• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem-Pembudidayaan-Kelapa-Sawit-Lebih Menguntungkan

BAB III Latar Belakang Pertanian Karet Di Desa Rumah Sumbul

6.2 Faktor Penyebab Peralihan

6.2.1 Sistem-Pembudidayaan-Kelapa-Sawit-Lebih Menguntungkan

Menurut takaran hasil pengamatan petani di Desa Rumah Sumbul, bahwa terjadinya sejumlah petani karet yang beralih dari sistem budidaya kelapa sawit yang lebih efektif dan efesien semata-mata karena lebih menguntungkan. Selama 42 tahun, karet menjadi penopang penghasilan masyarakat Desa Rumah Sumbul tetap bertahan. Namun, terjadi perubahan karena petani merasa cukup bertahan dengan harga fluktuatif selama priode 1990. Hal sistem budidaya kelapa sawit yang lebih menguntungkan kembali memojokkan karet sebagai masalah ekonomi keluarga petani karet.

Tab el 40

Perbandingan UsahaTani Karet Dengan Kelapa Sawit Ditinjau Dari Aspek Teknis Budidaya Desa Rumah Sumbul No Komponen

Aspek Teknis

Karet Kelapa Sawit Keterangan

1 Panen Perdana 4-6 Tahun 2,5-3 Tahun Lebih Cepat

Kelapa Sawit

2 Periode Panen 3-4 hari/minggu 1 kali per 7

atau 9 hari

Lebih rutin pada karet 3 Penyakit menular dan fatal Cendawan akar putih (CAP) Relatif tidak ada penyakit yang fatal Dapat menyebabkan tanaman karet mati

4 Waktu/jam panen Jam 06.00-15.00

pagi

Pagi – sore Penyadapan karet pada siang hari menyebabkan

penurunan hasil

5 Tanaman

muda/TBM

Perlu penunasan Tidak perlu Tunas yang di

biarkan tumbuh hanya dari mata okulasi

6 Bibit yang umum

digunakan

Stup mata tidur dan karet kuta

Polibeg Bibit stump mata

tidur dan karet

kuta lebih rentan terhadap penyakit

7 Lobang Tanaman 400-600 lobang/ha 143 lobang/ha Lebih banyak

membutuhakan biaya

8 Cuaca saat panen Tidak dapat

dipanen saat hujan turun sebelum dan saat penyadapan Tidak tergantuung cuaca Lateks akan curah jika-panen dilakukan saat turun hujan

9 Tenaga panen Perlu tenaga yang

terampil Tidak mutlak terampil Penyadapan yang salah dapat merusak kulit tanaman karet

Dari keseluruhan pengamatan yang disediakan data di atas, jelaslah pertanian kelapa sawit lebih menguntungkan. Dari panen perdana tanaman karet memutuhkan 4-6 tahun siap produksi. Tindakan petani yang memaksa pohon karet dalam masa pertumbuhan umur 4 tahun menimbulkan kerusakan dini pada kualtas pohon dan jumlah getah karet. Secara standar dari Balai Penelitian Pertanian Karet di Sei Putih bahwa masa siap sadap pohon karet berada pada umur 5-6 tahun. Perilaku ini ditujukan petani untuk mengejar dan menutupi kekurangan pendapatan.

Dalam waktu panen, pertanian karet yang diolah oleh petani karet dekerjakan pada jam 06.00-15.00. Perilaku petani ini dilakukan pada saat-saat harga karet sulit, sehingga terjadi prilaku malas pada karakter petani. Karet yang dikerjakan di atas jam 11.00 membuat getah semakin sedikit. Penyadapan yang dilakukan jam 13.00 membuat produksi pencapaian volume karet di desa menurun. Selain harga yang terus menurun, sistem track yang berlangsung di bulan-bulan tertentu memperparah kondisi pendapatan petani.

