• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS SEJARAH (seluk beluk kerajaan samudera pasai)

Dalam dokumen sejarah kerajaan Dan samudra pasai (Halaman 25-37)

TUGAS SEJARAH

“ KERAJAAN ISLAM SAMUDERA PASAI “

NAMA : ERLA KHUSNUL .Q. KELAS : XI IPA 1

NO : 01

MAN 2 PONOROGO

TAHUN AJARAN 2012 / 2013

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT bahwasanya saya dapat menyelesaikan tugas makalah SEJARAH dengan tepat waktu tanpa ada halangan suatu apapun.Maka demikian, semoga apa yang telah kita kerjakan mendapat ridho Allah SWT.

Tugas ini merupakan tugas individu yang berisi materi-materi pelajaran yakni mengenai seluk beluk Kerajaan islam Samudera pasai.banyak hal positif yang kita peroleh berkaitan dengan tugas ini, diantaranya :

Menumbuhkan peran aktif siswa dalam mencari dan menambah materi.

Mengarungi ketergantungan siswa dalam menerima pelajaran dari guru.

Menambah wawasan mengenai sejarah suatu kerajaan.

Dll.

Dari uraian diatas, kita tahu bahwa pengadaan tugas seperti ini sangat penting. saya berterima kasih kepada ibu Fetty selaku guru pelajaran SEJARAH. Karena atas bimbingan beliau, saya dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Tak lupa saya mohon maaf apabila banyak

kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Kritik dan saran selalu kami nantikan. Semoga kedepan saya dapat mengerjakan tugas lebih baik lagi.

Ponorogo, …agustus 2012 Penyusun Cover 1 Kata Pengantar 2 Daftar Isi 3 Peta Konsep 4 BAB I 5 BAB II 8 BAB III 9

BAB IV 9

BAB V 11

BAB VI 11

BAB VII 12

BAB I SEJARAH

Kerajaan Samudera Pasai dideklarasikan secara resmi sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Ini menurut buku-buku teks pelajaran di sekolah-sekolah. Namun, sebenarnya,

Kerajaan Perlak lah yang pertama kali berdiri sebelumnya. Yah, hal tersebut tidak usah lagi diperdebatkan. Sebab, kedua kerajaan sama-sama berlokasi di negeri Aceh, daerah pertama yang pertama dimasuki Islam. Lagipula, Kerajaan Perlak nantinya akan bergabung dengan Samudera Pasai.

Samudera Pasai didirikan oleh Nizamudin Al-Kamil pada tahun 1267. Nizamudin Al-Kamil adalah seorang laksamana angkatan laut dari Mesir sewaktu dinasti Fatimiyah berkuasa. Ia ditugaskan untuk merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat pada tahun 1238 M. Setelah itu, ia mendirikan Kerajaan Pasai untuk menguasai perdagangan Lada. Dinasti Fatimiyah

merupakan dinasti yang beraliran paham syiah, maka bisa kita anggap bahwa pada waktu itu Kerajaan Pasai juga berpaham Syiah. Naas, pada saat ekspansi ke daerah Sampar Kanan dan Sampar Kiri sang laksamana gugur.

Pada tahun 1284, setelah keruntuhan dinasti Fatimiyah yang beraliran syiah, dinasti Mamaluk yang bermadzhab Syafi`i berinisiatif mengambil alih Kerajaan Pasai. Selain untuk

menghilangkan pengaruh syiah, penaklukan ini juga bertujuan untuk menguasai pasar rempah-rempah lada dan pelabuhan Pasai. Maka, Syekh Ismail bersama Fakir Muhammad menunaikan tugas tersebut. Di sana mereka bertemu dengan Merah Silu, keturunan Marah Pasai, dan menjalin persekutuan. Mereka akhirnya berhasil merebut Pasai. Dan dinobatkanlah Merah Silu sebagai raja Samudera Pasai yang pertama, dengan gelar Malik As-Salih pada tahun 1285. Ada kisah-kisah menarik yang diterangkan dalam Hikayat Raja Pasai seputar Merah Silu. Kisah-kisah ini nyaris di luar nalar dan beraroma mistis. Seperti adanya sabda Rasulullah yang menubuatkan berdirinya kerajaan Pasai ataupun kisah Merah Silu yang tanpa diajari siapa pun mampu membaca Al-Quran 30 juz dengan sempurna. Terlepas dari itu, Malik As-Salih kemudian berpindah paham, dari syiah menuju madzhab syafii. Maka aliran paham di Kerajaan Samudera Pasai yang semula syiah berubah menjadi paham syafii yang sunni. Namun menurut Slamet Muljana, dominasi madzhab syafii hanya terjadi pada masa Malik As-Salih saja. Sebab, tercatat putra keduanya sendiri menyebrang ke paham syiah dan mendirikan kerajaan sendiri di Aru Barumun dengan gelar Malik al-Mansur.

