• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Umum Pembejaran

Dalam dokumen Perkembangan dan Peserta dan Didik (Halaman 192-200)

Mahasiswa dapat memahami bagaimana implikasi perkembangan anak usia menengah terhadap penyelenggaraan pendidikan.

II. Tujuan Khusus Pembelajaran

Mahasiswa mampu:

1. mendeskripsikan implikasi perkembangan fisik remaja terhadap

pembelajaran di sekolah menengah

2. mendripsikan implikasi perkembangan intelik tedap pelaksnaan

pembelajaran di sekolah menengah

3. mampu mendeskripsikan perkembangan bahasa terhadap penyenggaraan

pendidikan di sekolah.menengah

4. mampu mendeskripsikan perkembangan emosi terhadp penyelenggaraan

pendidikan di sekolah. menengah

5. mendeskripsikan perkembangan bakat khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah menengah

6. mampu mendeskripsikan perkembangan moral anak dengan pelaksanaan

pembelajaran di sekolah menengah.

7. mampu mendeskripsikan perkembangan sosial dengan penyelenggaraan

pembejaran di sekolah menengah.

8. Mahasiswa mampu mendeskripsikan perkembangan konsep diri dengan

penyelenggaraan pembelajaran di sekolah menengah.

9. mampu mendeskripsikan implikasi tugas-tugas perkembangan terhadap

penyelenggaraan pembelajaran di sekolah menengah.

III. Materi Pembelajaran

Implikasi Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa perkembangan fisik pada usia remaja terutama remaja awal (usia SLTP) berlangsung sangat cepat. Kecepatan perkembangan fisik ini sering menyebabkan kekurangseimbangan pada proporsi tinggi dan berat badan. Pada masa ini tumbuh ciri – ciri sekunder dari perkembangan remaja, seperti tumbuh bulu pada public region, terjadinya

pengembangan otot pada daerah – daerah tertentu, disertai dengan mulai mengalami sekresi kelenjar jenis kelamin. Remaja putri mulai mengalami menstruasi.

Prilaku psikomotorik pada usia remaja menunjukkan gerakan – gerakan yang canggung dan kurang terkoordinasikan. Pada masa ini terjadi perbedaan perkembangan psikomotor antara perkembangan remaja puteri dengan remaja pria. Remaja putrei biasanya lebih cepat berkembang sekitar satu sampai dua tahun dibandingkan dengan remaja pria. Hal ini menyebabkan terjadinya kecanggungan – kecanggunangan bergaul diantara mereka.

Di samping itu, perbedaan proporsi laju pertumbuhan antara berat badan dengan tinggi badan sering menimbulkan ekses psikologis dengan munculnya nama –nama panggilan (nick name) seperti si congcorang atau si tiang listrik bagi yang terlalu tinggi, atau sebutan si gendut bagi yang terlalu gemuk. Akibat yang lebih jauh dari keadaan tersebut, dapat menimbulkan penolakan diri, karena body imagenya tidak sesuai dengan self picture yang diharapkan.

Perubahan suara pada laki – laki dan menstruasi pada wanita, dapat menimbulkan gejala – gejala emosional tertentu seperti rasa malu. Matangnya organ reproduktif membutuhkan pemuasan biologis. Apabila hal ini tidak dibarengi dengan bimbingan norma – norma agama seringkali menyebabkan remaja melakukan masturbasi, melakukan homo seksual, bahkan mencoba – coba melakukan hubungan suami istri. Rangsangan media masa yang telah merasuk kerumah – rumah seperti majalah porno, TV, bahkan internet, sering memberikan pengaruh buruk pada remaja untuk melakukan seks bebas sebelum menikah. Akibat lebih jauh adalah terjangkitnya penyakit kelamin, Aids, HIV dan sebagainya.