Cuaca di saat panen menjadi masalah yang sangat dikeluhkan petani karet setiap tahun. Keadaan musim penghujan di Desa Rumah Sumbul pada Bulan September, Oktober, November dan Desember disertai angin yang kencang membuat petani sering mendapat kerugian. Persoalan kerugian yang didapat petani dari keadaan pohon yang rusak dan kematian dengan tumbangnya pohon atau disambar petir dan terlihat cabang-cabang pohon karet yang sensitif dengan berpatahan di bagian cabang membawa kerugian karena berkurangnya getah di pohon. Keadaan

musim penghujan juga membuat petani sulit menyadap pohon karet karena keadaan tanah yang licin dan faktor fisik pohon karet yang rentan tumbang dapat membuat kerugian dari kondisi kesehatan petani sendiri. Cara mensiasati dari keadaan musim penghujan ini, tindakan yang dilakukan petani yakni dengan menunggu hujan reda. Sehingga membuat jadwal penyadapan dapat dilakukan pada sore hari. Posisi waktu sadap sore hari menjadikan keluaran getah karet semakin minim.

Jenis bibit yang dihasilkan petani bervariasi dan jumlah produksi tanaman karet yang dihasilkan petani karet cendrung tidak mengalami peningkatan. Bibit jenis Karet Kuta masih tetap mendominasi di Desa Rumah Sumbul sampai tahuun 1995. Hal ini dibiarkan tanpa ada peremajaan karena tingkat pendidikan yang menjadi petani karet hanya mencapai tingkat SMP. Sehingga wawasan untuk menambah produksi getah karet dari penanaman klon unggul dan ouklasi tidak merata diterapkan di Desa Rumah Sumbul. Tujuan lain petani mempertahhankan bibit karet kuta

karenna pohon ini lebih unggul dan kokoh dalam menghadapi keadaan curah hujan meningkat dan erosi.

6.2.2 Keuntungan Ekonomi

Faktor kedua yang menyebabkan terjadinya peralihan karet ke kelapa sawit yakni, keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi yang dimaksud dengan terjadinya fluktuasi harga karet yang lebih dominan penurunan harga. Peralihan yang terjadi pada tahun 1995 sebagai batas akhir penulisan dan awal penanaman kelapa sawit menimbulkan perbandingan keuntungan pertanian karet dengan keuntungan kelapa sawit dimulai dari biaya penyiapan lahan sampai produksi hasil. Keuntungan

ekonomi pertanian karet semakin melemah bersamaan dengan berkembangnya kebutuhan yang majemuk pada masyarakat dan tersedianya obat-obatan tanaman dan pupuk. Perkembangan karet semakin membutuhkan perawatan yang maksimal dengan melibatkan keintensan pupuk yang mengurai keuntungan.

Budidaya karet sebelum priode 1975 merupakan tanaman pengganti. Peran tenaga kerja juga masih bentuk kekeluargaan yang mengurangi beban petani.

Pertanian durian, cabe, dan padi pada pengerjaanya rentan terhadap hama penyakit yang mengurai minat petani untuk memperpanjang budidaya tanaman karet tersebut.

Membahas harga perbandingan penghasilan karet dengan kelapa sawit telah dibahas pada tabel di bawah ini.

Tabel 41

Perbandingan Penghasilan Karet Dengan Kelapa Sawit Per Hektar Per Bulan Pada Tahun 1995

No .

Nama Karet Kelapa Sawit

Penjualan Biaya Produks i Penghasila n Penjuala n Biaya Produks i Penghasila n 1. Jenda Br Karo 1.286.061, 6 124.333 1.161.728, 6 1.100.00 0 41.000 1.059.000 2. Ali Gintin g 1.407.429, 6 124.333 1.283.096, 6 979.000 41.000 938.000 3. Murni Br Sitepu 1.422.668 124.333 1.298.335 1.078.00 0 41.000 1.037.000 4. Benar Gintin g 1.476.001, 2 124.333 1.351.668, 2 1.211.10 0 41.000 1.170.100

