• Tidak ada hasil yang ditemukan

Defenisi Racun

Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah diketahui. Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan tumbuhan, termasuk beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat mengandung racun alami, walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman pangan seperti sayuran dan buah-buahan memiliki kandungan nutrien, vitamin, dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Meskipun demikian, beberapa jenis sayuran dan buah- buahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan, dan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk melawan serangan jamur, serangga, serta predator (BPOM, 2012).

Riza dan Tahjadi (2001) menyatakan bahwa racun yang dihasilkan oleh tanaman merupakan salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.

Tumbuhan mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis. Beberapa zat pada tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya digitoksin, kolcisin dan atropin). Untungnya, diantara ribuan tanaman yang dikomsumsi oleh ternak, relatif sedikit yang menyebabkan keracunan. Kehadiran zat kimia tertentu dalam tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga dan ruminan (Widodo, 2005).

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya (Samsudin, 2008).

Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam-asam-asam-asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin dan lignin. Tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan (daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri (Widodo, 2005).

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan dapat disebabkan oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda, namun, ada juga yang tidak. Sebagian besar dan berbagai macam jenis tumbuhan yang mengandung senyawa racun bersifat alami belum sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980), komponen- komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin dan mineral lainnya.

1. Alkaloid

Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Efek terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.

2. Polipeptida dan asam amino

Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.

3. Glikosida

Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis, yang biasa disebut aglikon. Glikosida adalah senyawa yang paling banyak terdapat pada tumbuhan daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut, diare hingga menyebabkan overdosis.

4. Oksalat

Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim, yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur. Karena oksalat dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi dan bertambah selama tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut dan kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara selama dua hari, dan hingga menyebabkan kematian jika terhirup.

5. Resin

Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan penol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Efek keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh. Termasuk juga gejala

muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.

6. Phytotoxin

Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat terkontaminasi adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah terhirup.

Pestisida Organik

Pestisida organik memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai repelan / repellent

yaitu menolak kehadiran serangga (misalnya dengan bau yang menyengat), sebagai antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah diberi pestisida, sebagai penghambat reproduksi serangga betina, sebagai racun syaraf, sebagai pengacau sistem hormon di dalam tubuh serangga, sebagai atraktan yaitu pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga, sebagai pengendali pertumbuhan jamur/bakteri dan sebagai perusak perkembangan telur, larva dan pupa (Anonim, 2007).

Prakash dan Rao (1997) menyatakan bahwa petani selama ini bergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Pestisida kimia selain harganya yang mahal juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah hama berpeluang menjadi kebal (resisten), terjadi peledakan hama baru (resurjensi), berpotensi menciptakan epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada bagian tubuh tanaman yang berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia, terbunuhnya predator alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan kecelakaan operasi bagi pengguna

pestisida kimia yang dapat menyebabkan keracunan, kebutaan, kemandulan serta efek buruk lainnya.

Soehardjan (1993) menyatakan bahwa contoh olahan pestisida organik dapat berupa bahan mentah berbentuk tepung (seperti nimbi dan kunyit), ekstrak tanaman atau resin yang diperoleh dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu dan dapat berupa abu sebagai insektisida yang diperoleh dengan membakar bagian tertentu tanaman (seperti serai dan tembelekan (Lantana camara).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi keanekaragaman tumbuhan dari suatu ekosistem hutan. Ekosistem alam tropika Indonesia merupakan pabrik alam tercanggih untuk memproduksi keanekaragaman hutan hasil kayu dan non kayu yang tidak dapat digantikan fungsi, proses dan kerjanya dengan ekosistem buatan manusia. Sumberdaya hutan mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, karena hutan dapat menyediakan berbagai kebutuhan manusia antara lain : kayu sebagai hasil utama (tumbuhan kayu), serta daun, buah, getah, bahan pewarna, dan bahan baku obat sebagai hasil hutan ikutan (tumbuhan non-kayu).

Keanekaragaman hayati yang dimiliki hutan tropis Indonesia menjadikan negara ini menjadi lokasi penelitian yang sangat penting. Jenis-jenis tumbuhan yang beraneka ragam yang sebagian besar belum teridentifikasi menjanjikan peluang yang besar sebagai sumber senyawa kimia yang berguna. Biopestisida sebagai salah satu produk dari tumbuhan tersebut dapat menjadi alternatif penggunaan pestisida kimia yang membahayakan.

Tumbuhan beracun dapat digunakan masyarakat sebagai bahan pengendali hama karena mengandung racun. Kandungan senyawa yang ada dalam tumbuhan beracun bermacam-macam sehinga dapat digunakan sebagai pengendali berbagai macam hama. Berdasarkan hasil penelitian Hamid dan Nuryani (1992) sebagian tumbuhan tersebut, interaksi antara tumbuhan dan serangga yang terjadi telah menyebabakan sejumlah senyawa kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan dan fisiologis serangga. Denga strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu.

pestisida nabati. Namun, sampai saat ini pemanfaatannya belum dilakukan dengan maksimal. Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Kardian (2004) menyatakan bahwa pestisida nabati relatif muda dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun di kawasan Hutan Lindung Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu.

2. Analisis keanekaragaman di kawasan Hutan Lindung Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu.

3. Analisis metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun di kawasan Hutan Lindung Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah agar nantinya jenis tanaman beracun dapat diketahui dan kandungan senyawa racun alami pada tumbuhan beracun tersebut dapat dimanfaatkan misalnya sebagai bahan pembuatan pestisida alam.

ABSTRACT

GIDEON LEONARDO PURBA. 111201119. Exploration of Poisonous Plans in Lumban Julu Protected Forest, District Lumban Julu Toba Samosir Regency. Preserve by YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.

This research in about exploration of poisonous plants in the Lumban Julu Protected Forest district Lumban Julu Toba Samosir Regency. This research is about identification, analysis of secondary metabolites, and the potential for development of that poisonous plant species. The method used in the study includes three stages. The first phase related to aspects of local knowledge and was conducted by of local knowledge survey. For the second phase related to aspects of diversity which is done by collecting data of vegetation analysis. The third aspect includes the secondary metabolites found in plants and was done by the detection of the content of secondary metabolites. Exploration has been carried out poisonous plants in the Lumban Julu Protected Forest. Based on the exploration conducted found fourteen species of poisonous plants. Each plant has the potential to be developed. Poisonous plants can be used as raw material for the manufacture of plant-based pesticides, preservative, and aroma therapy. Based on the analysis performed, it is known some herbs that can be used as a pesticide plant among others demban-demban (Licaria sp), siulat-ulat (Syzygium sp.), pandan duri (Pandanus sp.), ria-ria (Eleusine sp.), gala-gala (Eurycoma longifolia Jack), keladi (Caladium sp.), mesoyi (Cryptocarya massoia Kosterm), gulun (Ficus lepicarpa Blume.), bulu-bulu (Leea simplicifolia Zoll dan Moritzi), andor (Dioscorea sp), latong andosari (Alstonia scholaris L. R. Br), Sitorhom (Eugenia sp.), linggas (Baringtonia sp.), and sijubbak (Homalanthus populneus (Giesel) Pax).

Keywords:

Poisonous plants, Lumban Julu Protected Forest, Phytochemicals, Plant based pesticides

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI HUTAN LINDUNG

Dokumen terkait