• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakso

Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% berat daging (Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003).

Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan bakso sapi. Penggolongan bakso sapi menjadi tiga kelompok masing-masing bakso daging, bakso urat, bakso aci. Penggolongan itu dilakukan atas perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan tepung pati yang digunakan. Bakso aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging dalam jumlah lebih besar dibandingkan jumlah pati, dan daging yang digunakan adalah daging yang banyak mengandung jaringan ikat (Elviera, 1998).

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah mempengaruhi mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang baik dan bermutu tinggi. Sebaikknya dipilih jenis daging yang masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu, cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan, misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau agak abu-abu(Wibowo, 1995).

Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caraya gampang saja ; adonan diambil dengan sendo makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi orang yang telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Wibowo, 2006).

Standar Mutu dan Nilai Gizi Bakso

Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso yaitu dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris ini dapat diperkuat dengan pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus (Purnomo, 1990).

Paling tidak ada lima parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur. Adanya jamur atau lendir perlu diamati, terlebih jika bakso sudah disimpan lama. Kriteria dan deskripsi mutu sensoris dapat dilihat pada Tabel 1 , sedangkan nilai gizi beberapa bakso ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso

Parameter Bakso Daging Bakso ikan Penampakan Bentuk bulat, halus,

berukuran seragam, bersih cemerlang tidak kusam, sedikitpun tidak berjamur dan tidak berlendir

Bentuk halus, berukuran seragam, bersih, cemerlang, tidak kusam

Warna Cokela tmuda cerah atau sedikit agakkemerahan atau cokelat muda hingga cokelat muda agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lain yang menggangu

Putih merata tanpa warna asing lain.

Bau Bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk, bau bumbu cukup tajam

Bau khas ikan segar rebus dominan dan bau bumbu tajam. Tidak terdapat bau amis, tengik, masam, basi, atau bau busuk Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging

dominan dan rasa bumbu menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu

Rasa enak, lezat, rasa ikan dominan sesuai jenis ikan dan rasa bumbu menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu dan tidak terlalu asin.

Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal, tetapi tidak iat atau membal, tidak ada serat daging, tidak lembek. Tidak basah berair dan tidak rapuh

Tekstur kompak, tidak liat, elastis, tidak ada serat daging, tanpa duri dan tulang, tidak lembek, tidak basah berair, dan tidak rapuh.

Sumber: Wibowo, (1995).

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Aneka Bakso

Jenis Bakso Air Protein Lemak KH Abu Garam

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Bakso mutu tinggi 76,52 14,68 1,46 5,00 2,34 1,74 Bakso daging jalanan 59,52 6,80 8,18 2,74 2,76 2,08 Bakso daging pasar 66,89 11,26 1,44 17,06 3,66 2,35 Bakso restoran 73,93 11,57 1,09 10,81 2,50 2,15 Bakso daging sapi 77,85 6,95 0,31 - 1,75 - Bakso ikan nila 59,55 18,95 7,05 13,4 5,11 - Bakso ikan mas 66,3 20,15 13,25 15,3 5,4 - Bakso hiu 70,73 17,6 0,77 - - 1,2 Bakso ikan pari 73, 25 12,4 0,5 - 2,2 - Bakso hiu cakalang 66,5 22,05 2,05 - 5,4 - Sumber: Wibowo, (1995).

Bahan-bahan Pembuat Bakso

Daging Sapi

Daging didefenisikan sebagai sebuah jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan ganguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam defenisi ini (Soeparno, 1992).

Protein merupakan komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Selain protein, otot mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin (Soeparno, 1992).

Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esessial. Asam amino esessial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 700C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan pemanasan pada suhu 1600C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie, 1995).

Perubahan warna merah ungu menjadi terang pada daging yang baru diiris bersifat reversible (dapat balik). Namun, bila daging tersebut terlalu lama terkena oksigen, warna merah terang akan berubah menjadi coklat. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna cokelat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak (Astawan, 2008).

Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung vitamin B, dan mineral, khususnya besi. Komposisi kimia daging sapi per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Kal 207,00 Protein g 18,80 Lemak g 14,00 Hidrat arang g 0,00 Kalsium mg 11,00 Fosfor mg 170,00 Besi mg 2,80 Vitamin A SI 30,00 Vitamin B1 mg 0,08 Vitamin C mg 0,00 Air g 66,00

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI., (1979) Penurunan pH daging dari sekitar 6,5 menjadi 5,6 setelah penyembelihan disebabkan glikogen dalam daging berkurang, namun karena dalam suasana anaerob (tidak mengandung O2 karena darah tidak mengalir), maka glikogen yang menjadi asam piruvat selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila pH tetap

tinggi maka menurunkan mutu daging karena timbul perubahan-perubahan seperti warna daging lebih gelap, sukar meresap garam, dan bumbu dan pertumbuhan bakteri lebih mudah (Syarief dan Irawati, 1988).

Tepung Tapioka

Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu, yang merupakan granula dari karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa manis, dan tidak berbau.

Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima) yang umumnya terdiri dari tahap pengupasan, pencucian,

pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan, dan penggilingan (Iryanto, 1985).

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Radiyati dan Agusto, 2008).

Komposisi kimia dari tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Air gram 11,30 Pati gram 88,01 Protein gram 0,50 Lemak gram 0,10 Abu gram 0,09 Sumber: Brautlecht, (1953).

Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana campuran granula pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang

telah berubah menjadi gel bersifat irreversible, dimana molekul-molekul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin meningkat (Handershot, 1970).

Tepung Sagu

Batang sagu merupakan bagian terpenting karena di dalamnya terdapat pati yang biasanya dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai kegiatan industri. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan pati dari serealia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia (Harsanto, 1986).

Komposisi kimia tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 5. sebagai berikut: Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Protein (g) 0,7 Lemak (g) 0,2 Karbohidrat (g) 84,7 Air (g) 14,0 Fosfor (mg) 13,0 Kalsium (mg) 11,0 Besi (mg) 1,5 Kalori (Kal) 353,0 Bdd (%) 100,0

Sumber: Departemen Kesehatan RI., (1979)

Adanya amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi daya larut pati sagu dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa tinggi, maka pati sagu akan bersifat

kering, kurang lekat, dan kecenderungan higroskopis lebih kuat (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia, dan pengolahan kayu. Batang sagu dapat diolah menjadi tepung sagu dengan cara sederhana menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumah tangga. Untuk industri kecil, pengolahan sudah memerlukan alat-alat mekanis untuk mempertinggi efisiensi hasil dan biaya (Hasbullah, 2008).

Bumbu-bumbu

Selain memberi rasa, bau, dan aroma pada masakan, bumbu itu sendiri mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan. Penggunaan bumbu yang benar dan tepat pada suatu masakan akan menghasilkan makanan yang baik, enak, dan menggugah selera makan. Macam bumbu yang banyak digunakan untuk memasak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bumbu segar atau bumbu kering (Tarwotjo, 1998).

Fungsi utama bawang adalah sebagai pelengkap agar masakan terasa lebih sedap. Umumnya dikenal 2 macam bawang yaitu bawang putih (A. satirum)

dengan harga yang relatif lebih mahal dan bawang merah (Alliumcepa Var ascal onicum). Di Negara barat dikenal juga bawang merah besar

(Onion) atau bawang Bombay (A.ceparatycum) (Syarief dan Irawati, 1988). Di antara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih, senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya, alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker,

antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan kolestrol darah (Wibowo, 1995).

Es Serut

Es menggantikan fungsi air sebagai fase pendispersi dalam olahan bakso secara manual. Dalam pengolahan bakso secara mesin penggunaan es bertujuan untuk mengurangi panas yang ditimbulkan oleh alat pembentuk emulsi atau chopper. Jika suhu tidak diusahakan turun, maka protein akan terdenaturasi sehingga kemampuan bertindak sebagai pengemulsi akan turun (Elviera, 1988).

Agar bakso yang dihasilkan bagus, daging lumat digiling lagi bersama-sama es batu dan garam dapur, kemudian ditambahkan bahan yang lain. Garam dapur dapat juga ditambahkan bersama bumbu lainnya. Kemudian, tepung tapioka ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Untuk membuat adonan ini dapat digunakan tangan, atau dengan mesin bertenaga listrik. Penggunaan es atau air es ini, sebaiknya es batu, sangat penting dalam pembantukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga meningkatkan rendemennya. Untuk itu, dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Hudaya, 2008).

Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal. Biasanya untuk hasil yang lebih baik,

es yang ditambahkan sebanyak 10%-15% dari berat daging (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Garam Dapur

Garam dapur berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Tekstur, warna, dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3% (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Garam dapur yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso biasanya 2,5% dari berat daging, sebagai bumbu penyedap dapat digunakan bumbu campuran bawang merah, bawang putih, dan merica bubuk. Sebaiknya jangan digunakan penyedap masakan monosodium glutamat atau yang dikenal dengan sebutan vetsin. Sejauh ini penggunaan penyedap ini masih menjadi perdebatan karena dicurigai menjadi penyebab berbagai kelainan kesehatan, bahkan dicurigai penyebab timbulnya kanker (Wibowo, 1995).

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi

Berdasarkan kenyataan, untuk dibuat bakso sebaiknya digunakan daging yang benar-benar segar. Makin segar daging makin bagus mutu baksonya. Jika mungkin, digunakan daging hewan yang baru dipotong , tanpa dilayukan lebih dahulu. Akan tetapi, jika suatu hal tidak memungkinkan untuk mendapatkan daging dari hewan yang baru dipotong atau daging terpaksa harus disimpan dahulu, sebaiknya daging disimpan pada suhu 150C atau 200C atau dibekukan pada suhu -50C. Daging yang disimpan pada suhu 150C selama 24 jam masih bagus untuk bakso. Demikian pula untuk daging yang disimpan pada suhu 200C

selama 8 jam atau disimpan beku pada suhu -50C selama 4 hari (BAPEDA-PEMDA,2008)

Daging yang benar-benar segar, dipisahkan lemakdan uratnya. Setelah itu, daging dilumatkan. Pelumatan itu akan memudahkan pembentukan adonan, dinding sel serabut otot daging juga akan pecah sehingga aktin dan miosin yang merupakan pembentuk tekstur dapat diambil sebanyak mungkin. Agar mudah lumat, daging dipotong-potong kecil kemudian digiling dengan gilingan daging dan ditambahkan dengan es batu atau dimsukkan meat separator sehingga diperoleh daging lumat. Sambil digiling, urat dan serat dipisahkan. Penggilingan dan pemisahan serat perlu diulang beberapa kali sampai serat terpisahkan semua. Daging yang sudah bebas serat ini siap dicampurkan dengan bahan lain (BAPEDA-PEMDA, 2008).

Setelah diperoleh daging lumat yang bersih, halus, dan bebas serat, daging lumat dibentuk menjadi adonan dan ditambahkan dengan bahan lain. Garam dapur dapat pula ditambahkan bersama bumbu-bumbunya. Kemudian, tepung tapioka ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Untuk membuat adonan ini dapat digunakan tangan, alat pengaduk yang digurakkan dengan tangan atau dengan mesin bertenaga listrik (BAPEDA-PEMDA, 2008).

Setelah siap, adonan dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus. Pembentukan adonan menjadi bola bakso dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Dalam membentuk bola bakso ini sebaiknya menggunakan sarung tangan karet yang bersih. Dapat juga menggunakan kantong plastik. Agar adonan tidak menempel ke sarung tangan, digunakan sedikit minyak kelapa yang dioleskan ke sarung tangan. Ukuran bola bakso diusahakan seragam,

tidak terlalu kecil, tetapi juga tidak terlalu besar. Jika tidak seragam, matangnya bakso ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses. Selain itu, keseragaman ukuran juga ikut mempengaruhi mutu bakso (BAPEDA-PEMDA, 2008).

Bola bakso yang sudah terbentuk lalu direbus dalam air mendidih hingga matang. Jika bakso sudah mengapung di permukaan air berarti sudah matang dan perebusan dapat dihentikan. Biasanya perebusan ini dilakukan sekitar 15 menit. Setelah itu bakso diangkat, ditiriskan, dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, bakso dikemas dalamkantong plastik. Setelah dikemas kantong plastik, bakso dikemas dalam kotak karton atau kardus untuk dikirim ke pasar. Akan tetapi jika belum sempat dikirim, sebaiknya bakso dalam kemasan kantong plastik disimpan dalam ruang dingin, yaitu sekitar 50C. Bakso ini tahan hingga beberapa hari asal suhunya terjaga tetap rendah (50C). Untuk pengiriman ke pasar luar negeri, bakso perlu dikemas vakum lalu dibekukan dalam contact plate freezer dan disimpan dalam cold storage (BAPEDA-PEMDA, 2008).

Aldehid dan Keton

Aldehid dan Keton memiliki bentuk umum:

R C H R C R’

O O

Aldehid dan keton memiliki gugus karbonil (C = O). gugus ini memberikan karakteristik pada aldehid dan keton. Tata nama IUPAC memberikan akhiran –al untuk aldehid dan –on untuk keton (Norman and Waddington, 1983).

