• Tidak ada hasil yang ditemukan

A S2BO S2B2 S2B1 S2B12

Gambar 3 bersambung ke halaman berikutnya A

S3BO S3B12 S3B2 S3B1 S4BO S4B1 S4B2 S4B12

Gambar 3. Gejala (Foc) diskolorisasi pada bonggol pisang pada perlakuan solarisasi dan bakteri pada 120 hari setelah tanam (Percobaan tanaman dalam pot) A = Gejala (Foc) diskolorisasi pada berkas pembuluh

Kelompok bakteri Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. juga dilaporkan mempunyai senyawa anti mikrob yang dapat menekan pertumbuhan patogen dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen (van Loon 2000; van Loon & Bakker 2004; Sutariati 2006).

P. fluorescens ES32 dan B. subtilis SB3 yang digunakan merupakan bakteri endofit yang berada pada jaringan perakaran dan bersifat antagonis terhadap Foc (Eliza 2004). Penghambatan terhadap Foc mungkin terjadi di dalam perakaran tanaman pisang meskipun pada analisis statistik tidak dapat mengurangi keparahan penyakit. Gejala serangan Foc yang terlihat pada bonggol pisang dengan perlakuan bakteri P. fluorescens ES32 dan B. subtilis SB3 lebih rendah dibandingkan kontrol tanpa bakteri (Gambar 3). Menurut Hallman (2001), mekanisme bakteri endofit dalam melindungi tanaman dari patogen yaitu dengan cara kolonisasi jaringan korteks pada akar, produksi metabolit yang menekan patogen, dan menginduksi ketahanan tanaman.

Persentase Akar Sakit. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan solarisasi mampu menurunkan persentase akar sakit dengan sangat nyata, tetapi perlakuan bakteri tidak mempunyai pengaruh terhadap persentase akar sakit (Tabel 3).

Meskipun solarisasi dapat menurunkan persentase akar sakit, tetapi persentase akar sakit rata-rata masih di atas 50% dan ini tidak menutup kemungkinan suatu saat persentase akar sakit dapat mencapai 100%. Persentase akar sakit berkorelasi dengan keparahan penyakit, tingginya persentase akar sakit mengakibatkan keparahan yang tinggi. Foc biasanya menginfeksi akar lateral kemudian berkembang menuju bonggol, jadi semakin banyak akar yang terinfeksi, keparahan penyakit layu fusarium akan meningkat (Wardlaw 1972).

Banyaknya akar pisang yang terinfeksi Foc karena eksudat yang dikeluarkan akar sangat kaya akan nutrisi diantaranya asam amino dan gula yang berfungsi sebagai sumber nitrogen dan karbon untuk pertumbuhan mikroorganisme (Bruehl 1987). Kompetisi sumber nutrisi dan tempat antara bakteri antagonis dan Foc mungkin saja terjadi di daerah rizosfer, karena bakteri antagonis yang diaplikasi merupakan rizo-bakteria yang menghuni daerah sekitar perakaran (P. flourescens PG01 dan B. polymixa BG25) yang menurut hasil

penelitian Sutariati (2006) kedua bakteri tersebut dapat menghasilkan senyawa antibiotik, hormon IAA, mensekresikan enzim kitinase, protease dan selulase, memproduksi siderofor dan HCN serta melarutkan posfat. Tetapi agen antagonis tetap tidak bisa menghambat penetrasi dan infeksi Foc pada perakaran pisang.

