• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

Lampiran 13. Transkrip Wawancara Siswa

Hari pertama

P : “Coba baca nomor 1 soalnya dan dipahami.” D : “Iya.” (membaca soal dan memahami)

P : “Coba ditulis apa yang diketahui dan boleh langsung digambar.” D : (menggambar dan menulis semua yang diketahui dari soal nomor 1) P : “Terus yang ditanyakan apa dari yang a.”

D : “Gambar sudut EP pada bidang alas.” P : “Ya coba berarti yang mana?”

D : “EP. Pertama diproyeksikan.” P : “Garis EP yang mana si?”

D : “Yang ini.” (menunjuk garis EP) E diproyeksikannya ke B.

P : “Kenapa ke B?”

D : “Karena E tegak lurusnya ke B.”

P : “Iyakah? Untuk memproyeksikan itu diproyeksikan ke mana si?” D : “Pada bidang alas.”

P : “Iya pada bidang alas. Lha proyeksi dari sebuah titik itu yang jaraknya ...” D : “Terdekat.Terdekatnya A.”

P : “Iya A. Nah berarti proyeksinya E?” D : “Ke A. P nya tetap.”

P : “Berarti sudutnya yang mana?” D : “EPA.”

P : “Iya, coba digambar. Oya, kenapa tadi milih B?”

D : “Karena ingat yang dulu diajarkan pak guru kalau E diproyeksikannya ke B, kalo ini dimisalkannya dibalik lho letak titiknya.”

P : “Dibalik bagaimana?”

D : “Jadi kalau E nya di sini.” (menunjuk titik F) P : “Owh jadi hapalan ya?”

P : “Sekarang sudah tahu kan?” D : “Sudah.” (sambil mengangguk) P : “Berarti α nya yang mana?”

D : “α nya yang ini.” (menunjuk sudut P) P : “Terus, nilai cosinus α nya berarti?” D : (sambil menulis menjelaskan)

“Cosinus α berarti samping/miring. Dari sini AP, AP setengah dari AC. Kalau panjang AC 10, berarti kan panjang AP 5. Jadi 5/5.”

P : “Hmmmm??? Cosinus itu apa?”

D : “Cosinus, samping/miring. (berpikir sejenak)

Berarti kan mencari ininya dulu EP. EP sama dengan 5√ . Berarti kan samping/miring berarti 5/5√ . Jadi ½√ .

P : “Coba dilihat lagi jawaban yang b. Kamu menuliskan cos α = 5/√ .Kenapa ga ditulis dulu aturan mencari nilai cosinusnya?” D : “Yang gimana mba?”

P : “Ini lho, mencari nilai cosinus gimana ya aturannya?” D : “Cos = samping/miring.”

P : “Lha ini kamu yang samping mana yang miring mana?” D : “Yang samping BP yang miring BE.”

P : “Nah nanti kalau menjawab lagi ditulis dulu ya aturannya seperti itu.” D : “Iya mba. Kebiasaan langsung.”

P : “Berarti besar sudut α?” D : “45º.”

P : “Berarti yang kemarin itu karena hapalan dan salah paham itu ya?” D : “Iya.”

Hari kedua

P : “Coba dibaca jawabanmu nomor 2. Kenapa memilih BGE?” D : “B nya tetap, G nya tegak lurusnya ke E.”

D : “BG panjangnya...”

P : “Dilihat dari segitigamu wes. Panjang BG berapa?” D : “BG 8√ .”

P : “Terus GE panjangnya?” D : “8√ ”

P : “Terus EB?” D : “8√ .”

P : “Panjang sisinya sama semua? Jadi namanya segitiga apa ya?” D : “Segitiga sama sisi.”

P : “Ada yang siku-siku ga?” D : “Ga ada.”

P : “Kenapa kamu bisa berpikir kalo BGE tegak lurus?” D : “Waktu itu udah bingung, ga tau.”

P : “Sekarang masih bingung ga?” D : “Ya lumayan.”

