• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Sistem Usahatani Konservasi

Usaha-usaha perbaikan pada lahan terdegradasi, misalnya dengan menerapkan kombinasi teknik konservasi tanah antara vegetatif dan mekanik melalui alley

cropping, strip kontur dan teras dengan tanaman penguat serta pengelolaan bahan

organik dengan cara mengembalikan sisa panen ke lahan usahatani, selain memperbaiki lahan juga mendorong terpeliharanya ternak. Perlu digarisbawahi pentingnya tanaman penguat dalam teras, karena bangunan teras saja tidak cukup

menahan erosi. Berdasarkan pengamatan Sembiring dan Fagi (1987), diacu dalam Sembiring et al. (1989), lahan yang di teras bangku tetapi tidak dikelola dengan baik memberikan erosi yang lebih tinggi daripada lahan yang di teras gulud yang dikelola dan didesain dengan baik. Teras gulud mampu menekan/menurunkan indeks LS (panjang dan kemiringan lereng).

Nilai faktor C dipengaruhi oleh banyak peubah yang dapat dikelompokkan menjadi dua, .yaitu: peubah alami (terutama iklim dan fase pertumbuhan tanaman) dan peubah-peubah yang dipengaruhi oleh sistem pengelolaan, antara lain: tajuk tanaman, mulsa sisa-sisa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah, pengolahan tanah, pengaruh residual pengelolaan tanah, dan interaksi antara peubah-peubah tersebut (Arsyad 2002). Nilai C yang rendah sangat membantu memperkecil nilai A, misalnya kacang tanah, kedelai, kacang tunggak, dan lain-lain yang dapat menutup tanah dengan rapat yang secara langsung dapat menahan energi butiran hujan yang jatuh ke permukaan tanah.

Faktor pengelolaan tanah (P) adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah yang termasuk dalam metode mekanis adalah: (1) pengolahan tanah (tillage), (2) pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation), (3) guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, (4) teras, (5) dam penghambat (check dam), waduk (balong), rorak, tanggul, dan (6) perbaikan drainase dan irigasi (Arsyad 2002). Semakin kecil nilai P, menunjukkan semakin baik kualitas dari usaha konservasi yang dilakukan.

Secara umum praktek-praktek konservasi tanah dan air bertujuan untuk mencegah terjadinya erosi agar produktivitas tanah dapat dipertahankan. Upaya- upaya yang dapat ditempuh meliputi:

1. Memperbesar kapasitas infiltrasi air dalam tanah. 2. Meningkatkan kandungan bahan organik tanah. 3. Memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. 4. Memperpendek lereng.

5. Menurunkan volume dan kecepatan aliran permukaan.

Sistem Budidaya Lorong (Alley Cropping)

Budidaya lorong atau Alley Cropping merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tanah. Menurut Kang et al. (1984), diacu dalam Arsyad (2002), budidaya lorong adalah suatu bentuk usahatani atau penggunaan tanah dengan menanam tanaman semusim atau tanaman pangan di lorong atau gang yang ada diantara barisan pagar tanaman pohon atau semak. Cara ini diharapkan dapat menekan laju erosi, mampu memompa hara dari lapisan dalam tanah dan mempertahankan kadar bahan organik tanah. Budidaya lorong sangat tepat dilakukan baik pada tegalan (usahatani lahan kering) yang terletak pada tanah datar maupun pada tanah yang berlereng. Pada tanah yang berlereng, barisan tanaman pagar dan tanaman semusim harus ditanam menurut kontur agar pencegahan erosi terjadi dengan baik. Fungsi tanaman pagar dalam sistem budidaya lorong, yaitu: (a) sumber pupuk hijau atau mulsa bagi tanam semusim; (b) menciptakan keadaan yang baik bagi perkembangan jasad makro dan mikro tanah; (c) pada tanah yang berlereng jika ditanami menurut kontur akan mencegah erosi; (d) jika dipergunakan tanaman

leguminosa sebagai tanaman pagar, hasil pangkasan yang dijadikan mulsa merupakan sumber nitrogen yang cukup besar bagi tanaman semusim, dan memperbaiki sifat fisik tanah; (e) dapat merupakan sumber kayu bakar bagi petani; (f) dapat merupakan sumber makanan ternak.

Dalam usaha peningkatan kesuburan tanah, adanya ternak (terutama ruminansia) dalam suatu sistem usahatani merupakan unsur pendukung yang berarti, bahkan dari segi pendapatan petani mencapai hampir sepertiganya, atau kedua tertinggi setelah tanaman pangan (P3HTA 1990, diacu dalam Lubis et al. 1991). Dengan adanya ternak dalam unit usaha tani memacu petani untuk menyediakan pakan yang mencukupi, yaitu dengan menanam berbagai jenis tanaman yang dapat berfungsi ganda (rumput dan legum) baik sebagai sumber pakan maupun sebagai pengendali erosi serta sumber bahan organik tanah. Keterpaduan yang saling mengisi dalam sistem usahatani konservasi dapat terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Konsepsi pola usahatani konservasi secara sederhana Sumber: Agus et al. (1995)

