• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Pelaksanaan Kode Etik Hakim

Kode etik profesi hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap hakim di Indonesia dalam melaksanakan tugas dan profesinya sebagai hakim. Pedoman tingkah laku hakim merupakan penjabaran dari kode etik profesi hakim yang menjadi pedoman bagi hakim di Indonesia baik dalam menjalankan tugas dan profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan teladan dalam ketaatan dan kepatutan kepada hukum.23

Kode Etik Hakim itu sendiri meliputi tentang : Berperilaku Adil. Adil bermakna menempatkan suatu pada tempatnya dan memberikan apa yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberikan kesempatan yang sama, Berperilaku Arif dan Bijaksana. Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum , norma keagamaan, norma kebiasaan

23

Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hakim, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1997, Hal 19

maupun kesusilaan dengan memerhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Bersikap Mandiri, Mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari campur tangan siapa pun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong terbentuknya perilaku hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku. Berintegritas Tinggi, Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedapankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.

Bertanggung Jawab, Bertanggung jawab bermakna kesediaan untuk melaksanakan sebaik baiknya segala sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya serta memiliki keberania untuk menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang dan tugasnya tersebut. Menjunjung Tinggi Harga Diri artinya Harga diri bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. Prinsip menjunjung tinggi harga diri, khusunya hakim akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat sebagai aparatur peradilan.

Berdisiplin Tinggi artinya Disiplin bermakna ketaatan pada norma norma atau kaidah yang diyakini sebagai panggilan luhur mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib dalam melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian dan berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, serta tidak menyalah gunakan amanah yang dipercayakan kepadanya. Berperilaku Rendah Hati, rendah hati bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap realistis mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan sikap tenggang rasa serta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas dalam mengemban tugas. Bersikap Profesional, Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, ketrampilan dan wawasan luas. Sikap professional akan mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan yang efektif dan efisien.

3.2 Putusan Hakim

Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan sebuah interaksi dengan sesamanya. Dan proses interaksi itu tidak selamanya berjalan dengan baik, namun ada kalanya dihiasi dengan konflik horizontal sehingga dalam

kasus ini diperlukan adanya suatu institusi yang menjadi pemutus konflik tersebut. Dalam kehidupan bernegara, institusi ini menjelma dalam bentuk Lembaga-lembaga peradilan.24

Di dalam dunia pengadilan, sebenarnya hanya ada satu hal pokok yang dicari para justiabalance (pencari keadilan) yaitu Putusan Hakim. Untuk lahirnya sebuah putusan diperlukan beberapa prosedur tententu, dan ada berbagai jenis putusan yang akan dilahirkan dari dunia peradilan.

Produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3 macam yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan. Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan. Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.

24

R. Soeroso,Praktik Hukum Acara Perdata, Tata Cara, Proses

Dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai berikut:

1. Putusan tidak menerima

- yaitu putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak menerima gugatan penggugat/permohonan pemohon atau dengan kata lain gugatan penggugat/pemohonan pemohon tidak diterima karena gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat hukum baik secara formil maupun materiil

- Dalam hal terjadi eksepsi yang dibenarkan oleh hakim, maka hakim selalu menjatuhkan putusan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima atau tidak menerima gugatan penggugat

- Meskipun tidak ada eksepsi, maka hakim karena jabatannya dapat memutuskan gugatan penggugat tidak diterima jika ternyata tidak memenuhi syarat hukum tersebut, atau terdapat hal-hal yang dijadikan alasan eksepsi

- Putusan tidak menerima dapat dijatuhkan setelah tahap jawaban, kecuali dalam hal verstek yang gugatannya ternyata tidak beralasan dan atau melawan hak sehingga dapat dijatuhkan sebelum tahap jawaban

- Putusan tidak menerima belum menilai pokok perkara (dalil gugat) melainkan baru menilai syarat-syarat gugatan saja. Apabila syarat gugat tidak terpenuhi maka gugatan pokok (dalil gugat) tidak dapat diperiksa.