P : “Berarti jarak terdekatnya G dari ABFE yang mana?” D : “Yang F.”

P : “Di situ kamu memilihnya sudut yang dimaksud yang mana?” D : “Yang G.”

P : “Kenapa memilih yang G?”

D : “Karena kan B nya tetap, G nya proyeksinya ke E. Jadi, sudutnya yang G.”

P : “Oh, jadi menurutmu yang mempunyai proyeksi beda itu yang menjadi sudutnya?”

D : “Iya.”

P : “Nilai sinus itu apa?” D : “Depan/samping.”

P : “Depan dan sampingnya dari segitiga yang itu yang mana?” D : “Yang ini dan ini.” (menunjuk EB dan EG)

D : “Ya kan kemarin beranggapan kalau sudut yang dimaksud itu kalau titik proyeksinya lain.”

P : “Owh, kalau sekarang sudah tahu?” D : “Berarti yang P.”

P : “Nilaitangen bagaimana?”

D : “Tangen, depan/samping. Ini depan, ini samping.” (menunjuk OP dan OT)

B. Siswa 2

P : “Coba dibaca jawabanmu nomor 1.”

Pr : “Kemarin kan mencari nilai cos α. Cos kan samping/miring, sampingnya 5 miringnya 5√ . 5√ itu dari E ke P.”

P : “AP kamu panjangnya berapa si?” Pr : “AP itu 4√ .”

P : “Kamu dapet 4√ dari mana?”

Pr : “Ini kan A ke B 8, terus AP itu kan setengah AC jadi 4√ .” P : “4√ nya dari mana?”

Pr : (menghitung ulang mencari AC) P : “Coba digambar segitiga ABC.” Pr : (menggambar segitiga ABC) P : “Panjang AB dan BCnya?” Pr : “AB nya 8, BC 6.”

P : “Berarti panjang AC?” Pr : “8 + 6 ya, eh bukan.”

P : “Itu segitiga siku-siku bukan?” Pr : “Iya.”

P : “Berarti mencari panjang AC bagaimana?” Pr : “Depan/miring, eh.”

Pr : “Phytagoras berarti AB2

+ BC2 = AC2.” (menghitung tetapi terhenti pada √ )

P : “82berapa ya?” Pr : “64.”

P : “102?” Pr : “100.”

P : “Berarti √ berapa ya?” Pr : “Berarti 102.”

P : “Heh? √ berapa ya?” Pr : “8.”P : “Berarti √ ?” Pr : “√ = 50.”

P : “Eh? Ini lho.” Pr : “102.”

P : “Kenapa pakai pangkat 2?” Pr : “Kenapa ya?”

P : “√ berapa ya?” Pr : “2.”

P : “Pakai pangkat 2 ga?” Pr : “Ga.”

P : “Kenapa yang ini pakai pangkat 2?” Pr : “Oiya salah.”

P : “Berarti panjang AP?” Pr : “Panjang AP 5.”

P : “Kenapa kamu kemarin menulis 4√ ?”

Pr : “Hehehe, ini dikira ini 8 jadi panjang AC 8√ .”

P : “Terus kenapa di sini panjangnya 5, terus ini 4√ kenapa sisi miringnya 5√ ?”

Pr : “Ini kan dari sini sisi miringnya, kan kalo sisi miring kan a√ .” P : “Oh, jadi menurutmu apa saja yang sisi miring jadi a√ ?” Pr : “Iya.”

P : “Terus nilai cosinusnya bagaimana itu? Itu sudutnya yang P ya?” Pr : “Iya P. Cosinusnya kan samping/miring.”

P : “Sampingnya yang mana si?”

Pr : “Yang ini (menunjuk AE), eh harusnya yang ini apa ya (menunjuk AP)?” P : “Samping/miring ya. Kenapa kamu memilihnya AE/AP?”

