• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika, tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (FAO, 2004).

Bentuk olahan ubi jalar yang cukup potensial dalam kegiatan agroindustri sebagai upaya peningkatan nilai tambah adalah tepung dan pati yang merupakan produk antara untuk industri pangan seperti roti, cake, biskuit dan mie terutama sebagai substitusi dalam penggunaan terigu. Sebagai contoh, kue kering dapat diolah dari 100% tepung ubi jalar, sedangkan cake dibuat dari campuran 25-50% tepung ubi jalar dengan 50-75% terigu. Selain itu penggunaan tepung ubi jalar pada pembuatan cake dan kue dapat menghemat penggunaan gula sebesar 20% dibandingkan dengan cake dan kue yang dibuat dari 100% terigu, karena kandungan gula pada ubi jalar yang cukup tinggi. Mie dapat dibuat dari campuran 20% tepung ubi jalar dan 80% terigu (Antarlina, 1999).

Ubi jalar basah yang berdaging lunak kandungan patinya antara 13-20 %, sedangkan pada jenis yang lebih kering, umbinya lebih kompak dan mengandung 18-25 % zat pati. Jenis ubi jalar yang berwarna putih mengandung kadar air yang lebih sedikit daripada yang berwarna merah. Varietas ubi jalar yang berwarna

kuning tidak semanis varietas yang berwarna putih tetapi memiliki bau dan rasa serta sifat-sifat yang baik untuk dimasak (Pantastico, 1986)

Menurut Juanda dan Cahyono (2004) ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan yaitu ubi jalar putih yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna putih, ubi jalar kuning yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuning-kuningan, ubi jalar oranye yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna oranye, ubi jalar jingga yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna jingga hingga merah jingga, ubi jalar ungu yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu muda hingga ungu.

Komposisi Kimia Ubi Jalar

Banyak varietas ubi jalar, seperti ubi jalar putih, kuning dan ungu. Komposisi kimia ubi jalar secara umum dapat dilihat pada Tabel 2 dan kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Komposisi kimia ubi jalar dalam 100 gr bahan segar

Senyawa Komposisi Energi (kj/100 gram) 71,1 Protein (%) 1,43 Lemak (%) 0,17 Pati (%) 22,4 Gula (%) 2,4 Serat makanan (%) 1,6 Kalsium (mg/100 gram) 29,0 Fosfor (mg/100 gram) 51,0 Besi (mg/100 gram) 0,49 Vitamin A (mg/100 gram) 0,01 Vitamin B1 (mg/100 gram) 0,09 Vitamin C (mg/100 gram) 24,0 Air (gram) 83,3

Tabel 3. Kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu

Kandungan Ubi jalar putih Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu

Zat pati (%) 28,79 24,47 12,64 Gula reduksi(%) 0,32 0,11 0,30 Lemak (%) 0,77 0,68 0,94 Protein (%) 0,89 0,49 0,77 Air (%) 62,24 68,78 70,46 Abu (%) 0,93 0,99 0,84 Serat (%) 25 2,79 3 Vitamin C (mg/100mg) 28,68 29,22 21,43 Antosianin (mg/100gr) 0,06 0,456 11,051

Sumber : Arixs (2006) dalam Winarti (2010)

Menyantap seporsi ubi jalar merah kukus/rebus sudah memenuhi anjuran kecukupan vitamin A 2100-3600 mkg sehari. Didukung pasukan zat gizi lain selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein, zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Ubi jalar merah juga kaya vitamin E. Dari 2/3 cangkir ubi merah kukus yang dilumatkan diperoleh asupan vitamin E untuk memenuhi kebutuhan sehari. Satu buah sedang (100 g) ubi jalar merah kukus hanya mengandung 118 kalori, 1/4 kalori sepotong black forest cake. Zat gizi lain dalam ubi jalar merah adalah kalium, fosfor, mangan dan vitamin B6. Jika dimakan mentah ubi jalar merah menyumbang cukup vitamin C. Makan 1 buah ukuran sedang ubi jalar merah mentah sudah memenuhi 42 % anjuran kecukupan vitamin C sehari. Dibanding dengan havermut (oatmeal), ubi jalar merah lebih kaya serat, khususnya oligosakarida (Hasim dan Yusuf, 2008).

Pati

Pati secara alami terdapat di dalam senyawa-senyawa organik di alam yang tersebar luas seperti di dalam biji-bijian, akar, batang yang disimpan sebagai energi selama dormansi dan perkecambahan. Ketika tanaman menghasilkan molekul-molekul pati, tanaman akan menyimpannya di dalam lapisan-lapisan di sekitar pusat hilum membentuk suatu granula yang kompak ( Smith, 1982).