Diduga penghambatan Foc juga terjadi dalam jaringan tanaman oleh bakteri endofit yang diaplikasikan (P. fluorescens ES32 dan B. subtilis SB3), seperti yang terlihat tidak munculnya gejala visual diatas permukaan tanah pada tanaman pisang setelah lebih dari 120 hari setelah tanam. Adapun mekanisme penekanan penyakit oleh bakteri dengan cara kolonisasi jaringan internal inang, kolonisasi jaringan korteks, kolonisasi ruang dan tempat dalam jaringan tanaman, menghasilkan metabolit yang menekan perkembangan patogen, dan menstimulasi ketahanan inang (Hallmann 2001). Hasil pengujian in vitro oleh Eliza (2004) menunjukkan bakteri yang berada dalam jaringan internal akar (endofit) menghasilkan senyawa antifungal yang dapat menghambat Foc. Benhaumou et al. (1996) juga melaporkan P. flourescens menghasilkan enzim selulase, proteinase, dan pektinase yang digunakan untuk penetrasi secara aktif ke dalam jaringan tanaman dan mengkoloni daerah intersellular jaringan korteks akar, terutama bakteri yang bersifat endofit. Enzim-enzim tersebut juga dapat mendegradasi dinding sel Foc dan membuatnya lisis.

Tinggi Tanaman. Berdasarkan analisis statistik, perlakuan solarisasi, bakteri tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 3).

Bakteri antagonis P. fluorescens ES32 dan B. subtilis SB3 yang digunakan dalam percobaan ini berdasarkan pengujian Eliza (2004) menghasilkan hormon IAA cukup tinggi yang dapat memacu pertumbuhan tanaman pada pisang hal yang sama juga diungkapkan Sutariati (2006) terhadap P. fluorescens PG01 dan B. polymixa BG25 pada tanaman cabai. Eliza (2004) menyimpulkan secara umum bakteri kelompok Bacillus spp. lebih mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman pisang dibandingkan bakteri kelompok Pseudomonas spp. Meskipun hormon IAA yang dihasilkan Bacillus spp. lebih sedikit daripada Pseudomonas spp. Tetapi

pada percobaan ini bakteri antagonis tersebut tidak meningkatkan tinggi tanaman pisang.

Diameter Batang Semu. Perlakuan solarisasi, bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang semu tanaman (Tabel 3).

Pengaruh Filtrat Tanah Komposit terhadap Perkecambahan Konidia dan Pembentukan Klamidospora Foc

Rerata Persentase Perkecambahan Konidia dan Pembentukan Klamidospora. Hasil pengujian pengaruh filtrat tanah yang disaring dengan kertas saring Whatman no. 5 menunjukkan pada filtrat tanah perlakuan S4B0, S4B1, dan S4B2, tidak terjadi perkecambahan konidia Foc. Persentase perkecambahan konidia Foc tertinggi terjadi pada S0B0. Pada filtrat yang disterilisasi dengan uap panas (otoklaf), persentase perkecambahan konidia Foc tertinggi pada S0B0 dan terendah pada S4B0. Pada filtrat tanah yang difiltrasi dengan kertas saring millipore 0.22 µm, persentase perkecambahan konidia Foc tertinggi pada S0B1 (27.88%) dan terendah pada S4B0 dan S4B1 masing- masing 0% (Tabel 5).

Hasil uji filtrat tanah yang disaring dengan kertas saring Whatman no. 5 menunjukkan persentase pembentukan klamidospora Foc tertinggi pada pada S0B0 dan terendah pada S4B0. Pada filtrat yang disteril dengan uap panas, persentase pembentukan klamidospora tertinggi pada S0B0 dan terendah pada S4B0. Filtrat tanah yang difiltrasi kertas saring millipore 0.22 µm, persentase pembentukan klamidospora tertinggi pada S2B2 dan terendah pada S4B0 (Tabel 5).

Secara keseluruhan filtrat komposit tanah yang disaring dengan kertas Whatman no. 5 menunjukkan persentase perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora yang lebih rendah daripada memakai kertas saring millipore dan filtrat yang disteril dengan uap panas (Tabel 5). Ketika memakai kertas saring Whatman no. 5, bakteri masih bisa diloloskan. Diduga filtrat tanah untuk pertumbuhan Foc mengandung bakteri yang mengeluarkan senyawa dalam menghambat pertumbuhan konidia dan pembentukan klamidospora hal ini didukung dengan pengamatan mikroskopik, dimana terjadi pembengkakan dan

pembentukan tabung kecambah yang abnormal. Ini mengindikasikan adanya kemungkinan produksi senyawa antibiosis.