Pr : “Hmm, taunya itu sampingnya ini miringnya ini.” (menunjuk AE dan AP)

P : “Kemudian kenapa di sini kamu menuliskan panjang AP menjadi 5√ ? Pr : “Kan taunya cos itu kan samping/miring jadi ya langsung nulis miringnya

kan ini 5√ ?”

P : “Nah itu tau miringnya 5√ ko di depannya menulisnya miringnya AP?” Pr : “Hmmm, bingung mba.”

P : “Terus nomor 2. Sudutnya F ya?” Pr : “Iya.”

P : “Kenapa memilih sudut F?”

Pr : (berpikir) “Anu seharusnya nya di sini.”(menunjuk B) P : “Kenapa waktu itu memilih sudutnya yang F?”

Pr : “Ini taunya sudut nya di sini.”

P : “Kamu tahu ga cara mendapatkan segitiga BFG yang mencari proyeksinya itu?”

Pr : “Lupa.”

P : “Terus itu mencari nilai sinusnya kan kamu menulis FG/GB. Mencari nilai sinus itu apa?”

Pr : “Sinus itu depan/miring.” P : “Depannya yang mana?” Pr : “Yang ini.” (menunjuk FB) P : “Kenapa kamu menulisnya FG?” Pr : “FB, oya harusnya FB.”

P : “Kalo sudutnya, sudutnya yang mana si kamu?”

Pr : “Harusnya kan ini (sudut B), tapi kemarin malah milihnya ini (sudut F).” P : “FB itu depannya sudut mana si?”

Pr : “Sudut G.”

P : “Berarti maksud kamu sudut yang kamu maksud sudut G karena yang kamu maksud depan sudut itu FB?”

P : “Kan misalnya sudut yang kamu maksud sudut B berarti kan depannya FG, tapi yang kamu maksud FB berarti sudut yang kamu maksud sudut G?”

Pr : “Owh berarti B.” P : “Berarti depannya?” Pr : “FG.”

P : “Berarti yang kamu maksud di sini (dalam mencari nilai sin ) itu sudut B tetapi di gambar yang kamu maksud sudut F?”

Pr : “Iya.”

P : “Yaudah sekarang nomor 3. Kenapa memilih sudutnya sudut T?” Pr : (berpikir lama) “Itu apa ya? Apa ya?”

P : “Tau ga kamu alasannya memilih sudut T?” Pr : “Ga tau.”

P : “Asal memilih sudut T?” Pr : “Iya.”

P : “Mencari nilai tangen itu apa ya?” Pr : “Tangen = depan/miring.”

P : “Depan/miring tadi kan untuk mencari nilai sinus.” Pr :”Oiya, depan/samping.”

P : “Depannya yang mana?” Pr : “Depannya yang OP.” P : “Panjangnya?”

Pr : “3.”

P : “Kok kamu menulisnya √ . Terus sampingnya yang mana?” Pr : “Sini (TO).”

P : “Kamu kok menulisnya 3?” Pr : “Hehehe, kebalik.”

P : “Kenapa kamu bisa kebalik seperti itu? Atau koreksi dengan punya teman?”

Pr : “Iya apa ya. Anu kemarin kan ngerjainnya tadinya 3/√ , tapi ga ketemu jadi diganti. “

C. Siswa 3 Hari pertama

P : “Coba dibaca soal nomor 1 dan dipahami.” Y : “Iya mba.”

P : “Apa yang diketahui dari soal itu?” Y : “Panjang rusuk AB,BC, dan AE.”

P : “Ya coba digambar dan ditulisapa yang diketahui itu.” Y : (menggambar dan menulis apa saja yang diketahui) P : “Terus yang diketahui lain itu apa?”

Y : “P titik tengah diagonal alas.” P : “Berarti di mana?”

Y : (menulis titik P)

P : “Yang ditanyakan apa si?”

Y : “Yang ditanyakan sudut yang dibentuk EP dengan bidang alas.” P : “Iya, gimana?”

Y : “Ni EP diproyeksikan dengan bidang alas.” P : “Sudut yang dimaksud yang mana?”

