• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Irigasi

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006, pengertian irigasi merupakan usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Harsoyo dan Suhadi (1982) mengemukakan bahwa tujuan utama dari irigasi adalah membasahi tanah guna menciptakan keadaan lembab pada daerah perakaran untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Di samping tujuan utama tersebut, tersedianya air

irigasi akan memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut : a) Mempermudah pengelolaan tanah sawah. b) Memberantas tumbuhan

penggangu. c) Mengatur suhu tanah dan tanaman. d) Memperbaiki kesuburan tanah. e) Membantu proses pencucian tanah (Supriyadi, 2008).

Sistem irigasi merupakan sistem saluran, yang dipergunakan untuk mendistribusikan air dari sumber berupa sungai, danau atau sumur bor (air tanah) ke unit-unit irigasi. Pada daerah irigasi yang kecil satun saluran saja mungkin sudah cukup. Pada daerah irigasi yang luas diperlukan sistem saluran yang lebih kompleks. Saluran biasanya dibuat dari timbunan tanah disekitarnya dan di lapisi dengan beton atau plastik (Ginting, 2014).

Sistem irigasi dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu : prasarana fisik, produktifitas tanam, sarana penunjang, organisasi personalia, dokumentasi, dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Bangunan irigasi mengalami penurunan fungsi akibat bertambahnya umur bangunan atau ulah manusia (Rahajeng, 2001).

Jaringan Irigasi

Berdasarkan Keputusan Menteri PU No. 498 Tahun 2005 Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Rencana operasi jaringan irigasi merupakan rancangan upaya untuk memanfaatkan air dan jaringan irigasi secara optimal seperti pengaturan pintu-pintu pada bangunan air (bendung, bangunan, dll) untuk menyadap air dari sumber air, mengalirkan air kedalam jaringan irigasi, memasukkan air ke petak-petak sawah serta membuang kelebihan air ke saluran pembuang.

Jaringan irigasi berfungsi untuk mendistribusikan air dari sumbernya ke areal pertanian. Irigasi dimaksudkan untuk menjamin target produksi dapat dicapai dan penggunan air sesuai dengan keperluan air tanaman dengan biaya operasi dan pemeliharaan minimal (Majuar, 2013).

Dilihat dari segi konstruksi jaringan irigasinya, Direktorat Jendral

pengairan mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi tiga macam, yaitu: a) Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilakukan dengan

sederhana, tidak di lengkapi dengan pintu pengaturan dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak dapat diatur dan tidak terukur, dan efisiensinya rendah. b) Irigasi setengah teknis, yaitu suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dan efisiensinya sedang. c) Irigasi teknis, yaitu suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap

sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi (Supriyadi, 2008).

Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsinya saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier serta kuarter. Ditinjau dari letaknya, saluran irigasi pembawa dapat pula dibedakan menjadi saluran garis tinggi/kontur dan saluran garis punggung (Mawardi, 2007).

Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan di petak tersier menjadi tanggungjawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap (Hariany, dkk., 2011).

Kinerja Sistem Irigasi

Kinerja jaringan irigasi adalah fungsi dari sejumlah variabel teknis, fisik, sosial dan ekonomi. Satu variabel indikator tidak dapat digunakan untuk mengukur semua aspek kinerja ataupun tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Indikator kinerja diperhitungkan berdasarkan aspek organisasian P3A, infrastruktur jaringan dengan sub indikator saluran pembawa, bangunan bagi/sadap dan jalan usaha tani, dan pengaturan air dengan sub indikator pendistribusian air, pengawasan penggunaan air dan pemeliharaan jaringan (Majuar, 2013).

Kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command area) yang kondusif untuk penerapan pola tanam yang direncanakan. Kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan luas areal sawah yang irigasinya baik menjadi berkurang. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal. Kerugian yang timbul akibat water stress tidak hanya berupa produktivitas tanaman sangat menurun, tetapi mencakup pula mubazirnya sebagian masukan usaha tani yang telah diaplikasikan (pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain). Perbaikan kinerja jaringan irigasi mencakup perangkat lunak maupun perangkat kerasnya. Secara normatif, monitoring dan evaluasi kinerja jaringan di level primer dan sekunder telah dilakukan oleh instansi terkait dan program rehabilitasinya telah pula dirumuskan (Sumaryanto, dkk., 2006).

