• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMA NEGERI II, KELAS XII IPA-

Dalam dokumen Anggaran Belanja Kita Yang Bertambah (Halaman 55-57)

“Bunda, nafisa mau berangkat nih. Nanti takut terlambat.” Suara gadis kecil itu menggelegar dari ruang tamu.

“iya sayang, bunda sedang menyiapkan bekal makanan untuk nafisa.” Halus ter- dengar suara sang bunda.

“bunda, nanti nafisa pulangnya akan sedikit terlambat, karena nafisa ingin menemani jihan ke toko pakcik jafar.” “iya anakku, tak apa, tapi selesai itu lang- sung pulang ya!!”“iya bunda.”

Setelah berpamitan dan men- cium tangan bundanya, Nafisah berge- gas pergi kesekolah. Setiap hari Nafisa berangkat dengan sepeda mininya, hadiah ulang tahunnya yang ke-6.

Gadis kecil nan periang ini sung- guh rajin dalam bersekolah. Tak pernah terlambat datang, tak pernah membolos, dan tak pernah lalai dalam mengerja- kan PR nya. nafisa sadar betul dengan keadaan hidup yang serba kekurangan. Sepeda mininya pun didapat ayahnya dari hasil gaji ayahnya selama 3 bulan bekerja dikilang padi juragan hamdan. Dan untuk menutupi kebutuhan hidup lainnya, bun- danya berjualan kue keliling pasar. Oleh sebab itu, nafisa tak ingin mengecewakan ayah dan bundanya.

Sampai disekolah, nafisa langsung men- emui jihan, sahabat karibnya. Terjadi perbincangan hangat antara mereka. “kamu ingin membeli apa ditoko pakcik jafar?”nafisa memulai perbincangannya. “aku ingin membeli selendang untuk ibuku. Sebentar lagikan hari ibu, dan aku akan menghadiahkannya untuk ibuku.” “benarkah? Indah sekali ya.” Jawab nafisa dengan wajah yang tiba-tiba menjadi

sedih.

“kamu kenapa nafisa??”

“aku sedih, karna tidak bisa menghadi- akan apapun untuk bundaku.”

Tergambar jelas kesedihan diraut wajahnya. nafisa memang tak pernah menghadiakan apapun untuk bundanya, karena ia tak pernah memiliki uang untuk membeli hadiah. Selama ini,ia tak pernah diberi uang saku. Untuk makan saja mereka masih sering berhutang pada jura- gan kilang padi tempat ayahnya bekerja. Oleh sebab itu nafisa tak mempunyai uang sepeserpun.

Siang hari sepulang sekolah, kedua gadis kecil itu mengayuh sepedanya menuju toko pakcik jafar. Toko pakcik jafar menjual berbagai perlengkapan ibadah. Sangat lengkap terjual disana. “assalamu’alaikum pakcik.”sapa kedua gadis kecil itu.“wa’alaikumsalam. Ada yang bisa pakcik bantu?”“jihan mau beli selendang untuk ibu, pakcik.”“oh, tentu ada, sebentar ya pakcik ambilkan!” sahut pakcik jafar dengan sangat ramah.

Didepan toko, nafisa hanya berdiri sambil melihat keatas. Ternyata nafisa sedang memandangi sebuah saja- dah berwarna emas. Ia teringat sajadah ibunya yang sudah rusak dan nyaris tak layak pakai. Sangat elok sajadah itu, namun sayang, nafisa tak memiliki uang untuk membelinya. nafisa hanya dapat memendam keinginannya dalam-dalam.

Saat ditengah jalan, nafisa tiba- tiba menghentikan laju sepedanya dan berbicara serius pada jihan, dengan air mata yang berlinang. Mungkin rasa pedih yang ia pendam sudah tidak tertahankan.

“nafisa ingin memberikan hadiah sajadah untuk bunda.” Ujarnya pada jihan dengan suara yang lirih.

“lalu kenapa tadi tidak sekalian

membelinya?”“nafisa nggak punya uang.” Suasana tiba-tiba menjadi haru biru. jihan seperti tak tega pada sa- habatnya itu. Dipeluknya erat-erat tubuh nafisa. jihan coba menenangkan nafisa yang masih terus menangis.

“ayo, ikut denganku!!” ajak jihan tiba-tiba. “mau kemana?”tanya nafisa yang masih menangis“sudah, ikut saja, sajadah itu pasti akan terbeli”

Mereka berdua mulai mengayuh sepeda, dan pergi kearah rumah makan buk aminah. Entah apa yang akan jihan lakukan dirumah makan itu. Setelah masuk rumah makan itu dan bertemu buk aminah, jihan seperti bernegosiasi dengan buk aminah. nafisa yang sejak tadi hanya menunggu diluar, hanya duduk diam disebuah kursih panjang.