Dengan memperhatikan perkembangan fisik anak usia sekolah menengah, pendidikan seyogyanya menerapkan suatu model pendidikan yang memisahkan pria dan wanita pada saat menjelaskan perkembangan anatomi dan fisiologi. Umpamanya dalam pelajaran biologi atau bisa juga dalam pelajaran pendidikan jasmanai dan kesehatan ketika menjelaskan pokok bahasan tentang anatomi manusia, sebaiknya kelas pria dan wanita dipisah supaya anak dapat dengan bebas menanyakan segala hal yang berkaitan erat dengan perkembangan dirinya. Pendidikan jenis kelamin (lebih dikenal dengan pendidikan seks) hendaknya diberikan secara bijaksana, supaya anak dapat mengenal lebih jauh tentang segala hal yang berkaitan dengan seks. Orang tua di rumah hendaknya membuka peluang untuk berdialog dengan putra – putrinya yang berhubungan dengan pendidikan seks. Jangan tabu untuk membicarakan tentang seks kepada remaja. Remaja lebih baik bertanya pada orang tua ataupun guru daripada bertanya kepada pihak – pihak yang justru akan menjerumuskan mereka.

Guru pembimbing di sekolah dapat berinisiatif untuk mengundang narasumber atau penceramah tamu seperti dokter ke sekolah. Adakan diskusi untuk memperjelas pendidikan seks. Informasikan bahaya – bahaya perilaku menyimpang dalam pemuasan kehidupan seksual seperti onani, masturbasi, prostitusi dan sebagainya terhadap kesehatan badan dan juga kesehatan mental. Selain itu sekolah juga dapat menyalurkan hobby atau minat remaja kepada kegiatan – kegiatan yang positif seperti kegiatan olahraga, kesenian, kepramukaan dan lain – lain. Kuras tenaga remaja untuk kegiatan yang bermanfaat. Sekiranya energi remaja telah terkuras kedalam kegiatan positif maka remaja tidak memiliki peluang untuk melamun atau melakukan kegiatan – kegiatan yang menyimpang.

Implikasi Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif

Pada usia remaja tumbuh keinginan untuk mempelajari dan menggunakan bahasa asing pada kelompoknya. Remaja menggunakan bahasa yang hanya dipahami oleh anggota kelompok mereka yaitu bahasa sandi ataupun bahasa prokem. Keinginan remaja untuk menguasai bahasa asing terkadang tidak diimbangi oleh usaha yang sungguh – sungguh. Kelemahan dalam fonetik umpamanya dapat menjadi bumerang menjadi cemohan teman lainnya. Akibatnya sering menjadi fatal. Remaja jadi membenci pelajaran bahasa asing bahkan bisa membenci gurunya.

Karakteristik tersebut di atas membawa implikasi ke dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah, guru bahasa asing harus memiliki kearifan untuk memahami kemampuan remaja secara individual. Menurut Abin Syamsudin Makmun (1999:96) guru dituntut untuk melakukan pemahaman yang mendalam serta menyediakan layanan pendidikan dan bimbingan yang bijaksana sehingga siswa – siswa remaja yang biasanya mengalami kesulitan dan kelemahan tertentu dalam bidang studi yang sensitive tersebut. Apabila kesulitan yang dimiliki siswa tersebut dapat diatasi dengan baik, siswa tidak akan mengalami prustasi yang mengandung lahirnya reaksi – reaksi pertahanan diri (defence mechanism) atau sikap – sikap atau tindakan destruktif, baik terhadap bidak studinya maupun gurunya.

Keinginan siswa sekolah menengah untuk membaca telah tumbuh terutama untuk membaca buku – buku atau majalah yang mengandung segi erotis, fantastic dan estetik. Peluang ini hendaknya dimanfaatkan guru untuk memberikan tugas – tugas yang berkaitan dengan pemaknaan terhadap bacaan yang positif. Guru hendaknya memberikan tugas – tugas untuk membuat resensi atau ringkasan isi buku atau karangan. Karena kalau hasrat membaca ini tidak

disalurkan maka sering terjadi siswa sekolah menengah akan terdorong untuk membaca buku – buku atau majalah porno.

Dalam hal perkembangan kognitif, sioswasekolah menengah telah mampu mengoperasikan kaidah – kaidah logika formal, seperti asosiasi, diferensiasi, komparasi dan hubungan sebab – akibat (causalitas) meskipun masih bersifat abstrak dan relative terbatas. Kecakapan intelektual umum (general intelligence) menjalani laju perkembangan yang terpesat. Kecakapan – kecakapan khusus (bakat) menunjukkan kecenderungan arah perkembangan yang lebih jelas.

Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif remaja ini membawa implikasi terhadap pendidikan di sekolah. Guru hendaknya menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual siswa sekolah menengah. Guru sebaiknya menerapkan pendekatan pembelajaran individual, atau dalam kelompok – kelompok kecil (small group based instruction) untuk siswa – siswa yang unggul dan siswa – siswa yang lambat. Guru juga dapat mengembangkan model pembelajaran yang memberikan peluang bagi siswa unggul memberikan imbas terhadap siswa yang lambat (semacam tutor sebaya dan bimbingan teman sebaya).

Implikasi Perilaku Sosial,Moralitas dan Keagamaan

Karakteristik perilaku sosial siswa sekolah menengan adalah adanya kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dengan keinginan untuk bergaul dengan banyak teman, dan ambivalensi antara keinginan untuk bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tuanya. Siswa sekolah menengah memiliki ketergantungan yang kuat pada kelompok sebaya disertai dengan konformitas yang tinggi. Apabila kecenderungan ketergantungan kepada kelompok sebaya ini tidak diarahkan secara positif, hal ini dapat menimbulkan kenakalan remaja bersama gang kelompoknya.

Dalam asdpek pemahaman moral, usia remaja adalah usia yang kritis untuk menguji kaidah – kaidah, nilai – nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari orang dewasa. Anak usia sekolah menengah berupaya mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh – tokoh idola. Perkembangan ini seiringan dengan perkembangan cara berpikir dan sikap usia sekolah menengah yang memasuki masa kritis.

Sedangkan perkembangan aspek keagamaan,anak usia sekolah menengah memasuki masa kritis dan skeptis>Anak usia sekolah menengah mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi (keberadaan) dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari –

hari dilakukan mungkin atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. Usia sekolah menengah berupaya mencari dan mencoba menemukan pegangan hidupnya (Abin Syamsudin Makmun, 1999:93).

Implikasi dari perkembangan perilaku social, moral dan keagamaan anak usia sekolah menengah adalah pendidikan hendaknya dilaksanakan dalam bentuk kelompok -kelompok belajar, atau perkumpulan remaja yang positif. Sekolah hendaknya menciptakan suasana dan menyediakan fasilitas yang

memungkinkan terbentuknya kelompok – kelompok remaja yang mempunyai

tujuan dan program – program kegiatan yang positif berdasarkan minat siswa.

Sekolah hendaknya mengaktifkan kelompok – kelompok kegiatan

kepramukaan, keolahragaan, kelompok kesenian, kelompok palang merah remaja, kelompok patroli keamanan sekolah, pencak silat, kelompok ilmiah remaja, kelompok remaja mesjid, kelompok pecinta alam, atau kelompok lain sesuai dengan minat siswa.

Di samping itu sekolah juga harus meningkatkan hubungannya dengan orang tua. Pada waktu yang lalu bernama Badan Pembina Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) dan sekarang bernama Komite Sekolah yang ada ditenggarai terlalu berorientasi kepada lembaga pengumpul sumbangan pendidikan. Kondisi ini hendaknya diubah. KOMITE harus berfungsi sebagai lembaga yang

mempu menjembatani orang tua siswa dengan guru – guru di sekolah. Orang

tua dan sekolah hendaknya saling mendekatkan dan menyelaraskan system dan pendekatan terhadap siswa usia sekolah menengah, serta sikap dan layanan yang harus diberikan dalam membina anak usia sekolah menengah. Kerja sama serupa, hendaknya dilakukan juga oleh sekolah dengan lembaga di masyarakat yang memiliki kepedulian untuk mengembangkan potensi remaja, seperti lembaga keagamaan, lembaga kesehatan, LSM – LSM yang bergerak dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan AIDS, dan sebagainya.

Implikasi Perilaku Apektif, Konatif dan Kepribadian

Memasuki usia sekolah menengah, lima kebutuhan dari Maslow, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, afiliasi social, penghargaan dan perwujudan diri, mulai menunjukan kecenderungan – kecenderungannya. Reaksi dan ekspresi emosinya masih labil dan belum terkendali, dan seiring berubah dengan cepat. Kecenderungan tipe kepribadian sudah menunjukan pola, meskipun belum begitu terpadu. Kecenderungan minat dan pilihan karier sudah relative lebih jelas. Masa usia sekolah menengah ini merupakan masa krisis identitas. Sekiranya kondisi psiko sosialnya menunjang maka akan

tampak identitas yang positif, sebaliknya jika tidak menunjang akan tampak identitas yang negatif.