Filtrat tanah yang disterilisasi dengan uap panas menunjukkan perkecambahan konidia yang lebih tinggi dan pembentukan klamidospora yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 5). Diduga filtrat tanah yang disterilkan dengan uap panas tidak lagi mengandung bakteri atau cendawan dan senyawa antifungal rusak oleh panas. Mungkin juga tanah mengandung substansi tertentu yang menginduksi perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora menjadi lebih cepat. Rendahnya penekanan perkecambaha n konidia pada filtrat tanah yang disterilisasi dengan uap panas membuktikan bahwa penghambatan perkecambahan konidia disebabkan oleh faktor biologis. Menurut Ford et a.l (1970), filtrat tanah mengandung suatu substansi yang dapat menginduksi pembentukan klamidospora dan perkecambahan konidia dari Fusarium spp..

Semakin lama solarisasi dilakukan, perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora Foc semakin kecil, dan filtrat tanah dari perlakuan B2 dan B12 lebih cenderung menekan perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora Foc (Tabel 4). Semakin lama solarisasi dilakukan akan semakin baik dalam menurunkan patogenesitas patogen dan meningkatkan kemampuan agen antagonis (Katan & De Vay 1991; Gamliel & Katan 1993). Perlakuan B2 dan B12 mengandung bakteri antagonis P. fluorescens ES31 dan B. subtilis SB3 yang menurut penelitian Eliza (2004), P. fluorescens ES31 dapat menurunkan kejadian penyakit layu fusarium pisang pada uji rumah kaca dan filtrat dari B. subtilis SB3 dapat menekan perkecambahan klamidospora Foc pada uji in vitro.

Tabel 4. Rerata persentase perkecambahan konidia dan pembentukan

klamidospora Foc dari berbagai perlakuan filtrat komposit tanah pada masing- masing perlakuan solarisasi dan bakteri.

Rerata (%)

Perlakuan Perkecambahan konidia Foc Pembentukan klamidospora Foc

TS SW SC Rerata TS SW SC Rerata S0 53.25 21.37 15.79 30.13 30.13 28.83 15.43 24.80 S2 26.39 17.00 7.31 16.90 16.90 14.61 15.17 15.56 S3 21.83 4.06 2.53 9.47 9.47 11.70 8.07 9.75 S4 16.95 1.95 0.27 6.39 6.39 9.35 5.31 7.02 B0 30.44 11.9 11.79 18.04 17.18 10.7 9.73 12.54 B1 33.02 13.06 4.62 16.90 18.05 11.53 6.77 12.12 B2 28.02 9.36 4.29 13.89 14.95 11.51 5.64 10.70 B12 26.79 9.95 5.19 13.98 14.32 9.73 6.05 10.03

TS = Filtrat tanah yang disterilisasi dengan uap panas (otoklaf) SW = Filtrat tanah yang disaring dengan kertas Whatman no. 5

SM = Filtrat tanah yang difiltrasi dengan filter bakteri (millipore 0,22 µm)

Tabel 5. Rerata persentase perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora Foc pada berbagai perlakuan filtrat tanah

Rerata (%)