Perkembangan selanjutnya, Malik As-Salih menikah dengan Ganggang Sari, putri dari Kerajaan Perlak. Dari perkawinan ini, lahirlah Malikul Dzahir, yang selanjutnya menjadi sultan kedua kerajaan Samudera Pasai. Pada masa pemerintahannya, ia menggabungkan Kerajaan Perlak dengan Samudera Pasai. Dan terbentuklah Kerajaan Samudera Pasai yang menguasai pantai timur sebelah utara Sumatera yang berdekatan dengan Selat Malaka. Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie, Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.

Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.

Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.

(http://tarekatqodiriyah.wordpress.com)

Ibnu Battutah, seorang musafir termasyhur, dalam catatan perjalanannya, terkesan akan keindahan Samudera Pasai sebagai kota perdagangan. Setelah 25 hari menempuh perjalanan dari Barhnakar ( wilayah di Myanmar), Battutah mendarat di sebuah daerah yang sangat subur. Perdagangan di daerah itu sangat maju. Ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Ketika ia turun ke kota, ia takjub dengan keadaan kota, di mana ia melihat kota besar yang indah dikelilingi oleh dinding dan menara kayu. Kota tersebut adalah ibukota Kerajaan Samudera Pasai. Battutah juga mengisahkan tentang Sultan Maliku Dzahir yang amat bersahaja. Ia menggambarkan sang sultan sebagai sultan yang saleh, pemurah, rendah hati dan mempunyai perhatian yang amat besar kepada fakir miskin. Meskipun ia telah

menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa. Dalam lembar kisahnya yang lain ia menulis, “Sultan sangat rendah hati dan berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, Sultan dan rombongan mengelilingi kota untuk melihat keadaan rakyatnya.”

Ibnu Batutah berada di Samudera Pasai selama 15 hari. Sebelum berangkat meninggalkan wilayah Nusantara itu, ia sempat mengunjungi pedalaman Sumatera yang masih dihuni masyarakat bukan Islam.

Di sana, ia menyaksikan beberapa adat masyarakat yang cukup menakutkan, antara lain upacara bunuh diri beramai-ramai yang dilakukan para rakyat ketika pemimpinnya mati. Beberapa karya tulis juga muncul pada zaman kerajaan Samudera Pasai. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M.

HRP menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya. Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara

buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. (http://mforum1.cari.com.my/). Ini menunjukan Samudera Pasai juga berperan sebagai pusat pengembangan agama Islam di Indonesia. Diutusnya dua ulama dari Pasai, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak, ke Pulau Jawa, semakin mempertegas pengaruh Samudera Pasai bagi perkembangan Islam di Indonesia. Berkat dua ulama tersebut, yang memulai dakwah dari daerah Gresik, Islam tumbuh dengan pesat di Pulau Jawa. Dan karena berperan sebagai pendakwah pertama, Maulana Ishak bergelar Syekh Awwalul Islam. Fakta lain, pendiri Kerajaan Cirebon dan Banten, Fatahillah atau biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, ternyata adalah seorang putra Pasai. Jelaslah peran kerajaan ini dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, terutama Pulau Jawa.

Selain itu, bahasa Melayu dari Pasai digunakan pula dalam kitab-kitab pelajaran agama Islam sebagai pengantarnya. Istilah “bahasa Melayu” sendiri, merupakan kebiasaan baru di abad ke-18. Pada abad ke-16 dan 17, bahasa Melayu disebut dengan istilah “bahasa Jawi”. Hal ini karena bahasa itu ditulis dalam huruf Jawi, yakni huruf Arab yang telah disesuaikan dengan ucapan lidah masyarakat Nusantara. Sementara “jawi” ialah sebutan orang-orang Arab di masa itu untuk negeri-negeri di wilayah Nusantara/Asia Tenggara. Selanjutnya, bahasa Melayu terus berkembang dan akhirnya bertransformasi menjadi bahasa nasional Indonesia. Bisa dikatakan, bahasa Melayu Pasai merupakan cikal bakal bahasa nasional orang Indonesia. Di tahun 1350 M Kerajaan Samudera Pasai mencapai masa kebesarannya. Kerajaan