Karakteristik ini menuntut pemberian contoh perilaku keteladanan dari orang tua, pendidik, para elit politik, para pejabat, dan tokoh – tokoh idola anak usia sekolah menengah. Ambivalensi penerapan nilai dalam berbagai tataran masyarakat dengan di sekolah akan menambah kebingungan anak remaja. Oleh karena itu, guru hendaknya memberikan peluang bagi anak usia sekolah menengah untuk belajar bertanggung jawab.

Implikasi Perkembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan pendidikan

Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat mengembangkan kecerdasan emosional, salah satu diantaranya adalah dengan

menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T. Grant Consortium

tentang “Unsur-unsur Aktif Program Pencegahan”, yaitu sebagai berikut.

a. Pengembangan Keterampilan Emosional

Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan emosional individu adalah

1. Mengidentifikasi dan memberi nama atau label perasaan

2. Mengungkapkan perasaan

3. Menilai intensitas perasaan

4. Mengelola perasaan

5. Menunda perasaan

6. Mengendalikan dorongan hati

7. Mengurangi stress

8. Memahami perbedaan

b. Pengembangan Keterampilan kognitif

Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan

kognitif individu adalah sebagai berikut :

1. Belajar melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.

2. Belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial, misalnya mengenali pengaruh sosial terhadap prilaku dan melihat diri sendiri dalam persfektif masalah yang lebih luas.

3. Belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan

menentukan sasaran, mengidentifikasi tindakan-tindakan alternatif, dan memperhitungkan akibat-akibat yang mungkin timbul.

4. Belajar memahami sudut pandang orang lain ( empati )

5. Belajar memahami sopan santun, yaitu perilaku mana yang dapat diterima dan tidak.

6. Belajar bersikap positif

7. Belajar mengembangkan kesadaran diri, misalnya mengambangkan

harapan yang realistis tentang diri sendiri.

c. Pengembangan Keterampilan Perilaku.

Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan individu adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari komunikasi non-Verbal, misalnya berkomunikasi melalui

pandangan mata, eksprsi wajah, gerak-gerik, posisi tubuh, dan sejenisnya.

2. Mempelajari komunikasi verbal, misalnya mengajukan permintaan

dengan jelas, mendeskripsikan sesuatu pada orang lain dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif, menolak pengaruh negatif, mendengarkan orang lain, dan ikut serta dalam kelompok-kelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan komunikasi verbal.

3. Belajar mengembangkan kesadaran diri, caranya adalah mengamati sendiri dan mengenali perasaan sendiri, menghimpun kosakata untuk mengungkapkan perasaan, serta memahami hubungan antar pikiran, perasaan, dan respon emosional.

4. Belajar mengambil keputusan pribadi, caranya adalah mencermati tindakan-tindakan dan akibat-akibatnya, memahami apa yang menguasai suatu keputusan, pikiran dan perasaan, serta menerapkan pemahaman ini ke masalah-masalah yang cukup berat, seperti masalah seks dan obat terlarang.

5. Belajar mengelola perasaan, caranya adalah memantau pembicaraan sendiri untuk menangkap pesan-pesan negatif yang terkandung didalamnya, menyadari apa yang ada dibalik perasaan ( Misalnya, sakit hati yang mendorong amarah ), menemukan cara untuk menangani rasa takut, cemas , amarah, dan kesedihan.

6. Belajar menangani stress, caranya adalah mempelajari pentingnya berolahraga, perenungan terarah, dan metode relaksasi.

7. Belajar berempati, caranya adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain, serta menghargai perbedaan perasaan orang lain mengenai sesuatu.

8. Belajar berkomunikasi, caranya adalah berbicara mengenai perasaan secra efektif, yaitu belajar menjadi pendengar dan penanya yang baik. Membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan seseorang dalam reaksi atau penilaian diri sendiri tentang sesuatu, serta mengirimkan pesan dengan sopan dan bukannya mengumpat.

9. Belajar Membuka Diri, caranya adalah menghargai keterbukaan dan membina kepercayaan dalam suatu hubungan serta mengetahui situasi yang aman untuk membicarakan tentang perasaan diri sendiri

10.Belajar mengambangkan pemahaman, caranya adalah mengidentifikasi

pola-pola kehidupan emosional dan reaksi-rekasinya serta mengenali pola-pola serupa pada orang lain.

