• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung jawab Agen Penjualan Tiket dan Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara dalam Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan

Udara.

Bukti perjanjian pengangkutan udara adalah adanya tiket. Dalam pelaksanaan penjualan tiket angkutan udara ini, perusahaan penerbangan tidak menjual sendiri, melainkan bekerja sama dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang penjualan tiket yang bertindak sebagai agen. Agen perusahaan menurut Purwosutjipto adalah: Orang yang melayani beberapa pengusaha sebagai perantara dengan pihak ketiga. Orang ini mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha dan mewakilinya untuk mengadakan dan selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga. Hubungannya dengan pengusaha bukan merupakan hubungan perburuhan, dan juga bukan hubungan pelayanan berkala. Bukan hubungan perburuhan, karena hubungan antara agen perusahaan dengan pengusaha bersifat subordinasi, bukan hubungan seperti majikan dan buruh, tetapi hubungan antara pengusaha dengan pengusaha. Karena agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka di sini ada hubungan pemberian kuasa.85

Prinsipnya sebagaimana sebuah kontrak, ada tiga hal yang diatur yaitu bagian pendahuluan, bagian isi yang berisi pasal-pasal yang menjadi kesepakatan serta bagian penutup. Bagian pendahuluan terdiri dari tiga hal yaitu sub bagian pembukaan yang tercantum judul perjanjian, penyingkatan perjanjian, dan tanggal

85

perjanjian. Sub bagian pencantuman identitas para pihak. Terakhir adalah sub bagian penjelasan yang menguraikan latar belakang dari dibuatnya perjanjian keagenan. Selanjutnya dalam bagian isi terdapat empat hal yang diatur, yaitu klausula definisi (bila berbagai definisi disatukan dalam sebuah pasal), klausula transaksi, klausula yang terkait dengan transaksi secara spesifik (selanjutnya disebut sebagai “klausula spesifik”) dan klausula antisipatif yang sering disebut sebagai ketentuan umum (general provisions).86

Dalam klausula definisi diatur tentang berbagai istilah yang disepakati oleh prinsipal dan agen sehingga terhindar dari penafsiran yang berbeda. Penafsiran yang berbeda dari suatu istilah bisa berujung pada sengketa antara para pihak. Untuk menghindari hal inilah maka perlu ditetapkan definisi-definisi yang disepakati oleh para pihak untuk istilah tertentu. Definisi-definisi yang telah disepakati maka akan berakibat sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Hal ini sebagaimana prinsip pacta sund servanda yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Klausula transaksi dalam perjanjian keagenan berisi tentang Penunjukan prinsipal terhadap agen dan penerimaan penunjukan oleh agen dari prinsipal. Ini penting untuk dicantumkan dalam perjanjian keagenan karena atas dasar inilah ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian ada. Selanjutnya klausula spesifik yang terdiri dari banyak pasal yang mengatur berbagai hal yang terkait dengan keagenan itu sendiri, seperti kesepakatan tentang awal dan berakhirnya suatu keagenan, produk atau jasa yang dipasarkan, wilayah pemasaran, komisi agen, pengaturan tentang eksklusifitas (Exclusive Agency

86

Rights), pengaturan tentang pemberian kuasa kepada agen untuk membuat perjanjian atas nama prinsipal dengan pelanggan, pengaturan tentang hak agen untuk menerima pembayaran atas nama prinsipal dari pelanggan hingga pengaturan tentang penerimaan dan pembatalan order oleh agen, layanan purna jual dan berakhirnya kontrak.

Klausula berikutnya adalah klausula antisipatif. Klausula ini mengatur hal-hal yang belum tentu terjadi namun bila terjadi kondisi yang dipikirkan maka akan terdapat jalan keluar. Klausula antisipatif dalam perjanjian keagenan antara lain, adalah klausula dalam jangka waktu tertentu agen (bila telah mandiri) tidak boleh bersaing dengan prinsipal yang sering disebut sebagai “Non-Competitive Clause”. Pengaturan lain adalah pengaturan atas biaya perjalanan atau biaya lainnya yang dikeluarkan oleh agen, penggunaan merek ataupun hak kekayaan intelektual yang dimiliki prinsipal oleh agen. Hal lain adalah pengaturan tentang hukum yang berlaku, penyelesaian sengketa, amandemen ataupun addendum,87 alamat dari masing-masing pihak, pengaturan tentang boleh tidaknya pengalihan hak dan kewajiban, pengaturan tentang bahasa. Setelah bagian isi maka hal terakhir adalah bagian penutup. Bagian penutup terdiri dari sub bagian kata penutup dan penempatan tandatangan dari para pihak.88

Klausula pokok dalam perjanjian keagenan, antara lain; klausula penunjukan prinsipal terhadap agen dan penerimaan penunjukan oleh agen dari prinsipal, klausula jangka waktu, wilayah pemasaran, pengalihan, berakhirnya

