• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Dasar teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan kajian letak saluran masuk (ingate) terhadap cacat porositas, kekerasan, dan ukuran butir paduan aluminium pada pengecoran menggunakan cetakan pasir, dasar teori tentang proses pengecoran, pola, sistem saluran, gating ratio, waktu tuang, turbulensi aliran, pasir cetak, cetakan, paduan aluminium, pembekuan logam, metalografi, struktur mikro, cacat porositas dan ukuran butir, kekerasan Vickers.

BAB III : Metodologi penelitian menjelaskan bahan penelitian, alat penelitian, langkah penelitian, dan diagram alir penelitian.

BAB IV : Data dan analisa, menjelaskan data hasil penelitian serta analisa hasil dari perhitungan.

BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tjitro (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh bentuk riser terhadap cacat penyusutan produk cor aluminium cetakan pasir. Penelitian ini menggunakan 3 variasi yaitu variasi riser I berbentuk silinder dengan diameter 10 mm dan tinggi 60 mm. Variasi riser II berbentuk kerucut terpancung dengan diameter 10 mm dan 25 mm serta tingginya 60 mm. Riser III berbentuk kerucut terpancung pula dengan diameter 10 mm dan 100 mm dimana tingginya 60 mm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi riser III menghasilkan coran tanpa cacat penyusutan. Sedangkan variasi riser I dan II terjadi cacat penyusutan akibat tidak berfungsinya riser dengan baik. Ini dapat disimpulkan bahwa cacat penyusutan (shrinkage defect) dipengaruhi oleh nilai casting modulus. Selain itu, diameter leher riser harus memiliki batas minimal untuk menghindari tidak berfungsinya riser.

Tjitro dan Gunawan (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh bentuk penampang riser terhadap cacat porositas. Bentuk penampang riser yang digunakan yaitu bulat dan segi empat. Dari hasil penelitian menggunakan pemeriksaan mikrografi menunjukkan bahwa bentuk penampang riser mempunyai pengaruh terhadap timbulnya cacat porositas. Timbulnya cacat penyusutan dapat diawali dengan terbentuknya cacat porositas. Persentase cacat porositas produk coran dengan penampang riser segi empat lebih besar dibandingkan penampang riser bulat.

Shahmiri dan Kharrazi (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh sistem saluran pada proses LFM (Lost Foam Casting) paduan alumunium silikon A.413.0. Variasi penelitian yaitu top gating system, side gating system, dan bottom gating system dengan jumlah runner yang berbeda tiap variasi yaitu dengan satu runner dan dua runner. Sistem saluran meliputi pola direkatkan satu sama lain menggunakan lem busa khusus dan dilapisi dengan larutan grafit dengan ketebalan 0,5 mm selanjutnya setelah kering pola diletakkan pada flask baja dan digetarkan (frekuensi 30-80 Hz, Amplitudo 0,2 mm konstan) bersamaan

4

commit to user

ketika memasukkan pasir silika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bottom gating system baik dengan satu runner maupun dua runner menghasilkan coran dengan cacat yang lebih sedikit daripada top gating system dan side gating system.

Dapat disimpulkan bahwa letak runner berpengaruh terhadap pembentukan cacat coran.

Sun, dkk (2008) mengatakan dalam penelitiannya tentang desain sistem saluran untuk pengecoran paduan magnesium. Parameter sistem saluran yang divariasikan yaitu tinggi saluran masuk, lebar saluran masuk, tinggi pengalir, dan lebar pengalir dengan dua jenis paduan magnesium yaitu AM50 dan AM60B.

Penelitian ini menggunakan dua pengujian yaitu pengujian komputasi yang disimulasikan menggunakan MAGMAsoft untuk melihat proses pengisian cetakan dan proses pembekuannya serta Mean multiresponse S/N ratios dengan kombinasi berbeda pada weighting factors. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hasil coran seperti product yield, shrinkage porosity, dan filling velocity dapat disimulasikan, desain yang optimal dipengaruhi oleh weighting factors dan dari ketiga variasi yang dilakukan didapat desain runner yang optimal yaitu pada tinggi runner 40 mm dan lebar runner 55 mm. Ini menunjukkan bahwa runner dengan lebar yang rendah efektif menurunkan kecepatan logam cair yang masuk ke saluran masuk sehingga dapat menurunkan turbulensi aliran.