Pati memegang peranan penting dalam ฀ristal฀ pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam ฀ristal฀ seperti kertas, lem, tekstil, lumpur pemboran, permen, glukosa, dekstrosa, sirup fruktosa, dan lain-lain. Dalam perdagangan dikenal dua macam pati yaitu pati yang belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi atau pati biasa adalah semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar misalnya tepung ฀ristal (Koswara, 2006).

Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan α-(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan α-(1,4) juga mengandung ikatan α-(1,6) sebagai titik percabangannya. Molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 ( Smith, 1982; Swinkels, 1985; Pomeranz, 1991).

Semua pati dihasilkan dengan beberapa perbandingan molekul amilosa dan amilopektin yang jumlahnya tergantung dari sumber tanaman asal, misalnya jagung mempunyai 25 % amilosa dan sisanya amilopektin. Jagung dengan amilosa tinggi dapat mencapai 80% amilosa sedangkan tapioka hanya mengandung 17% amilosa (Smith, 1982).

O O H CH2OH H H OH H OH O O H H H O OH H H OH H OH H OH CH2OH H OH CH2OH H H HO H n

Penggunaan sumber pati sebagai pembentuk gel atau pembentuk film, memerlukan jenis pati yang mengandung amilosa lebih tinggi. Amilosa berperan penting dalam pembentukan gel dan film karena kemudahan amilosa untuk membentuk ikatan hydrogen ฀rista sendiri pada saat pasta pati dihasilkan. Pati dengan kandungan sekitar 25-30% (misalnya pati beras dan jagung) umumnya dapat memberikan karakter gel pati yang kompak. Sebagai contoh, dalam pembuatan sohun, bihun, dan mie diperlukan tepung dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi karena akan berpengaruh pada kekuatan tekstur gel dari untaian mie yang dihasilkan (Kusnandar, 2010).

Menurut Almatsier (2004) dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi ฀ristal, yang meyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat proses pencernaannya oleh ฀ristal ฀ristal฀. Bila dipanaskan dengan air, struktur ฀ristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal inilah yang menyebabkannya mengembang dan memadat (gelatinisasi). Cabang-cabang yang terletak pada bagian amilopektinlah yang terutama sebagai penyebab terbentuknya gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan terbentuknya gel juga dapat melunakkan dan memecah sel, sehingga mempermudah proses pencernaan. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa

O O H CH2OH H H OH H OH O O H H H O OH H H OH H OH H OH CH2OH H H H H O O H H H O OH H H OH H H OH CH2OH H O CH2OH H H CH2 O O O Ikatan a -1,6 Ikatan a -1,4

Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Swinkels 1985).

Menurut Swinkels (1985) jika granula pati dipanaskan dan akan tercapai pada suhu dimana pada saat itu akan terjadi hilangnya sifat polarisasi cahaya pada hilum, mengembangnya granula pati yang bersifat tidak dapat kembali disebut dengan gelatinisasi.

Menurut Olku and Rha (1978) di dalam Pomeranz (1991) gelatinisasi granula pati mencakup hal-hal sebagai berikut.

1. Hidrasi dan mengembangnya beberapa kali dari ukuran semula. 2. Hilangnya sifat birefringence.

3. Peningkatan kejernihan pasta.

4. Peningkatan konsistensi dan pencapaian puncak secara cepat dan jelas.

5. Ketidaklarutan molekul-molekul linier dan pendifusian dari granula yang pecah. 6. Retrogradasi dari campuran sampai membentuk gel

Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin besar kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi sesuai dengan jenis pati. Kisaran suhu gelatinisasi pati jagung 70-890C, kentang 57-870C,

gandum 50-860C, tapioka 68-920C, Corn waxy 68-900C (Smith, 1982; Swinkels, 1985).

Komposisi Kimia Pati Ubi Jalar

Kandungan pati pada beberapa bahan pangan pati (%) dalam basis kering dapat dilihat pada Tabel 4. Sifat fisik, kimia dan fungsional pati ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 4. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan

Bahan Pangan Pati (%) dalam basis kering

Biji gandum 67 Beras 89 Jagung 57 Biji sorghum 72 Kentang 75 Ubi jalar 90 Ubi kayu 90

Sumber : Iptek Net, (2005).

Tabel 5. Sifat fisik pati ubi jalar

Varietas (P) Warna Densitas kamba Sudut curah Bentuk (gr/ml) (ɵ) granula pati

Ubi jalar ungu muda Agak putih 0,8571 22,84 Bulat, oval (+++)

Ubi jalar kuning Agak putih 0,7142 25,15 Bulat, oval (++)

Ubi jalar putih Putih 0,8571 25,66 Bulat, oval (++++)

Ubi jalar ungu Tidak putih 0,7142 26,96 Bulat, oval

(+) (Futri, 2008).

