• Tidak ada hasil yang ditemukan

SYARAT DAN MEKANISME PELAKSANAAN KEPAILITAN PENJAMIN

A. Pihak- Pihak yang Terkait dalam Kepailitan

1. Pihak-Pihak yang dapat Mengajukan Permohonan Pailit

Sebelum berlakunya UU No.4 Tahun 1998 atau UU Kepailitan, maka pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan kepailitan ke Pengadilan Negeri menurut Pasal 1 ayat 2 Peraturan Kepailitan ada 3 (tiga) yakni: a. Debitur sendiri;

b. Seorang kreditur atau lebih; c. Jaksa Penuntut Umum.

Dalam lampiran Undang-Undang Kepailitan No.4 Tahun 1998 Pasal 1 ketentuan ini telah mengalami perubahan atau penambahan menjadi 5 (lima) pihak yaitu:

a. Debitur sendiri;

b. Seorang atau lebih krediturnya; c. Kejaksaan untuk kepentingan umum; d. Bank Indonesia;

e. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).

Dalam Undang-Undang Kepailitan No.37 Tahun 2004, ketentuan mengenai pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit ada 6 (enam)

pihak selain ke lima pihak yang telah disebutkan diatas masih ditambah satu lagi yaitu Menteri Keuangan.71

a. Debitur sendiri

Pihak yang dapat mengajukan pailit ke pengadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) sampai ayat (5) Undang-Undang Kepailitan No.37 Tahun 2004, yaitu:

Dalam Pasal 1 angka (3) UU No. 37 Tahun 2004 debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.72

Putusan Mahkamah Agung dalam kasus Subekti yang mengharuskan adanya audit dari Pejabat Publik sebelum mengajukan permohonan pailit jika dilihat dari sudut pandang hukum yang berlaku tidaklah tepat. Hal ini disebabkan karena syarat tersebut tidak ada dalam syarat pailit sebagaimana Debitur dapat mengajukan permohonan pailit untuk dirinya sendiri (Voluntary Petition). Debitor memohonkan pailit untuk dirinya sendiri biasanya dilakukan dengan alasan bahwa dirinya maupun kegiatan usaha yang dijalankannya tidak mampu lagi untuk melaksanakan seluruh kewajiannya terutama dalam melakukan pembayaran utang-utangnya terhadap para kreditornya. Dalam memeriksa dan menyelesaikan permohonan pailit terhadap debitur itu sendiri (Voluntary Petition) kadang kala Hakim mewajibkan pembuktian melalui audit pejabat publik.

71

Rahayu Hartini, Loc.Cit.,hal. 36-37

72

dimaksud dalam UU Kepailitan. Selain itu juga kewajiban melakukan audit ini akan memberatkan debitur yang akan mengajukan permohonan pailit bagi dirinya sendiri karena tentunya untuk melakukan suatu audit memerlukan biaya yang relatif tidak kecil. Untuk itu sepanjang tidak diisyaratkan dalam UU Kepailitan, maka audit dari pejabat publik bukanlah merupakan suatu keharusan karena hanya akan mempersulit debitur yang akan mengajukan pailit bagi dirinya sendiri.73

1. Permohonan pailit yang diajukan oleh debitur yang dilakukan dengan sengaja setelah membuat utang dimana-mana dengan maksud untuk tidak membayar, maka permohonan tersebut akan ditolak oleh Pengadilan Niaga. Perbuatan tersebut dalam bahasa Belanda disebut “Knevelarij” dan diancam dengan Pasal 79 a KUH Pidana dengan hukuman penjara 4 (empat) tahun.

Banyak kekhawatiran mengenai (Voluntary Petition) bahwa debitur dapat beritikad buruk dengan mengajukan permohonan pailit sebagai alasan untuk menghindarkan pembayaran utang-utangnya kepada krediturnya.

Berkaitan dengan (Voluntary Petition) ini, Retno Wulan Sutantio mengemukakan kemungkinan terjadinya masalah-masalah sebagai berikut:

2. Permohonan pailit yang diajukan oleh teman baik atau keluarga debitur dengan alasan yang tidak kuat sehingga permohonan itu akan diterima atau ditolak oleh Pengadilan Niaga. Tindakan ini dikenal dengan maksud untuk menghambat agar kreditur lain tidak mengajukan

73

permohonan pailit terhadap debitur tersebut atau setidak-tidaknya menghambat kreditur lain mengajukan permohonan pailit.

