• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Asuransi

Asuransi menurut ketentuan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).

Menurut ketentuan dalam Pasal 1 butir 1 Undang- Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (selanjutnya disebut UU Perasuransian), asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan,

atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana;

Sehingga dari definisi diatas dapat diketahui bahwa fungsi asuransi adalah:10 a. Melindungi resiko investasi.

b. Sebagai sumber dana investasi.

c. Untuk melengkapi persyaratan investasi. d. Dapat mengurangi kekhawatiran.

e. Mengurangi biaya modal.

f. Menjamin kestabilan perusahaan. g. Dapat meratakan keuntungan. h. Menyediakan layanan profesional. i. Mendorong usaha pencegahan kerugian. j. Membantu pemeliharaan kesehatan. 2. Bancassurance

Jumlah perusahaan asuransi yang sangat besar tidak dapat dihindarkan ikut meningkatkan persaingan di antara sesama pelaku usaha perasuransian. Setiap perusahaan berlomba untuk mempertahankan bisnis yang ada dan terus

berusaha untuk memperoleh bisnis yang baru. Bisnis baru yang dilakukan perusahaan asuransi tersebut salah satunya adalah bekerja sama dengan pihak bank dan melahirkan produk bank dengan mengandung jasa asuransi yakni

bancassurance.

Perbankan sebagai usaha yang berbentuk lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana (surplus of

fund) dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana

(lack of fund), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya untuk motif profit juga sosial demi meningkatkan taraf hidup orang banyak.11

Kemudian menurut Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut dengan UU Perbankan), perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya,

12

sedangakan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.13

Keberadaan lembaga perbankan khususnya bank umum dalam sistem keuangan menjadi sangat penting bahkan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara.

Sehingga melalui perbankan, perusahaan asuransi dapat memasarkan produknya terhadap para nasabah.

14

Karena bank berfungsi sebagai berikut:15

11

12 Pasal 1 butir 1 UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

13 Pasal 1 butir 2 UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 14

a. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat Bank bertugas mengamankan uang tabungan dan depositoberjangka serta simpanan dalam rekening koran atau giro. Fungsi tersebut merupakan fungsi utama bank.

b. Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit Bank memberikan kredit bagi masyarakat yang membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif. Budisantoso, secara lebih spesifik mengatakan bahwa bank dapat berfungsi sebagai berikut:16

a. Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akanmenyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.

b. Agent of Development

Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling

15 UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

16 Budisantoso. T dan Sigit, Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 2 ( Jakarta : Salemba Empat. 2006), hlm. 9.

mempengaruhi. Sektor riil tidak akan berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut menmungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegaiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa.

c. Agent of Service

Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharaga, pemberian jaminan bank dan penyelesaian tagihan.

Bancassurance dalam perkembangan dimana dalam perjanjian kerjasama

antara pihak bank dan perusahaan asuransi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dikarenakan perjanjian kerjasama tersebut bisa menjadi sebuah perjanjian tertutup. Perjanjian tertutup ini merupakan salah satu perjanjian yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat).

3. Perjanjian tertutup

Perjanjian tertutup adalah perjanjian dimana pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa akan memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu. Atau

pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.17

a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

Begitu pula halnya tentang defenisi perjanjian tertutup yang diatur dalam Pasal 15 UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu:

b. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

c. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:

1) harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau

2) tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok;

17 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia UU Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Medan: Pustaka

Adapun pendekatan yang dipakai dalam hukum persaingan dalam menetukan perjanjian tertutup tersebut menggunakan prinsip per se illegal yaitu suatu metode pendekatan yang menganggap tindakan tertentu sebagai illegal, tanpa perlu dibuktikan bahwa perbuatan tersebut secara nyata telah merusak persaingan.18 Kegiatan yang dianggap per se illegal biasanya meliputi penetapan harga secara kolusif19 atas produk tertentu serta pengaturan harga penjualan kembali. Penerapan pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang” tanpa anak kalimat “.... yang dapat mengakibatkan....”.20

4. Prinsip transparansi

Transparansi (transparency) dapat diartikan sebagai keterbukaan, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material yang relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan transparansi itu sendiri perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut.21

Transparansi ini, bertujuan untuk mencegah perilaku abuse22

18 Ayudha D. Prayoga, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia (Jakarta: Proyek Ellips, 1999), hlm 63.

19 Kolusif adalah bersekongkol antar sesama pelaku usaha.

20 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks (Jakarta:

Deutsche Gesellscahft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) bekerja sama dengan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) , 2009), hlm. 56.

21 Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya Dalam

Konteks Indonesia. (Jakarta: PT. Ray Indonesia, 2005), hlm. 9.

22 Abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan manusia yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik

dari perusahaan asuransi dan bank yang bekerjasama ekslusif. Selain itu, transparansi dipercaya dapat membuka kesempatan usaha yang sama, sesuai dengan asas

persaingan usaha yang sehat. Dimana aturan yang dibuat jangan sampai menjangkau perusahaan tertentu saja, tapi juga bisa diterima oleh perusahaan lain.23

Penerapan prinsip GCG pada umumnya diterjemahkan dalam bentuk:24 a. pengaturan internal (self regulation) yang memuat filsafat bisnis

perusahaan;

b. panduan nilai-nilai yang mengatur cara mengelola perusahaan dalam mencapai tujuan bisnis;

c. pedoman menghadapi pelanggan, distributor, pejabat pemerintah, dan pihak-pihak lainnya yang mempunyai hubungan dengan perusahaan; d. termasuk di dalamnya aturan yang mengatur perilaku persaingan sehat

dengan pelaku usaha pesaingnya. Adanya peraturan yang bersifat internal mengenai persaingan usaha yang sehat itu menjadi benteng awal yang dapat mengindarkan sebuah perusahaan dari perilaku-perilaku anti-persaingan yang tidak sejalan dengan semangat GCG;