Y : “Sudut EAP.” P : “EAP?”

Y : “Iya. E ke A dan P nya tetap.” P : “Berarti sudutnya yang..?” Y : “Yang A.”

P : “Kenapa yang A?”

Y : “Ya karena hasil proyeksi titik E dengan bidang alas titik A.” P : “Tetapi kan rusuk yang diproyeksikan dengan alas kan EP.”

Y : “Iya tapi kan P nya tetap di sini lho, kan yang diproyeksikan cuma titik E ke alas jadi ya ini sudutnya.” (menunjuk titik sudut A)

P : “Berarti gambar segitiganya bagaimana coba?” Y : (menggambar segitiga siku-siku)

P : “α nya yang mana? Sudutnya tadi?” Y : “Di sini.” (menunjuk titik sudut A)

P : “Oh gitu, terus kalau menjawab soal b bagaimana?”

Y : “Cosinus α,cos, cos kan... Cos α berarti samping/miring.” (sambil menuliskan hasilnya di kertas)

P : “Jadi nilai cos α nya?” Y : “½√ .”

P : “Kemudian besar sudutnya berapa jadinya?” Y : “Cos 1½...”

P : “Cos 1½? Arces cos dek.” Y : “Arces cos 1½...” P : “1 ½?”

Y : “½ ,½√ .”

P : “Itu berapa dek arces cos ½√ ?” Y : “60º. Eh ga tau lupa.”

P : “Lupa ya, yaudah. Tapi pas tes kemarin hapal?” Y : “Iya mba ngapalin.”

P : (menunjukkan hasil tes kemarin)

“Oya ini kemarin hasil pekerjaanmu. Sudut yang dimaksud sama ya?” Y : “ Iya.”

P : “Terus, kok panjang sisi miringnya sama dengan panjang 2 sisi yang lainnya?”

Y : “Oiya ya?”

P : “Bagaimana kamu mendapatkannya?” Y : “Ga tau lupa”

P : “Kemudian cara mencari nilai cosinusnya bagaimana?” Y : “Samping/miring, jadi 5/5.”

P : “Oh yasudah.”

Hari kedua

P : “Coba dilihat lagi nomor 1. Itu kan kamu menggambarnya segitiga siku- siku, kenapa panjang sisi-sisinya 5, 5, 5?”

Y : “Ini kan panjang AE 5, terus AP itu setengah AC. AC2

= AP2 + BC2. Dapetnya 10, 10:2 jadinya panjang AE 5.”

P : “Terus panjang EP?”

Y : “Panjang EP harusnya 5√ .” P : “Kenapa kamu menulisnya 5?”

Y : “Kemarin belum tau lho, terus tanya sama teman jadinya 5√ .” P : “Terus cos α = 5/5 itu dari mana?”

Y : “Cosinus kan samping/miring.”

P : “Sampingnya yang mana? Sudutnya yang mana si?” Y : “Ini sudutnya salah, harusnya bukan yang ini.” P : “Kenapa kamu waktu itu memilih yang A?”

Y : “Waktu itu karena proyeksinya E ke bidang alas, jadinya yang sudutnya ya yang ini.”

P : “Terus nomor 2, nomor 2 kan sudut yang dibentuk antara BG dengan bidang ABFE.”

Y : “Ya G nya diproyeksikan ke sini. Jadi segitiganya yang GEB.” P : “E atau F itu?”

Y : “Eh F.”

P : “Itu kamu memilih sudutnya yang mana itu?” Y : “Sudutnya belum kemarin.”

P : “Lah terus dapat nilai sin nya dari mana itu?” Y : “Sin kan depan/miring. 8 sini 8√ .”

P : “Itu kan yang depan 8, berarti sudut yang kamu maksud yang mana?” Y : “Yang ini berarti.”

Y : “Sudutnya...”

P : “Yang ditanyakan apa si?”

Y : “Sudut antara TP dengan bidang alas. Sudutnya yang ini.” (menunjuk sudut T)

P : “Kenapa yang T?”