Tabel 6. Sifat kimia pati ubi jalar

Varietas (P) Air Abu Serat Protein Lemak Pati (%bb) (%bk) (%bk) (%bk) (%bk) (%bk) Ubi jalar ungu muda 10,73 0,43 1,63 0,87 0,0423 87,75

±0,115 ±1,28 ±0,004 ±0,08 ±0,002 ±0,2 Ubi jalar kuning 10,00 0,37 0,56 0,85 0,0444 88,25

±0,2 ±0,13 ±0,09 ±0,03 ±0,0028 ±0,19 Ubi jalar putih 8,70 0,22 0,19 0,82 0,0360 87,52 ±0,115 ±0,12 ±0,07 ±0,09 ±0,0021 ±0,11 Ubi jalar ungu 8,20 0,35 1,56 1,21 0,0128 93,47 ±0,2 ±0,122 ±0,05 ±0,39 ±0,0031 ±0,193

Tabel 7. Sifat fungsional pati ubi jalar berdasarkan %bk

Varietas (P) Daya serap Daya serap Kejernihan Suhu gelatinisasi air (g/g) minyak(g/g) pasta(%T) pati (0C) Ubi jalar ungu muda 0,81 1,04 86,14 79,70

±0,03 ±0,01 ±0,14 ±2,8

Ubi jalar kuning 0,98 0,95 87,54 76,60

±0,10 ±0,02 ±0,52 ±2,17

Ubi jalar putih 0,98 1,11 89,28 64,87

±0,53 ±0,015 ±0,49 ±2,31

Ubi jalar ungu 0,96 1,10 88,10 71,33

±0,02 ±0,014 ±0,14 ±0,96

(Futri, 2008).

Modifikasi Pati

Setiap jenis pati memiliki karakteristik dan sifat fungsional yang berbeda. Sifat fungsional pati yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula aplikasi pati tersebut untuk produk pangan. Peningkatan sifat fungsional dan karakteristik pati dapat diperoleh melalui modifikasi pati (Manuel, 1996). Pati modifikasi adalah pati yang telah diubah sifat aslinya, yaitu sifat kimia dan/atau fisiknya sehingga mempunyai karakteristik sesuai dengan yang dikehendaki (Wurzburg, 1989).

Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau kimia secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, serta kecenderungan retrodegrasi (Kusnandar, 2010).

Modifikasi pati dapat dilakukan dengan perlakuan fisik, diantaranya dengan pemanasan pada kadar air tertentu (hydrothermal atau heat moisture treatment). Modifikasi pati dengan perlakuan kimia adalah dengan perlakuan ikatan silang (crosslink), hidrolisis asam, oksidasi, dekstrinasi dan konversi asam. Perlakuan fisik

untuk modifikasi pati cenderung lebih aman dan alami dibandingkan perlakuan kimia (Collado, et al., 2001).

Kemampuan daya serap air dari pati termodifikasi adalah lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak termodifikasi. Tingginya daya serap air ini dihubungkan dengan kemampuan produk untuk mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungan dan peranan gugus hidrofilik pada susunan molekulnya (Afrianti, 2004).

Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT)

Heat moisture treatment (HMT) adalah proses pemanasan pati pada suhu tinggi di atas suhu gelatinisasi dalam kondisi semi kering, yaitu tingkat kadar air yang lebih rendah dari kondisi yang disyaratkan untuk terjadinya proses gelatinisasi. Kadar air yang disyaratkan untuk proses HMT adalah 18-30% dan suhu yang digunakan adalah 1000C (Lorenz dan Kulp, 1981).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada parameter fisik pati disebabkan adanya hubungan antara faktor berikut, yaitu: (i) terjadinya perubahan struktur pada area berkristal (crystalline) dan area tak beraturan (amorphous) pada granula pati, serta (ii) terjadinya modifikasi fisik pada bagian permukaan granula pati selama proses HMT berlangsung (Manuel, 1996).

Modifikasi pati dengan teknik HMT dapat merusak bentuk granula pati hingga terbentuk lubang di bagian permukaannya. Proses pemanasan pati dan keberadaan air saat HMT berlangsung mengakibatkan area amorphous pati mengembang, kemudian menekan keluar area berkristal sehingga terjadi kerusakan dan pelelehan area berkristal granula pati, serta menghasilkan bentuk granula pati yang lebih stabil terhadap panas.