Setiap komponen indikator kinerja sistem irigasi memiliki rentang nilai 1 hingga 4. Komponen-komponen indikator kinerja sistem irigasi dalam Setyawan, dkk., (2011) dapat dilihat pada Tabel 2. Komponen indikator yang telah diketahui nilai atau skornya, dikalikan dengan bobotnya, kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah nilai total komponen-komponen indikator dengan rentang nilai 1 hingga 4. Setelah itu ditentukan kriteria kinerja sistem irigasi berdasarkan Tabel 3. Secara sederhana perhitungan jumlah nilai total komponen-komponen indikator kinerja sistem irigasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Σ I = I1 x B1 + I2 xB2 … … + In x Bn ………(1) dimana :

I = Jumlah nilai total komponen indikator kinerja sistem irigasi I = Nilai komponen Indikator

B = Bobot indikator ( % )

Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Sistem Irigasi

Operasi Jaringan Irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau dan mengevaluasi (Direktorat Pengolahan Air Irigasi, 2014).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi menyatakan bahwa : Pasal 1 (38) Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat

berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya.

Adapun kegiatan operasi jaringan irigasi dalam Sudarmanto (2013) ialah : - Pengumpulan data (debit, curah hujan, luas tanam, dan lain-lain).

- Membuat rencana penyediaan air tahunan, rencana tata tanam tahunan, rencana pengeringan dan lain-lain.

- Melaksanakan pembagian dan pemberian air (termasuk pekerjaan membuat laporan permintaan air, mengisi papan operasi dan mengatur bukaan pintu). - Mengatur pintu-pintu air pada bendung berkaitan dengan datangnya debit sungai

banjir.

- Mengatur pintu kantong lumpur untuk menguras endapan lumpur. - Koordinasi antar instansi terkait

- Monitoring dan evaluasi kegiatan operasi jaringan irigasi. - Kalibrasi alat pengukur debit.

Pemeliharaan jaringan irigasi dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, dan pemeliharaan mendadak. Pemeliharaan rutin merupakan kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi yang dilaksanakan tiap hari secara teratur oleh petugas O&P. Kegiatan tersebut meliputi pekerjaan teknis, administrasi dan manajemen. Pemeliharaan berkala hampir sama dengan rutin, hanya bedanya waktu pelaksanaan tidak tiap hari, tetapi hanya beberapa hari/minggu/bulan sekali, dan dikerjakan juga secara teratur oleh petugas O&P tingkat seksi ke bawah. Pemeliharaan jaringan irigasi secara mendadak diadakan kalau terjadi ketimpangan atau kerusakan bangunan dan saluran jaringan irigasi, yang disebabkan bencana alam seperti banjir gempa

bumi dan sebainya. Pekerjaan dilaksanakan baik petugas O&P tingkat seksi atas, maupun oleh pihak ketiga kontraktor (Pasandaran, 1991).

Komponen, kriteria dan katagori penilaian kinerja Operasi dan Pemeliharaan (O& P) Irigasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen penilaian kinerja O & P sistem irigasi

Komponen Penilaian Kriteria Penilaian Kategori Penilaian Kinerja fungsional

Infrastruktur jaringan irigasi

Kondisi Fisik Infrastruktur Baik, Rusak Sedang, Rusak Berat

Kondisi Fungsional Infrastruktur

Baik, Terganggu Ringan, Terganggu Berat

Kinerja Pelayanan Air Tingkat Kecukupan Air Berlebih, cukup, kurang Tingkat Ketepatan

Pemberian Air

Tepat, kadang terlambat, Sering Terlambat

Kinerja Kelembagaan

Pemerintah Manajemen Kelembagaan Baik, Cukup, Kurang Ketersediaan Dana Berlebih, cukup, kurang

SDM Berlebih, cukup, kurang

Kinerja Kelembagaan Petani

Struktur Kelembagaan (AD/ART, anggota, Program Kerja), Prasarana (fasilitas dan dana) dan keaktifan anggota

Baik, Cukup, Kurang

Sumber : Setyawan, dkk., 2011.

Manajemen Operasi dan Pemeliharaan (O&P) yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi merupakan suatu kesatuan yang utuh dan merupakan sistem proses. Manajemen O&P yang optimal membutuhkan monitoring yang kontiniu untuk mendapatkan data dan informasi sebagai landasan evaluasi untuk menentukan langkah atau tindakan selanjutnya agar dapat dipertahankan keberlanjutan fungsi dan manfaat jaringan-jaringan irigasi tersebut sesuai dengan tujuan pengolahannya. Evaluasi sebagai bagian dalam Operasi dan Pemeliharaan (O&P) sistem irigasi merupakan umpan balik (feedback) dalam manajemen irigasi untuk mengakses derajat pencapaian tujuan sistem irigasi (Suryono, dkk., 2003).

Dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, pedoman, dan manual yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 56 (1) Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Perkumpulan petani pemakai air dapat berperan serta dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. (3) Perkumpulan petani pemakai air dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder. (4) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder dilaksanakan atas dasar rencana tahunan operasi dan pemeliharaan yang disepakati bersama secara tertulis antara pemerintah, perkumpulan petani pemakai air, dan pengguna jaringan irigasi di setiap daerah irigasi. (5) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab P3A.

Program pembangunan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengelolaan sumber daya air dalam Dinas PSDA (2013) adalah sebagai berikut : a. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengelolaan

sumber daya air yang merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun pada daerah irigasi dan rawa untuk luasan 1000 sampai dengan 3000 Ha atau daerah lintas kabupaten/kota.

b. Rehabilitasi atau perbaikan dan pembangunan infrastruktur jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengelolaan sumber daya air untuk luasan 1000 sampai dengan 3000 Ha atau daerah lintas kabupaten/kota.

c. Pembinaan dan pembiayaan organisasi pemakai air dalam pengelolaan jaringan pengelolaan sumber daya air untuk luasan 1000 sampai dengan 3000 Ha atau daerah lintas kabupaten/kota.

Untuk menilai kinerja operasi dan penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, maka perlu diketahui bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi untuk setiap kriteria penilaian. Bobot penilaian operasi dan pemeliharaan kinerja sistem irigasi, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bobot penilaian kinerja O & P sistem irigasi

Sumber : Setyawan, dkk., 2011 Komponen Penilaian Kriteria Penilaian Bobot (%) Nilai 1 2 3 4 Kinerja Fungsional Infrastruktur Jaringan Irigasi Kondisi Fisik Infrastruktur 14 Sangat Buruk

Buruk Baik Sangat

Baik Kondisi Fungsional Infrastruktur 14 Sangat Buruk

Buruk Baik Sangat

Baik Kinerja Pelayanan Air Tingkat Kecukupan Air 15 Sangat Kurang

Kurang Cukup Sangat

Cukup Tingkat Ketepatan Pemberian Air 15 Sangat Terlambat

Terlambat Tepat Sangat

Tepat Kinerja Kelembagaan Pemerintah Manajemen Kelembagaan 10 Sangat Buruk

Buruk Baik Sangat

Baik Ketersediaan Dana 11 Tidak Memadai Kurang Memadai Memadai Sangat Memadai SDM 10 Tidak Memadai Kurang Memadai Memadai Sangat Memadai Kinerja Kelembagaan Petani Struktur Kelembagaan (AD/ART, anggota, program kerja) Prasarana dan Keaktifan Anggota 11 Sangat Buruk

Buruk Baik Sangat

Setelah bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi diketahui, maka dapat dianalisis kriteria kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, dengan menggunakan Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria O & P sistem irigasi

No Jumlah Skor Kriteria

1. 3 – 4 Sangat Baik

2. 2 – 2,9 Baik

3. 1 – 1,9 Sedang

4. < 1 Buruk

Sumber : Setyawan, dkk., 2011

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 Tahun 2007 dinyatakan bahwa : Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara terus menerus. Ruang lingkup kegiatan pemeliharaan jaringan meliputi :

a. Inventarisasi kondisi jaringan irigasi. b. Perencanaan.

c. Pelaksanaan.

d. Pemantauan dan evaluasi.

Kinerja Fungsional dan Infrastruktur Jaringan Irigasi

Kinerja Fungsional dan Infrastruktur Jaringan Irigasi meliputi kondisi fisik infrastruktur dan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi. Berdasarkan Peraturan Menteri No. 32 tahun 2007 Tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dinyatakan bahwa inventarisasi jaringan irigasi dilakukan untuk mendapatkan data jumlah, dimensi, jenis, kondisi dan fungsi seluruh aset irigasi serta data ketersediaan air, nilai aset jaringan irigasi dan areal pelayanan pada

setiap daerah irigasi. Inventarisasi jaringan irigasi dilaksanakan setiap tahun mengacu pada ketentuan/pedoman yang berlaku. Untuk kegiatan pemeliharaan dari inventarisasi tersebut yang sangat diperlukan adalah data kondisi jaringan irigasi yang meliputi data kerusakan dan pengaruhnya terhadap areal pelayanan.

