersebut tertuang dalam Letter Of Intent (LOI) tahun 1999 yang dikutip oleh Gunadi (2005), dinyatakan bahwa langkah kunci untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan cara menaikkan cakupan pemeriksaan pajak. Kerangka pemikiran tersebut di atas dapat digambarkan secara sederhana melalui bagan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pemeriksaan Pajak Pasca Tax

Amnesty

(X)

- Jumlah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

(Rahayu, 2013:323)

Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Non-Karyawan)

(Y)

- Realisasi Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Non Karyawan)

2.4 Hipotesis

Hipotesis didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi (Sekaran, 2009:135). Berdasarkan kerangka pemikiran yang dijelaskan di atas maka penulis merumuskan hipotesis penelitian bahwa : Ho : Pemeriksaan pajak pasca tax amnesty tidak berpengaruh terhadap

penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (non-karyawan).

Ha : Pemeriksaan pajak pasca tax amnesty berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (non-karyawan).

Dokumen terkait