• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daging

Daging sapi menurut Standar Nasional Indonesia 01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka sapi, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi yang sehat waktu dipotong. Daging segar adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik dan kimia setelah mengalami proses pemotongan tetapi belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan sebagainya (Aberle et al., 2001). Secara umum daging terbentuk dari beberapa unsur pokok seperti air, protein, lemak dan abu. Komposisi ini tergantung dari jenis ternak, kondisi ternak, jenis potongan karkas, proses pengawetan, penyimpanan dan cara pengepakan. Komponen terbesar dari daging sapi adalah air (65%-80%) kemudian protein yang merupakan komponen terbesar dari berat kering (16%-22%), lemak (1,3%-13%), karbohidrat (0,5%-1,3%) dan mineral (1%) (Winarno,1997).

Bakso

Menurut SNI 01-3818-1995 bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Pada Tabel 1 diperlihatkan syarat mutu bakso daging sapi.

Tabel 1. Syarat Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Air % b/b Maks 70.0

2 Abu % b/b Maks 3.0

3 Protein % b/b Min 9.0

4 Lemak % b/b Maks 2.0

5 Boraks - Tidak boleh ada

6 Cemaran Mikroba

6.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks 1.0 x 105 6.2 Escherichia coli APM/g < 3 6.3 Staphylococcus aureus koloni/g Maks 1.0 x 102

Bakso dibuat dari beberapa bahan seperti daging sapi, bahan pengisi, es, garam, bumbu juga bahan tambahan seperti bahan pengawet. Bakso daging sapi umumnya menggunakan potongan daging penutup (Top Side), gandik (Silver Side)

serta lemusir (Purnomo, 1990). Bakso mempunyai kandungan nutrisi cukup baik karena terbuat dari daging sapi yang kadar proteinnya 20-22% dan kadar lemak 4,8% (Varnam dan Sutherland, 1995).

Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri atas empat tahap yaitu penggilingan daging, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan. Pada proses penggilingan daging, perlu diperhatikan kenaikan suhu akibat panas yang dihasilkan pada proses penggilingan, karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan emulsi adalah di bawah 20oC. Suhu diatas 20oC menyebabkan denaturasi protein sehingga emulsi akan pecah. Pembentukan dalam adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin pencetak bakso. Pemasakan pada suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan lemak terpisah dari sistim emulsi. Hal ini disebabkan lemak mengembang dan protein mengkerut secara mendadak sehingga matrik protein pecah dan lemak keluar dari campuran (Anshori, 2002). Menurut Sinaga (1988), bakso yang dijual di pasar lebih banyak mengandung mikroba koliform dibandingkan dengan bakso yang dijual di supermarket. Bakteri koliform didefinisikan sebagai semua bakteri basili Gram negatif baik aerobik maupun aerobik fakultatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan laktosa menghasilkan gas pada suhu 35oC selama 48 jam (Benwart, 1989).

Bahan Pengisi

Bahan pengisi merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk membuat bakso. Menurut Sunarlim (1992) bahan pengisi yang digunakan pada produksi emulsi daging bertujuan untuk memperbaiki stabilitas emulsi, meningkatkan rendemen, memperbaiki daya iris, memperbaiki flavor dan juga mengurangi biaya produksi. Bahan pengisi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi dan protein yang rendah. Hal ini menyebabkan bahan pengisi memiliki kemampuan mengikat air yang baik, tetapi tidak dapat mengelmusikan lemak.Bahan pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung tapioka. Kandungan komposisi kimia tepung tapioka terdiri atas kadar air 13,12%, kadar protein 0,13%, kadar lemak 0,04%, kadar abu 0,16% dan kadar karbohidrat 86,55% (Pandisurya, 1983).

Es Batu

Menurut SNI 01-3839-1995 es batu adalah massa padat yang merupakan hasil pembekuan air minum. Es batu merupakan air yang berada dalam fase padat (kristal) yang diperoleh dari hasil pendinginan dan pembekuan air. Es merupakan suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul H2O (HOH) yang tersusun sedemikian rupa sehingga 1 atom H terletak di satu sisi antara sepasang atom oksigen molekul-molekul air lainnnya. Tujuan penambahan es batu atau air es dalam pembentukan emulsi daging diantaranya adalah 1) memudahkan ekstraksi protein serabut otot , 2) melarutkan dan menyebarkan garam secara merata pada seluruh bagian massa adonan, 3) mempertahankan suhu adonan supaya tetap rendah akibat pemanasan mekanis, 4) membantu pembentukan emulsi (Kramlich et al.,1973). Makin banyak es yang ditambahkan ke dalam adonan maka semakin tinggi kadar air bakso dan penambahan es berpengaruh juga pada tekstur bakso yang dihasilkan (Purnomo, 1990).