Perlakuan Perkecambahan konidia Foc Pembentukan klamidospora Foc

TS SW SC Rerata TS SW SC Rerata S0B0 63.13 24.53 32.83 40.17 34.90 18.10 23.42 25.47 S0B1 47.23 27.88 13.33 29.48 26.95 19.44 11.83 19.41 S0B2 53.32 15.13 5.27 24.57 27.83 11.40 5.63 14.95 S0B12 49.31 17.91 11.71 26.31 25.66 12.79 10.19 16.21 S2B0 27.43 21.89 12.87 20.73 16.72 14.44 9.43 13.53 S2B1 33.48 22.43 3.90 19.94 17.91 14.72 6.28 12.97 S2B2 17.07 13.10 8.18 12.78 9.20 20.38 6.09 11.89 S2B12 27.57 10.57 4.30 14.14 14.62 11.12 5.65 10.46 S3B0 22.07 1.57 1.47 8.37 11.87 6.95 3.73 7.52 S3B1 38.07 1.93 1.27 13.76 19.70 6.63 5.63 10.66 S3B2 16.60 6.23 3.70 8.84 9.13 8.62 6.52 8.09 S3B12 10.57 6.50 3.70 6.92 6.12 10.08 5.52 7.24 S4B0 9.13 0.00 0.00 3.04 5.23 3.33 2.33 3.63 S4B1 13.30 0.00 0.00 4.43 7.65 5.33 3.33 5.44 S4B2 25.63 2.98 0.00 9.54 13.65 7.65 4.33 8.55 S4B12 19.73 4.83 1.07 8.54 10.87 4.92 2.87 6.22

TS = Filtrat tanah yang disterilisasi dengan uap panas (otoklaf) SW = Filtrat tanah yang disaring dengan kertas Whatman no. 5

Populasi Awal dan Akhir Mikrob

Populasi Fusarium oxysporum (Fo) pada awal percobaan adalah 5.46-5.76 cfu/gram tanah, setelah percobaan selesai kemudian populasi Fo dihitung kembali dan terjadi penurunan populasi Fo pada setiap perlakuan. Populasi Fo pada akhir percobaan berkisar 4.30-5.00 log cfu/gram tanah (Tabel 6).

Keberadaan populasi Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. pada awal percobaan ternyata sudah cukup tinggi pada semua perlakuan. Dan populasinya pada akhir percobaanpun masih terus meningkat hampir pada semua perlakuan. Populasi Pseudomonas spp. pada awalnya yaitu 11.41-12.35 log cfu /gram tanah dan pada akhir percobaan yaitu 11.62-12.70 log cfu /gram tanah. Sedangkan populasi Bacillus spp. pada awalnya yaitu 6.18-6.81 log cfu /gram tanah, dan populasi akhirnya yaitu 6.30-7.02 log cfu /gram tanah (Tabel 6).

Tabel 6. Populasi awal dan akhir Fo, Pseudomonas spp., dan Bacillus spp. Populasi awal (log cfu /g) Populasi akhir (log cfu/g)

Perlakuan Fo Pf Bc Foc Pf Bc S0B0 5.75 12.06 6.74 4.90 12.41 6.60 S0B1 5.72 12.28 6.40 5.00 12.36 6.40 S0B2 5.66 12.06 6.48 4.98 12.34 7.02 S0B12 5.62 12.16 6.81 4.95 12.59 6.48 S2B0 5.75 11.98 6.54 4.70 12.65 6.60 S2B1 5.46 12.32 6.30 4.74 12.73 6.48 S2B2 5.76 12.29 6.18 4.60 11.62 6.30 S2B12 5.73 12.35 6.74 4.78 12.69 6.81 S3B0 5.62 11.41 6.60 4.70 12.64 6.74 S3B1 5.68 12.06 6.60 4.60 12.63 6.65 S3B2 5.54 12.10 6.48 4.18 12.68 6.40 S3B12 5.61 12.28 6.70 4.30 12.70 6.48 S4B0 5.74 12.04 6.18 4.40 12.68 7.08 S4B1 5.71 11.95 6.18 4.48 12.54 7.13 S4B2 5.60 11.93 6.48 4.30 12.81 7.08 S4B12 5.54 12.34 6.30 4.48 12.76 7.08 Fo = Fusarium oxysporum Pf = Pseudomonas spp. Bc = Bacillus spp.