Sutan Remy Sjahdeini menyebutkan bahwa rekayasa yang dilakukan debitur tersebut dapat pula dilakukan untuk menghilangkan jejak-jejak kecurangan (fraud) yang telah dilakukan oleh (pengurus dari perusahaan). Bahkan permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitur sering kali menimbulkan penafsiran sebagai upaya untuk menghindar dari tuntutan pidana.

Prinsip penyelesaian pailit yang tertuju pada harta kekayaan dan tidak pada kreditur, dapat dimanfaatkan debitur untuk menghindari tuntutan pidana akibat praktek bisnis yang merugikan pihak kreditur atau pihak ketiga. Ketika proses pemeriksaan pailit dimulai, debitur terbebas dari tuntutan pidana, mengingat persoalan yang dihadapi adalah utang piutang, yaitu debitur dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya.74

b. Satu atau Lebih Kreditur

Sebagaimana dalam Pasal 1 angka (2) UU No. 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa “kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan.”

Adapun golongan kreditur dalam kepailitan adalah sebagai berikut: 1. Kreditur Separatis

Kreditur separatis adalah kreditur yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dapat dikatakan

74

sebagai kreditur yang tidak terkena kepailitan. Artinya para kreditur separatis ini tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debiturnya telah dinyatakan pailit. Tergolong sebagai kreditur separatis adalah kreditur pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Dari hasil penjualan benda- benda jaminan tersebut, kreditur akan mengambil pelunasan atas piutangnya dan sisanya akan dikembalikan pada boedel pailit. Apabila ternyata hasil penjualan benda jaminan itu kurang dari jumlah piutangnya, maka terhadap sisa piutang yang belum terbayar tersebut, maka kreditur ini akan menggabungkan diri dengan kreditur lain sebagai kreditur konkuren. “Dikatakan separatis yang berkonotosi pemisahan karena kedudukan kreditur tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti ia dapat menjual benda sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit pada umumnya.”75 Dengan kata lain, kreditur separatis yang oleh undang- undang diberikan kedudukan didahulukan dari para kreditur konkuren.76 2. Kreditur Preferen

Kreditur preferen adalah golongan kreditur yang piutangnya mempunyai kedudukan istimewa, artinya kreditur ini mempunyai hak untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan boedel pailit. “Kreditur ini karena sifatnya pemilik suatu hak yang dilindungi

75

Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998), hal.105.

76

secara preferen dapat mengeksekusi seolah-olah tidak terjadi kepailtan.”77

“Kreditur preferen merupakan kreditur yang pelunasan piutangnya lebih didahulukan dari kreditur separatis dan kreditur konkuren dalam proses kepailitan.”78

3. Kreditur Konkuren

Kreditor preferen ini oleh undang-undang diberi tingkatan yang lebih tinggi dari kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutang seperti yang diatur dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata.

Kreditur konkuren adalah kreditur yang tidak termasuk golongan kreditur separatis atau golongan kreditur preferen. Pelunasan piutang- piutang mereka dicukupkan dari hasil penjualan/pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan separatis dan golongan preferen. “Sisa hasil penjulan harta pailit itu dibagi menurut imbangan besar kecilnya piutang para kreditur.”79

c. Kejaksaan untuk Kepentingan Umum

Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2), Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan permohonan kepailitan demi untuk kepentingan umum. Bagi undang-undang sendiri tidak memperinci dan menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan kepentingan umum.

77

Sudargo Gautama, Op.Cit., hal. 78. 78

M. Hadi Shubhan, Op.Cit., hal.255. 79

Menurut Peter, kepentingan umum dapat diartikan sebagai kepentingan yang bukan merupakan kepentingan kreditur atau pemegang saham. Kepentingan umum itu dapat saja masyarakat umum dalam pengguna jasa.

Dalam hal yang sedang diajukan untuk pailit itu adalah suatu perusahaan transportasi atau mungkin perusahaan yang mengolah bahan- bahan yang sedang dalam proses kepailitan apalagi bila permohonan pailit itu diajukan oleh pihak debitur. Sekalipun prosedur telah dilengkapi, akan tetapi hendaklah masalah kepentingan umum perlu dipertimbangkan.