Garam (NaCl)

Garam digunakan sebagai bahan pembuatan bakso. Garam berfungsi sebagai pemberi citarasa, mengekstraksi miofibrial dan untuk meningkatkan daya simpan karena dapat menghambat mikroorganisme pembusuk (Cross dan Overby, 1998). Menurut Ockerman (1983), garam yang ditambahkan pada daging dapat mengakibatkan semakin tinggi daya mengikat air (DMA). Hal ini disebabkan garam dapat memperluas ruang antar filamen dalam protein miofibril sehingga terjadi pengembangan diameter miofibril. Ion yang berperan adalah ion CI-, kemudian ion CI- akan berikatan dengan filamen bermuatan positif dan menyebabkan filamen protein bermuatan negatif, sehingga penolakan antar filamen menjadi lebih luas dan air yang tertahan menjadi lebih banyak sehingga daya mengikat air meningkat. Pemberian garam sebaiknya dilakukan secepat mungkin ketika daging masih segar dan belum mengalami proses rigor, pada keadaan tersebut pH masih di atas 5,5 sehingga ikatan aktomiosin belum terbentuk dan aktin maupun miosin mudah diekstraksi (Sunarlim, 1992).

Sodium Tripolifosfat (STPP)

Sodium Tripolifosfat (STPP) merupakan tipe fosfat yang umum digunakan dalam pengolahan daging karena cukup aktif dan harganya murah. Penggunaan STPP maksimal adalah 0,5% (Cross dan Overby, 1998). STPP memiliki fungsi untuk meningkatkan pH daging, kestabilan emulsi dan kemampuan emulsi. Jika nilai pH semakin mendekati titik isoelekterik protein, maka daya mengikat air akan makin rendah. Penambahan STPP dapat meningkatkan pH sehingga akan diperoleh daya mengikat air yang semakin tinggi (Ockerman, 1983).

Mikrobiologi Daging

Jumlah dan jenis mikroorganisme dapat menentukan mutu mikrobiologi yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini akan menentukan ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme. Keamanan produk ditentukan oleh jumlah mikroorganisme patogenik yang terdapat didalamnya. Populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanan (Buckle et al., 1987).

Mikroorganisme yang hidup di dalam permukaan daging adalah Pseudomonas, Achromobacter, Micrococcus, Streptococcus, Sarcina, Leuconostoc, Lactobacillus, Flavobacterium, Proteus, Bacillus, Clostridium, Eschericia, dan Salmonella (Frazier et al., 1988). Mikroorganisme yang mengkontaminasi pangan yang bersumber dari pekerja antara lain Salmonella, Shigella, Eschericia coli, Bacillus protetus, Staphylococcus albus, dan Staphylococcus aureus (Lawrie, 1979).

Lawrie (1979) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging dibagi dua kelompok, yaitu: (1) faktor intrinsik antara lain nilai nutrisi daging, kadar air, nilai pH, potensi oksidasi reduksi dan ada tidaknya substansi penghambat dan (2) faktor ekstrinsik meliputi suhu, kelembaban relatif, oksigen dan kondisi daging. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 yang mensyaratkan batas maksimum cemaran mikroba seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (CFU/gr) Batas maksimum cemaran mikroba No Jenis cemaran mikroba

Daging segar/beku Daging tanpa tulang 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Angka lempeng total bakteri (ALTB) Escherichia coli* Staphylococcus aureus Clostridium sp Salmonella sp** Coliform Enterococci Campylobacter sp Listeria sp 1x104 5x101 1x101 0 Negatif 1x102 1x102 0 0 1x104 1x101 1x101 0 Negatif 1x102 1x102 0 0 Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram

(**) dalam satuan kualitatif

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen (Buckle et al., 1987). Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme, termasuk mikroba perusak atau pembusuk karena : (1) mempunyai kadar air yang tinggi (68 – 75 %); (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen (asam amino); (3) mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan (gula); (4) kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme (unsur-unsur C, O, N, P, S dan unsur-unsur makro serta mikro seperti Mg, Ca, Fe, Co dan Cu) dan (5) mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme yaitu 5,3 – 6,5 (Soeparno, 1998).