Aldehid dan keton merupakan senyawa yang bersifat netral senyawa yang memiliki atom C kurang dari 4 larut di dalam air dan pelarut organik lainnya sedangkan senyawa yang memiliki atom C lebih dari 4 sukar larut di dalam air. Atom C yang rendah biasanya memiliki bau yang tajam seperti formaldehid dan asetaldehid, tetapi senyawa yang memiliki 6 sampai 12 atom C di dalam suatu larutan memiliki wangi bunga dan selalu ditambahkan ke dalam pewangi (English et al., 1971).

Sifat-Sifat Aldehid dan Keton

Titik Didih

Aldehid dan keton tidak dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul karena tidak memiliki gugus hidroksil (- OH). Akibanya memiliki titik didih yang rendah. Aldehid dan keton dapat menarik interaksi polar-polar dari gugus karbonilnya sehingga titik didihnya lebih rendah daripada sebagian alkana (Wilbraham and Matta, 1986).

Kelarutan

Aldehid dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air yang polar. Anggota deret yang rendah yaitu formaldehid, asetaldehid, dan aseton bersifat larut dalam air dalam segala perbandingan. Berikut ini disajikan tetapan fisis beberapa aldehid dan keton.

Tabel 6. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid Dan Keton

Senyawa Titik Leleh (0C) Titik Didih (0C) Kelarutan dalam air (g/100ml)

Aldehid

Formaldehid -92 -21 bercampur sempurna

Asetaldehid -123 20 bercampur sempurna Butiraldehid -99 76 4

Benzaldehid -26 179 0,3 Keton

Aseton -95 56 bercampur sempurna

Metil etil keton -86 80 25

Dietil keton -42 101 5

Benzofenon 48 306 tidak larut

Semakin panjang rantai karbon kelarutan di dalam air semakin menurun. Jika rantai karbon melebihi lima atau enam karbon dalam air sangat rendah (Wilbraham and Matta, 1986).

Formalin

Sifat Fisik dan Kimia Formalin

Formaldehid atau metanal adalah suatu senyawa karbon dengan rumus molekul HCHO ditemukan oleh ahli kimia Jerman Wilhelm von Hofmann pada tahun 1867. Ia menemukan sendiri senyawa ini dengan mengoksidasi metil alkohol dengan menggunakan katalis. Pada suhu ruangan berwujud gas, sangat larut dalam air. Pada konsentrasi 40% dalam pelarut air dengan metil alkohol ssebagai campuran disebut sebagai formol (formalin) yang merupakan cairan tidak berwarna, berbau tajam, dan bertitik didih 210C. Namanya menurut tata nama IUPAC yang sistematis adalah metanal dan juga

dikenal sebagai oksida metilen, metanaldehid, dan oxometan (International Programme On Chemical Safety, 2006).

2O [HCOH] Rumus bangun :

Formaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran untuk gas formalin 4,47 Kkal/gram. Daya bakar dilaporkan rentang volume 12,5 – 80% di udara. Campuran 65 – 70% formaldehid di udara sangat mudah terbakar. Formaldehid dapat terkomposisi menjadi metanol dan karbon monoksida pada suhu 1500C dan pada suhu 3000C jika dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah mengalami foto-oksidasi menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007).

Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung 37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15% metanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan larutan formalin 40% yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut (Cahyadi, 2006).

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa memmbakar. Bobot tiap milliliter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air

dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter (Norman and Waddington, 1983).

Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40%. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10% serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram (Berita Bumi, 2007).

Kegunaan Formalin

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya ditambah metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (disinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian, dan kapal.

b. Pembasmi lalat dan serangga.

c. Bahan pembuat sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak. d. Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. e. Bahan pembentuk pupuk berupa urea.

f. Bahan pembuat produk parfum. g. Pencegah korosi untuk sumur minyak. h. Bahan untuk isolasi busa.

i. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood) (Oke, 2008).

Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid bereaksi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktivitas

mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5% formaldehid dalam waktu 6-12 jam dapat membunuh bakteri dalam waktu 2-4 hari dapat membunuh spora, sedangkan larutan 8 % dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam (Cahyadi, 2006).

Sifat antimikrobial dari formaldehid merupakan hasil kemampuannya

Dokumen terkait