Jambu Biji Merah
Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman berasal dari daerah Amerika Tengah terutama Meksiko dan Peru. Tanaman ini sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang buruk misalnya kekeringan, lahan batu dan pH rendah (Fachruddin, 2008). Tanaman ini termasuk jenis perdu yang banyak bercabang, tinggi bisa mencapai 12 meter. Pada umur 2-3 tahun sudah mulai berbuah dan menghasilkan buah dengan diameter bervarisai mulai 2,5 cm sampai 10 cm (Soedarya, 2010).
Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji, di antaranya Jepang, India, Taiwan, Brazil, Australia, Filipina, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Ada beberapa jenis jambu biji antara lain: jambu sukun, jambu biji Bangkok, jambu biji merah, jambu biji pasar minggu, dan jambu biji Australia (Soedarya, 2010). Buah jambu biji unggulan Indonesia adalah jambu biji merah yang banyak dibudidayakan oleh petani (FEDC, 2007).
Jambu biji merah merupakan jambu biji yang memiliki daging buah berwarna merah, rasanya manis, berbiji sedikit, dan buahnya berukuran besar (Cahyono, 2010). Buah jambu biji merah umumnya memiliki aroma khas disebabkan oleh eugenol, tetapi kurang tajam. Daging buah berasa manis karena kadar gula hingga 8% dan kekerasan daging buah tergantung tingkat kematangannya (Soedarya, 2010). Jambu biji merah ini telihat lebih segar dibandingkan jambu biji varietas lainnya (Hidayat, 2010).
Potensi dan manfaat jambu biji merah
Hal yang sangat membedakan antara jambu biji biasa dengan jambu biji merah selain warnanya adalah kandungan karotenoid dan polifenol. Senyawa ini merupakan komponen utama penyusun antioksidan pigmen. Jambu biji merah memiliki lebih banyak nilai potensial antioksidan daripada yang lainnya. Selain itu, likopen yang termasuk dalam karotenoid juga ditemukan dalam jumlah melimpah pada jambu biji merah. Likopen memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat memberikan perlindungan pada tubuh dari serangan kanker (Soedarya, 2010).
Adapun manfaat jambu biji merah untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah serta mencegah kanker, memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, meningkatkan kesehatan gusi, gigi dan pembuluh kapiler serta membantu penyerapan zat besi dan penyembuhan luka. Jambu biji merah juga berkhasiat anti radang, anti diare dan menghentikan pendaharan misalnya pada penderita demam berdarah dengue (DHF) (Jamil, dkk., 2002). Jambu biji merah termasuk dalam superfruits yang kaya akan omega-3 dan 6, asam lemak tak jenuh ganda serta memiliki mineral, kalium dan magnesium yang rendah, secara umum berarti rendah kalori (Soedarya, 2010). Kandungan energi dan nutrisi dari jambu biji dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi jambu biji segar (per 100 gram bahan)
Jenis zat gizi Nilai gizi Persentasi AKG (%) Energi 68 Kkal 3,5 Karbohidrat 14,3 g 11,5 Protein 2,55 g 5 Total lemak 0,95 g 3 Kolesterol 0 mg 0 Serat pangan 5,4 g 14 Folat 49 µg 12,5 Niasin 1,084 mg 7 Asam pantotenat 0,451 mg 9 Pirodoksin 0,110 mg 8,5 Riboflavin 0,040 mg 3 Thiamin 0,067 mg 5,5 Vitamin A 624 IU 21 Vitamin C 228 mg 396 Vitamin E 0,73 mg 5 Vitamin K 2,6 µg 2 Natrium 2 mg 0 Kalium 417 mg 9 Kalsium 18 mg 2 Tembaga 0,230 mg 2,5 Besi 0,26 mg 3 Magnesium 22 mg 5,5 Mangan 0,150 mg 6.5 Fosfor 11 mg 2 Selenium 0,6 mcg 1 Seng 0,23 mg 2 β-karoten 374 µg -- β-kripto xantin 0 µg -- Likopen 5204 µg -- Sumber: USDA (2013) Markisa
Di Indonesia, markisa ada dua jenis yakni markisa ungu
Passiflora edulis Sims dan Passiflora flavicarpa Dng (buah susu atau konyal).
Markisa ungu atau disebut markisa asam sudah dibudidayakan secara komersial di dataran tinggi. Markisa ungu (Passiflora edulis Sims) mempunyai nama umum
granadilla atau passion fruit (Inggris) dan markisa (Indonesia), termasuk dalam family Passifloraceae (Karsinah, dkk., 2010).
Daerah penghasil markisa ungu masih terpusat di beberapa Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Pada mulanya markisa ungu lokal karo di Provinsi Sumatera Utara di tanam di Kabupaten Karo dan beradaptasi dengan baik terutama pada ketinggian 800-1200 m dipermukaan laut. Kemudian menyebar ke Kabupaten Dairi, Simalungun, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan (Chalil, 2000).