Peningkatan populasi Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. berturut yaitu berkisar 0.21 – 0.35 dan 0.12 – 0.21 kali dalam skala log. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan populasi Pseudomonas spp. dan Pseudomonas spp. sangat kecil. Katan dan De Vay (1991) mengatakan pada saat perlakuan solarisasi,

populasi Pseudomonas spp. akan mengalami penurun, tetapi populasinya akan meningkat kembali. Sedangkan Bacillus spp. dapat bertahan pada saat solarisasi dilakukan dengan pembentukan spora yang tahan pada suhu ekstrim.

Cendawan Tanah

Cendawan tanah yang teridentifikasi dari sampel tanah secara berurutan dari yang terbanyak populasinya yaitu Rhizopus sp., Aspergillus spp., Chaetomium s., Rhizomucor pusillus, Cunninghamella sp.. Adapun cendawan Fusarium yang teridentifikasi yaitu Fusarium solani, dan dua kelompok Fusarium spp.

Percobaan Lapang

Suhu Tanah

Rerata suhu tanah tertinggi pada solarisasi 4 minggu yaitu 37.500C pada sore hari dan solarisasi 3 minggu, rerata suhu tertinggi yaitu pada sore hari sebesar 36.210C. Sedangkan suhu tertinggi pada tanah yang tidak disolarisasi yaitu 32.920C (Tabel 7). Kisaran suhu tersebut sudah cukup untuk menekan patogen tanah, tetapi jika patogen berada lebih dalam lagi di tanah, kemungkinan panas matahari tidak mencapai suhu tersebut dan tidak dapat menekan patogen tanah .

Tabel 7. Rerata suhu tanah pada solarisasi tanah dilapang pada kedalaman 10 cm (1 Mei 2005-31 Mei 2005)

Rerata Suhu (0C)

Tanpa Solarisasi Solarasi 4 Minggu Solarisasi 3 Minggu Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore 28.10 31.21 32.92 31.94 35.92 37.50 31.79 34.63 36.21

Gambar 2 menunjukkan grafik rerata suhu harian tanah yang diukur pada kedalaman 10 cm. Suhu harian tertinggi yaitu 400C pada solarisasi 4 minggu, pada solarisasi 3 minggu, suhu harian tertinggi yaitu 360C sedangkan suhu harian tertinggi pada tanah yang tidak disolarisasi yaitu 330C. Terjadi turun naiknya suhu harian pada pengukuran tersebut, dari grafik terlihat bahwa suhu tanah yang disolarisasi lebih tinggi dari tanah yang tidak disolarisasi. Rerata suhu harian pada

perlakuan solarisasi tampaknya kurang maksimal, mungkin dipengaruhi oleh intensitas penyinaran sinar matahari yang pada saat solarisasi dilakukan sering terjadi hujan dan cuaca mendung serta solarisasi yang kurang lama. Tetapi hal ini sudah cukup untuk mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, juga mikrobnya. Katan et al. (1976) mengatakan peningkatan suhu di dalam tanah akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, menurunkan populasi gulma dan patogen tanah, dan meningkatkan populasi mikrob antagonis.

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 0 2 1 2 2 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Hari ke- Suhu (Celcius) Tanpa Solarisasi Solarisasi 4 Minggu Solarisasi 3 Minggu

Gambar 4. Grafik Rerata suhu harian pada ke dalaman 10 cm

Kejadian Penyakit

Hasil analisis statistik menunjukkan solarisasi, bakteri maupun interaksi solarisasi dan bakteri tidak berbeda nyata terhadap kejadian penyakit Foc (Tabel 8). Hal ini mungkin dipengaruhi lamanya solarisasi, virulensi patogen, intensitas penyinaran sinar matahari, agen antagonis. Makin lama solarisasi tanah dilakukan hasilnya akan semakin baik. Solarisasi selama tiga minggu dan empat minggu tampaknya kurang berpengaruh terhadap kejadian penyakit. Selain itu solarisasi yang sering dilakukan dan banyak berhasil hanya pada tanaman-tanaman semusim (Katan & De Vay 1991). Untuk tanaman perkebunan ataupun tanaman tahunan belum ada laporan yang menyebutkan keberhasilan solarisasi tanah.