Dobrzanski, dkk (2009) melakukan penelitian tentang penentuan cacat porositas menggunakan software image pro pada serbuk Astaloy CrL dan CrM yang dipanaskan. Serbuk Astaloy CrL dan CrM dipanaskan dengan suhu 1120 oC selama 30 menit. Variasi pada penelitian ini yaitu perbedaan laju pendinginan dalam nitrogen dengan empat tingkatan yaitu pendinginan cepat (7 0C/s dan 6,5

0C/s), pendinginan medium (1,6 0C/s), dan pendinginan lambat (0,3 0C/s) kemudian dilakukan penemperan pada suhu 200 0C selama 60 menit dan didinginkan dalam nitrogen kecuali pendinginan lambat. Hasil penelitian menunjukkan bawa rata-rata pori terbesar ditemukan pada Astaloy CrL dengan pendinginan lambat (0,3 0C/s). Secara keseluruhan rata-rata pori pada Astaloy CrL lebih besar dibandingkan rata-rata pori pada Astaloy CrM.

Flores, dkk (2010) melakukan penelitian tentang penggunaan PCR (pressure control risering) pada proses pengecoran besi ulet (ductile iron) dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cetakan pasir. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan mengontrol sistem saluran menggunakan PCR (pressure control risering) didapatkan besi ulet yang bebas dari cacat.

Hidayat dan Slamet (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh model saluran tuang pada cetakan pasir terhadap hasil cetakan dengan menggunakan variasi cawan tuang (basin) yaitu offset basin dan stepped offset basin. Hasil dari penelitian yang menggunakan pemeriksaan mikrografi menunjukkan bahwa menggunakan cawan tuang offset basin maupun offset stepped basin dapat menghasilkan coran dengan cacat porositas kecil dibandingkan tanpa menggunakan cawan tuang.

2.2 DASAR TEORI 2.2.1 Proses Pengecoran

Pengecoran logam merupakan proses yang melibatkan pencairan logam, membuat cetakan , menuang, membongkar dan membersihkan logam (Surdia, 2000).

2.2.2. Pola

Pola yang dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda coran dapat digolongkan menjadi pola logam dan pola kayu (termasuk pola plastik). Pola logam dipergunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran, terutama dalam masa produksi sehingga unsur pola bisa lebih lama dan produktivitas lebih tinggi.

Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat dibuatnya dan mudah diolahnya dibandingkan dengan pola logam. Oleh karena itu pola kayu umumnya dipakai untuk cetakan pasir.

2.2.3. Sistem Saluran

Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan.

commit to user

Gambar 2.1 Sistem saluran

Sistem saluran terdiri atas : 1. Cawan tuang (basin)

Cawan tuang merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel. Biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Kedalaman cawan tuang berpengaruh terhadap hasil coran yang dihasilkan maka ukuran cawan tuang harus diperhatikan.

Gambar 2.2 Ukuran basin (cawan tuang)

2. Saluran turun (sprue)

Saluran turun yaitu saluran pertama yang membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk, dibuat tegak lurus dengan irisan berupa lingkaran dan ada juga yang dibuat runcing.

Pada sprue runcing, logam cair akan menekan dinding selama turun sehingga mengurangi turbulensi dan mengeliminasi aspirasi gas (contohnya penghisapan gas dari cetakan).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 2.3 Sprue runcing (Gupta, Foundry Engineering) dengan persamaan sebagai berikut :

...(2.1)

dimana:

A1 : luas sprue masuk (mm2) A2 : luas sprue keluar (mm2)

h1 : ketinggian logam cair diatas sprue masuk (mm) h2 : ketinggian logam cair diatas sprue keluar (mm)

Berdasarkan persamaan di atas, sprue seharusnya parabolik tapi pada umumnya lurus agar lebih mudah dalam proses pembuatannya (Gupta, 1989).

Akuan (2009) Posisi dan tinggi sprue sangat menentukan kecepatan alir dari logam cair yang akan mengisi rongga cetakan. Oleh karena itu untuk perhitungan effective sprue height (ESH) kita dapat menghitungnya dengan persamaan :

氀bƼ 슸 Ƽ ...(2.2) Dimana :

H = Tinggi sprue (cm) C = Tinggi coran (cm)

P = Tinggi coran dari cope hingga bagian teratasnya (cm)

1 2 2

1

h h AA =

commit to user

Gambar 2.4 Bidang pisah (parting line) 3. Pengalir (runner)

Pengalir yaitu saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair.

