• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Motivasi Kerja

2.2.5 Teori Motivasi

Beberapa teori yang berhubungan dengan motivasi (Robbins dan Judge, 2008:223) antara lain:

Pengalaman atau pembelajaran Kebutuhan , keinginan dan hasrat yang tidak terpenuhi ketegangan Dorongan-dorongan Perilaku Tujuan atau terpenuhi nya kebutuhan Proses kognitif Menurunnya Ketegangan

1) Hierarki Teori Kebutuhan

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki kebutuhan

(hierarchy of needs) milik Abraham Maslow (Robbins dan Judge,

2008:224). Maslow membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah:

a. Fisiologis (faali), meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual dan kebutuhan fisik lainnya.

b. Rasa aman, meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional.

c. Sosial, meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan dan persahabatan.

d. Penghargaan, meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi dan pencapaian serta faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian. e. Aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi seseorang sesuai

kecakapannya meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan pemenuhan diri sendiri.

Kelima kebutuhan itu sangat penting dan terkait dalam bentuk tingkatan yang teratur. Satu tingkat kebutuhan menjadi kuat setelah thigkat kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi kepuasannya. Teori kebutuhan menurut Alderfer (dalam Stoner et. al, 1996:141) menyatakan bahwa motivasi karyawan dapat diukur melalui hierarki kebutuhan, yaitu kebutuhan eksistensi, yang merupakan kebutuhan mendasar, kemudian kebutuhan keterkaitan (relatedness) yang merupakan hubungan antar pribadi dan kebutuhan pertumbuhan (growth) yang merupakan kebutuhan akan kreatifitas pribadi atau pengaruh produktif.

Maslow memisahkan kelima kebutuhan ke dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman

dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-under needs) sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Perbedaan antara kedua tingkatan tersebut didasarkan pada dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang). sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.

Gambar 2.2 Hierarki Kebutuhan Maslow Sumber: Robbins dan Judge (2008:224)

2) Teori X dan Y

Douglas McGregor (dalam Robbins dan Judge, 2008:225) mengemukakan dua pandangan nyata mengenai manusia. Pandangan pertama pada dasarnya negatif, disebut Teori X dan yang kedua pandangan

positif, disebut Teori Y. Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh atasan adalah:

a. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.

b. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan., mereka harus dipaksa, dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan-tujuan.

c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin.

d. Sebagian karyawan menempatkan keamanan diatas faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.

Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat-sifat manausia dalam Teori X, Douglas McGregor (dalam Robbins dan Judge, 2008:226) menyebutkan empat asumsi positif yang disebutnya sebagai Teori Y, yaitu:

a. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain.

b. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai rujuan.

c. Karyawan bersedia belajar untuk menerima bahkan mencari tanggung jawab.

d. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

3) Teori Dua Faktor

Teori dua faktor dari Fredrick Herzberg (dalam Robbins dan Judge 2008:227) menjelaskan tentang teori dua faktor. Teori ini menghubungkan faktor-faktor instrinsik dengan kepuasan kerja, sementara mengaitkan faktor-faktor ekstrinsik dengan ketidakpuasan kerja. Faktor-Faktor seperti kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, pengawasan dan imbalan kerja

yang ketika sesuai dengaan suatu pekerjaan, akan membuat karyawan merasa puas (Robbins dan Judge, 2008 : 227).

Faktor-faktor adanya ketidakpuasan (dissatisfiers) antara lain penggajian/upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status pekerjaan, kebijaksanaan dan administrasi, kualitas pengendalian, serta kualitas dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat, atasan dan bawahan. Sedangkan faktor penyebab kepuasan kerja (satisfiers) antara lain keberhasilan, pengakuan, tanggungjawab, pengembangan dan pertumbuhan. Satisfiers disebut juga instrinsic factors, job content, motivator sedangkan dissastifiers disebut juga extrinsic factors, atau hygiene factors (Stoner 1996).

4) Teori Kebutuhan McClelland

Teori ini dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya. Teori berfokus pada tiga kebutuhan yaitu pencapaian, kekuatan dan hubungan (Robbins dan Judge, 2008:230). Hal tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Kebutuhan pencapaian (need for achievement), merupakan dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar dan berusaha keras untuk berhasil.

b. Kebutuhan kekuatan (need for power), kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.

c. Kebutuhan hubungan (need for affiliation) merupakan keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.

5) Teori Evaluasi Kognitif

Merupakan teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara instrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan (Robbins dan Judge, 2008:233). Pada masa selanjutnya, teori ini berkembang manjadi indeks diri (self concordance) yang mempertimbangkan tingkat sampai mana alasan-alasan seorang untuk mengejar suatu tujuan konsisten dengan minat dan nilai-nilai inti seseorang tersebut (Robbins dan Judge, 2008:235).

6) Teori Penentuan Tujuan

Teori ini menyatakan bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit, dengan umpan balik, akan menghasilkan kinerja yang tinggi (Robbins dan Judge, 2008:237).

7) Teori Efektivitas Diri

Teori ini merujuk pada keyakinan individu bahwa seseorang mampu mengerjakan tugas. Semakin tinggi efektivitas seseorang, maka semakin tinggi rasa percaya diri yang dimiliki orang tersebut untuk berhasil dalam suatu tugas. Selanjutnya dikemukakan bahwa ada empatcara untuk meningkatkan efektivitas diri, yaitu: (1) penguasaan yang tetap, (2) contoh yang dilakukan oleh individu lain, (3) bujukan verbal dan (4) kemunculan (Robbins dan Judge, 2008:241).

8) Teori Penguatan

Teori ini merupakan teori yang bertentangan dengan teori penentuan tujuan. Teori sebelumnya adalah sebuah pendekatan kognitif, yang mengemukakan bahwa tujuan-tujuan seorang individu mengarahkan tindakannya. Dalam teori penguatan, seseorang mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa penguatan mempengaruhi perilaku (Robbins dan Judge, 2008:244).

9) Teori Keadilan

Teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaannya dengan masukan-masukan dan hasil pekeriaan orang lain dan kemudian merespon untuk menghilangkan ketidakadilan (Robbins dan Judge, 2008:245).

10) Teori Harapan

Teori ini dikembangkan oleh Victor Vroom. Teori harapan menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk berindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut Teori ini berfokus pada tiga hubungan, yaitu; (1) hubungan usaha-kinerja, (2) hubungan kinerja-penghargaan dan (3) hubungan kinerja-penghargaan-tujuan pribadi (Robbins dan Judge, 2008:253).

Gambar 2.3 Teori Harapan Sumber: Robbins dan Judge, 2008:254

Dokumen terkait