“mulai besok nafisa boleh bek- erja disini, sepulang sekolah.” Ujar buk aminah yang tiba-tiba keluar.

“iya, katanya mau beli sajadah untuk bun- damu.” Sambung jihan yang juga tiba-tiba keluar.

C E R P E N

Tanpa sempat menjawab, jihan langsung menarik tangan nafisa dan meninggalkan rumah makan itu.

Keesokan harinya, nafisa kembali me- minta izin pada bundanya karna ia akan pulang terlambat lagi. Bundanya pun mengizinkan tanpa banyak tanyak. Sepulang dari sekolah, nafisa dan jihan menuju rumah makan buk aminah. Sete- lah sampai, mereka langsung ganti baju dan menuju ruang cuci piring.

“kita kerja disini,nafisa. Aku akan mem- bantumu, dan uangnya nanti akan kita gunakan untuk membeli sajadah.” “terima kasih ya jihan” sahutnya dengan senyum bahagia yang terpancar diwajah mungilnya.

Saat kedua gadis itu akan berjongkok untuk memulai mencuci piring, tiba-tiba terdengar suara aneh. Krekkkkkkkk “yah, celana nafisah sobek.”“kelihatan deh. He..he..” ledek jihan“tak apalah celana nafisah sobek, asalkan nafisa bisa menggantikan sajadah bunda yang telah sobek,dengan sajadah yang baru nanti.” Kedua gadis itu tertawa dengan kelucuan yang nafisa perbuat. Terselip canda dan tawa dalam pekerjaan mereka.

Sudah 3 hari mereka bekerja dirumah makan itu sebagai tukang cuci piring. Pada hari ketiga mereka mengambil gaji mereka. Mereka berhenti bekerja ber- hubung hari ini sudah hari ibu, dan uang itu akan segera digunakan untuk memeli

sajadah.

Sepulang dari rumah makan, kedua gadis kecil itu mengayuh sepedanya menju toko pakcik jafar.

“assalamu’alaikum pakcik.” Sapa kedua gadis kecil itu.“wa’alaikumsalam, ada yang bisa pakcik bantu?”“nafisa ingin membeli sajadah untuk bunda, pakcik”“anak yang baik, sebentar pakcil ambilkan ya!”“tapi nafisa ingin sajadah yang berwarna emas ya pakcik!” pinta nafisa dengan girang“baik anak manis”

Pakcik segera mengambilkan sajadahnya dan memberikannya pada nafisa. Bukan main senangnya anak itu, karna akhirnya ia dapat membelikan sajadah untuk bun- danya.

“berapa harganya pakcik?” tanya nafisa yang masih kegirangan“Rp 40.000 anak manis”

Nafisa menghitung uang yang ada digeng- gamannya itu. Sontak wajah Nafisa men- jadi sedih karna uangnya hanya berjumlah Rp 30.000. Nafisa menatap kearah pakcik jafar dengan air mata berlinang.

“uang Nafisa kurang Rp 10.000 pakcik” Memang sungguh kasian anak ini, sudah bersusah payah bekerja selama 3 hari, namun uangnya masih tetap kurang. Pakcik Jafar kemudian memandang Nafisa dengan tersenyum.

“tidak apa-apa Nafisa. Bawalah pu- lang sajadah ini dan berikan kepada bundamu”“sungguh pakcik?” tanya Nafisa

sedikit meyakinkan

“sungguh Nafisa, kamu anak yang baik, berikanlah sajadah ini pada bundamu!!”“terima kasih pakcik” Nafisa tak henti-hentinya mengucap syukur. Ia berterima kasih kepada Allah yang telah menolongnya melalui pakcik Jafar. Jihan pun terharu melihat sa- habatnya itu.

Nafisa pulang dengan hati yang sangat senang. Sesampainya dirumah, ia berlari masuk kedalam rumah dan segera meme- luk bundanya.

“selamat hari ibu, bunda. Nafisa sayang bunda.”“bunda juga sayang Nafisa.” Pelu- kan keduannya semakin erat.

“Nafisa punya hadiah untuk bunda.”“apa itu, sayang??”

Nafisa langsung mengeluarkan bungkusan dari tasnya dan segera memberikan bung- kusan itu pada bundanya.

“ini sajadah untuk bunda. Sajadah yang lama kan sudah rusak, bahkan tak layak pakai”“terima kasih anak ku sayang”

Bundanya memeluknya dengan sangat erat. Keduannya tak mampu mem- bendung air mata. Suasana haru mewarnai ruang tamu mereka. Rasa cinta seorang anak terhadap ibunya, dan rasa bakti yang ingin ia lakukan, tak terhalangi oleh apa- pun. Begitu kuat cinta kasih seorang ibu dan anak, yang dapat meruntuhkan semua cobaan

Warna kehidupan

Dalam dokumen Anggaran Belanja Kita Yang Bertambah (Halaman 55-57)

Dokumen terkait