Samudera Pasai juga berhubungan langsung dengan Kerajaan Cina sebagai siasat untuk mengamankan diri dari ancaman Kerajaan Siam yang daerahnya meliputi Jazirah Malaka. Perkembangan ekonomi masyarakat Kerajaan Samudera Pasai bertambah pesat, sehingga selalu menjadi perhatian sekaligus incaran dari kerajaan – kerajaan di sekitarnya. Setelah Samudera Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka maka pusat perdagangan dipindahkan ke Bandar Malaka. Perkembangan pesat Kerajaan Malaka memang merupakan sebab yang membuat Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran. Pernikahan Parameswara atau Sultan Iskandar Syah, pendiri Kerajaan Malaka, dengan putri Kerajaan Samudera Pasai memang memperkuat hubungan Kerajaan Samudera Pasai dengan Kerajaan Malaka. Namun di sisi lain, Kerajaan Samudera Pasai posisinya semakin melemah. Pada akhirnya, Kerajaan Malaka mengambil alih Kerajaan Samudera Pasai dan menguasai bandarnya.

BAB II

LETAK GEOGRAFIS

letak samudera pasai (sekitar aceh utara)

Kerajaan Samudra Pasai muncul pada abad ke 13 Masehi ketika Kerajaan Sriwijaya hancur. Kerajaan ini didirikan oleh Malikussaleh, merupakan kerajaan yang kaya dengan

Beuringen Kec. Samudera Geudong Kab. Aceh Utara Provinsi Aceh. Wilayah Kekuasaan Kesultanan Pase (Pasai) pada masa kejayaannya sekitar abad ke 14 terletak di daerah yang diapit oleh dua sungai besar di pantai Utara Aceh, yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab. Aceh Tengah.

BAB III SILSILAH

Berikut daftar penguasa Pasai,

Periode Nama Sultan atau Gelar Catatan dan peristiwa penting

1267 – 1297

Marah Silu

Sultan Malik as-Saleh

Hikayat Raja-raja Pasai dan makam raja

1297 –

1326 Sultan Muhammad Malik az-Zahir

Koin emas telah mulai diperkenalkan

1326 –

1345 Sultan Mahmud Malik az-Zahir Dikunjungi Ibnu Batutah 1345 –

1383 Sultan Ahmad Malik az-Zahir Diserang Majapahit 1383 –

1405 Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir Dikunjungi Cheng Ho 1405 –

1412 Sultanah Nahrasiyah

Raja perempuan, (janda Sultan Pasai sebelumnya)

1405 –

1412 Sultan Sallah ad-Din Menikahi Sultanah Nahrasiyah

1412 –

1455 Sultan Abu Zaid Malik az-Zahir Mengirim utusan ke Cina

1455 –

1477 – 1500

Sultan Zain al-Abidin ibn Mahmud Malik az-Zahir II

Sultan Zain al-Abidin II 1501 –

1513 Sultan Abd-Allah Malik az-Zahir

1513 –

1521 Sultan Zain al-Abidin III Penaklukan oleh Portugal

BAB IV

KEHIDUPAN EKONOMI

Menurunnya peranan kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Di bawah kekuasaan Samudera Pasai, jalur perdagangan di Selat Malaka berkembang pesat. Banyak pedagang-pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat yang berlabuh di Pidie, Perlak dan Pasai. Pada masa raja Hayam Wuruk berkuasa, Samudera Pasai berada di bawah kendali Majapahit. Walau demikian Samudera Pasai diberi keleluasan untuk tetap menguasai perdagangan di Selat Malaka.

Belakangan diketahui bahwa sebagian wilayah dari kerajaan Majapahit sudah memeluk agama Islam. Awal abad 15 M, Samudera Pasai mengirim utusan untuk membayar upeti kepada Cina dengan tujuan mempererat hubungan diplomatik dan mengamankan diri dari serangan kerajaan Siam dari Muangthai. Pada masa kekuasaan Samudera Pasai, uang dirham sudah dipakai sebagai alat tukar menukar, di salah satu sisi uang tertulis kalimat Sultan yang Adil. Selama kerajaan-kerajaan Islam berkuasa di Indonesia, telah banyak terjadi perlawanan yang dilakukan oleh pihak kerajaan setempat atau “pemberontak” yang tak setuju kaum penjajah Eropa campur tangan terhadap urusan dalam negeri

Karena letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di tengah jalur perdagangan India, Gujarat, Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat berkembang menjadi besar. Sebagai kerajaan maritim, Pasai menggantungkan perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Letaknya yang strategis di Selat Malaka membuat kerajaan ini menjadi penghubung antara pusat-pusat dagang di Nusantara dengan Asia Barat, India, dan Cina. Salah satu sumber penghasilan kerajaan ini adalah pajak yang dikenakan pada kapal dagang yang melewati wilayah perairannya.