- Putusan ini berlaku sebagai putusan akhir

- Terhadap putusan ini, tergugat dapat mengajukan banding atau mengajukan perkara baru. Demikian pula pihak tergugat

- Putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang mengadili suatu perkara merupakan suatu putusan akhir

2. Putusan menolak gugatan penggugat

- yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti - Dalam memeriksa pokok gugatan (dalil gugat) maka hakim harus

terlebih dahulu memeriksa apakah syarat-syarat gugat telah terpenuhi, agar pokok gugatan dapat diperiksa dan diadili

3. Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima selebihnya

- Putusan ini merupakan putusan akhir

- Dalam kasus ini, dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat sehingga :

a. Dalil gugat yang terbukti maka tuntutannya dikabulkan b. Dalil gugat yang tidak terbukti makan tuntutannya ditolak c. Dalil gugat yang tidak memenuhi syarat maka diputus dengan

4. Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya

- putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum ternyata terbukti

- Untuk mengabulkan suatu petitum harus didukung dalil gugat. Satu petitum mungkin didukung oleh beberapa dalil gugat. Apabila diantara dalil-dalil gugat itu ada sudah ada satu dalil gugat yang dapat dibuktikan maka telah cukup untuk dibuktikan, meskipun mungkin dalil-dalil gugat yang lain tidak terbukti

- Prinsipnya, setiap petitum harus didukung oleh dalil gugat 3.3 Sistem Pengawasan Hakim

A.Sistem Pengawasan Internal

Selain sebagai lembaga peradilan tertinggi di negara ini, Mahkamah Agung juga memilki fungsi pengawasan dalam lingkup kekuasaan kehakiman. Pasal 11 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada dibawahnya.25 Selanjutnya, pasal 32 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana di ubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985.

25

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,

B.Sistem Pengawasan Eksternal

Tiadanya ketentuan yang memadai mengenai sistem pengawasan dan pedoman bagaimana seorang hakim seharusnya berperilaku merupakan salah satu faktor yang menyebabkan lahirnya putusan-putusan yang kontroversial. Selama ini pedoman mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh hakim mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Kode Etik Profesi Hakim yang diterbitkan oleh IKAHI.

3.4 Pelaksanaan Putusan

Di dalam dunia peradilan, ada beberapa jenis pelaksanaan putusan yaitu :26

1. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang

2. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan

3. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap

4. eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang

Selanjutnya didalam mengeksekusi putusan pengadilan, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan antara lain :

a. Putusan telah berkekuatan hukum tetap kecuali dalam hal :

26

Affandi Aten, Affandi Wahyu, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata, Alumni, Bandung, 1983

1. pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu

2. pelaksanaan putusan provisi 3. pelaksanaan akta perdamaian 4. pelaksanaan Grosse Akta

b. Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara suka rela meskipun ia telah diberi peringatan (aan maning) oleh Ketua Pengadilan Negeri

c. Putusan hakim yang bersifat kondemnatoir, sehingga dalam putusan diklaratoir dan konstitutif tidak diperlukan eksekusi

d. Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri

Sedangkan yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah pengadilan tingkat pertama, PTA tidak berwenang melaksanakaan eksekusi. Sedangkan tata cara sita eksekusi sebagai berikut :

1. Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan

2. Berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Negeri, surat perintah dikeluarkan apabila :

- tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah

- tergugat tidak mau memenuhi perintah dalam amar putusan selama masa peringatan

3. Dilaksanakan oleh panitera atau juru sita

4. Pelaksanaan sita eksekusi harus dibantu oleh dua orang saksi : - Keharusan adanya dua saksi merupakan syarat sah sita

eksekusi

- Dua orang saksi tersebut berfungsi sebagai pembantu sekaligus sebagai saksi sita eksekusi

- Nama dan pekerjaan kedua saksi tersebut harus dicantumkan dalam berita acara sita eksekusi

- Saksi-saksi tersebut harus memenuhi syarat : a. telah berumur 21 tahun

b. berstatus penduduk Indonesia c. memiliki sifat jujur

5. Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi

6. Penjagaan yuridis barang yang disita diatur sebagai berikut :

a. Penjagaan dan penguasaan barang sita eksekusi tetap berada di tangan tersta

b. Pihak tersita tetap bebas memakai dan menikmatinya sampai pada saat dilakukan penjualan lelang

c. Penempatan barang sita eksekusi tetap diletakkan di tempat mana barang itu disita, tanpa mengurangi kemungkinan memindahkannya ke tempat lain

d. Penguasaan penjagaan tersebut harus disebutkan dalam berita acara sita

e. Mengenai barang yang bisa habis dalam pemakaian, maka tidak boleh dipergunakan dan dinikmati oleh tersita