Tetapi kalau terlalu besar tidak ekonomis. Oleh karena itu, ukuran yang cocok harus dipilih sesuai dengan panjangnya.

Gambar 2.5 Penampang saluran pengalir

Tabel 2.1 Perbandingan ukuran penampang saluran pengalir dengan panjang pengalir (Surdia, 2000)

4. Saluran masuk (ingate)

Saluran masuk yaitu saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan

Potongan pengalir Panjang pengalir (mm)

(A X A)mm

20 x 20 <600

30 x 30 <1.000

40 x 40 <2.000

50 x 50 <3.000

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang lebih kecil dari irisan pengalir supaya mencegah kotoran masuk ke dalam rongga cetakan.

Gambar 2.6 Bentuk penampang saluran masuk Keterangan:

a. circular / lingkaran e. tipe-U b. hexagonal f. persegi

c. segitiga g. tipe-W

d. semi-circular

5. Saluran penambah (riser)

Penambah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan dari coran, sehingga penambah harus membeku lebih lambat dari coran. Kalau penambah terlalu besar, maka presentase terpakai akan dikurangi dan kalau penambah terlalu kecil, akan terjadi rongga penyusutan. Karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok.

Penambah digolongkan menjadi dua macam, penambah samping dan penambah atas.

2.2.4. Gating Ratio

Gating ratio digunakan untuk membandingkan luas penampang dari komponen sistem saluran yaitu luas penampang sprue (As), runner (Ar) dan gate (Ag). Secara garis besar gating ratio dibagi 2 yaitu pressurised system dan unpressurised system. pressurised system memiliki perbandingan As>Ar>Ag, sedangkan unpresurised system As<Ar<Ag. Rasio yang biasa digunakan untuk pressurised system yaitu 1 : 0,75 : 0,5 atau 1 : 2 : 1 atau 2 : 1 :1 sedangkan rasio untuk unpressurised system yaitu 1 : 2 : 2 atau 1 : 3 : 3, sistem ini sering digunakan untuk pengecoran aluminium dan magnesium.

Keuntungan pressurised system adalah

a. Menjamin pengisian logam cair ke dalam rongga cetakan

commit to user

b. Untuk multiple gates, laju aliran di tiap gate akan relatif sama c. Pada umumnya volume logam lebih sedikit

Kerugian pressurised system adalah a. Terjadi pola aliran turbulen

b. Laju yang tinggi akan menyebabkan terjadi erosi cetakan, oksida logam

Keuntungan unpressurised system adalah

a. Laju logam cair lebih lambat dibanding pressurised system

b. Luas penampang makin besar turbulensi berkurang dan tidak terjadi semburan logam cair ke rongga cetakan.

Kerugian unpressurised system adalah

a. Desain sistem saluran harus baik agar pengisian logam cair terjamin

b. Laju aliran tiap gate tidak sama c. Ukuran runner dan gate besar (R.B Gupta, Foundry Engineering)

2.2.5. Waktu tuang

Waktu cor secara teoritis adalah waktu pendinginan yang diperlukan mulai suhu cor sampai dengan suhu liquidus dari material yang bersangkutan. Waktu cor ini juga didefinisikan secara praktis sebagai waktu yang diperlukan untuk mengisi rongga cetak sampai penuh. Waktu cor yang digunakan dalam hal praktis harus dibawah waktu cor teoritis, karena penuangan harus selesai sebelum pengkristalan dimulai pada suhu liquidus. Kejadian inilah yang menjadi dasar perhitungan waktu cor.