Jika pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, maka granula pati akan menyerap air dan mengembang. Namun jumlah air yang terserap dan pengembangannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 550C sampai 650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan agar instant rice dan instant pudding dapat menyerap air kembali dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pati yang telah mengalami gelatinisasi (Winarno, 1992).

Perlakuan HMT pada pati tidak hanya mengubah sifat fungsional pati, tetapi juga dapat meningkatkan jumlah pati resisten (resistance starch atau RS), yaitu pati yang lebih sulit dicerna. Pembentukan pati resisten selama proses HMT dapat disebabkan oleh terjadinya pemotongan rantai lurus dari amilopektin dan pembentukan ikatan amilosa dengan amilosa, amilopektin, atau lemak sehingga membentuk struktur yang lebih kompak. Pembentukan ikatan tersebut menyebabkan pati lebih sulit untuk dipecah oleh enzim pencernaan sehingga menyebabkan penurunan indeks glikemik (IG), yaitu indeks yang menunjukkan kecepatan penyerapan karbohidrat serta kemampuan karbohidrat untuk menaikkan konsentrasi glukosa darah dalam waktu tertentu. Pati dengan indeks glikemik yang rendah berguna bagi penderita diabetes (Kusnandar, 2010).

Pati berdasarkan profil gelatinisasinya ada 4 jenis yaitu tipe A, B, C dan D. Profil tipe A menunjukkan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi penurunan selama pemanasan (mengalami breakdown) contohnya pati kentang dan tapioka. Profil tipe B mirip pati tipe A tetapi dengan viskositas maksimum lebih rendah contohnya pati dari serealia. Profil tipe C adalah pati yang mengalami pengembangan yang terbatas, yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang tinggi) contohnya pati kacang hijau dan pati yang dimodifikasi dengan ikatan silang dan heat moisture treatment (HMT). Profil tipe D adalah pati yang mengalami pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas misalnya pati yang mengandung amilosa lebih dari 55% (Schoch dan Maywald, 1968 dalam Kusnandar, 2010).

Perilaku gelatinisasi dan profil pemastaan dari campuran tepung-air dan pati-air dapat dimonitor menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) yang merupakan viskometer dengan pemanasan dan pendinginan sekaligus untuk mengukur resistansi sampel terhadap penanganan dengan pengadukan terkontrol. Prinsip pengukuran RVA sama dengan Brabender Amilograf hanya saja waktu pengukurannya lebih singkat (15-20 menit). RVA dapat memberikan simulasi proses pengolahan pangan dan digunakan untuk mengetahui pengaruh proses tersebut terhadap karakteristik fungsional struktural dari campuran tersebut (Copeland, et al., 2009).

Bihun Instan

Kata bihun berasal dari bahasa Cina: bie berarti beras, dan hun berarti tepung. Jadi secara harafiah bihun berarti terbuat dari tepung beras. Bihun diyakini

awalnya berkembang di Cina bagian selatan yang terpengaruh pada kemunculan mi di Cina bagian utara. Bedanya, bila pertanian Cina bagian utara didominasi oleh gandum, bihun muncul di Cina Selatan yang pertaniannya lebih bertumpu pada beras (Wikipedia, 2011a).

Di pasaran dikenal dua jenis bihun, yaitu bihun kering dan bihun instan. Bihun kering merupakan suatu bahan makanan yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa bahan tambahan dan berbentuk benang-benang. Sedangkan bihun instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk benang-benang dan matang setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 3 menit (Koswara, 2006). Kandungan Gizi Bihun per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 8.

Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara produk bihun biasa dengan bihun instan. Perbedaan yang menyolok hanya menyangkut waktu pemasakan. Bihun instan akan matang dalam air panas sekitar 4 menit, sedangkan bihun biasa memerlukan waktu lebih lama. Keunggulan bihun instan tersebut dapat diperoleh melalui sedikit modifikasi pada proses pembuatannya. Modifikasi tersebut adalah penambahan air kansui, pemasakan tahap pertma lebih lama, ukuran cetakan bihun instan lebih kecil serta pemasakan tahap kedua yang lebih lama dari bihun biasa.

Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kansui (air obat) yang ditambahkan ke dalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami proses pemasakan tahap pertama. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang. Kalau pada pembuatan biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka pada

bihun instan waktunya menjadi lebih lama sekitar 1,5 jam (tergantung juga pada jumlah adonan yang dimasak).

Tabel 8. Kandungan gizi bihun per 100 g bahan

Sumber :Asean Food Compotition Tables (2000) di dalam Suyanti (2009)

Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih halus dan lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang dibandingkan bihun biasa.