Tanaman markisa memiliki buah yang berbentuk agak bulat lonjong dengan diameter ± 4 cm, kulitnya berwarna hijau apabila masih muda dan berubah menjadi ungu tua bahkan sampai hitam pada saat matang. Bijinya banyak dan kecil-kecil, berwarna hitam dan bentuknya menjadi pipih yang diselimuti daging buah yang mengandung cairan berwarna kuning dan berasa asam (Rismunandar, 1986 di dalam Riduan, 2000).
Sari markisa mempunyai rasa yang unik dan kuat dengan keasaman yang tinggi jika sari tersebut dibuat secara alami. Jika dibuat menjadi sirup dan diencerkan, dapat dengan mudah diterima dan bercampur baik dengan sari buah lain (Verheij dan Coronel, 1992 di dalam Riduan 2000). Komposisi buah markisa segar yaitu kulit (52%), sari buah (34%), dan biji (14%). Bagian yang boleh
dimakan kira-kira 48% dan pH dari sari buah markisa adalah 3,0 – 4,5 (Fatmah, dkk., 1985). Buah markisa berfungsi sebagai antioksidan (berupa
vitamin) yang bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit serta meningkatkan daya tahan tubuh (Rukmana, 2003). Adapun kandungan gizi yang terdapat di dalam buah markisa segar per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi markisa segar (per 100 gram bahan)
Jenis zat gizi Nilai gizi Persen AKG (%) Energi 97 Kkal 5 Karbohidrat 23,38 g 18 Protein 2,20 g 4 Total lemak 0,70 g 3 Kolesterol 0 mg 0 Serat Pangan 10,40 g 27 Folat 14 µg 3 Niacin 1,5 mg 9 Peridoksin 0,1 mg 8 Riboflavin 0,13 mg 10 Thiamin 0,00 mg 0 Vitamin A 1274 IU 43 Vitamin C 30 mg 50 Vitamin E 0,02 µg 1 Vitamin K 0,7 mg 0,5 Natrium 0 mg 0 Kalium 348 mg 7 Kalsium 12 mg 1,2 Tembaga 0,086 mg 9,5 Besi 1,60 mg 20 Magnesium 29 mg 7 Fosfor 68 mg 10 Selenium 0,6 µg 1 Seng 0,10 µg 1 ß- karoten 743 µg -- ß- kripto xantin 41 µg -- Likopen 0 µg -- Sumber: USDA (2012) Sorbitol
Gula alkohol merupakan monosakarida atau disakarida yang memiliki
banyak gugus hidroksil. Gula alkohol terdapat di alam, tapi lebih banyak produk hidrogenasi dari monodisakarida, contohnya sorbitol dari glukosa dan
maltitol dari maltosa. Gula jenis ini tidak mengandung grup karbonil pereduksi sehingga kurang reaktif (Prangdimurti, dkk., 2007). Gula alkohol merupakan hasil
reduksi dari glukosa di mana semua atom oksigen dalam molekul gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk kelompok hidroksil (Soesilo, dkk., 2005).
Sifat-sifat sorbitol
Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard). Sorbitol memiliki rasa yang lembut dan manis di mulut, dingin dan enak. Pemanis jenis ini tidak menimbulkan efek karsinogenik dan dapat digunakan oleh penderitra diabetes. Sorbitol stabil dan secara kimia tidak reaktif (Calori control councill, 2001).
Sorbitol merupakan humektant yang sangat baik, anti-texturizing agent, mencegah terbentuknya kristal serta sebagai pengental. Dapat digunakan dalam berbagai produk, termasuk permen bebas gula, permen karet, makanan penutup beku dan makanan yang dipanggang (Kristiani, 2010). Sorbitol memiliki bobot
jenis (suhu 25oC) yaitu sekitar 1,28-1,35 g/cm3 (BSN, 1996). Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glusitol atau D-Sorbit adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6-Hexanhexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol mempunyai
berat molekul 182,17 dan mengandung 0,5 atau 1 molekul H2O (Cahyadi, 2009).
Proses produksi sorbitol
Sorbitol disintesis oleh dehidrogenase sorbitol-6-fosfat, dan diubah menjadi fruktosa oleh dehidrogenase suksinat dan dehidrogenase sorbitol. Suksinat dehidrogenase adalah kompleks enzim yang berpartisipasi dalam siklus
asam sitrat (Wikipedia, 2013). Sorbitol paling banyak digunakan terutama di Indonesia sebagai pemanis pengganti gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah. Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman (Soesilo, dkk., 2005). Sorbitol dapat dibuat dari glukosa dengan proses hidrogenasi katalik bertekanan tinggi (Munawir, 2010).
