• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Sudjianto (2006), lempung yang memiliki fluktuasi kembang susut tinggi disebut dengan lempung ekspansif. Bila suatu konstruksi dibangun diatas tanah ekspansif maka akan terjadi kerusakan-kerusakan antara lain retakan pada perkerasan jalan dan jembatan, terangkatnya struktur plat, kerusakan jaringan pipa, longsoran, dan sebagainya.

Tujuan dilakukan stabilisasi tanah yaitu untuk meningkatkan kapasitas dukung tanah. Keberhasilan usaha ini tergantung dari metode, bahan dan alat yang digunakan (Dunn, 1992).

Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menstabilkan tanah dengan meningkatkan daya dukung tanah asli. Menurut Ingles dan Metcalf, salah satu cara stabilisasi tanah ekspansif yang efektif adalah dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Penambahan bahan kimia dapat mengikat mineral lempung menjadi padat, sehingga mengurangi kembang susut lempung ekspansif. (Sudjianto, 2006)

2.3.1. Stabilitas Tanah dengan Semen

Semen merupakan salah satu bahan stabilisasi yang mudah diperoleh dan efektif.Semen memiliki kemampuan mengeras dan mengikat partikel yang sangat

bermanfaat untuk mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi.

Semen merupakan bahan stabilisasi yang baik karena kemampuan mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat bagi usaha mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi.

Campuran tanah-semen akan meng-akibatkan kenaikan kekuatan dengan periode waktu kekuatan perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan konstruksi tidak harus menunggu lama.

Tipe semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tipe I dengan unsur pembentuknya : C3S=50%, C2S=25 %, C3A=12 %, C4AF=8%, CSH2= 5%. (Takaendengan,2013).

2.3.2. Stabilitas Tanah dengan Bottom Ash

PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah dari proses pembangkit tenaga listrik dapat berupa abu terbang, bau dassar dan lumpur flue gas desulfurizatio. Abu tersebut selanjutnya dipindahkan ke lokasi penimbunan abu dan terakumulasi di lokasi tersebut dalam jumlah yang sangat banyak.Dengan bertambahnya jumlah abu batubara maka ada usaha-usaha untuk memanfaatkan limbah padat tersebut.Salah satunya dengan stabilisasi untuk tanah. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah diantaranya ialah B,P, dan unsur-unsur kelumit seperti Cu, Zn, Mn, Mo,dan Se. Abu batubara sendiri dapat bersifat sangat asam (pH 3-4) tetapi pada umumnya bersifat basa (pH 10-12), selain itu abu batubara tersusun dari partikel berukuran silt yang mempunyai karakteristik kapasitas pengikat air dari sedang sampai tinggi (Arifin,2009).

2.4. CBR (California Bearing Ratio)

CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang dikembangkan oleh California State Highway Departement.Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan.

Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-2012.Nilai kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.

Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 03-1744-2012 diambil hasil terbesar.

Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2dengan kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah untuk mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR diperoleh nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan di atas lapisan yang nilai CBRnya tertentu (Wesley,1977) Dalam menguji nilai

CBR tanah dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada kontruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% dari kepadatan maksimum.Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tersebut tanah dipadatkan.CBR ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut CBR laborataorium. Makin tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin tipis dan semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan dipikulnya.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Nilai CBR = (PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”) terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi) Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )

Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar. CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu : a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.

Uji pemadatan Proctor adalah metode laboratorium untuk menentukan eksperimental kadar air yang optimal di mana suatu jenis tanah tertentu akan menjadi paling padat dan mencapai kepadatan kering maksimum. Istilah Proctor adalah untuk menghormati RR Proctor, yang pada tahun 1933 menunjukkan bahwa kepadatan kering tanah untuk usaha pemadatan yang diberikan tergantung pada jumlah air tanah mengandung selama pemadatan tanah tes aslinya yang paling sering disebut sebagai uji pemadatan Proctor standar. Tes laboratorium umumnya terdiri dari pemadatan tanah pada kadar air yang dikenal ke dalam cetakan silinder dimensi standar menggunakan usaha pemadatan besarnya dikendalikan. Tanah biasanya dipadatkan ke dalam cetakan dengan jumlah tertentu dari lapisan yang sama, masing-masing menerima sejumlah pukulan dari palu tertimbang standar pada ketinggian tertentu. Proses ini kemudian diulang untuk berbagai kadar air dan kepadatan kering ditentukan untuk masing-masing. Hubungan grafis dari kepadatan kering untuk kadar air kemudian diplot untuk membentuk kurva pemadatan. Kepadatan kering maksimum akhirnya diperoleh

dari titik puncak kurva pemadatan dan kadar air yang sesuai, juga dikenal sebagai kadar air yang optimal.

Dokumen terkait