Sedangkan penyinaran sinar matahari tidak menghasilkan suhu yang cukup untuk menekan patogen Foc apalagi jika Foc berada lebih dalam dari permukaan tanah, solarisasi akan sulit untuk merusak struktur Foc. Agen antagonis yang diaplikasikan ke akarpun tidak dapat mengurangi kejadian penyakit. Hal ini sering terjadi, meskipun pada uji in vitro dan skala rumah kaca agen antagonis yang diaplikasikan dapat menekan Foc (Eliza 2004), tetapi ketika dilepas di lapang, kemampuannya berkurang dalam menekan Foc.

Tabel 8. Hasil analisis ragam dari peubah yang diamati (pengamatan dari September 2005-Maret2006)

Kejadian Penyakit

Perlakuan Sept Okto Nov Des Jan Feb Mar

Solarisasi TN TN TN TN TN TN TN Bakteri TN TN TN TN TN TN TN Interaksi TN TN TN TN TN TN TN TN = Tidak Nyata 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Juli Agust Sept Okto Nov Des Jan Feb Mar Bulan % Kejadian penyakit S0B0 S0B1 S0B2 S3B0 S3B1 S3B2 S4B0 S4B1 S4B2

Gambar 5. Persentase kejadian penyakit Foc di lapang (Juli 2005-Maret2006)

Pengukuran kejadian penyakit dilakukan setiap bulan dengan melihat gejala visual yang muncul pada pisang, yaitu gejala daun menguning pada daun yang

paling bawah kemudian lapisan luar batang palsu terbelah dari pangkal batang menuju ke atas (Semangun 1994). Gejala awal Foc muncul pada bulan ke tiga setelah tanam, selanjutnya gejala Foc terus meningkat persentasenya (Gambar 5).

Jika dilihat pada tabel 9, kejadian penyakit pada setiap perlakuan menunjukkan peningkatan dan pada pengukuran terakhir dibulan Maret, kejadian penyakit terbesar justru pada perlakuan S3B0, S4B1, dan S4B2. Hal ini mungkin saja terjadi karena inokulum Foc yang di lapang bukan merupakan infestasi buatan tetapi lahan yang digunakan memang sudah terinfestasi Foc secara alami dan penyebarannya di lahan tidak merata. Penyebaran lainnya bisa juga melalui air hujan, ataupun alat-alat pertanian yang dipergunakan pekerja kebun (Semangun 1994).

Tabel 9. Persentase rerata kejadian penyakit pada tiap perlakuan dari bulan Agustus 2005-Maret 2006.

Perlakuan Agust Sept Okto Nov Des Jan Feb Mar S0B0 0 28.6 28.6 28.6 28.6 28.6 28.6 50 S0B1 0 28.6 28.6 28.6 28.6 28.6 28.6 42.85 S0B2 0 28.6 28.6 28.6 28.6 28.6 28.6 50 S3B0 0 28.6 28.6 28.6 42.85 42.85 42.85 71.43 S3B1 0 28.6 28.6 28.6 42.85 42.85 42.85 57.14 S3B2 0 28.6 28.6 28.6 35.7 35.7 35.7 35.7 S4B0 0 28.6 28.6 28.6 50 50 50 57.14 S4B1 0 28.6 28.6 28.6 35.7 35.7 35.7 71.43 S4B2 0 28.6 28.6 28.6 42.85 42.85 42.85 71.43

Populasi Awal dan Akhir Mikrob

Rerata populasi awal Fusarium oxysporum di tanah sebelum perlakuan ternyata sudah cukup tinggi yaitu 4.98-5.62 log cfu/gram tanah dan populasi akhir yaitu (pengukuran pada bulan Maret 2006) 4.18-5.46 log cfu/gram tanah (Tabel 10). Meskipun terjadi pengurangan populasi Fusarium oxysporum pada akhir pengukuran tetapi populasinya tetap tinggi.