Aktivitas mikroorganisme juga dipengaruhi oleh kondisi fisik daging, seperti besar kecilnya karkas, potongan karkas atau daging, bentuk daging cacahan, daging giling dan perlakuan pengolahan. Penggilingan daging akan memperbesar kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme (Forest et al., 1975), karena area permukaan menjadi lebih besar, nutrient dan air lebih siap tersedia, penetrasi dan pemanfaatan oksigen akan lebih besar, kontak dengan alat yang menjadi sumber kontaminasi dan distribusi mikroorganisme yang lebih merata ke seluruh bagian daging selama pengolahan (Soeparno, 1998).

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat baik sebagai satu-satunya produk maupun sebagai produk utama disamping produk lain pada metabolisme karbohidrat (Surono, 2004). Bakteri ini termasuk dalam bakteri Gram positif yang pada umumnya tidak berspora yang berbentuk batang atau basil maupun kokus, tidak memiliki sitokrom yang bersifat anaerobik tetapi toleran terhadap O2 (Salminen, 1998).

Menurut Pelczar dan Chan (1986) bakteri asam laktat diklasifikasikan berdasarkan morfologi, cara fermentasi glukosa, suhu pertumbuhan yang berbeda, bentuk produksi asam laktat yang dihasilkan, kemampuannya untuk tumbuh pada konsentrasi garam yang tinggi serta ketahanannya terhadap asam dan alkali yang berbeda-beda. Bakteri asam laktat dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan zat yang dihasilkan yaitu heterofermentatif dan homofermentatif. Bakteri yang bersifat homofermentatif contohnya adalah Streptococcus, Pediococcus, Lactococcus, Enterecoccus dan beberapa spesies Lactobacillus. Bakteri heterofermentatif misalnya Leuconostoc dan beberapa spesies Lactobacillus. Bakteri heterofermentatif menghasilkan kira-kira 50% asam laktat dari glukosa, menghasilkan CO2 dan etanol, tidak mempunyai enzim aldolase, mempunyai fosfoketolase, berbentuk panjang dan pendek. Bakteri yang bersifat homofermentatif menghasilkan asam laktat sebesar > 85% dari glukosa, tidak menghasilkan gas dari glukosa, mempunyai fosfoketolase (Surono, 2004).

Peranan bakteri asam laktat dalam bahan pangan lebih banyak menguntungkan daripada merugikan. Bakteri asam laktat yang aktif dalam fermentasi makanan, akan memberikan daya simpan produk yang lebih lama dibandingkan tanpa bakteri asam laktat. Daya simpan produk ini disebabkan oleh asam laktat dan senyawa asam lain yang diproduksi sebagai hasil metabolisme bakteri asam laktat. Senyawa tersebut disebut juga antimikroba yang dapat menghambat bakteri pembusuk maupun patogen pada makanan (Tahara et al., 1996). Menurut Doores (1993), asam laktat dengan konsentrasi 1-1,25% yang disemprotkan terhadap karkas sapi muda diikuti dengan pengemasan vakum dapat menurunkan jumlah mikroba setelah penyimpanan selama 14 hari pada suhu 2oC. Metode lain dari pengawetan asam laktat adalah pencelupan.

Jumlah mikroba dari kulit unggas yang telah dicelupkan selama 15 detik pada 19oC dalam 2% pada pH 2,2 turun dari 5,2 menjadi 3,7 log CFU/g (Doores, 1993).

Antimikroba

Antimikroba adalah suatu senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh organisme hidup termasuk struktur analoginya yang dibuat secara sintetik yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme. Berdasarkan perbedaan sensitivitas terhadap mikroba, antimikroba dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu antimikroba berspektrum luas, artinya antimikroba tersebut menghambat sejumlah bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kelompok kedua yaitu berspektrum sempit, artinya antimikroba tersebut hanya mampu menghambat mikroba tertentu saja (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Mekanisme kerja antimikroba terhadap mikroba dibagi dalam lima kelompok, yaitu:

1.Mengganggu pembentukan dinding sel

Mekanisme ini disebabkan adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.

2. Bereaksi dengan membran sel

Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang dapat mengakibatkan kebocoran intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.

3. Menginaktivasi enzim

Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsunagan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif). 4. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak mutu genetik sehingga menyebabkan terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.

Secara umum produksi antimikroba pada bakteri asam laktat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya fase pertumbuhan, pH media, suhu inkubasi dan konsentarsi NaCl. Suatu preservatif yang digunakan untuk memperpanjang masa simpan produk daging harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) tidak mengubah flavor, bau, tekstur bahan makanan, (2) aman bagi konsumen yang efektif sebagai preservatif atau aman untuk dikonsumsi selama masa simpan tertentu, (3) preservatif harus mudah dikenali dan kadarnya dapat dikenali secara pasti, serta harus memenuhi kebutuhan yang diizinkan, (4) kualitas bahan makanan harus tidak merugikan konsumen, dan (5) ekonomis (Soeparno, 1998).

Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida merupakan oksidator dan antibakteri. Fungsi dari hidrogen peroksida sebagai antimikroba tergantung pada kemampuan oksidatifnya. Kemampuannya untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sel mikroba. Kemampuan bakterisidal tergantung pada pH, konsentrasi, suhu, waktu serta jumlah mikroorganisme. Pada kondisi tetentu spora bakteri ditemukan paling resisten terhadap hidrogen peroksida, diikuti denan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling sensitif terhadap hidrogen peroksida adalah bakteri gram negatif (Branen et al., 1990)

Bakteri Patogen

Bakteri patogen merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan. Bakteri patogen ini dapat dibedakan atas penyebab intoksikasi dan penyebab infeksi. Intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan oleh bakteri patogen yang berkembang di dalam bahan makanan dan menghasilkan toksin, sedangkan infeksi yaitu bakteri yang menghasilkan racun di dalam saluran pencernaan. Salah satu penyebab

pembusukan dan patogen tular makanan yaitu adanya Staphylococcus aureus dan beberapa spesies Bacillus (Buckle et al., 1987).

Bakteri patogen dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan Gram yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memberikan respon berwarna biru jika dilakukan uji pewarnaan Gram sedangkan bakteri Gram negatif memberikan respon berwarna merah (Suriawiria, 2005). Kelompok bakteri Gram positif diantaranya adalah S. aureus sedangkan bakteri Gram negatif diantaranya adalah E. coli dan S. typhimurium.

Komariah et al (1996) melaporkan bahwa daging yang beredar di pasaran baik tradisional maupun supermaket sudah tercemar mikroba yaitu jumlah total mikroba daging di pasar Bogor sebesar 5,74x1010 CFU/g dan untuk pasar Anyar sebesar 2,57x1011 CFU/g, jumlah koliform sebesar 7,9x104 CFU/g, E. coli sebesar 3,0x104 CFU/g dan Salmonella terbukti positif pada daging yang dijual di pasar tradisional. Kualitas daging di supermarket jumlah total mikroba sebesar 3,48x108 CFU/g, jumlah koliform sebesar 7,7x104 CFU/g, E. coli 2,9x104 CFU/g dan Salmonella juga terbukti positif.

Escherichia coli. Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 µ, sering terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan bersifat anaerobik fakultatif. Kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40oC dengan suhu optimum 37oC. Nilai pH medium optimum pertumbuhannya 7,0-7,5. Escherichia coli disebut juga koliform fekal karena ditemukan dalam saluran usus hewan dan manusia. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992).

Escherichia coli ditemukan dalam usus manusia dan hewan. Beberapa galur merupakan patogen terhadap manusia dan hewan yang terlibat dalam penyakit yang menular melalui makanan (Ray, 1996).

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, bentuk kokus dengan penataan berpasangan dan bergerombol. Mikroba ini bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif, katalase positif, oksidase negatif, famili non motil, tidak membentuk spora dan fermentatif (Lay dan Hastowo, 1992). Bakteri ini

mempunyai beberapa galur yang membentuk pigmen kuning keemasan dan tidak larut air. S. aureus membutuhkan aw optimal 0,990-0,995 dan memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu 35-38oC (Jay, 2000).

Sifat Fisik Daging

Nilai pH Daging

Nilai pH adalah konsentrasi ion hidrogen yang terdisioasi dalam larutan. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman dari suatu produk, semakin rendah pH maka keasaman dari suatu produk, akan semakin tinggi (Frobisher et al., 1974). Nilai pH daging tidak dapat diukur segera setelah pemotongan (biasanya dalam waktu 45 menit) untuk mengetahui penurunan pH awal. Pengukuran selanjutnya biasanya dilakukan setidak-tidaknya 24 jam untuk mengetahui pH akhir dari daging/karkas (Soeparno, 1998). Perubahan pH sesudah ternak mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot, yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan. Nilai pH akhir yang tercapai mempunyai beberapa pengaruh yang berarti dalam mutu daging. Daging dengan pH normal sekitar 5,5 menyebabkan daging berwarna merah muda yang cerah yang disukai oleh konsumen, flavor yang lebih disukai dan stabilitas yang lebih baik terhadap kerusakan akibat mikroorganisme (Buckle et al., 1987).

Nilai pH daging yang tinggi (diatas pH normal) menyebabkan struktur daging menjadi padat dengan warna merah sampai ungu tua, rasanya kurang enak dan merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan pH daging yang rendah (dibawah pH normal) menyebabkan daging menjadi basah dan pucat serta memiliki tekstur yang lunak (Aberle et al., 2001).

