• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hutan mangrove yang sering kali disebut hutan bakau atau mangal adalah komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas ini umumnya tumbuh dan berkembang pada daerah intertidal dan subratidal yang cukup mendapat air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat (Bengen, 2000).

A. marina yang sering disebut Api-api merupakan tumbuhan mangrove pada substrat berpasir atau berlumpur tipis, dengan salinitas relatif tinggi (salinitas laut) pada kisaran yang sempit. Pohonnya dapat mencapai tinggi 30 m. Daun A. marina dilihat dari sisi sebelah atas berwarna hijau muda, sedangkan pada sisi sebelah bawah abu-abu keperakan atau putih. Daunnya berbentuk elips, panjang daunnya berkisar 5-11 cm. Buah berbentuk bulat dan agak berbulu dengan panjang 1,5-2,5 cm dan berwarna hijau. Kulit batang halus, berwarna putih keabu-abuan hingga hijau, akar berbentuk cakar ayam berpneumatofora untuk pernafasan (Indriani, 2008).

Serasah yang jatuh di lantai hutan mangrove mengalami proses dekomposisi baik secara fisik maupun biologis, yang dapat menyuburkan kawasan pesisir. Serasah yang sudah terdekomposisi tersebut berguna untuk menjaga kesuburan tanah mangrove dan merupakan sumber pakan untuk berbagai jenis ikan dan Avertebrata melalui rantai makanan fitoplankton dan zooplankton sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap terjaga. Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara

yang diserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan sekitarnya

(Rismunandar, 2000).

Avicennia marina adalah salah satu spesies mangrove yang ada di Indonesia yang juga dikenal dengan nama api-api jambu. A. marina banyak ditemukan di hilir hingga zona estuarin menengah di seluruh daerah intertidal (Robertson dan Alongi 1992 pada www.iucnredlist.org).

Berikut dibawah ini adalah taksonomi dari Avicennia marina yang diambil dari IUCN (www.iucnredlist.org) :

Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnolopsida Ordo : Lamiales Famili : Avicenniaceae Genus : Avicennia

Spesies : Avicennia marina

Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai feeding ground dan nursery ground bagi beberapa jenis ikan dan crustaceae. Selain itu hutan mangrove juga memiliki fungsi sebagai penahan gelombang laut, penahan abrasi, dan penahan intrusi air laut.

Komponen-komponen hayati dan non-hayati yang turut mendukung keberadaan suatu ekosistem mangrove yaitu:

2. Proses (abrasi dan sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove.

3. Keanekaragaman jenis mangrove di Indonesia cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di indonesia dapat mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, dan 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit . Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umumnya dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excoecaria sp.

Fungsi dan Manfaat Mangrove

Mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya (Bengen, 2003), yaitu:

1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.

2. Daun dan dahan pohon mangrove menghasilkan sejumlah besar detritus. 3. Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding

grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.

4. Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas (pulp).

5. Pemasok larva ikan, udang, dan biota lainnya. 6. Sebagai daerah pariwisata.

Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu fungsi biologis/ekologis, fungsi fisik, dan fungsi sosial-ekonomi. Sedangkan manfaat

mangrove adalah sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari dua tingkatan, yaitu tingkat ekosistem mangrove secara keseluruhan (lahan tambak, lahan pertanian, kolam garam, ekowisata) dan tingkat komponen ekosistem sebagai primary biotic component (masing-masing flora dan faunanya).

Fungsi biologis/ekologis hutan mangrove sebagai sebuah ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik terdiri dari vegetasi mangrove yang meliputi pepohonan, semak, dan fauna. Sedangkan komponen abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove adalah pasang surut air laut, lumpur berpasir, ombak laut, pantai yang landai, salinitas laut, dan lain sebagainya.

Mangrove merupakan daerah mencari makanan (feeding ground) bagi organisme-organisme yang ada didalamnya. Karena kerapatan msngrove yang memungkinkan untuk melindungi kehidupan organisme di dalamnya, maka hutan mangrove dijadikan sebagai tempat berkumpul dan tempat persembunyian (nursery ground atau daerah asuhan), terutama bagi anak udang, anak ikan, dan biota laut lainnya. Selain itu, dengan bentuknya yang unik, hutan mangrove juga menyediakan tempat yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada di dalamnya.

Fungsi sosial dan ekonomi adalah upaya pengelolaan sumber daya hutan mangrove secara lestari hendaknya sudah memperhatikan inisiatif lokal masyarakat sekitar hutan. Hal ini dimaksud sebagai upaya proteksi terhadap kemungkinan perusakan ekosistem hutan. Dampak negatif yang mungkin akan timbul dapat ditekan apabila masyarakat disekitar hutan mangrove dilibatkan dan

diberi akses untuk mengelola hutan dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan.