Y : “Karena... Kenapa si ya? Ga tau, lupa.” P : “Oh lupa ya, terus nilai tangennya apa?” Y : “Depan/samping.”

P : “Depannya yang mana?”

Y : “Depannya yang ini.” (menunjuk TO)

P : “Itu tadi kamu memilih T sebagai sudutnya, berarti kalo depannya TO sudutnya yang mana?”

Y : “Berarti sudutnya yang ini, yang P.” (menunjuk sudut P) P : “Terus coba baca jawabanmu yang c.”

Y : “Tan = 1/3√ . Jadi, tan yang sama dengan 1/3√ ...” P : “Itu tulisannya tan apa?”

Y : “Oh iya, sin ini. Anu salah nulis.”

D. Siswa 4 Hari pertama

P : “Coba baca dan pahami soal nomor 2.” S : (membaca dan memahami)

P : “Yang diketahui apa?” S : “Rusuk 8cm.”

P : “Ya coba bagaimana kalau digambar.” S : (menggambar)

P : “Kemudian?” S : “Panjang rusuk 8.” P : “Rusuk itu yang mana?”

S : “Yang ini.” (menunjuk bidang alas ABCD) P : “Rusuk itu yang mana aja si rusuk?”

S : “Yang ini apa ya? Udah lupa.” P : “Rusuk itu yang mana si?” S : “Sisi terpendek.”

P : “Iya, berarti yang mana?” S : “ABCD.”

P : “Hmmmm. Kalau A namanya apa?” S :“Titik sudut.”

P : “B?”

S : “Titik sudut.”

P : “Lha terus rusuk itu yang mana?” S : “ABCD apa ya? Ihhh lupalah.”

P : “Coba sekarang gambar persegi ABCD. AB itu namanya apa ya?” S : “Rusuk.”

P : “Ya, rusuk itu kalau di ruang.”

S : “Kalau di bidang datar namanya apa?” S : “Sisi.”

P : “Berarti kalau di kubus ini yang namanya rusuk yang mana?” S : “Yang ini, ini, ini.” (menunjuk AB, BC, BF)

P : “Owh ya, banyaknya rusuk pada kubus ada berapa ya?” S : “4 apa 8 ya? Lupa.”

P : “Coba dihitung.” S : “6.”

P : “Kok 6?” S : “Hiiihh. Lupa.”

P : “Yasudah nanti dipelajari lagi sendiri ya.” “Habis itu yang ditanyakan apa?”

S : “Sudut yang dibentuk oleh BG dan bidang ABFE.”

P : “Coba gambar yang dimaksud garis BG dan bidang ABFE dengan sudut yang dibentuknya.”

P : “Garis B ke G, garis saja. Kemudian bidang ABFG, sudut yang dibentuk yang mana?”

S : “ABE.”

P : “Mengapa memilih ABE?” S : “Asal saja.”

P : “Hmmm?? Asal saja? Yasudah gambar saja segitiga ABE bagaimana?” S :(menggambar)

P : “Sudutnya yang dimaksud yang mana?” S : “Eh salah ding, segitiganya kayanya BGA.” P : “Kenapa memilih BGA?”

S : “Hmmm. Ga tau aku.”

P : “Owh yasudah coba digambar segitigaBGA terus sudut nya yang mana?”

S : (menggambar)

P : “Kemudian nilai sinus nya berarti?” S : “Depan/miring.”

P : “Depannya yang mana?” S : “Ini.” (menunjuk BG) P : “Depannya berapa?” S : “8.”

P : “8 itu yang mana si?” S : “Rusuknya.”

P : “Berarti panjang BG?” S : “8.”

P : “Owh berarti panjang BG sama dengan rusuknya ya?” “Mencari sinus itu apa si?”

S : “Depan/miring.”

P : “Berarti panjang sisi miringnya berapa ya?” S : “8.”

P : “8 juga? Menurutmu sisi miring itu sisi yang lebih pendek atau sama panjang atau lebih panjang?”