篘Ǵ 슸 √ ...(2.3) Dimana :

Tp = waktu tuang (detik)

C = konstanta (0,5-0,8 untuk penuangan cepat dan medium, C=2 untuk penuangan lambat)

W = berat cor (kg)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 2.2.6. Turbulensi Aliran

Turbulensi aliran di dalam saluran tidak mungkin dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi. Turbulensi aliran tersebut dapat dikontrol dengan bilangan Reynold dengan rumus sebagai berikut :

...(2.4)

µ = viskositas dinamik cairan (kg/m.s) Re<2000 aliran streamline

Re>2000 mulai turbulen

Berdasarkan laju aliran logam dan perhitungan kecepatan, penelitian sistem saluran dibagi menjadi dua hukum dinamika fluida (Gupta, 1989):

1. Hukum Kontinuitas

Q = A1v1 = A2v2 ...(2.5)

dimana :

Q = volume laju aliran (m3/s)

A = daerah cross-sectional lintasan aliran (m2) v = kecepatan linear aliran (m/s)

2. Teorema Bernoulli

...(2.6)

dimana :

v = kecepatan linear aliran (m/s) h = tinggi (m)

commit to user

Saat logam berada di pouring cup di titik A (gambar 2.7), logam memiliki energi potensial maksimum tetapi kecepatan nol. Karena logam cair turun menuju sprue, energi potensial berubah dengan cepat menjadi energi kinetik. Kecepatan di titik B dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli (Gupta, 1989) :

...(2.7) 0 + hA + =

+ 0 + ...(2.8) Karena PA = PB = 1 Atm, persamaan diatas dapat ditulis :

atau VB = 2 ...(2.9)

Gambar 2.7 Kecepatan aliran pada ingate (R.B Gupta, Foundry Engineering)

2.2.7. Pasir cetak

Surdia (2000) menyatakan pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok.

2. Permeabilitas yang cocok.

3. Distribusi besar butir yang cocok

4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang 5. Komposisi yang cocok

6. Mampu dipakai lagi 7. Pasir harus murah.

Pasir yang lazim digunakan untuk cetakan pasir antara lain pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silika. Pasir yang sering

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

digunakan adalah pasir silika. Dengan penambahan penguat seperti clay, bentonit dan penghalus permukaan serbuk arang.

2.2.8. Cetakan

Cetakan adalah rongga tempat logam cair dituang dan akan membentuk coran sesuai dengan pola yang dipakai.

Berdasarkan bahan yang digunakan, cetakan diklasifikasikan atas : 1. Cetakan pasir basah (green-sand molds)

2. Cetakan kulit kering (skin dried mold).

3. Cetakan pasir kering

4. Cetakan lempung (Loam mold) 5. Cetakan furan (Furan mold) 6. Cetakan CO2

7. Cetakan logam 8. Cetakan khusus

Cetakan pasir yang sering digunakan dalam industri pengecoran logam pada umumnya adalah cetakan pasir basah karena cetakan pasir basah merupakan jenis cetakan yang harganya murah, pembuatan cetakan mudah, dan hasil guna yang tinggi (Asyari Daryus, Proses Produksi Universitas Darma Persada:Jakarta).

2.2.9. Paduan aluminium

Surdia (1986) menyatakan aluminium dipakai sebagai paduan daripada sebagai logam murni, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya dan mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan itu adalah tembaga, silisium, magnesium, mangan, nikel dan sebagainya, yang dapat mengubah sifat-sifat paduan aluminium. Paduan utama aluminium antara lain :

1. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg 2. Paduan Al-Mn

3. Paduan Al-Si 4. Paduan Al-Mg

commit to user 5. Paduan Al-Mg-Si

6. Paduan Al-Mg-Zn

2.2.10 Pembekuan logam

Surdia (2000) menyatakan pembekuan logam dimulai dari bagian yang bersentuhan dengan cetakan, saat panas dari logam cair diserap oleh cetakan sehingga logam mendingin hingga mencapai titik beku kemudian muncul inti-inti kristal. Bagian dalam coran mendingin lebih lambat daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah bagian dalam coran dan terbentuklah struktur kolom.

Gambar 2.8 Struktur mikro pembekuan logam (ASM Handbook Vol.15, Casting)

2.2.11 Metalografi

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi.