Daya Mengikat Air

Daya mengikat air oleh protein daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar. Pengaruh luar tersebut meliputi pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 1998). Daya mengikat air juga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas bakso yang dihasilkan. Daya mengikat air dapat mempengaruhi tekstur, juiceness, susut masak dan rendemen bakso (Sunarlim,1992).

4,5 5,0 5,5 6,0 pH daging

Gambar 1. Pengaruh pH terhadap Daya Mengikat Air

Menurut Soeparno (1998), daya mengikat air dipengaruhi oleh pH. Daya mengikat air rendah pada pH titik isoelektrik protein yaitu antara 5-5,1. Daya mengikat air akan meningkat pada pH yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging.

Pertumbuhan Bakteri

Mutu mikrobiologis dari suatu produk makanan dapat ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme. Keamanan produk ditentukan oleh jumlah mikroorganisme yang bersifat patogenik yang terdapat di dalamnya. Populasi mikroorganisme yang berada pada bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung dengan bahan pangan dan kondisi penyimpanannya. Kurva pertumbuhan merupakan gambaran dari pertumbuhan secara bertahap sejak awal hingga terhenti mengadakan kegiatan. Secara umum pertumbuhan bakteri pada daging dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu : 1) fase lag, 2) fase pertumbuhan logaritmik (fase eksponensial), 3) fase konstan (Stationary), dan 5) fase pertumbuhan yang menurun atau fase kematian. Pertumbuhan mikroba pada daging menyebabkan kerusakan daging yang luas sebelum penyimpanan (Buckle et al., 1987).

Daya Mengikat Air

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan sejak pada bulan November 2007 sampai bulan Mei 2008.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi (diambil dari Rumah Potong Hewan Dinas Peternakan Kota Bogor), bawang putih, lada, garam, Sodium tripolifosfat (STPP), es batu dan tepung tapioka. Media yang digunakan adalah), de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B), yeast ekstrak, Eosin Methyl Blue agar (EMBA), Plate Count Agar (PCA), kalium tellurit 1%, NaCl fisiologis dan aquades.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, pipet volumetrik, pipet 5 ml, mikropipet, tabung reaksi, inkubator, pH meter, ose, kertas saring, jangka sorong, penggaris, autoclaf, bunsen, aluminium foil, oven, tabung ependorf, termometer bimetal, Sentrifuge dan refrigerator.

Metode

Produksi Antimikroba

Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactobacillus fermentum 2B4. Bakteri asam laktat (BAL) dihomogenkan dan diambil sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml MSR broth yang diperkaya dengan yeast ekstrak 3%. MRSB tersebut diinkubasi selama 20 jam. Setelah mencapai waktu 20 jam bakteri asam laktat dimasukkan ke dalam tabung ependorf dan di sentrifuse dengan kecepatan putar 6000 rpm selama 20 menit kemudian BAL tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring 0,2 µm dan ditampung dengan tabung Scott. Bakteri asam laktat tersebut yang dinamakan dengan substrat antimikroba. Substrat antimikroba tersebut disimpan dalam refrigerator selama 18 jam.

Pembuatan Bakso Daging Sapi

Bakso dibuat dengan menggunakan daging sapi sebanyak 100 gram yang digiling dengan menggunakan food cutter hingga hancur. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tepung tapioka 20%, STPP 1%, garam 3,2%, lada 0,5%, bawang putih 1% dan es batu secukupnya. Bahan-bahan yang sudah dicampur tersebut dicetak menjadi bulatan-bulatan kemudian bulatan-bulatan bakso dimasukkan ke dalam air hangat, setelah mulai mengembang bakso direbus hingga matang selama + 10-15 menit.

Persiapan Media Pertumbuhan Bakteri

Eosin Methylen BlueAgar (EMBA)

Eosin Methylen BlueAgar (EMBA) merupakan media tumbuh yang digunakan untuk menghitung jumlah E.coli yang terdapat pada bakso daging sapi. Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan Eosin Methylen BlueAgar (EMBA) sebanyak 36 gram dalam satu liter aquades dan dipanaskan di atas kompor. Larutan tersebut kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Plate Count Agar (PCA)

Plate Count Agar (PCA) merupakan media tumbuh yang digunakan untuk menghitung jumlah total bakteri yang terdapat pada bakso daging. Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan Plate Count Agar (PCA) sebanyak 23,5 gram dalam satu liter aquades dan dipanaskan di atas kompor. Larutan tersebut kemudian

Dokumen terkait