5. Jam Sitepu 2.845.336 124.333 2.721.003 1.067.00 0 41.000 1.026.000 Total 8.437.496, 4 7.815.831, 4 5.435.10 0 5.230.100 Rata-Rata 1.687.499 1.563.166 1.087.02 0 1.046.020

Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Jenda Br. Karo, Ali Ginting, Murni Br Sitepu, Benar Ginting, dan Jam Sitepu, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul

Dari tabel 41 di atas menggambarkan adanya selisih harga dari kedua komoditi di atas pada tahun 1995. Penghasilan dari kedua komoditi tersebut mengarah kepada tingkat perbandingan harga. Komoditi karet lebih tinggi tingkat penghasilannya dengan skala lahan karet per hektar per bulan. Besaran penjualan yang diperoleh petani karet rata-rata Rp. 1.563.166,- dengan penghasilan Rp. 7.815.831,4. Berbeda dengan komoditi kelapa sawit berdasarkan per kilogramnya dihargai Rp.550,- besaran penjualan yang diperoleh Rp.1.087.020,- dengan penghasilan Rp. 1.046.000. Selisih penghasilan dari kedua komoditi ini sebesar Rp. 517.146,-.

Selain perbedaan pada penjualan dan penghasilan terdapat perolehan perbedaan juga pada biaya produksi. Modal yang digunakan petani dalam mengelola pertanian kelapa sawit pada tahun 1995 yaitu: biaya pembelian bibit sebesar Rp. 50,- x 120 jumlah pohon rata rata setiap hektar maka diperoleh Rp. 6.000,- konsumsi untuk tenaga upahan Rp. 2.500 x 2 hari = Rp.5.000,-, upah tenaga kerja Rp.10.000,-/orang/bulan, biasanya menggunakan 2 orang tenaga kerja maka Rp.20.000,-. Upah pengangkutan hasil karet dari lahan pertanian ke pasar per 1000 kg sebesar Rp. 100,-. menjadi Rp.

100.000,- Dari keseluruhannya maka total biaya produksi ialah:Rp.41.000-/bulan. Sedangkan biaya produksi dari karet sebesar Rp. 83.583,- terdapat selisih sekitar Rp.42.583,-. Perbedaan nilai ekonomi di atas tidak semata mata menyudutkan komoditi kelapa sawit, hal ini dapat dilihat berdasarkan biaya produksi serta pemasaranya.

Secara matematis harga kelapa sawit berada di bawah karet dengan selisih Rp.517.146,- secar luasan per hektar. Perolehan ini memungkinkan dengan penanaman dan pemanenan dini pada kelapa sawit. Petani karet mulai menanam kelapa sawit pada tahun 1990-an sehingga posisi waktu panen kelapa sawit sekitaran 3-4 tahun. Pemanenan dini disebut buah pasir dengan rata-rata berat kelapa sawit TBS berkisaran 0,5-1 kg. Keadaan ini juga belum termasuk sistem budidaya kelapa sawit yang lebih efesien. Pemaparan penghasilan di atas masih dalam cangkupan per hektar sehingga terlihat posisi karet berada selisih di atas kelapa sawit. Keadaan ini belum dimasukkan dengan prilaku petani yang telah di bahas di atas dimana petani karet memperkosa produksi karet dengan melakukan penyadapan melebihi waktu rata-rata. Petani karet dapat melakukan penyadapan 4-5 kali dalam seminggu sehingga memperoleh volume debit produksi bertambah. Posisi ini terjadi terlebih kepada petani yang hanya memiliki lahan 1-1,5 ha saja. Dari umur pohon kedua komoditi ini berbeda jauh. Tanaman karet sudah memasuki batas-batas produksi karena umur tua pada tahun 1995 sedangkan posisi kelapa sawit masih dalam tahap belajar berbuah sehingga monopoli keunggulan berada pada komoditi karet. Namun

dapat disimpulkan kelapa sawit lebih unggu dari segi harga, proses pemaaran, dan budidaya yang belum dapat dibandingkan melihat posisi umur kedua komoditi yang berbeda.

Dokumen terkait