Secara umum, populasi bakteri kelompok Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. lebih tinggi pada perlakuan solarisasi. Keberadaan agen antagonis dari kelompok Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. juga cukup tinggi pada awal dan

akhir pengukuran, tetapi keberadaannya tidak dapat menekan kejadian penyakit layu fusarium pada pisang.

Tabel 10. Populasi awal dan akhirFo(Fusarium oxysporum), Pseudomonas spp.(Pf), dan Bacillus spp. (Bc)

Pupulasi Awal (log cfu/g) Pupulasi Akhir (log cfu/g) Perlakuan Fo Pf Bc Fo Pf Bc S0B0 5.54 13.16 6.54 5.46 13.19 6.30 S0B1 5.62 13.21 6.40 5.38 13.24 6.00 S0B2 5.08 13.23 6.48 4.81 13.56 6.00 S3B0 5.51 13.28 6.54 4.18 13.02 6.54 S3B1 5.32 12.29 6.65 4.81 13.42 6.81 S3B2 5.54 13.32 6.30 5.04 13.61 6.81 S4B0 4.98 13.31 6.40 4.93 13.68 6.85 S4B1 5.18 13.47 6.60 4.78 13.57 6.54 S4B2 5.04 13.29 6.54 4.88 13.64 7.04 Cendawan Tanah

Cendawan tanah yang teridentifikasi dari sampel tanah secara berurutan dari yang terbanyak populasinya yaitu Sclerotium sp., Monilia sp., Phoma sp., Rhizopus sp., Aspergillus sp. 1, Phytophthora sp., dan Aspergillus sp. 2. Sedang kan cendawan fusarium yang teridentifikasi yaitu Fusarium solani dan Fusarium oxyporum.

Pembahasan Umum

Solarisasi tanah merupakan salah satu teknik pengendalian patogen yang juga memodifikasi lingkungan dengan meningkatkan suhu tanah yang mengakibatkan perubahan fisik, kimia, dan biologi pada tanah tersebut (Katan & Devay 1991). Pinkerton et al. (2000) mengatakan bahwa efisiensi dari solarisasi tergantung pada panas maksimum, temperatur, waktu, dan karakteristik tanah. Peningkatan suhu tanah dapat mempengaruhi patogen secara fisik, kimia, dan biologi (Katan & Devay 1991, Kartini 1996).

Tidak maksimalnya suhu tanah pada kedalaman lebih dari 5 cm dari permukaan tanah pada percobaan tanaman dalam pot dikarenakan faktor lingkungan yang pada saat percobaan berlangsung sering terjadi hujan sehingga

intensitas cahaya matahari berkurang. Selain itu, pengunaan pot plastik dan plastik PVC (Polyvinyl chloride) tampaknya kurang efisien dalam memanaskan tanah. Hal ini menimbulkan mengakibatkan penyebaran suhu tidak merata dan panas yang dihasilkan tidak optimal (Mahrer 1991).

Meskipun demikian, solarisasi tanah dapat mengurangi keparahan penyakit dan persentase akar sakit secara nyata walaupun kejadian penyakit 100% dan tidak terjadi gejala visual Foc pada tanaman pisang. Tidak munculnya gejala layu secara visual ini mungkin karena keberadaan inokulum dalam tanah, ras/tipe Foc, dan introduksi agen antagonis (Kartini 1996; Maimunah 1999; Susanna 2000).