7. Ketidak hadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi

Adapun sanksi-sanksi bagi para pihak yang tidak melaksanakan putusan hakim. Mengenai permasalahan ini, berdasarkaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 memberikan ketentuan yaitu :

a. Apabila dalam hal Tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, Penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar memerintahkan Tergugat melaksanakan putusan Pengadilan.

b. Apabila Tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif

c. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana di atas, diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera.

Bagi para pihak yang berperkara di Pengadilan yang tidak puas dengan putusan yang telah dijatuhkan oleh hakim dapat melakukan upaya-upaya hukum. Upaya hukum biasa seperti Banding dan Kasasi, sedangkan Upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali

Upaya hukum Banding ialah memohon supaya perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang oleh pengadilan yang lebih

tinggi, karena merasa belum puas dengan keputusan pengadilan tingkat pertama. Upaya hukum Kasasi, Kasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung

Peninjauan Kembali artinya meninjau kembali putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal itu diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain.

Para pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, mendapatperhatian yang sama serta masing-masing pihak harus diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Hakim tidak sekedar berperan menjadi mulut undang, hakim harus mampu berperan dalam menafsirkan Undang-undang, harus mampu memberikan pendidikan dan pelajaran dan hakim harus berperan aktif dalam memberikan bantuan, karena kebenaran dan keadilan tidak identik dengan rumusan peraturan atau Undang-undang.27

27

Noor Shofa, Mimbar Hukum, Peran Hakim Dalam Melaksanakan Fungsi Dan

4.1Kesimpulan

Dalam proses peradilan di Pengadilan Negeri Surabaya, azas-azas yang dipakai adalah sidang terbuka untuk umum, hakim bersifat pasif, azas peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan dan putusan harus berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di dalam dunia peradilan, ada beberapa jenis pelaksanaan putusan yaitu

1. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang

2. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan

3. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap

4. eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang

Selanjutnya didalam mengeksekusi putusan pengadilan, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan antara lain :

a.Putusan telah berkekuatan hukum tetap kecuali dalam hal : 1. pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat

2. pelaksanaan putusan provisi 3. pelaksanaan akta perdamaian 4. pelaksanaan Grosse Akta

b. Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara suka rela meskipun ia telah diberi peringatan (aan maning) oleh Ketua Pengadilan Negeri

c. Putusan hakim yang bersifat kondemnatoir, sehingga dalam putusan diklaratoir dan konstitutif tidak diperlukan eksekusi

d. Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Sebagai konsekuensi dari sistem pembagian kekuasaan yang diterapkan di Negara ini, fungsi kekuasaan kehakiman atau yudikatif dipegang oleh lembaga-lembaga yang ditentukan oleh Undang-undang dasar Negara republik Indonesia.

Pengadilan, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman adalah suatu unsur penting dalam sebuah Negara yang berdasarkan hukum. Hanya pengadilan yang memenuhi kriteria mandiri, netral, dan kompeten yang dapat menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu posisi

hakim sebagai aktor utama lembaga peradilan menjadi amat vital, terlebih lagi mengingat segala kewenangan yang dimilikinya

4.2Sar an

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran, sbb:

a. Agar dalam penanganan perkara perdata di Pengadilan Negeri lebih efektif dan efisien tanpa ada hambatan maupun kendala. b. Agar hakim dalam melakukan proses persidangan untuk selalu

mengutamakan tentang azas-azas peradilan yang cepat, biaya ringan, dan sederhana.

c. Agar Para pihak yang berperkara dalam hal ini penggugat maupun tergugat untuk melaksanakan sebaik-baiknya putusan yang telah dijatuhkan hakim

d. Agar diberi sanksi yang tegas bagi pihak yang tidak melaksanakan putusan hakim

Dokumen terkait