Setelah bihun dicetak, pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar 100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap kedua biasa dilakukan sampai 2 jam tergantung jumlah bahannya. Oleh karena pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan tentu saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa (Astawan, 2008).

Uraian Bihun kering

Energi (kkal) 353 Air (g) 11,3 Protein (g) 10,5 Lemak (g) 0 Karbohidrat (g) 77,7 Serat (g) 0 Abu (g) 0,5 Kalsium (mg) 13 Fosfor (mg) 66 Besi (mg) 1,3 Natrium (mg) 7 Kalium (mg) 16 Retinol (µg) 0 Vitamin A (µg) 0 Tiamin (mg) 0,16 Riboflavin (mg) 0,06 Niasin (mg) 1,4

Bahan yang Ditambahkan Air kansui

Air kansui disebut juga garam alkali. Masyarakat pada umumnya mengenalnya dengan sebutan air obat atau air abu. Tetapi ada juga yg menyebutnya air kie atau air khi.

Air kansui dipergunakan dalam pembuatan bihun instan. Air kansui merupakan campuran dari air dengan garam potassium karbonat, natrium karbonat, natrium tripolifosfat, serta natrium klorida dengan perbandingan tertentu. Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 2008). Sodium tripolyphospate (STTP)

Sodium tripolyphosphate (STTP) merupakan senyawa polifosfat dari natrium dengan rumus Na5P3O10. STPP berbentuk bubuk atau granula berwarna putih dan tidak berbau. STPP dapat pula bereaksi dengan pati. Ikatan antara pati dengan fosfat diester atau ikatan silang antar gugus hidroksil (OH), akan menyebabkan ikatan pati menjadi kuat, tahan terhadap pemanasan, dan asam sehingga dapat menurunkan derajat pembengkakan granula, dan meningkatkan stabilitas adonan. Menurut FDA (Food and Drug Administration) penggunaan alkali fosfat adalah 0,5 % pada produk. Penggunaan melebihi dosis 0,5% akan menurunkan penampilan produk, yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit (Wikipedia, 2011b).

CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa sering dipakai dalam industry makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai

pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik (Winarno, 1992).

Karboksi metil selulosa memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membetuk larutan koloid. Dalam pembuatan mi, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan (Astawan, 2008).

Syarat Mutu Bihun Instan

Syarat mutu bihun instan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Syarat mutu bihun instan berdasarkan SNI 01-3742-1995

No. Uraian Satuan Persyaratan

1. 1.1 1.2 1.3 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 10.1 10.2 10.3 10.4 11. 12. 12.1 12.2 12.3 Keadaan : Bau Rasa Warna Benda-benda asing Keutuhan, %bb

Uji kematangan (bihun:air 1:5) b/b Air, % b/b

Abu tanpa garam, % b/b Protein (N x 6,25) % b/b

Derajat asam, mg KOH/100g contoh Bahan tambahan makanan

Cemaran logam : Timbal (Pb), mg/kg Tembaga (Cu), mg/kg Seng (Zn), mg/kg Raksa (Hg), mg/kg Arsen (As), mg/kg Cemaran mikroba : Angka lempeng total E.coli Kapang menit Koloni/g APM/g Koloni/g normal normal normal

tidak boleh ada min 90 maks 3 maks 11 maks 2 min 6 maks 3 sesuai SNI 01-0222-1995 dan Peraturan Men. Kes No.722/Men.Kes/Per/IX/88 maks 1.0 maks 10.0 maks 40.0 maks 0.05 maks 0,5 maks 1.0 x 106 < 3 Maks 1.0 x 104

Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan

Penelitian pendahuluan yang telah dilaksanakan adalah proses pembuatan tepung dan pati alamiah dari 4 varietas lokal ubi jalar yang banyak ditanam di Sumatera Utara serta karakteristik fisikokimia dan fungsionalnya. Varietas lokal yang digunakan adalah ubi jalar berdaging umbi putih, ungu muda, ungu tua dan oranye. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rendemen pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 9,75 – 16,78%. Rendemen pati yang tertinggi diperoleh pada varitas ubi jalar berdaging umbi kuning yaitu 16,79% dan yang terendah pada ubi jalar berdaging umbi ungu muda yaitu 9,75%. Suhu gelatinisasi pati tertinggi diperoleh pada pati ubi jalar ungu yaitu 79,70 dan yang terendah diperoleh pada pati ubi jalar putih yaitu 64,87. Daya penyerapan air minyak dari pati ubi jalar tinggi sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan pada berbagai produk pangan seperti mie dan kue-kue (Julianti, 2008; Julianti dan Ridwansyah, 2008).

Dokumen terkait