87

Munir Fuady, Op.Cit, hal.51. 88

perjanjian/pemutusan perjanjian (termination clause), hukum yang berlaku, dan klausula tentang asas “Privity”.89

Klausula penunjukan prinsipal terhadap agen dan penerimaan penunjukan oleh agen dari prinsipal. Ini penting untuk dicantumkan dalam perjanjian keagenan karena atas dasar inilah ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian ada. Klausula jangka waktu, para pihak bebas menetapkan jangka waktu perjanjian keagenan, tetapi ketentuan yang berlaku menyebutkan bahwa penunjukan sebagai agen/distributor harus dilakukan untuk jangka waktu minimal tiga tahun. Tujuan penetapan jangka waktu minimal untuk melindungi kepentingan perusahaan nasional. Klausula wilayah pemasaran, erat kaitannya dengan masalah apakah penunjukan agen harus dalam bentuk agen tunggal atau tidak.

Pelanggaran suatu kewajiban kontraktual (wanprestasi) menciptakan bagi debitur yang lalai suatu perikatan untuk membayar ganti rugi (Pasal 1243 KUHPerdata). Tetapi disini perikatan untuk membayar ganti rugi mempunyai sifat subsidiair, sejauh selalu didahului oleh pelanggaran pemenuhan perikatan (yang primair). Di samping itu, ganti rugi dalam wanprestasi selalu diberikan dalam bentuk uang. Sedangkan kewajiban membayar ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum dikualifikasikan oleh pembuat undang-undang sebagai suatu perikatan. Tetapi pembayaran ganti rugi ini bersifat primair karena tidak didahului pelanggaran suatu perikatan, melainkan pelanggaran suatu kewajiban yang tidak obligatoir.

Dalam perbuatan melanggar hukum, pemberian ganti rugi tidak selalu dalam bentuk uang. Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi.

89

Jika ia tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan ingkar janji (wanprestasi). Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu tidak memenuhi prestasi sama sekali, terlambat memenuhi prestasi atau memenuhi prestasi secara tidak baik.90 Ingkar janji (wanprestasi) membawa akibat yang merugikan bagi debitur, karena sejak saat tersebut debitur berkewajiban mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat daripada ingkar janji tersebut.

Dalam hal debitur melakukan ingkar janji, kreditur dapat menuntut pemenuhan perikatan, pemenuhan perikatan dengan ganti rugi, ganti rugi, pembatalan persetujuan timbal balik atau pembatalan dengan ganti rugi. Berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata, tidak setiap kerugian yang diderita oleh kreditur harus diganti oleh debitur. Undang-undang menentukan bahwa debitur hanya wajib membayar ganti rugi atas kerugian yang memenuhi dua syarat, yaitu apabila kerugian yang dapat diduga atau sepatutnya diduga pada waktu perikatan dibuat dan kerugian yang merupakan akibat langsung dan serta merta daripada ingkar janji. Debitur hanya wajib membayar ganti rugi jika ada hubungan kausal antara wanprestasi dengan kerugian.

Menurut yurisprudensi, hubungan kausal ada apabila bukan hanya wanprestasi yang merupakan condition sine qua non untuk timbulnya kerugian, tetapi juga kerugian itu adalah akibat yang secara wajar dapat diharapkan (diduga) dari adanya wanprestasi tersebut.91 Dalam Pasal 1248 KUHPerdata menentukan bahwa penggantian kerugian hanya dapat diberikan sebagai “akibat yang langsung

90

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal.77. 91

dan seketika tidak dipenuhinya perikatan”. Sedangkan menurut Pasal 1247 KUHPerdata, debitur yang wanprestasi namun tanpa tipu daya, dalam hal dapat diduga akan timbul kerugian jika tidak ada pemenuhan, tetapi kerugian itu tidak demikian luasnya, hanya wajib mengganti bagian kerugian yang dapat diduga pada waktu penutupan kontrak.92

Jenis tanggung gugat sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata disebut sebagai tanggung gugat atas dasar kesalahan (liability based on fault atau schuldaansprakelijkheid). Jenis tanggung gugat ini dikaitkan dengan kewajiban tergugat kepada penggugat yang merasa haknya dirugikan. Menurut Djasadin Saragih bahwa syarat-syarat tanggung gugat menurut Pasal 1365 KUHPerdata, jika :

1. Perbuatan yang menimbulkan kerugian itu bersifat melanggar hukum (perbuatan melawan hukum).

2. Kerugian itu timbul sebagai akibat perbuatan tersebut (hubungan kausal). 3. Pelaku tersebut bersalah (kesalahan).

4. Norma yang dilanggar mempunyai “strekking” untuk mengelakkan timbulnya kerugian (relativitas).93

Konsumen yang merasa dirugikan bisa menggugat prinsipal dengan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, dengan berbagai macam petitum, yakni: ganti rugi; pernyataan hukum (verklaring voor recht) dan perintah atau larangan hakim. Sedangkan agen yang merasa dirugikan oleh prinsipalnya juga dapat mengajukan gugatan berdasarkan wanprestasi di samping gugatan berdasarkan