S : “Sisi miring sisi yang terpanjang.” P : “Coba sekarang AB dulu berapa?” S : “Berapa tadi ya?”

P : “AB itu tadi apa namanya?” S : “Titik. Panjang alas.” P: “Hmmm. Ru...” S : “Rusuk.”

P : “Lha berarti AB panjangnya?” S : “8.”

P : “Berarti panjang AG?” S : “8√ .”

P : “Berarti nilai sinusnya?” S : “8/8√ .”

P : “Berapa?” S : “ √ .”

P : “Berarti besar nya?” S : “45º.”

P : (menunjukkan hasil tes kemarin)

“Nah kemarin kenapa bisa mengerjakan seperti ini? Segitiga EBG.” S : “Eh ngasal.Anu tanya teman.”

P : “Oh tanya teman.”

P : “Oya, mencari sinus apa tadi?” S : “Depan/miring.”

P : “Kalau kamu menjawab langsung seperti itu orang tau ga kalau itu depan/miring?”

S : “Gimana, gimana?”

P : “Gini, ini depannya yang mana terus sampingnya yang mana?” S : “Depannya yang ini.” (menunjuk EB)

P : “Coba disebut nama sisinya. Depannya yang mana?” S : “Depannya yang EB.”

P : “Terus sampingnya?” S : “Sampingnya yang EG.”

P : “Lha kalau kamu langsung menulis angkanya gini kira-kira aku tahu ga kalau yang kamu maksud ini EB sama EG, padahal panjang-panjangnya sama semua 8√ .”

S : “Ya ga tau.”

P : “Nah, lain kali ditulis ya. Mesti kebiasaan langsung nulis angka-angkanya ya?”

S : “Ya gitu.”

“EG, EG tu panjangnya 8√ , terus EB. EB itu namanya apa?” S : “Lah ga tau.”

P : “Ini segitiga siku-siku tetapi panjang sisinya sama semua ya. Kalau segitiga panjang sisinya sama semua namanya segitiga apa?” S : “Segitiga samasisi.”

Hari kedua

P : “Coba dibaca jawabanmu nomor 1. Kenapa memilih EGP?” S : “Heuh, ga tahu akuudah lupa.”

P : “Coba dibaca dulu soalnya. Memilih EGP masih ingat ga alasannya?” S : “Ga tahu. Kenapa si bu?”

P : “Itu aku pengen tahu alasannya.” S : “Yaahh, kira-kira.”

P : “Owh gitu, yasudah coba nomor 3. Kenapa memilih TPO dan sudut yang dipilih sudut T?”

S : “P si di mana ya?”

P : “Lha kemarin kamu buatnya bagaimana?” S : “Iya ya.”

P : “Coba dibaca lagi soalnya.” S : “P titik tengah BC. Berarti ini P.” P : “Terus?”

S : “Sudut yang dibentuk TP dengan alas. Berarti kan ini yang ini.” (langsung membentuk segitiga TPO)

P : “Kenapa sudutnya yang dipilih sudut T?” S : “Karena... Ahhh, lupa.”

P : “Pekerjaan sendiri kan harusnya ingat.” S : “Ya kan sedikit amnesia.”

P : “Hahaha, masa amnesia.” S : “Ya emang kaya gitu.” P : “Yasudah, nilai tangen apa?”

S : “Depan/miring. Hiih, nilai tangen. Depan/samping, lupa.” P : “Depan dan sampingnya yang mana?”

S : “Ini dan ini.” (OP dan TO)

E. Siswa 5 Hari pertama

P : “Coba dibaca nomor 2 dan dipahami.” A : (membaca dan memahami soal nomor 2)

P : “Apa yang diketahui coba? Sambil digambar boleh.” A : (menggambar dan menulis apa yang diketahui) P : “Terus yang diketahui apa aja?”

A : “Rusuk.”

P : “Kemudian yang ditanyakan apa?”