Kondisi Fisik Infrastruktur Jaringan Irigasi

Pengertian infrastruktur irigasi merujuk pada sistem fisik dalam menyediakan pengairan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Sistem infrastruktur irigasi dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem irigasi dalam menumbuhkan sistem ekonomi masyarakat. Persoalan infrastruktur irigasi dapat menjadi masalah yang besar. Setelah krisis ekonomi, perbaikan dan penambahan infrastruktur irigasi tidak terjadi (Supriyadi, 2008).

Pemeliharaan jaringan irigasi meliputi : perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan. Dalam pemeliharaan jaringan irigasi juga terdapat kegiatan inspeksi jaringan irigasi, yaitu : pemeriksaan jaringan irigasi yang dilakukan secara rutin setiap periode tertentu yaitu 7 hari sekali untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi (Mansoer, 2013).

Kondisi fisik jaringan irigasi menyangkut jumlah, dimensi, jenis dan keadaan fisik suatu jaringan irigasi. Dalam Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007 kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat diklasifikasikan seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi

No. Tingkat Kerusakan Jaringan Klasifikasi Keterangan

1. < 10 % Kondisi Baik Pemeliharaan rutin

2. 10- 20 % Kondisi Rusak Ringan Pemeliharaan berkala 3. 21-40 % Kondisi Rusak Sedang Pemeliharaan berat 4. >40 % Kondisi Rusak Berat Rehabilitasi Sumber : Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007

Sedangkan untuk kriteria kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi

No. Kondisi Fisik Infrastruktur Kriteria

1. Tingkat kerusakan < 10 % Sangat Baik

2. Tingkat kerusakan 10% - 20 % Baik

3. Tingkat kerusakan 21% - 40 % Buruk

4. Tingkat kerusakan > 40 % Sangat Buruk

Penilaian kondisi fisik infrastruktur dalam Mansoer (2013) dapat diketahui dengan cara berikut :

- Indikator Bangunan utama (Bu) : Mercu bendung, penguras, intake dan kantong lumpur yang berfungsi baik (Buf) / jumlah total Bangunan utama (But) kemudian dikali bobotnya.

Atau : Bu = Buf

But

x bobot

………...………(2)

Bangunan utama terdiri dari : bendung, bendungan, free intake ataupun pompa. - Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) / panjang

saluran total (St) kemudian dikali dengan bobotnya.

Atau : Is = Sf

St

x bobot

………...………(3)

Saluran yang dimaksud ialah saluran primer, sekunder dan tersier.

- Indikator bangunan (Ib) : Jumlah bangunan yang berfungsi baik (Bf) / jumlah bangunan total (Bt) kemudian dikali dengan bobotnya.

Atau : Ib = Bf

Bangunan yang dimaksud ialah mencakup bangunan-bangunan yang menunjang kegiatan irigasi di suatu daerah irigasi. Bangunan-bangunan tersebut dapat berupa : bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan talang, siphon, gorong-gorong, jembatan dan lain sebagainya.

Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase kondisi fisik infrastruktur dengan rumus :

Kondisi fisik infrastruktur = Bu + Is + Ib ………...………(5) Bobot indikator untuk menentukan kriteria kondisi fisik jaringan irigasi, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot indikator kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi

No. Indikator Bobot (%)

1. Bangunan Utama 38.65

2. Saluran Pembawa 31.65

3. Bangunan pada Saluran 29.65

Sumber : Mansoer (2013)

Kondisi Fungsional Infrastruktur Jaringan Irigasi

Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi erat kaitannya terhadap kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi. Jika kondisi fisik infrastruktur baik, maka hampir dapat dipastikan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasinya juga demikian. Penilaian kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi dapat dilakukan dengan cara berikut :

- Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf)/panjang saluran total (St) kemudian dikali 100%.

Atau : Is = Sf

St

x 100%

………...………(6)

- Indikator bangunan irigasi (Ib) : Jumlah bangunan irigasi yang berfungsi baik (Bf) / jumlah bangunan total (Bt) kemudian dikali dengan bobotnya.

Atau : Ib = Bf

Bt

x 100%

………...………(7)

Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase kondisi fisik infrastruktur dengan rumus :

Kondisi fungsional infrastruktur = Is+Ib

2

……….…..(8)

Kriteria kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi, seperti yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi

No. Kondisi Fungsional Infrastruktur Kriteria 1. Tingkat kerusakan fungsional jaringan < 10 % Sangat Baik 2. Tingkat kerusakan fungsional jaringan 10% - 20 % Baik 3. Tingkat kerusakan fungsional jaringan 21% - 40 % Buruk 4. Tingkat kerusakan fungsional jaringan> 40 % Sangat Buruk

Tindakan Perbaikan Infrastruktur Irigasi merupakan upaya perbaikan dalam hal; a) perbaikan jaringan irigasi (Tindakan Perbaikan Infrastruktur Irigasi ini bertujuan untuk memperbaiki jaringan-jaringan irigasi yang telah rusak dan kurang perawatan), b) perbaikan jaringan irigasi teknis, perbaikan jaringan irigasi setengah teknis, c) perbaikan jaringan irigasi sederhana, d) pengembangan irigasi baru (perbaikan irigasi melalui pengembangan irigasi baru seperti pembangunan waduk atau bendungan), e) pengembangan irigasi tata air mikro, dan pengembangan irigasi pompa (Supriyadi, 2008).

