• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Dalam dokumen HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR (Halaman 37-42)

BAB I PENDAHULUAN

F. Tinjauan Pustaka

Hasil penelitian tentang pola hubungan kerja patron-klien pernah dilakukan oleh William P Norris (1987) dalam penelitiannya di Brazil, yang menemukan bahwa ada dua jenis hubungan patron-klien yang dipetakan sebagai sarana mengatasi masalah sifat partisipasi sosial masyarakat miskin dan kelas pekerja urban di Brazil. Berdasarkan penelitian di pemukiman liar di Salvador, jenis kelangsungan hidup dan jenis aliansi dibedakan dengan analisis pendapatan rumah tangga, jaringan rumah tangga dan proses dengan mana hubungan terbentuk. Jenis berbeda menurut tingkat pendapatan rumah tangga, jenis kelamin klien dan pelanggan, bentuk

jaringan rumah tangga, jumlah pelanggan, apa yang ditukar dan fungsi mengikat. Pembagian kerja yang luas di daerah perkotaan, yang sebagian tercermin dalam karakteristik jenis, berarti bahwa hubungan yang tersebar di jaringan dan di seluruh kawasan perkotaan. Kurangnya hubungan antara hubungan patron-klien memiliki efek pada solidaritas. Fungsi dasi aliansi, dalam beberapa kasus, mempromosikan aliansi vertikal tanpa solidaritas vertikal. Mereka lebih memilih memikirkan mengenai kelangsungan hidup, dari pada mempromosikan solidaritas vertikal, menyediakan cara untuk improverished untuk menambah pendapatan mereka yang tidak mencukupi. Jadi mereka berfungsi untuk mempertahankan struktur kelas yang mendasar.

Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh W. Brinkerhoff (2004), yang menguji mengapa sistem patron-klien pemerintahan selalu ada di seluruh dunia, dan tumbuh subur disamping upaya untuk memeperjuangkan liberalisasi ekonomi, demokratisasi, desentralisasi dan mengubah pemerintahan. Bagaimanapun paham patron-klien tidak pernah lenyap dari berbagai perubahan masyarakat. Hal ini disebabkan karena di dalam institusi patron-klien penguasa atau pemerintah susah untuk terbuka sebab masing-masing mereka membatasi interaksi dengan individu yang lain. Bagaimanapun pandangan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kapabilitas pemerintahan baik dalam hak maupun kemampuannya untuk memerintah. Paham patron-klien tidak efisien untuk masyarakat kecil, sebab penguasa akan lebih bersifat individualistis dan tidak

mempertimbangkan kepentingan masyarakatnya, yang akan berdampak pada pergesaran pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial. Meskipun dalam keadaan yang demikian, ada beberapa klien atau masyarakat kecil yang mungkin merasa nyaman berada dalam posisi tersebut, karena mereka mendapatkan jaminan ekonomi dari para penguasa.

Selain itu menurut penelitian yang dilakukan Sri Emy Yuli Suprihatin (2010) di Kota Yogyakarta”. Menyimpulkan bahwa di kalangan pedagang "nasi kucing" yang dipandang sebagai patron adalah juragan. Peranan juragan tidak sebatas menyediakan pondok, namun juga memberi pinjaman modal usaha, menyediakan bahan baku, menyewakan perlengkapan berjualan, mencarikan lokasi usaha, memberi perlindungan dari ancaman elite kota. Sumber daya secara nyata yang dimiliki juragan dapat kita lihat dari kekuatan juragan untuk menampung delapan sampai dua puluh pedagang "nasi kucing". Sumber daya andalan pedagang "nasi kucing" adalah tenaga kerja, kejujuran, dan loyalitas kerja. Sumber daya ini dipandang lebih rendah dibandingkan dengan sumber daya yang dimiliki juragan karena ada anggapan bahwa sumber daya tersebut mudah digantikan orang lain. Pandangan tersebut memberi isyarat kedudukan pedagang "nasi kucing" lemah. Namun, selemah apa pun posisi pedagang "nasi kucing" tetap besar artinya bagi juragan sebab tanpa kehadiran pedagang "nasi kucing" juragan tidak akan terlihat memiliki sumber daya lebih. Sumber daya yang dimiliki tiap-tiap pihak kemudian dipertukarkan dengan tujuan memperoleh keuntungan. Besarnya keuntungan yang

diperoleh tiap-tiap pihak tidaklah sama. Menurut pedagang "nasi kucing" keuntungan terbesar diperoleh juragan. Secara objektif dan rasional hal ini wajar karena juragan sebagai pemilik modal sudah semestinya mendapatkan untung lebih besar. Hal ini dapat dipahami karena mana mungkin hubungan tersebut dapat berjalan begitu lama jika juragan tidak memperoleh keuntungan yang cukup. Keuntungan tersebut menurut juragan digunakan untuk memberi pinjaman pada saat mendesak, untuk menjamin kehidupan mereka seperti menyediakan makan setiap harinya, menyediakan tempat tinggal, dan membayar retribusi. Secara klise juragan menyatakan dalam istilah Jawa tuna sathak bathi sanak, yang artinya rugi harta tetapi mendapatkan banyak saudara, namun tetap saja juragan memperoleh keuntungan besar. Hanya, besarnya keuntungan yang diperoleh juragan tidak terlalu dipermasalahkan oleh pedagang "nasi kucing". Mereka juga tidak merasa dirugikan sebab pedagang "nasi kucing" memperoleh kemudahan dalam hal pinjam-meminjam uang. Kemudahan ini tidak akan diperoleh melalui koperasi atau lembaga keuangan lainnya”.

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Ngadisah (1987). Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, kegiatan ekonomi dalam sektor informal sering mengundang permasalahan tersendiri. Sektor ini kurang tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditatapkan oleh Pamerintah, sehingga kegiatannya sering dikatagorikan sebagai kegiatan liar. Namun di samping masalah yang ditimbulkan, sesungguhnya sektor ini mempunyai

sumbangan yang tidak sedikit dalam menanggulangi pengangguran di perkotaan, karena usaha-usaha masyarakat kecil di sektor informal merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena itu, selama Pemerintah belum dapat manyediakan lapangan kerja, bagi sebagian besar angkatan kerja, tindakan yang paling tepat adalah membina dan membimbing mereka supaya usaha yang dilakukannya terus berlangsung tanpa mengganggu sektor lainnya. Apalagi bila diingat bahwa orang yang bergerak di dalam sektor informal justru orang pribumi yang berekonomi lemah, atau bahkan ada orang-orang yang tergolong paling miskin di kota. Oleh karenanya, pembinaan dan perlindungan sektor ini menjadi sangat penting. Usaha pembinaan dan pengembangan itu akan sulit dilakukan apabila kegiatan interaksi sosial yang ada dalam kelompok ini belum dapat dipahami dengan jelas. Mengingat orang-orang yang terlibat dalam usaha informal ini termasuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah dan modalnya sangat terbatas, maka kelangsungan usahanya tentu didukung oleh kelompok-kelompok orang yang mempunyai modal relatif besar. Sekurang-kurangnya, pasti ada faktor pendukung yang memungkinkan orang-orang yang bekerja di sektor informal ini tetap bisa mempertahankan usahanya.

Dalam dokumen HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR (Halaman 37-42)

Dokumen terkait