Hasil hutan mangrove baik hutan kayu maupun nonkayu dpat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata dan masih banyak lagi. Hal ini tentu saja memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hasil hutan dan jasa mangrove memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat sekitar hutan. Pembangunan lokasi ekowisata mangrove dan hutan pendidikan dapat pula menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar hutan (Kusmana, 2000).

Menurut Kusmana, dkk (2003), fungsi fisik hutan mangrove memiliki peran penting dlam melindungi pantai dari gelombang besar, angin kencang dan badai. Mangrove juga dapat melindungi pantai dari abrasi, menahan lumpur, mencegh intrusi air laut dan juga memerangkap sedimen. Fungsi fisik keberadan hutan mangrove adalah menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil, mempercepat perluasan lahan, mengendalikan intrusi air laut, melindungi daerah di belakang hutan mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang dan mengelola limbah organik.

Manfaat hutan mangrove telah diketahui memiliki manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang pentingdalam memelihara siklus biologi di suatu perairan. Manfaatnya dapat dibedakan atas manfat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung dikategorikan sebagai manfaat yang secara langsung dapat dirasakan kegunaannya, dan nilainya dapat dikuantifikasikan dalam

pemenuhan kebutuhan manusia akan suatu produksi atau jasa pelayanan. Sedangkan manfaat tidak langsung seing kali sulit dirasakan dan dikuantitatifkan , walaupun manfaat itu sesungguhnya mempunyai nilai strategis yang sangat menentukan dalam menunjang kehudupan manusia, seperti dalam kaitannya sebagai sumber plasmanutfah, ilmu pengetahuan,pendidikan, hidrologis, iklim, dan lain sebagainya.

Zonasi Mangrove

Zonasi alamiah mangrove menurut Bengen (2003) adalah:

1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia sp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umum nya di dominasi oleh Rhizophora sp di zona ini juga Bruguiera sp.

3. Zona berikutnya di dominasi oleh Bruguiera sp.

4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan spesies palem lainnya.

Zonasi mangrove di Indonesia dari arah laut ke darat yaitu: Zonasi mangrove dari laut ke darat

Sedangkan zona vegetasi mangrove yang berkaitan dengan pasang surut meliputi : 1. Areal yang sering digenangi walaupun pada pasang rendah umumnya

didominasi Avicennia sp atau Sonneratia sp.

3. Area yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi, yang mana areal ini lebih ke daratan, umumnya didominasi oleh Bruguiera sp dan Xylocarpus sp.

4. Areal yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh Bruguiera sexangula dan Lumnitzera littoralis.

Prose Laju Dekomposisi

Dekomposisi terbentuk melalui suatu proses fisika dan kimia yang mereduksi secara kimia bahan organik yang telah mati pada vegetasi dan binatang. Dekomposisi bahan organik hutan mempunyai dua tahap proses yang pertama, ukuran partikel dari bagian bunga ke batang dari pohon yang besar, di pecah ke dalam spesies yang lebih kecil yang dapat di reduksi secara kimia. Yang kedua, biasanya sampai aktivitas organisme spesies kecil ini dari bahan organik direduksi dan dimineralisasi untuk melepaskan unsur dasar dari protein, karbohidrat, lipid dan mineral yang dapat dikonsumsi , diserap oleh organisme atau dihanyutkan dari sistem (Hilwan, 1993).

Sebagai proses yang dinamis, dekomposisi memiliki dimensi kecepatan yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut umumnya adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dekomposer disamping faktor bahan yang akan didekomposisi. Proses dekomposisi bahan organik secara alami akan berhenti bila fakto-faktor pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan dalam proses dekomposisi itu sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor kendali dalam proses dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan faktor kritis

bagi dekomposisi aerobik. Ketersediaan bahan organik yang berlimpah mungkin tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila faktor lain seperti oksigen ketersediannya dalam kondisi terbatas (Sunarto, 2003).