Menurut Pasandaran (1991), untuk menjaga kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi dapat dilakukan melalui tindakan pengelolaan jaringan irigasi di antaranya dengan kegiatan operasi jaringan, pemeliharaan, serta rehabilitasi jaringan irigasi.

Kinerja Pelayanan Air

Indikator kinerja pelayanan air meliputi : tingkat kecukupan air dan tingkat ketepatan pemberian air.

Tingkat kecukupan air

Masalah air bagi tanaman pangan tidak hanya didominasi oleh daerah beriklim kering. Di daerah beriklim basah air juga merupakan faktor pembatas terhadap tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman. Keberhasilan suatu kegiatan pertanian sangat ditentukan oleh perimbangan antara jumlah air yang tersedia di lahan dengan jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama masa pertumbuhannya. Jumlah air yang tersedia pada suatu lahan pertanian dapat dilihat dari kondisi curah hujan, sedangkan jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman dapat digambarkan dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk evapotranspirasi. Jumlah air yang tersedia dan jumlah air yang dibutuhkan akan mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu, sehingga pada suatu peiode dapat terjadi kelebihan air dan pada periode lainnya dapat terjadi kekurangan air bagi tanaman (Hidayat, dkk., 2006).

Tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu. Pada areal beririgasi, lahan dapat ditanami padi 3 kali dalam setahun, tetapi pada sawah tadah hujan harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija. Pergiliran tanaman ini juga dilakukan pada lahan beririgasi. Biasanya setelah satu tahun menanam padi, untuk meningkatkan produktivitas lahan, seringkali dilakukan tumpang sari dengan tanaman semusim lainnya, misalnya padi dengan jagung atau padi gogo di

antara ubi kayu dan kacang tanah. Pada pertanaman padi sawah, tanaman tumpang sari ditanam di pematang sawah, berupa kacang-kacangan (Prihatman, 2000).

Tingkat Ketepatan Pemberian Air

Dampak perubahan perilaku kekeringan memunculkan masalah dalam kegiatan pertanian, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan air tanaman. Data lapangan juga menunjukkan kekeringan agronomis tidak hanya terjadi pada lahan kering dan tadah hujan, tetapi juga melanda lahan sawah beririgasi, baik irigasi semiteknis maupun teknis. Sehingga kondisi ini memunculkan masalah baru pula terutama dalam hal ketepatan waktu pemberian air ke areal lahan. Penentuan kebutuhan air tanaman didasarkan pada jenis tanaman yang ada dan atau rencana tanam untuk masa yang akan datang. Sedangkan ketersediaan air didasarkan pada potensi air hujan, air sungai dan sumber air lainnya. Faktor kehilangan air, disamping untuk tanaman itu sendiri juga diperhitungkan kehilangan air karena perkolasi, evapotranspirasi serta efisiensi penyampaian atau penyaluran air dari sungai atau bendungan (Suprapto, dkk., 2008).

Rencana Pembagian Air (RPA) berdasarkan Keputusan Menteri PU No. 498 Tahun 2005 adalah rencana pemberian air pada setiap pintu ukur tersier dan pintu ukur pada bangunan bagi/pengontrol, selama 1 tahun, berdasarkan Rencana Tata Tanam yang telah disepakati oleh Lembaga Pengelola Irigasi yang berwenang. RPA akan memudahkan pelaksanaan pembagian air, terlebih untuk Daerah Irigasi Besar adalah mutlak dan sangat diperlukan. Jika debit sungai tersedia cukup dan petani melaksanakan tanam sesuai rencana (waktu dan luas), maka pemberian air adalah sesuai dengan RPA. Jika kemudian terjadi

penyimpangan terhadap Rencana Tata Tanam, misalnya : debit sungai mengecil (tak sesuai rencana), petani menanam di luar rencana. Tingkat ketepatan pemberian air erat kaitannya terhadap tingkat kecukupan air. Jika tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu, maka tingkat ketepatan pemberian air

Dokumen terkait