Ternak Tegalan Sawah Hutan RT Pakan

Pupuk Kandang Pakan Pupuk Kandang

Pendapatan TK, Modal

Pangan/ Pendapatan Pangan/ Pendapatan

TK, Modal TK, Modal

Kayu Bakar Kayu Bangunan TK

Di dalam suatu usahatani, siklus suatu unsur hara membentuk pola kurang lebih melingkar. Unsur hara yang tersedia di dalam tanah dimanfaatkan oleh tanaman. Sisa- sisa hasil tanaman pangan/semusim (limbah) dapat dijadikan pakan ternak atau diolah menjadi kompos dan dikembalikan lagi ke dalam tanah sebagai pupuk organik. Hal ini memungkinkan petani menstabilkan dan memperkaya tanah, mempertahankan kelembaban tanah, mengurangi hama dan penyakit serta menekan kebutuhan input yang mahal, seperti pupuk kimia dan pestisida.

Usaha-usaha tersebut diatas harus diikuti dengan pengolahan tanah sedini mungkin dibarengi dengan usaha pembuatan teras bangku, teras gulud, atau melalui usaha budidaya lorong yang sesuai dengan kondisi fisik tanah, kemiringan lahan dan keadaan curah hujan. Menurut Reijntjes et al. (1999), usahatani sistem kontur menjadikan sisi bukit yang mengalami erosi menjadi lansekap bertingkat dan hijau dan teknologi ini dapat meningkatkan pendapatan tahunan petani hampir tiga kali lipat setelah lima tahun.

Menurut Sinukaban (1995) tujuan pertanian konvensional di sekitar DAS bagian hulu adalah untuk mewujudkan terciptanya kondisi DAS yang baik, namun selain itu pertanian konvensional juga bertujuan untuk mewujudkan kondisi sebagai berikut :

1. Produktivitas pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya;

2. Pendapatan petani yang cukup tinggi sehingga petani dapat merancang masa depan keluarganya dari pendapatan usahataninya;

3. Teknologi yang diterapkan sesuai dengan kemampuan petani dan dapat mereka terima sehingga system pertanian tersebut akan dilanjutkan secara terus-menerus; 4. Tanaman pertanian yang diusahakan beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik

daerah sehingga dapat diterima petani dan laku di pasaran;

5. Laju erosi minimal lebih kecil dari laju erosi yang dapat ditoleransikan sehingga produktivitas yang cukup tinggi dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan secara lestari dan fungsi hidrologis dapat dipertahankan dengan baik sehingga tidak terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau;

6. Sistem penguasaan dan kepemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang dan menggairahkan petani untuk terus menerus berusahatani.

Kartana (2002) menyatakan bahwa kegiatan pengelolaan DAS lebih ditekankan pada daerah-daerah yang belum rusak, bukan dengan memindahkan petani di sekitarnya. Aspek konservasi telah mampu menekan erosi dan meningkatkan fungsi hidrologis.

System Agroforestri

Berbagai definisi tentang agroforestri telah banyak dijumpai pada berbagai pustaka, namun Nair (1989a) mendefinisikan agroforestri sebagai suatu system penggunaan lahan yang berorientasi social dan ekologi dengan mengintegrasikan pepohonan (hutan) dengaan tanaman pertanian dan atau ternak secara simultan atau berurutan untuk mendapatkan total produksi tanaman dan hewan secara berkelanjutan dari suatu unit lahan, dengan input teknologi yang sederhana dan lahan yang marjinal.

Menurut Van Noordwijk et al. (2004) aspek eokologi/konservasi dalam hal ini pohon mempunyai fungsi perlindungan aktif terhadap aliran air ke daerah hilir dimana jenis pohon dapat dipilih yang bernilai ekonomi tinggi. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah sistem penebangan/pemanenannya jangan sampai menurunkan fungsi hidrologisnya. Untuk itu perlu keterpaduan aspek konservasi dengan aspek ekonomi dan sosial agar petani mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya antara lain melalui sistem agroforestri.

Agroforestri memberikan jalan bagi pengembalian modal yang cepat dan berkelanjutan dari komponen pertanian yang diusahakan dalam bentuk campuran serta dapat mendorong partisipasi sektor swasta untuk pengembangan hutan komersial yang dapat menyediakan dan meningkatkan pasokan kayu bagi industri perkayuan.

Menurut Chundawat dan Gautama (1993), cirri-ciri agroforestri antara lain adalah : a). dalam bentuk normal, agroforestri terdiri dari dua atau lebih spesies tanaman (dan atau hewan), b). selalu memiliki dua atau lebih produk, c). siklus dari system agroforestri selalu lebih dari satu tahun dan d). system agroforestri lebih kompleks daripada system monokultur dengan keuntungan secara ekologis (struktur dan fungsinya) dan keuntungan secara ekonomis.

Selanjutnya Van Noordwijk et al. (2004) menyatakan bahwa pengembangan agroforestri harus mampu mengurangi konflik yang ada di masyarakat dengan cara mengarahkan pengelolaan lahan untuk sistem yang dapat mengembalikan fungsi hutan sebagai fungsi lindung, tetapi juga sebagai fungsi produksi bukan hanya berdasarkan persepsi tentang pentingnya tutupan lahan oleh vegetasi hutan.

Dokumen terkait