A : “Sudut yang dibentuk oleh BG dan bidang ABFE.” P : “Berarti mana BG? Terus bidangnya? Boleh diarsir.”

“Cara mendapatkan sudutnya gimana?” A : “Diproyeksikan.”

P : “Bagaimana?”

“A itu proyeksi dari mana?” A : “Dari G.”

P : “Hmm proyeksi itu apa si?” A : “Titik terpendek.”

P : “Titik yang terpendek jaraknya.” “Dari G itu jarak terpendeknya A?” A : “Iya.”

P : “Kalo G ke H itu berapa ya jaraknya?” A : “8.”

P : “Kalo G ke A berapa ya? G ke A itu namanya apa si?” A : “Diagonal ruang.”

P : “Diagonal ruang itu biasanya jaraknya lebih pendek, sama, atau lebih panjang dengan rusuknya?”

A : “Lebih panjang.”

P : “Berarti A itu proyeksinya G bukan?” A : “Bukan.”

P : “Bukan. Berarti yang mana?”

A : (sambil melihat hasil pekerjaannya)

P : “Bidangnya yang mana si yang ditanyakan?” A : “ABEF.”

P : “Nah dari bidang ABEF jarak yang terdekat dari G yang mana?” A : “Yang F.”

P : “Terus, titik B proyeksinya yang mana?” A : “Tetep di B.”

P : “Berarti gambar segitiganya bagaimana?” A : (menggambar segitiga siku-sikunya) P : “Itu siku-sikunya di mana?”

A : “Di F.”

P : “Terus sudut yang dimaksud yang mana?” A : “Yang ini.” (menunjuk titik sudut B) P : “Berarti nilai sinus nya?”

A : (mencari nilai sinus)

P : “Mengapa mencari nilai sinus GF/FB?” A : “Kan ini sisi depan ini samping.” P : “Cara mencari sinus itu apa si?”

A : “SinDeRing.” P : “Ring itu apa ya?” A : “Miring.”

P : “Kenapa milihnya FB?” A : (tersenyum)

P : “Jadi besar sudut nya?” A : “45º”

P : (mengambil hasil pekerjaan tes kemarin)

“Kenapa kemarin mengerjakannya seperti ini? Kenapa segitiga yang terbentuk FGB? F nya di sini E nya di sini. (menunjukkan letak E dan F yang terbalik)

A : (tersenyum) “Lupa.” P : “Lupa apanya?”

A : “Lupa letak ininya.” (menunjuk E dan F)

P : “Kamu kenapa memilih sudut antara BG dan ABFE itu yang sudut F?” A : “Kenapa ya? Salah itu mba.”

P : “Iya, sekarang sudah tahu kalau keliru ya. Tapi kenapa kemarin memilih sudutnya yang F?”

A : “Ga tahu mba, waktu itu bingung mba.”

Hari kedua

P : “Coba dilihat jawabanmu nomor 1.” A : (membaca kembali lembar jawabannya) P : “Kamu tau ga kesalahanmu di mana?” A : “Ga tau.”

P : “Coba baca yang c.” A : “Sudut α = √ = 45º”

P : “Itu benar ga kalo √ = 45º?” A : (berpikir)

A : “Iya.”

P : “Iya? Berarti nilai 1 = 90º? Kan ini kan sama dengan. Sama dengan kan menyamakan nilainya. Sedangkan √ = 45º?”

A : “Ga.” (kemudian membenarkan langkahnya) P : “45º itu apa si? Nilai cosinusnya bukan?” A : “Bukan.”

P : “Lha ini kamu samadengankan dengan?” A : “ √ .”

P : “Disamadengankan dengan? Yang di depannya?” A : “Nilai cosinus.”

P : “Iya. Sekarang dilihat nomor 3. Sudut yang kamu maksud yang mana itu?”

A : “TPB.”

P : “Yang ditanyakan apa si?” A : “Sudut antara TP dengan alas.”

P : “Berarti yang mana? Mengapa kamu memilih yang B?” A : “Ini kemarin ga baca tentang P nya.”