Tujuannya adalah untuk mengetahui jenis fasa/struktur mikro dengan identifikasi struktur mikro, mengetahui komposisi struktur mikro material, dan untuk mengetahui besar butir material. Dari metalografi dapat diketahui jenis dan jumlah/distribusi struktur mikro yang menjadi salah satu alat dalam kontrol kualitas bahan, karena sifat bahan amat dipengaruhi oleh struktur mikronya. Terdapat 2 skala pengamatan, yaitu :

1. Skala Pengamatan Makro : Pengamatan dengan perbesaran 10X atau lebih kecil. Yang diamati yaitu porositas, segregasi pada produk cor, pengotor, jenis perpatahan, homogenitas struktur las.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Skala pengamatan mikro : Pengamatan 100x atau lebih besar. Yang diamati yaitu fasa, besar butir, endapan. Alat yang digunakan adalah Mikroskop Optik (s/d 1000 x), Scanning Electron Microscope (SEM) ; (s/d 300000 x), Transmission Electron Microscope (TEM) ; (s/d 1000000 x).

Gambar 2.9 Tahapan persiapan metalografi

2.2.12 Struktur mikro

Hubungan antara struktur mikro dengan sifat mekanik logam dipengaruhi oleh kuantitas fasa, ukuran fasa dan pengaruh bentuk fasa.

Paduan Al-Si memiliki kombinasi karakteristik yang baik antara lain castability, ketahanan korosi yang baik (good corossion resistance), ketahanan aus (wear resistance), dan mampu mesin yang baik (machinability). Sifat mekanik pada dasarnya dikontrol oleh struktur mikro dari logam coran tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan suatu komposisi dari aluminium cor sangat dimungkinkan dengan mengoptimasi

ETSA ELEKTROLITIK POLES ELEKTROLITIK

PENGAMATAN DENGAN MIKROSKOP FRAKTUR

GERINDA

PEMILIHAN CUPLIKAN

MOUNTING PEMOTONGAN

PEMOLESAN

ETSA

commit to user

ukuran butir, struktur eutektik, ukuran sel, serta ukuran dan distribusi dari fasa intermetalik sehingga didapatkan sifat mekanik yang diinginkan.

Penurunan kekuatan tarik yang kecil terjadi pada aluminium A356 dengan meningkatnya ukuran butir. Semakin besar ukuran butir, nilai kekerasannya semakin menurun. Sifat mekanik aluminium juga dipengaruhi oleh ukuran sel dendrit (dendrite cell size). Tegangan tarik ultimate dan nilai elongasi mengalami penurunan dengan meningkatnya ukuran sel dendrit. Struktur eutektik dan ukuran sel pada aluminium paduan terdapat dendrite fibers, yang dapat ditingkatkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas (Granger dan Elliott, 1998).

2.2.13 Cacat porositas dan ukuran butir

Porositas adalah suatu cacat atau void pada produk cor yang dapat menurunkan kualitas benda tuang. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan paduan aluminium adalah gas hidrogen. Gas hidrogen ini dapat terbentuk karena logam cair saat proses pengecoran dimulai, dapat beroksidasi dengan gas karbon monoksida dan karbon dioksida. Porositas oleh gas hidrogen dalam benda cetak paduan aluminium silikon akan memberikan pengaruh yang buruk pada kekuatan serta kesempurnaan dari benda tuang tersebut. Cacat produk cor dapat dikategorikan atas major defect dan minor defect. Major difect yaitu cacat produk cor yang tidak dapat diperbaiki, sedangkan minor defect adalah cacat yang masih dapat diperbaiki dengan perbaikan ekonomis. Cacat porositas termasuk dalam major defect, penyebab utama timbulnya cacat porositas pada proses pengecoran adalah:

1. Temperatur penuangan yang tinggi

2. Gas yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan.

3. Cetakan yang kurang kering

4. Reaksi antara logam induk dengan uap air dari cetakan.

5. Kelarutan hidrogen yang tinggi

6. Permeabilitas pasir yang kurang bagus.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 2.10 Cacat porositas pada paduan AlSi (Tjitro, 2003)

untuk menentukan persentase porositas, terlebih dahulu menentukan true density dan apparent density. Berdasarkan data true density dan apparent density maka besarnya porositas secara kuantitatif dapat dihitung sebagai berikut :

%岠 슸 ...(2.10) di mana

%P : persentase porositas produk cor (%) ρs : apparent density (gr/cm3)

ρ0 : true density (gr/cm3)

sedangkan untuk mengetahui ukuran butir menggunakan perangkat lunak image-pro plus. Image-Pro Plus adalah sebuah perangkat lunak yang berguna untuk mengolah dan menganalisa file grafis pada sistem operasi Microsoft. Perangkat lunak ini biasanya digunakan untuk analisis statistik dari berbagai jenis gambar yang disimpan sebagai file grafis (file dalam bentuk seperti : .tif, .jpw, .seq, .jpg, .flf, .tga, .avi, .bmp, .pct, .cut, .pcx, .eps). Perangkat lunak ini memberikan kemungkinan untuk mengukur luas daerah permukaan, jarak, keliling, diameter dan densitas dari elemen pada gambar. Data input untuk program tersebut dapat berupa file grafis dari kamera yang terpasang pada mikroskop.