Aplikasi Sorbitol
Menurut Munawir (2010), aplikasi dari sorbitol dapat dikelompokkan dalam beberapa bidang, yaitu: makanan, farmasi, kosmetik, dan industri kimia. Pada bidang makanan sorbitol ditambahkan pada makanan sebagai pemanis untuk memberikan ketahanan mutu dasar yang dimiliki makanan tersebut selama dalam proses penyimpanan. Bagi penderita diabetes, sorbitol dapat dipakai sebagai bahan pemanis penganti glukosa. Dalam hal lain, sorbitol dapat digunakan sebagai pengabsorbsi beberapa mineral seperti Cs, Sr, F dan vitamin B12. Pada konsentrasi tinggi sorbitol dapat sebagai stabilisator dari antibiotik.
Metabolisme dalam tubuh
Sorbitol diserap tubuh secara tidak sempurna, dimetabolisme hanya 10-20% dari sorbitol yang dikonsumsi sehingga tidak meningkatkan level insulin.
Pengunaan sorbitol dibatasi oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) yang mengatur pengunaan sorbitol pada berbagai produk pangan berkisaran antara 500 mg/kg sampai 200.000 mg/kg produk dan US Code of Federal Regulations (CFR) memberikan penegasan konsumsi sorbitol lebih dari 50 g/hari dapat mengakibatkan efek laksatif (Cahyadi, 2009).
Selai
Selai menurut Food and Drug Administration (FDA) sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya dalam proporsi tertentu terhadap gula (sukrosa) dengan atau tanpa penambahan air. Proporsinya adalah 45% bagian berat buah dan 55% bagian berat gula. Campuran yang dihasilkan kemudian dipekatkan sehingga hasil akhirnya mengandung total padatan terlarut minimum 65% (Fachruddin 2008). Buah yang ideal untuk pembuatan gel harus mengandung pektin dan asam yang cukup unutk menghasilkan selai yang baik (Desrosier, 2008).
Menurut Buckle, dkk (1987) kondisi optimum untuk pembentukan gel pada selai adalah pektin (0,75-1,5%), gula (65-70%) dan asam pH (3,2-3,4). Beberapa aspek yang mempengaruhi pembuatan selai adalah tipe pektin, asam, mutu buah-buahan, dan pemasakan memberi pengaruh yang nyata pada mutu akhir, stabilitas fisik dan mikroorganisme produk. Kelainan utama produk jeli adalah:
1. Kristalisasi, akibat padatan terlarut berlebihan (gula tidak cukup larut). 2. Keras, gel kenyal akibat kurangnya gula atau pektin yang berlebih.
3. Kurang masak mengakibatkan berbentuk sirup karena kelebihan gula dengan kadar pektin.
4. Sineresis karena asam berlebihan.
Selai jambu biji adalah olahan dengan kekentalan gel atau semi gel yang dibuat dari bubur buah jambu biji. Kekentalan selai diperoleh dari senyawa pektin yang berasal dari buah atau yang ditambahkan dan gula sukrosa dan asam. Ini terjadi pada suhu tinggi dan menetap setelah suhu diturunkan. Kondisi optimum
untuk kadar pektin 1%, pH 3,3-3,4 dan gula 66% (Soedarya, 2010). Syarat mutu selai buah menurut SNI 3746 : 2008 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu selai buah menurut SNI 3746 : 2008
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan : -
- Aroma - Normal
- Rasa - Normal
- Warna - Normal
2 Serat buah - Positif
3 Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65
4 Cemaran logam : mg/kg Maks. 250,0*
Timah (Sn)*
5 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 1,0
6 Cemaran mikroba
- ALT (angka lempeng total) koloni/g Maks 1,0 x 103
- Bakteri coliform APM/g <3
- Staphyloccoccus aureus koloni/g Maks 2,0x10 - Clostridium sp. koloni/g <10 - Kapang/khamir. koloni/g Maks. 5,0x10 *dikemas dalam kaleng
Sumber: BSN (2008)
Bahan yang Ditambahkan Gula
Gula termasuk karbohidrat berasa manis dan sering digunakan sebagai pemanis. Gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan karena daya larut yang tinggi akan mampu mengurangi keseimbangan kelembaban relatif dan berfungsi untuk mengikat air (Buckle, dkk., 1987). Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Hal ini disebabkan gula akan meperangkap air. Kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan akan terperangkap sehingga air yang tersedia untuk dipergunakan oleh mikroba menjadi rendah atau Aw rendah (Shin, dkk., 2002).
Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Dalam pembuatan selai, proses pengawetan yang terjadi merupakan kombinasi antara tingkat keasaman yang rendah, pasteurisasi, dan penambahan bahan kimia seperti asam benzoat (Fachruddin, 2008).