Bila dalam UU Kepailitan No.4 Tahun 1998 tidak ada penjelasan mengenai apa itu “kepentingan umum”, maka dalam UU Kepailitan No.37 Tahun 2004 ini sudah diatur dengan jelas sebagaimana penjelasan Pasal 2 ayat (2) seperti berikut:80

1. Debitur melarikan diri;

Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi dan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit. Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:

2. Debitur menggelapkan bagian harta kekayaan;

3. Debitur mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyrakat;

80

4. Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;

5. Debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau

6. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum Adapun tata cara pengajuan permohonan pailit adalah sama dengan permohonan pailit yang diajukan oleh debitur atau kreditur, dengan ketentuan bahwa permohonan pailit dapat diajukan oleh kejaksaan tanpa menggunakan jasa advokat.81

d. Bank Indonesia (BI)

Dalam hal yang menyangkut debitur yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (Pasal 1 ayat (3)).

Yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sebagaimana dimaksud dalam UU No.7 tentang Perbankan.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan Tahun 2004 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “bank” adalah bank sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Pengajuan permohonan bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara

81

keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, dan likuidasi bank sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

Menurut UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, suatu badan hukum perbankan dapat mengalami kepailitan. Hal itu dapat diketahui dari Pasal 9 ayat (3) UU No. 10 Tahun 1998. Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan kepada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada yang bersangkutan.82

Dalam hal debitur merupakan bank, maka permohonan pailit hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia karena besar sekali kepentingan masyarakat terhadap eksistensi suatu bank. Karena bubarnya suatu bank tidak sekedar manyangkut para pemegang sahamnya saja tetapi menyangkut pula kepentingan sistem keuangan negara serta kepentingan masyarakat penympan dana yaitu kepentingan yang jauh lebih besar daripafa sekedar kepntingan para pemegang saham.83

e. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

Berkaitan dengan debitur yang merupakan perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelasaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bapepam.

82

Ibid.,hal. 47-48. 83

Ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 ini ternyata dalam praktek menimbulkan pro dan kontra baik dikalangan ahli hukum maupun para praktisi. Hal ini berkaitan pada penafsiran terhadap fungsi dan atau tugas Bapepam.

Pendapat pertama menyebutkan bahwa terhadap perusahaan yang go public, keterlibatan Bapepam mutlak diperlukan. Hal ini mengingat bahwa Bapepam merupakan pihak yang bertugas untuk mengawasi jalannya kelancaran pasar modal. Oleh karena itu Bapepam mutlak mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh para emiten yang dikhawatirkan akan mengganggu kinerja pasar modal. Namun pada sudut pandang yang lain, hendaknya keterlibatan Bapepam hanya cukup dilapori saja. Berdasarkan semangat dan asas UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bapepam tidak diinginkan untuk turut campur, apalagi mengambil alih hak-hak investor dan emiten.

Ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU No.37 Tahun 2004 menunjukkan bahwa hak untuk mengajukan pailit oleh emiten selaku debitur maupun para investornya selaku kreditur dari emiten yang bersangkutan diambil alih oleh Bapepam. Berdasarkan semangat dan asas UU Pasar Modal, tugas Bapepam adalah memberikan perlindungan bagi investor publik, bukan merampas dan mengambil alih hak-hak dari para investor publik yang harus dilindunginya. Dengan dasar alasan diatas, maka terlihat bahwa ketentuan Pasal 2 ayat 4 UU No. 37 Tahun 2004 diatas tidak sejalan dengan Universaly accepted

principle dari suatu bankcrupty law. Ketentuan ini dapat menghambat pertumbuhan pasar modal.

Penjelasan atas Pasal 2 ayat 4 UU No. 37 Tahun 2004 menyebutkan alasannya yaitu bahwa permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud didalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Bapepam, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Bapepam. Bapepam juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada dibawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.84

f. Menteri Keuangan

Dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, menurut ketentuan permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Dalam penjelasan ayat (5) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi kerugian.

Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sepenuhnya ada pada menteri keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat

84

kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian.

Kewenangan untuk mengajukan pailit bagi dana pensiun sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dana pensiun, mengingat dana pensiun mengelola dana masyarakat dalam jumlah besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.