Perlakuan bibit pisang dengan bakteri antagonis (P. fluorescens ES32, P. fluorescens PG01, B. subtilis SB3, B. polymixa BG25) tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit dan persentase akar sakit, demikian juga dengan tinggi tanaman dan diameter daun. Meskipun percobaan secara in vitro membuktikan bahwa bakteri antagonis tersebut dapat menghambat laju pertumbuhan Foc (Eliza 2004). Fenomena ini sering terjadi terhadap agen antagonis yang mempunyai sifat antagonis pada uji in vitro tetapi pada uji in vivo terbatas tidak merefleksikan kemampuan antagonisnya (Fravel 1998). Waktu aplikasi bakteri antagonis, jenis bakteri antagonis dan varietas tanaman juga mempengaruhi keefektifan antagonisme agen antagonis (Eliza 2004; Wiyono 2003).

Menurut Eliza (2004) bakteri antagonis yang digunakan dalam percobaan ini mempunyai kemampuan menghasilkan hormon pertumbuhan indole-3- acetic acid (IAA) yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tanaman pisang. Tetapi pada percobaan ini, bakteri antagonis tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan tinggi tanaman dan diameter batang. Hal yang sama juga dilaporkan Wiyono (2003), bahwa produksi IAA yang terlalu tinggi oleh bakteri dapat menghambat pertumbuhan bit gula. Produksi IAA yang terlalu tinggi juga dapat menstimulasi kerentanan tanaman terhadap patogen (Agrios 1997).

Perlakuan agen antagonis pada perakaran tanaman dengan bakteri kelompok fluoresen dapat mengurangi kejadian penyakit Sclerotium rolfsii pada buncis dan mengurangi keparahan penyakit layu fusarium pada tomat dan kapas pada tanah

yang disolarisasi (Gamliel & Katan 1993). Tetapi hasil percobaan skala rumah kaca terbukti bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara solarisasi dan bakteri dalam menurunkan keparahan penyakit, persentase akar sakit, tinggi tanaman, dan diameter batang. Walaupun terjadi peningkatan aktifitas agen antagonis dalam tanah yang disolarisasi, tetapi keberadaannya belum mampu menurunkan keparahan penyakit, persentase akar sakit, tinggi tanaman, dan diameter batang. Diduga penekanan keparahan penyakit Foc karena perlakuan solarisasi dipengaruhi faktor lain yang belum diketahui.

Pada percobaan di lapang, perlakuan solarisasi dan bakteri antagonis ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit Foc. Memang belum ada laporan yang menyebutkan keberhasilan aplikasi solarisasi dan agen antagonis pada tanaman perkebuna n atau tanaman tahunan. Hal ini masih menjadi kendala, mungkin perlu dilakukan solarisasi lebih lama dan terus menerus dan perlu juga dicari formulasi agen antagonis yang tepat untuk dikombinasikan dengan teknik solarisasi.

SIMPULAN

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pada percobaan tanaman dalam pot, perlakuan solarisasi tanah dapat menekan keparahan penyakit Foc dan akar sakit, perlakuan bakteri tidak dapat menekan keparahan penyakit Foc. Perlakuan solarisasi, bakteri dan interaksi solarisasi dan bakteri tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang semu pisang. Berdasarkan uji perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora Foc, semakin lama solarisasi tanah dilakukan, dapat menekan perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora Foc. Perlakuan B2 ( P. fluorescens ES 32 + B. subtilis SB3) dan B12 (P. fluorescens PG01 + B. polymixa BG25 + P. fluorescens ES 32 + B. subtilis SB3) lebih cenderung menekan perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora Foc.

Pada percobaan di lapang, perlakuan solarisasi, bakteri, dan interaksi solarisasi dan bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit layu fusarium.

SARAN

Dengan melihat percobaan di atas disarankan untuk melakukan solarisasi tanah pada media tanah pembibitan pisang saat aklimatisasi, bisa juga tanah lapang yang akan ditanam bibit pisang disolarisasi juga. Perlakuan bakteri antagonis hendaknya dilakukan pada bibit pisang sebelum dan pada tanah yang akan disolarisasi dengan cara menyiramkan suspensi bakteri antagonis ke tanah. Hendaknya dicari formulasi yang tepat untuk aplikasi bakteri antagonis..

Dokumen terkait