2.2.14 Kekerasan Vickers

Kekerasan merupakan sifat bahan yang menunjukkan ketahanan bahan terhadap deformasi plastis. Uji kekerasan Vickers menggunakan

commit to user

indentor piramida intan dengan besarnya sudut antara permukaan-permukaan piramida yang saling berhadapan adalah 1360. Angka kekerasan Vickers sebuah material didefinisikan sebagai beban yang diterapkan dibagi luas permukaan lekukan.

誀Ƽú 슸 2

...(2.11) Dimana : F = beban yang diterapkan (gf)

d = rata-rata diagonal bekas penekanan (µm)

Gambar 2.11 Skema uji kekerasan Vickers

2.2.15 Hipotesa

Letak saluran masuk (ingate) memiliki peran terhadap besar kecilnya cacat porositas yang timbul pada paduan aluminium pada pengecoran menggunakan cetakan pasir.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengecoran dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Paduan aluminium yang berasal dari piston bekas.

2. Pasir cetak

Pasir cetak terdiri dari campuran pasir silika 80% (ukuran butir 60-80 mesh), bentonit 10%, dan air 10% (persen berat).

3. Kayu

Kayu ini gunakan sebagai bahan untuk pembuatan pola.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Timbangan

Timbangan ini digunakan untuk menimbang komposisi pasir silika, bentonit, dan air.

2. Cethok pasir

Digunakan untuk mencampur pasir cetak.

3. Penumbuk

Digunakan untuk memadatkan pasir pada saat pembuatan cetakan pasir.

4. Ayakan 60-80 mesh

Digunakan untuk menyaring pasir silika 5. Dapur peleburan

Digunakan untuk tempat melebur paduan aluminium

20

commit to user

Gambar 3.1 Dapur peleburan 6. Arang, briket, dan spiritus

Digunakan sebagai bahan bakar pada proses peleburan.

7. Blower

Digunakan sebagai peniup pada proses peleburan.

8. Kowi

Digunakan sebagai tempat logam paduan aluminium yang akan dilebur 9. Ladle

Digunakan untuk mengambil dan menuang logam cair ke dalam cetakan.

10. Termokopel tipe-K

Digunakan sebagai sensor suhu untuk mengetahui temperatur logam cair. Termokopel jenis ini mampu mendeteksi suhu sampai 12500 C.

11. Thermocouple Reader

Digunakan untuk membaca temperatur yang terdeteksi oleh termokopel.

Gambar 3.2 Thermocouple Reader 12. Timbangan digital

Digunakan untuk menimbang massa spesimen.

13. Gelas ukur

Digunakan untuk mencari volume spesimen.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 14. Gergaji

Digunakan untuk memotong kayu untuk pembuatan flask dan pola serta gergaji besi untuk memotong spesimen yang akan diuji.

15. Amplas

Digunakan untuk menghaluskan permukaan spesimen yang akan diuji.

Amplas yang digunakan yaitu nomor 320, 800, 1000.

16. Autosol

Digunakan untuk menghilangkan goresan yang timbul pada permukaan spesimen uji setelah dilakukan pengamplasan.

17. Larutan Etsa

Etsa dilakukan sebelum melakukan pengujian struktur mikro, hasil pengetsaan adalah korosi pada batas butir, sehingga dapat diamati struktur mikronya. Larutan etsa yang digunakan adalah HF 40% dan air dengan perbandingan 1: 5.

18. Micro Vickers Hardness Tester

Digunakan untuk menguji kekerasan spesimen yang dihasilkan. Alat ini

Digunakan untuk menguji kekerasan spesimen yang dihasilkan. Alat ini

Dokumen terkait