P : “Owh, ya sekarang nilai tangennya berapa?” A : “ √ .”

P : “Darimana?” A : “Dari √ .” P : “√ panjang apa?” A : “Panjang TO.”

P : “Terus 3 nya panjang?” A : “PO.”

P : “Itu PO? Itu kayanya PB.” A : “Iya PB.”

P : “Panjang PB di gambar kamu menulis 6, tetapi untuk mencari nilai tangen kamu menulis 3. Kenapa?”

P : “Oya, masih nomor 3 yang b coba. Kira-kira ada yang kurang ga?” A : “Hmmm.”

P : “Coba kalau aku baca jawabanmu itu, aku bakal langsung tau ga √ itu panjangnya apa terus 3 itu panjangnya apa? Apalagi di gambar ga kelihatan yang panjangnya 3.”

A : “Ya ga tahu.”

P : “Kebiasaan ya langsung nulis angka-angkanya?” A : “Iya, sebenernya nomer lain udah ditulis.” P : “Nah nomer ini kok ga ditulis?”

A : “Lupa, kayanya biar langsungan aja gitu.”

F. Siswa 6 Hari pertama

P : “Coba baca dan pahami soal nomor 3. Yang pertama apa yang ditanyakan?”

F : “Sudut yang dibentuk oleh TP dan alas ABCD.” P : “Coba bagaimana kalo dikerjakan dan digambar?” F : (mengerjakan)

P : “Sudutnya yang mana?” F : (menunjuk P)

P : “Kenapa memilih P?” F : “Hmm???”

P : “Mencari sudut bagaimana si? Antara TP dan alas?” F : (berpikir)

P : “Mendapat segitiga TPO bagaimana?” F : (masih berpikir)

P : “Ini tadi lho dapat O dari mana?” F : “Dari P ke O.”

P : “Mengapa?” F : “Jarak terdekat.”

P : “Terus kenapa sudutnya di P?” F : (berpikir)

P : “Kalau di T mungkin tidak sudut yang dibentuk oleh TP dengan alas?” F : “Hmmmmmm.”

P : “Yasudah kalau begitu berarti nilai tangennya?” F : (mengerjakan)

P : “Mencari tangen itu apa si?” F : “Depan/samping.”

P : “Jadinya bagaimana?” F : (melanjutkan mengerjakan) P : “Berarti besar sudutnya?” F : “Ga tau.”

P : “Kok ga tau? Kalau kemarin belajar ga?” F : “Belajar. Tapi sekarang udah lupa.” P : “30º itu hasilnya.”

(menunjukkan hasil tes kemarin)

“Oya ini kemarin bagaimana ya kamu menggambarnya? Di gambar ini sudut yang kamu maksud yang mana?”

F : “Yang T.”

P : “Mengapa memilih yang T?” F : “Ga tau.”

P : “Apa asal milih?” F : “Iya.”

P : “Kok bisa asal milih?”

“Berarti jika memilih di T, ini yang depan dan ini yang samping?” F : “Iya begitu.”

Hari kedua

P : “Coba dilihat jawabanmu nomor 1. Tau ga letak kesalahannya di mana?” F : “Di ini.” (menunjuk sudut)

F : (berpikir)

P : “Cos α = samping/miring. Itu sudah benar ya. Kenapa disamadengankan 45º?”

F : (diam)

P : “45º itu apa si?” F : “Sudut, besar sudut.”

P : “Iya, kalau begitu kamu samadengankan dengan?” F : “Cos α.”

P : “Berarti cos α = 45º?” F : “Iya.”

P : “Benar ga?” F : “Ga.”

P : “Kenapa kamu menuliskan 45º?”

F : “Hehehe, ga tau. Ini temen-temennya juga biasanya nulisnya gini.” P : “Owh berarti cuma ikutan teman ya?”

F : “Iya.”

P : “Terus nomor 2.” F : “Nomor 2 ya sama aja.”

Dokumen terkait