Kewenangan Menteri Keuangan dalam pengajuan permohonan pailit untuk instansi yang berada dibawah pengawasannya seperti Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan BAPEPAM pada ayat (4).85

2. Pihak-Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit Yang dapat dinyatakan pailit adalah: a. Orang perorangan

Dalam hal ini baik laki-laki maupun perempuan dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Namun ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Kepailitan menyatakan bahwa dalam hal pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya. Selanjutnya dalam ayat (2)

85

disebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila tidak ada persatuan harta.

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) menentukan bahwa ketentuan ini berlaku apabila permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitur, persetujuan dari suami atau istri diperlukan, karena menyangkut harta bersama.

b. Perserikatan-perserikatan atau perkumpulan-perkumpulan yang bukan badan hukum seperti maatschap, firma dan perkumpulan komanditer. c. Perseroan-perseroan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan

hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), koperasi, dan yayasan. d. Harta peninggalan

Harta peninggalan atau warisan dapat dinyatakan pailit oleh hakim. UU No.37 Tahun 2004 melalui Bab I ketentuan umum pada Pasal 1 angka (11) menyebutkan bahwa korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi. Melalui ketentuan ini jelas bahwa setiap orang baik orang perseorangan atau korporasi yang berbentuk badan hukum dalam likuidasi dapat mengajukan permohonan pailit dan dapat diajukan pailit.86

3. Hakim Pengawas

Dalam kepailitan dan PKPU, Hakim Pengawas memiliki peranan yang sangat penting. Peranan itu mulai berlaku setelah diucapkan putusan pernyataan pailit. Hakim Pengawas mengawasi pekerjaan kurator dalam

86

rangka melakukan tugas pengurusan dan pemberesan. Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh Hakim Pengawas dituangkan dalam bentuk final and binding dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, kecuali undang-undang menentukan lain. Penetapan tersebut sebagai dasar bagi kurator dalam menjalankan tugas-tugasnya mengurus dan membereskan harta debitur pailit.

Peraturan kepailitan yang lama menyebutkan Hakim Pengawas sebagai Hakim Komisaris. Secara umum Hakim Pengawas bertugas untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit (Pasal 65 UU No. 37 Tahun 2004). Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit (Pasal 66 UU No. 37 Tahun 2004).

Hakim Pengawas adalah berkuasa guna memperoleh segala keterangan mengenai kepailitan, mendengar saksi-saksi ataupun memerintahkan penyelidikan ahli-ahli. Apabila ada saksi yang tidak datang menghadap menghadap atau menolak memberikan kesaksiannya, maka bagi mereka berlaki Pasal 140. Pasal 141 dan 148 Reglement Indonesia yang diperbaharui (Het Herziene Inlandsch Reglement) atau pasal 166, 167, dan 176 Reglement Hukum Acara untuk daerah diluar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengwesten). Apabila saksi mempunyai tempat kedudukan hukum diluar kedudukan hukum pengadilan yang menetapkan putusan pernyataan pailit. Hakim Pengawas dapat melimpahkan untuk mendengarkan keterangan saksi kepada pengadilan yang wilayah hukumnya

meliputi tempat tinggal saksi. Istri atau suami, dan keluarga sedarah menurut keturunan lurus keatas dan kebawah dari debitur pailit mempunyai hak undur diri sebagai saksi (Pasal 67 UU No. 37 Tahun 2004).87

a. Memimpin rapat verifikasi;

Dari tugas dan kewenangan Hakim Pengawas diatas maka tugas Hakim Pengawas dapat disimpulkan sebagai berikut:

b. Mengawasi tindakan dari kurator dalam melaksanakan tugasnya, memberikan nasihat dan peringatan kepada kurator atas pelaksanaannya tugas tersebut;

c. Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang diajukan oleh para kreditur;

d. Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikannya dalam rapat verifikasi kepada hakim Pengadilan Niaga yang memutus perkara itu;

e. Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan (misalnya: tentang keadaan boedel, perilaku pailit dan sebagainya);

f. Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian (meninggalkan tempat) kediamannya.

Lebih lanjut mengenai ketentuan tentang Hakim Pengawas dalam Kepailitan terdapat dalam UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 pada bagian ketiga paragraf 1 Pasal 65 sampai dengan Pasal 68.88

87

Ibid. hal.107-108.

87

4. Kurator

Dengan adanya pernyataan pailit, debitur demi hukum terhitung sejak hari pernyataan pailit itu kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimaksud dalam kepailitan (Pasal 24 ayat (1)). Kurator adalah orang yang mengurus kegiatan debitur setelah pernyataan pailit tersebut.