11.Belajar Menerima diri Sendiri, caranya adalah merasa bangga dan memandang diri sendiri dari sisi positif, mengenali dan memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, serta belajar mampu untuk menertawakan diri sendiri.

12.Belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi, caranya adalah belajar rela memikul tanggungjawab, mengenali akibat-akibat dari keputusan dan tindakan pribadi, serta menindak lanjuti komitmen yang telah dibuat dan disepakati.

13.Belajar mengembangkan ketegasan, caranya adalah dengan

mengungkapkan keprihatinana dan perasaan anda tanpa rasa marah atau berdiam diri.

14.Mempelajari dinamika kelompok, caranya adalah mau bekerjasama, memahami kapan dan bagaimana memimpin, serta memahami kapan harus mengikuti.

15.Belajar menyelesaikan konflik, caranya adalah bagaimana melakukan konfrontasi secara jujur dengan orang lain, orang tua, atau guru, serta memahami contih penyelesaian menang-menang ( win-win solution) untuk merundingkan atau menyelesaikan suatu perselisihan.

Implikasi Perkembanngan Konsep Diri

Konsep diri sangat menentukan dalam proses pendidikan dan prestasi belajar peserta didik, .anak yang megalami masalah di sekolah banyak yang berhubungan dengan konsep diri; dan pada umumnya mereka mempunyai konsep diri yang rendah.Oleh sebab itu guru perlu melakukan berbagi usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan konsep diri anak. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru; diantaranya adalah :

1. Membuat siswa anmendapat dukungan dari guru; dukungan guru ini dapat

memberikan pengghargaan, atau persetujuan pada gagasan yang dikemukakan siswa..

2. Membuat siswa merasa bertanggung jawab; misalnya dengan memberi

kesempatan pada siswa untu membuat keputusan sendiri atas prilakunya .

3. Membuat siswa merasa mampu; dapat dilakukan dengan cara menunjukkan

sikap positip terhadap kemampuan yang dimiliki siswa.

4. Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis; dapat dilakukan dengan membantu untuk membuat tujuan sesuai dengan kemampuan dirinya,.

5. Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis; dapat dilakukan denag membantu mereka menilai prestai mereka secara realistis, yang membantu rasa percaya pada kemampuan mereka dalam menghadapi tugas-tugas sekolah dan meningkatkan prestasi belajar di kemudia hari.

6. Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis.; dapat dilakukan dengan memberikan dorongan kepda siswa agar bangga atas prestasi yang dicapai nya. Rasa bangga atas prestasi yang dicapai merupakan salah satu kunci untuk menjadi lebih positif dalam memandang kemampuan yang dimliki

Implikasi Tugas – Tugas Perkembangan Remaja Bagi Pendidikan

Tugas – tugas perkembangan remaja harus dapat diselesaikan dengan baik, karena akan membawa implikasi penting bagi penyelenggaraan pendidikan dalam rangka membantu remaja tersebut, yaitu sebagai berikut :

1. Sekolah dan perguruan tinggi perlu memberikan kesempatan

melaksanakan kegiatan – kegiatan non akademik melalui berbagai perkumpulan, misalnya perkumpulan penggemar olahraga sejenis, kesenian, dan lain – lain.

2. Apabila ada remaja putra atau putri bertingkah laku yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, mereka perlu dibantu melalui bimbingan dan konseling. Demikian juga, apabila seorang wanita lebih mementingkan studi dan kariernya daripada menaruh perhatiannya menjadi seorang ibu, hendaknya sekolah turut membantunya agar mereka mampu menerima peranannya sebagai wanita.

3. Siswa yang lambat perkembangan jasmaninya diberi kesempatan

berlomba dalam kegiatan kelompoknya sendiri. Perlu diberikan penjelasan melalui bidang studi biologi dan ilmu kesehatan bahwa pada diri remaja sedang terjadi perubahan jasmani yang bervariasi. Kepada siswa juga diberikan kesempatan untuk bertanya tentang perkembangan jasmani itu.

Dalam dokumen Perkembangan dan Peserta dan Didik (Halaman 192-200)

Dokumen terkait