Berdasarkan catatan Ma Huan yang singgah di Pasai tahun 1404, meskipun kejayaan

Kerajaan Samudera Pasai mulai redup seiring munculnya Kerajaan Aceh dan Malaka, namun negeri Pasai ini masih cukup makmur. Ma Huan ini seorang musafir yang mengikuti

pelayaran Laksamana Cheng Ho, pelaut Cina yang muslim, menuju Asia Tenggara (termasuk ke Jawa).

Ma Huan memberitakan bahwa kota Pasai ditidaklah bertembok. Tanah dataran rendahnya tidak begitu subur. Pada hanya ditanam di tanah kering dua kali dalam setahun. Lada, salah satu hasil rempah-rempah yang banyak diminati pedagang asing, ditanam di ladang-ladang di daerah gunung.

Berita mengenai Samudera Pasai juga didapat dari Tome Pires, penjelajah dari Portugis, yang berada di Malaka pada tahun 1513. Tome Pires menyebutkan bahwa negeri Pasai itu kaya dan berpenduduk cukup banyak. Di Pasai, ia banyak menjumpai pedagang dari Rumi (Turki), Arab, Persia, Gujarat, Tamil.

Melayu, Siam (Thailand), dan Jawa. Begitu pentingnya keberadaan Samudera Pasai sebagai salah satu pusat perdagangan, tak mengherankan bila ibukotanya yang bernama Samudera menjadi nama pulau secara keseluruhan, yaitu Sumatera.

BAB V

KEHIDUPAN SOSIAL – BUDAYA

Telah disebutkan di muka bahwa, Pasai merupakan kerajaan besar, pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya

perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya. Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.

BAB VI

KEHIDUPAN AGAMA

Samudera Pasai adalah dua kerajaan kembar yakni Samudera dan Pasai, kedua-duanya merupakan kerajaan yang berdekatan. Saat Nazimuddin al-Kamil (laksamana asal Mesir) menetap di Pasai, kedua kerajaan tersebut dipersatukan dan pemerintahan diatur

menggunakan nilai-nilai Islam. Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan pesisir sehingga pengaruhnya hanya berada di bagian Timur Sumatera.

Samudera Pasai berjasa menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok di Sumatera, bahkan menjadi pusat penyebaran agama. Selain banyaknya orang Arab menetap dan banyak ditemui persamaan dengan kebudayaan Arab, atas jasa-jasanya menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Nusantara wilayah itu dinamakan Serambi Mekah.

BAB VII

HASIL KARYA ATAU PENINGGALAN

Adapun peninggalan-peninggalan kerajaan Samudera Pasai antara lain :

Kaligrafi yang terdapat pada makam Ratu Nahrasiyah yang dibuat pada

abad 14 M

Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertarikh 696 H atau 1297

M, dirujuk oleh sejarahwan sebagai tanda telah masuknya agama Islam di

Nusantara sekitar abad ke-13. Walau ada pendapat bahwa kemungkinan

Islam telah datang lebih awal dari itu. Hikayat Raja-raja Pasai memang

penuh dengan mitos dan legenda namun deskripsi ceritanya telah membantu dalam mengungkap sisi gelap sejarah akan keberadaan kerajaan ini. Kejayaan masa lalu kerajaan ini telah menginspirasikan masyarakatnya untuk kembali menggunakan nama pendiri kerajaan ini

untuk Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe.

Peninggalan terpenting adalah jirat makam yang diimpor dari Gujarat

( India ), kitab sastra hikayat raja-raja Pasai ( tanpa pengarang ), dan mata uang emas ( dirham ) sebagai alat tukar dalam perdagangan.

BAB VIII

PEMERINTAHAN

Samudera Pasai adalah sebuah kerajaan yang bercorak Islam dan sebagai pimpinan tertinggi kerajaan berada di tangan sultan yang biasanya memerintah secara turun temurun. Lazimnya kerajaan-kerajaan pantai atau kerajaan yang berdasarkan pada kehidupan/kejayaan maritim yang termasuk dalam struktur kerajaan tradisionil kerajaan-kerajaan Melayu, seperti kerajaan Islam Samudera Pasai, disamping terdapat seorang sultan sebagai pimpinan kerajaan, terdapat pula beberapa jabatan lain, seperti Menteri Besar (Perdana Menteri atau Orang Kaya Besar), seorang Bendahara, seorang Komandan Militer atau Panglima Angkatan laut yang lebih dikenal dengan gelar Laksamana, seorang Sekretaris Kerajaan, seorang Kepala Mahkamah Agama yang dinamakan Qadi, dan beberapa orang Syahbandar yang mengepalai dan

mengawasi pedagang-pedagang asing di kota-kota pelabuhan yang berada di bawah pengaruh kerajaan itu. Biasanya para Syahbandar ini juga menjabat sebagai penghubung antara sultan dan pedagang-pedagang asing.