Hasil penelitian Dewi (2009) tentang laju dekomposisi serasah daun A. marina di hutan mangrove Sicanang Belawan, Medan. Penurunan bobot kering dan laju dekomposisi serasah daun A. marina yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas >30 ppt dan yang paling lama terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas 20-30 ppt. Setiap minggu terjadi perubahan bobot serasah daun A. marina di dalam kantong serasah. Diduga hal ini diakibatkan oleh keberadaan makrobentos yang membutuhkan bahan makanan dan berperan sebagai decomposer yang tinggi serta faktor lingkungan yang mempengaruhi akibat pasang surut air laut. Rasio Karbon dan Nitrogen (Rasio C/N) merupakan salah satu indikator untuk melihat laju dekomposisi bahan organik, dimana semakin tinggi rasio C/N maka akan semakin lama bahan organik itu terdekomposisi. Semakin cepat serasah terdekomposisi maka akan semakin banyak unsur hara yang tersedia bagi tanaman, makrobentos dan mikroorganisme.

Serasah yang memiliki kandungan unsur hara N tinggi cenderung disukai oleh dekomposer karena lebih mudah dicerna (digestibility). Kandungan unsur hara karbon cenderung menurun seiring dengan penambahan waktu dekomposisi dan pengurangan ukuran partikel serasah (Ulqodry, 2008). Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik sederhana (Sutedjo dkk, 1991).

Serasah yang jatuh kelantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang kecil, yakni mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat. Pada umumnya keberadaan makrobentos mempercepat proses dekomposisi (Arief, 2003).

Ratio C/N merupakan faktor kimia pembentuk kecepatan dekomposisi dan mineralisasi nitrogen. Penyebab pembusukan pada bahan organik diakibatkan adanya karbon dan nitrogen. Rasio C/N digunakan untuk mendapatkan degradasi biologis dan bahan-bahan organik yaitu sampah tersebut baik atau tidak untuk dijadikan kompos, serta menunjukkan kematangan kompos (Allo dkk., 2014)

Faktor – Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove yaitu:

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Temperatur rata-rata di daerah tropis cukup baik bagi pertumbuhan mangrove. Kusmana (2000) kisaran temperatur optimum pada pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada suhu 18–20 oC.

Salinitas

Lingkungan bergaram (asin) diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove, Aksornkoae (1993) meyatakan bahwa salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Pada umumnya tumbuhan mangrove hidup dan tumbuh dengan kisaran salinitas 10-30 ppt. Namun ada beberapa spesies mangrove yang dapat tumbuh pada daerah yang salinitasnya tinggi. Spesies Avicennia sp. termasuk jenis mangrove yang memiliki toleransi tinggi terhadap garam.

Menurut Hutabarat dan Evans (1985) fluktuasi salinitas merupakan gambaran dominan lingkungan estuari, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pasang surut, musim, topografi estuari dan jumlah air tawar. Sedangkan menurut Nontji (1987) menyatakan bahwa sebaran salinitas di perairan estuari mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air yang sangat menentukan.

Tinggi dan waktu penggenangan air laut di suatu lokasi pada saat pasang juga menentukan salinitas. Salinitas merupakan salah satu faktor dalam menentukan penyebaran tumbuhan mangrove. Di samping salinitas juga menjadi faktor pembatas untuk spesies tertentu. Walaupun beberapa spesies tumbuhan mangrove memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini akan menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrem sehingga mengancam kelangsungan hidup (Dahuri,2003).

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Gultom, 2009).

Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari (Dewi, 2009).

Unsur Hara

Aksornkoae (1993) menyatakan hara merupakan faktor penting dalam keseimbangan ekosistem mangrove. Hara terbagi menjadi dua yaitu hara anorganik dan detritus organik. Hara anorganik terdiri dari N, P, K, Mg, Ca, dan Na. Nitrat dan fosfor merupakan nutrien anorganik yang sangat stabil. Sumber nutriennya berasal dari hujan, aliran permukaan, sedimen, air laut, dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus organik terdiri dari dua sumber yaitu dari perairan itu sendiri dan dari ekosistem lain.

Unsur-Unsur Hara yang Terkandung di Dalam Serasah Daun A. marina

Salah satu fungsi ekosistem mangrove dapat mempertahankan kesuburan tanah hutan mangrove yang berasal dari guguran serasah daun yang berada di lantai hutan yang akan melepaskan unsur hara. Unsur hara yang diurai oleh bakteri dan fungi berasal dari serasah daun A.marina. Serasah daun A.marina

yang terdapat di lantai hutan akan mengalami dekomposisi sehingga menghasilkan unsur hara yang berperan dalam mempertahankan kesuburan tanah serta menjadi sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan invertebrata melalui rantai makanan fitoplankton dan zooplankton sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap terjaga (Hasibuan, 2011).

Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara anorganik dan organik.Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na. Organik : fitoplankton, bakteri, alga. Sedangkan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfat, kalium, kalsium, dan magnesium. Data selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove

No. Jenis Daun Karbon Nitrogen Fosfat Kalium Kalsium Magnesium 1. Rhizophora 50,83 0,83 0,025 0,35 0,75 0,86 2. Ceriops 49,78 0,38 0,006 0,42 0,74 1,07 3. Avicennia 47,93 0,35 0,086 0,81 0,30 0,49 4. Sonneratia 1,43 0,12 1,30 0,98 0,27 0,45 Sumber : Thaher, 2013. Nitrogen (N)

Unsur N didalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan orgaanik sisa-sisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman tergantung pada laju proses dekomposisi (Hanafiah, 2005).

Meskipun beberapa organisme dapat memanfaatkan nitrogen dalam bentuk gas. Nitrogen berupa nitrogen anorganik terdiri atas (NH3), Amonium

(NH4), Nitrit (NO3), dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas dan nitrogen anorganik berupa protein asam ammino dan urea (Effendi, 2003).

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Distribusi horisontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara (Dewi, 2009).

Fosfor (P)

Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga yang sangat mempengaruhi produktivitas perairan (Effendi, 2003).

Effendi (2003), bahwa unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah mati.

Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut.Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimensehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik.Fosfor yang

terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah mati (Thaher, 2013).

Karbon (C)

Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal pelepasan CO2 dan H2O.Oksigen secara berangsur terbentuk karena rerata produksi biomassa yang menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi oksigen,maka CO2 berperan dalam pembentukan iklim. Karbondioksida berperan besar dalam proses pelapukan secara kimia batuan dan mineral (Gultom, 2009).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia, yaitu mencapai 4,25 juta ha atau sekitar 25% dari ekosistem mangrove dunia dan 76% dari luas mangrove di Asia Tenggara. Luas hutan mangrove di seluruh Indonesia yang mencapai 4,25 juta merupakan 3,98% dari seluruh luas Indonesia yang mencapai 120 juta ha. Areal hutan mangrove yang luas antara lain terdapat di pesisir timur Sumatera, pesisir Kalimantan dan Papua. Papua mempunyai hutan mangrove terluas yaitu sekitar 2.934.000 ha atau 77,1% luas mangrove di Indonesia (Pramudji, 2001).

Aliran energi di ekosistem mangrove bermula dari daun. Daun memegang peran penting dan merupakan sumber nutrisi sebagai awal rantai makanan. Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus. Sumber utama detritus berasal dari daun-daun dan ranting-ranting yang telah membusuk. Daun-daun yang gugur akan dimakan oleh jenis-jenis bakteri dan fungi. Bakteri dan fungi ini akan dimakan oleh sebagian Protozoa dan Avertebrata lainnya dan kemudian Protozoa dan Avertebrata tersebut akan dimakan oleh karnivor sedang, kemudian karnivor sedang ini dimakan oleh karnivor yang lebih tinggi (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Proses dekomposisi di mulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh makrobentos terdapat tumbuhan dan sisa bahan organik mati selanjutnya menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi yang dilakukan oleh pertikel-partikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri

dan fungi sebagai dekomposer mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan bahan organik menjadi dan karbohidrat (Sunarto, 2003).

Menurut Langenheders (2005) bahwa bertambahnya salinitas akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan dan keanekaragaman jenis fungi. Tingginya tingkat salinitas merupakan faktor pembatas yang mengontrol jumlah jenis fungi dan menyebabkan rendahnya tingkat aktivitas fungi akibat terjadinya shockosmotic atau toksik.

Menurut Austin and Vitousek (2000) bahwa keberadaan salinitas yang tinggi merupakan salah satu karakteristik dari hutan mangrove. Hidup pada lingkungan dengan salinitas yang tinggi mengharuskan mikroorganisme harus mampu beradaptasi dengan dengan lingkungan sekitarnya. Hanya jenis-jenis fungi tertentu saja yang mampu mengembangkan mekanisme fisiologis dan adaptasi morfologi dalam menghadapi kondisi salinitas yang tinggi untuk dapat bertahan hidup. Jenis-jenis fungi yang mampu bertahan hidup pada kadar salinitas tinggi tersebut umumnya tergolong kedalam fungi halofilik.

Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik (misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya dan kematian serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim (hujan dan angin) (Indriani, 2008).

Tujuan

Tujuan penelitian adalah :

1. Mengukur laju dekomposisi serasah daun A. marina pada berbagai tingkat salinitas.

yang dilepas selama proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah :

Tingkat salinitas mempengaruhi laju dekomposisi dan kandungan C,N,P serasah daun A. marina.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah :

1. Untuk menentukan zona tingkat kesuburan nutrisi pada suatu tipe

Dokumen terkait