Pektin
Pektin adalah golongan substansi yang terdapat dalam sari buah, yang membentuk koloidal berasal dari perubahan protopektin selama proses pemasakan buah. Selai terbentuk bila tercapai kadar yang sesuai antara pektin, gula dan asam dalam air. Fungsi penambahan pektin adalah untuk membuat terbentuknya gel (Desrosier, 2008). Jambu biji mengandung pektin yang berguna untuk bahan pembuatan jeli atau gel (Cahyono, 2010).
Asam sitrat
Asam sitrat merupakan asam organik dan termasuk asam trikarboksilat mempunyai rumus kimia C6H8O7 dan rasa asam yang diberikan menyenangkan yang berfungsi sebagai pemberi asam, mencegah kristalisasi gula, serta penjernih gel yang dihasilkan (Ramadhan, 2011). Asam yang biasa digunakan dalam pembuatan selai adalah asam sitrat, asam tartat, dan asam malat. Penggunaan asam tidak mutlak, tetapi penambahannya dilakukan untuk menambah cita rasa dari makanan. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai akan berkurang bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel (Fachrudin, 2008).
Asam malat
Asam malat adalah asam dikarboksilat ditemukan pada banyak makanan asam. Saat dimakan, menghasilkan rasa asam lembut dan gigih. Sumber yang paling umum dari senyawa ini adalah buah mentah. Penggunaan paling umum dari asam malat dalam produk makanan, yaitu dalam permen dan keripik kentang. Permen asam sering menggunakannya daripada asam sitrat, sebagai asam yang lebih intens. Pada selai penambahan asam malat memberikan rasa dan mengatur pH agar terbentuk gel (Wisegeek, 2013).
Agar-agar
Komponen utama agar-agar adalah karbohidrat, merupakan produk kering mempunyai sifat seperti gelatin dan merupakan hasil ekstraksi dari ganggang merah. Pengunaan agar-agar secara luas didasarkan pada sifat dasarnya yang mampu membentuk gel yang tahan panas dan memiliki aktifitas emulsifier dan stabilator. Agar-agar sering kali ditambahkan pada sorbat dan ice cream dan sering dikombinasikan dengan gelatin (Susanto dan Saneto, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat gel yaitu suhu, konsentrasi agar-agar, pH, gula dan ester sulfat. Gel agar-agar bersifat reversible terhadap suhu, peningkatan konsentrasi agar-agar akan meningkatkan kekuatan dan kekerasan gel. Kandungan gula juga besar pengaruhnya terhadap pembentukan gel dari agar-agar. Peningkatan kandungan gula menghasilkan gel yang lebih keras tetapi teksturnya kurang kohesif. Pengaruh pH pada kekuatan gel yaitu semakin turun pH hingga pH 2,5 akan menghasilkan kekuatan gel yang semakin lemah (Ramadhan, 2011).
Tahap Pembuatan Selai Lembaran Sortasi dan pencucian
Sortasi dilakukan untuk memilih bahan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Buah yang digunakan adalah buah yang sudah masak. Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan tahap ini menggunakan air mengalir lebih baik dan air yang mengandung kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Blansing
Setelah buah dibersihkan lalu diblansing selama 2-3 menit pada suhu 70o – 80oC. Ini bertujuan untuk menonaktifkan enzim terutama enzim pencoklatan dan mikroorganisme patogen yang tidak baik bagi kesehatan, mencerahkan warna dan membantu penurunan penghambat vitamin. Blansing juga berfungsi untuk melayukan bahan sehingga mudah dikemas (Nchfp, 2013).
Penghancuran
Daging buah yang telah diblansing dipotong sedang dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan air sesuai dengan perbandingan yang ditentukan. Penambahan air bertujuan untuk mempermudah proses penghancuran. Ini dilakukan hingga daging buah halus untuk mengurangi endapan pada bubur buah yang dihasilkan. Lalu disaring dengan saringan kelapa (80-100 mesh) untuk menghasilkan bubur buah yang baik (Soedarya, 2010).
Pemasakan
Sebelum dimasak bubur buah jambu biji ditambah dengan bahan lain seperti pektin, asam, agar-agar dan sari buah markisa dan dimasak dengan api sedang dan dimasukan bahan seperti sorbitol dan gula. Setelah mendidih, api
dikecilkan dan terus dimasak sambil diaduk. Pemanasan dihentikan setelah terbentuk gel (Soedarya, 2010).
Pencetakan
Adonan selai yang telah masak didinginkan lalu dituang pada cetakkan yang berukuran 5 x 5 cm terbuat dari almunium. Setelah itu adonan yang telah dicetakkan dikeluarkan dari cetakan dan dikemas dengan plastik. Pembentukan adonan selai ini agar produk sama rata dan lebih praktis dalam pengolahan (Safitri, 2012).