Sebagaimana lazimnya sebuah kerajaan maritim, Kerajaan Islam Samudera Pasai dapat berkembang karena mempunyai suatu kekuatan angkatan laut yang cukup besar menurut ukuran masa itu dan mutlak diperlukan untuk mengawasi perdagangan di wilayah

kekuasaannya. Dan karena sebagai kerajaan maritim, kerajaan ini sedikit sekali mempunyai basis agraris yang hanya diperkirakan berada sekitar sebelah –menyebelah sungai Pasai dan sungai Peusangan saja, dimana terdapat sejumlah kampung-kampung (meunasah-meunasah) yang merupakan unit daripada bentuk masyarakat terkecil di wilayah Samudera Pasai pada waktu itu. Dan selain itu meunasah-meunasah ini merupakan lembaga-lembaga pemerintahan terkecil pula dari Kerajaan Samudera Pasai pada waktu itu.

Diantaranya ke Minangkabau, Palembang, Jambi, Patani, Malaka, Jawa dan beberapa kerajaan pantai di sekitarnya. Pada abad ke XIV Kerajaan Islam Samudera Pasai menjadi pusat studi agama Islam dan juga tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negara Islam untuk berdiskusi tentang masalah-masalah keduniawian dan keagamaan. Berdasarkan berita dari Ibn.Batutah, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Samudera Pasai pada tahun 1345/6, kerajaan ini berada pada puncak kejayaannya. Ibn-Batutah berada dikerajaan ini selama dua minggu dan telah melihat banyak tempat ini(kraton Samudera Pasai),

mempunyai benteng di sekelilingnya. Dia telah diterima oleh wakil laksamana di Balairung dan telah diberi persalinan menurut adat setempat. Pada hari ketiga di sana Ibn Batutah mendapat kesempatan untuk menghadap sultan yang memerintah pada ketika itu yaitu Sultan Malikul Zahir yang dianggapnya sebagai sultan yang termasyur dan peramah. Selama di Samudera Pasai Ibn Batutah telah berjumpa dengan tiga orang ulama terkenal, yang masing-masing bernama Amir Dawlasa berasal dari Delhi (India), Kadi Amir Said berasal dari Shiraz dan Tajuddin berasal dari Ispahan. Dan disebutkan bahwa sultan Samudera Pasai sangat suka berdiskusi masalah-masalah agama dengan ulama-ulama itu.

Dengan melihat Samudera Pasai sebagai pusat studi dan pertemuan para ulama seperti tersebut di atas dan sesuai dengan yang telah diutarakan oleh Prof.A.Hasjmy, bahwa banyak sekali tokoh dan para ahli dari berbagai disiplin pengetahuan yang datang dari luar seperti dari Persia (bagian dari Daulah Abbasiyah) untuk membantu kerajaan Islam Samudera Pasai, maka dapat dipastikan bahwa sistem dan organisasi pemerintahan di kerajaan itu, tentunya

seirama dengan sistem yang dianut oleh pemerintahan daulah Abbasiyah. Dan menurut catatan Ibn Batutah, diantara pejabat tinggi Kerajaan Islam Samudera Pasai yang ikut melepaskan sultan meninggalkan mesjid di hari Jum’at yaitu Al Wuzara (para menteri) dan Ak Kuttab (para sekretaris) dan para pembesar lainnya . Selain itu menurut catatan M.Yunus Jamil, bahwa pejabat-pejabat Kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri dari orang-orang alim dan bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai berikut: 1. Seri Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri.

2. Saiyid Ali bin Ali Al Makaarani, sebagai Syaikhul Islam.

3. Bawa Kayu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri Luar Negeri. Dari catatan-catatan, nama-nama dan lembaga-lembaga seperti tersebut di atas,

Prof.A.Hasjmy berkesimpulan bahwa, sistem pemerintahan dalam Kerajaan Islam Samudera Pasai sudah teratur baik, dan berpola sama dengan sistem pemerintahan Daulah Abbasiyah di bawah Sultan Jalaluddin Daulah (416-435 H).

Dalam dokumen sejarah kerajaan Dan samudra pasai (Halaman 25-37)

Dokumen terkait