92 Ibid, hal.89. 93

Djasadin Saragih, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hal.. 72.

perbuatan melanggar hukum. Apabila kerugian yang dialami oleh agen timbul dari adanya pelanggaran klausula-klausula perjanjian keagenan yang telah disepakati oleh para pihak berdasarkan prinsip pacta sund servanda sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dan prinsip privity of contract sebagaimana diatur dalam Pasal 1340 ayat (1), maka agen dapat mengajukan gugatan berdasarkan wanprestasi kepada prinsipalnya. Begitu pula sebaliknya, manakala prinsipal merasa dirugikan oleh agennya karena terjadi pelanggaran perjanjian keagenan, maka prinsipal dapat mengajukan gugatan berdasarkan wanprestasi. Sedangkan, apabila kerugian yang dialami oleh agen berasal dari pelanggaran prinsipal atas kewajiban etiknya atau dengan kata lain, prinsipal melakukan pelanggaran atas asas kepatutan sebagaimana diatur dalam Pasal 1339 KUHPerdata, maka agen dapat mengajukan gugatan berdasarkan perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata kepada prinsipalnya.

Tanggung jawab agen penjualan tiket dan perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara dalam kegiatan usaha penunjang angkutan udara tidak ada diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Pasal 16 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara dan Pasal 54 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara hanya mengatur tentang kewajiban yang harus dijalankan oleh perusahaan angkutan udara yaitu:

(1) Pemegang izin usaha angkutan udara niaga diwajibkan:

a. Melakukan kegiatan usahanya secara nyata dengan mengoperasikan pesawat udara selambat-lambatnya 12 (dua belas bulan) sejak izin diterbitkan.

b. Melakukan kegiatan usahanya kembali secara nyata selambat-lambatnya 90 (sembilan pulh) hari kalender setelah berhenti beroperasi untuk perusahaan yang pernah beroperasi.

c. Memenuhi ketentuan wajib angkut sesuai peraturan peerundang-undangan yang berlaku.

d. Melaporkan kepada Direktur Jenderal apabila terjadi perubahan data yang tercantum dalam izin usaha yang dimiliki.

e. Menguasai sekurang-kurangnya 2 (dua) pesawat udara yang laik udara bagi perusahaan angkutan udara niaga berjadwal.

f. Mematuhi ketentuan di bidang :

1) Teknis dan pengoperasian pesawat udara. 2) Keamanan dan keselamatan penerbangan. 3) Kegiatan angkutan udara niaga.

g. Menyerahkan rekaman persetujuan terbang (flight approval) yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal kepada pejabat yang berwenang di bandar udara apabila :

1) Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal untuk kegiatan angkutan udara niaga dalam dan atau luar negeri melakukan : (a) Kegiatan angkutan udara di luar jadwal yang telah

ditetapkan.

(b) Penambangan frekuensi angkutan udara dan atau perubahan rute yang telah ditetapkan.

(c) Perubahan tipe pesawat udara yang digunakan.

2) Perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal melakukan : (a) Pengangkutan penumpang dan kargo dalam negeri dengan

menggunakan pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 30 tempat duduk.

(b) Pengangkutan penumpang dan kargo luar negeri.

3) Perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal pada rute luar negeri.

h. Menyerahkan laporan kinerja perusahaan angkutan udara niaga kepada Direktur Jenderal.

(2) Pemgang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga diwajibkan: a. Melakukan kegiatan angkutan udara bukan niaga

selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan setelah izin diterbitkan.

b. Melaporkan apabila terjadi perubahan data sebagaimana tercantum dalam izin kegiatan angkutan udara bukan niaga.

c. Mematuhi ketentuan di bidang :

1) Teknis dan pengoperasian pesawat udara. 2) Keamanan dan keselamatan penerbangan. 3) Kegiatan angkutan udara bukan niaga.

d. Menyerahkan manifest penumpang dan kargo setia melakukan kegiatan angkutan udara dalam dan luar negeri kepada pejabat yang berwenang di bandar udara pemberangkatan dan bandar udara kedatangan.

e. Menyerahkan rekaman persetujuan terbang (flight approval) yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal kepada pejabat yang berwenang di bandar udara apabila melakukan pengangkutan penumpang dalam negeri dengan menggunakan pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 30 (tiga puluh) tempat duduk atau melakukan angkutan udara bukan niaga luar negeri.

f. Menyerahkan laporan kinerja perusahaan angkutan udara niaga kepada Direktur Jenderal.

B. Pembinaan dan Penataaan Usaha Agen Penjualan Tiket dan Perusahaan