Pengangkatan, pergantian, dan pemberhentian kurator diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan, bila debitur dan kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator lain kepada pengadilan maka balai harta peninggalan bertindak selaku kurator (Pasal 15 ayat (2)). Undang-undang Kepailitan tidak memberikan ketentuan mengenai bagaimana halnya apabila baik debitur atau kreditur masing-masing menunjuk kurator yang berbeda, sedangkan mereka tidak bersepakat mengenai penunjukan tersebut. Namun, jika dicermati ketentuan Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, hal ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1), dimana pengangkatan kurator adalah kewenangan pengadilan.89

a. Melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit; Adapun tugas dan wewenang kurator adalah:

b. Mengumumkan putusan hakim tentang pernyataan pailit dalam Berita Negara dan surat-surat kabar yang ditetapkan oleh hakim pengawas;

89

c. Menyelamatkan harta pailit, antara lain menyita barang-barang perhiasan, surat-surat efek, surat-surat berharga serta uang, dan menyegel harta benda si pailit atas persetujuan hakim pengawas;

d. Menyusun inventaris harta pailit

e. Menyusun daftar utang dan piutang harta pailit;

f. Berdasarkan persetujuan panitia kreditur, kurator dapat melanjutkan debitur yang dinyatakan pailit;

g. Kurator berwenang untuk memberikan sejumlah uang nafkah bagi si pailit dan keluarganya dengan izin hakim pengawas;

h. Atas persetujuan hakim pengawas, kurator dapat memindahtangankan (menjual) harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos kepailitan;

i. Menyimpan semua uang, barang-barang perhiasan, efek dan surat berharga lainnya, keculi bila hakim pengawas menetapkan cara penyimpanan yang lain;

j. Membungakan uang tunai yang tidak diperlukan untuk mengerjakan pengurusan;

k. Kurator setelah memperoleh nasihat dari panitia kredit, komite tersebut ada, dan dengan persetujuan hakim pengawas berwenang untuk membuat perdamaian atau untuk menyelesaikan perkara secara baik; l. Memanggil debitur untuk memberikan keterangan yang diperlukan oleh

m. Memberikan salinan surat-surat, yang ditempatkan dikantornya dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh umum, kepada kreditur atas biaya kreditur yang bersangkutan.90

5. Panitia Kreditur

UU No. 37 Tahun 2004 memungkinkan dibentuknya panitia kreditur dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator. Panitia kreditur terdiri atas: a. Panitia Kreditur Sementara

Dalam putusan pernyataan pailit atau dengan suatu penetapan hakim kemudian, Pengadilan Niaga, apabila penting maupun sifatnya harta pailit menghendaki mengangkat suatu panitia sementara yang terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih dari kreditur yang dikenalnya, dengan maksud untuk memberikan nasihat kepada kurator. Jika seseorang kreditur yang ditunjuk menolak pengangkatannya, berhenti atau meninggal, maka pengadilan harus mengganti kreditur tersebut dengan mengangkat seorang diantara 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Hakim Pengawas. Kreditur yang diangkat dapat mewakilkan pekerjaan mereka yang berhubungan dengan keanggotaan panitia tersebut kepada orang lain (Pasal 79 UU No.37 Tahun 2004). Yang dimaksud dengan “kreditur yang dikenal” adalah kreditur yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi (Pasal 79 ayat (1) UU No.37 Tahun 2004).

b. Panitia Kreditur Tetap

90

Kedudukan panitia kreditur sementara ini berubah menjadi panitia kreditur tetap setelah pencocokan utang selesai dilakukan. Hakim Pengawas wajib menawarkan kepada para kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap.91

B. Syarat Pelaksanaan Kepailitan Penjamin

Selain pihak-pihak diatas, yang terkait dalam kepailitan yaitu advokat dimana permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh advokat (Pasal 7). Selain itu pihak lainnya adalah pemberi jaminan sebagai pihak ketiga (kalau ada), dan pihak-pihak lain yang terkait secara langsung dan tidak dalam kepailitan.

Dalam mengajukan permohonan kepailitan tidaklah sedemikian rupa mudahnya, harus ada persyaratan tertentu. Bila tidak maka semua orang akan

Dokumen terkait