• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

B. Tulang Ikan

Tulang adalah organ keras yang merupakan bentuk bagian pada endoskleton vertebrata. Menurut Lagler (1977) tulang berfungsi sebagai berikut :

1. Melindungi tubuh, dimana tulang dapat melindungi organ-organ internal dari pengaruh luar tubuh.

2. Membentuk tubuh. 3. Memproduksi sel darah. 4. Tempat penyimpanan mineral. 5. Untuk pergerakan tubuh.

6. Pada beberapa ikan, tulang bermodifikasi menjadi sirip mempercepat penempatan sperma pada saluran reproduksi pada ikan betina.

Skleton pada ikan terdiri dari : notochord, jaringan penghubung, tulang, kartilago, sisik, dan gigi (termasuk enamel dan dentin), neuralgia, dan sirip. Ikan memiliki rangka dalam yang terdiri dari tulang sejati (tulang keras), dan tulang rawan (kartilago). Dari kenampakan fisik, secara mudah terlihat bahwa tulang rawan lebih transparan (bening, tembus cahaya) dan lentur dibandingkan dengan tulang sejati (Lagler, 1977). Komposisi kimia tulang ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 2.

7 Tabel 2. Komposisi Kimia Tulang Ikan Tuna

Parameter Persentase Bobot Kering (%) Persentase Bobot Basah (%) Air Abu Protein Lemak - 39,19 52,54 23,06 56,11 17,20 7,56 3,32 Sumber: Direktorat Jendral Perikanan Tangkap (1983)

Perkembangan dari embrio pada tulang adalah sebagai berikut: kartilago dihasilkan oleh sel-sel masenkim, sesudah kartilago terbentuk rongga yang ada didalamnya akan terisi oleh osteoblast, yaitu sel-sel pembentuk tulang. Osteoblast juga menempati jaringan pengikat disekelilingnya dan membentuk sel-sel tulang. Jaringan utama pada tulang jaringan osseous relatif keras dan terdapat mineral, dimana yang terbesar adalah kalsium fosfat sehingga menyebabkan tulang bersifat keras. Tulang umumnya memiliki matriks berupa hialin yang homogen dan jernih. Matriks yang berserabut lebih banyak mengandung kolagen yaitu semacam zat perekat tulang, dimana didalam tulang, kolagen memberikan elastisitas dan juga berkontribusi dalam resistensi fraktur (Wikipedia, 2007).

Pemanfaatan kulit, tulang dan gelembung renang ikan secara komersial dapat sebagai bahan baku industri gelatin, dimana selama ini hanya merupakan limbah. Pemanfaatan tersebut dapat menambah penghasilan secara ekonomi dan memberi keuntungan bagi pengelolaan limbah industri perikanan karena bahan tersebut dihasilkan dalam jumlah yang banyak (Choi dan Regenstein, 2000). Menurut Surono (1994) bahwa tulang dan kulit ikan sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan gelatin, karena tulang dan kulit mencakup 10 – 20% dari total bobot tubuh ikan.

C. Kolagen

Kolagen adalah protein berbentuk serabut (fibril) yang mempunyai fungsi fisiologis yang unik. Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan pengikat putih (white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ tubuh vertebrata dan invertebrata (Poppe, 1992). Kolagen merupakan salah satu protein terpanjang dengan jumlah paling banyak pada tubuh vertebrata. Kolagen merupakan bahan baku utama yang banyak terdapat pada kulit, urat, pembuluh darah tulang dan tulang rawan. Serat kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang saling berhubungan, masing-masing tersusun dalam jenis khusus heliks berputar. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin dan sekitar 11% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi (Lehninger, 1990).

Fibril kolagen terdiri dari sub-unit polipeptida berulang yang disebut tropokolagen yang disusun dalam untaian paralel dari kepala sampai ekor. Tropokolagen terdiri atas tiga rantai polipeptida yang berpilin erat menjadi tiga untai tambang. Tiap rantai polipeptida dalam tropokolagen juga merupakan suatu heliks (Lehninger, 1990). Susunan molekul kolagen dapat dilihat pada Gambar 2.

9 Kolagen merupakan bahan baku gelatin yang banyak terdapat pada kulit, urat, tulang rawan, dan tulang pada hewan. Kolagen adalah serabut protein yang mempunyai fungsi biologis yang unik. Kolagen tersusun oleh unit struktural tropokolagen yang berbentuk batang dengan panjang 3000Å dengan diameter 15Å, yang mengandung tiga unit polipeptida yang saling berpilin membentuk struktur triple helix (Wong, 1989).

Protein (kolagen) dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh panas, reaksi kimia dengan asam atau basa, goncangan dan sebab-sebab lainnya. Selain itu protein juga dapat mengalami degradasi, yaitu pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana oleh pengaruh asam, basa atau enzim (Winarno, 2002). Perlakuan basa atau alkali dapat menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar. Salah satu alkali yang dapat digunakan sebagai pelarut kolagen adalah NaOH (Christianto, 2001). Selain pelarut alkali, kolagen juga larut dalam pelarut asam seperti HCl (Artadana, 2001).

Konversi kolagen yang bersifat tidak larut air menjadi gelatin yang larut air merupakan transformasi esensial dalam pembuatan gelatin. Kolagen harus diberi perlakuan awal untuk mengubahnya menjadi bentuk yang sesuai sehingga dapat diekstraksi. Ekstraksi ini dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen diantara ketiga rantai bebas, dua rantai saling berikatan dan satu rantai bebas, dan tiga rantai yang masih berikatan (Poppe, 1992). Serat kolagen akan mengembang dengan baik tetapi tidak larut bila direndam dalam larutan alkali atau larutan garam netral dan nonelektrolit. Kolagen akan terputus jika terkena asam kuat atau basa kuat dan akan mengalami transformasi dari bentuk untaian larut dan tidak tercerna menjadi gelatin yang larut air (Lehninger, 1990).

Kolagen yang terdapat pada kulit dan tulang ikan mempunyai kemampuan untuk membentuk gel setelah dipanaskan. Kemampuan pembentukan gel tergantung pada karakteristik spesies ikan dan kolagen dari kulit ikan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan kolagen dari tulang ikan. Kandungan NaCl yang rendah berpengaruh nyata terhadap kekuatan gel kolagen dari kulit ikan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan gel kolagen dari tulang (Montero dan Borderias, 1991).

Pada ikan terdapat tiga tipe protein, yaitu myofibril (65-75%), sarkoplasma (20-30%), dan stromata (1-3%). Protein stromata merupakan jaringan ikat yang terdiri dari komponen kolagen dan elastin (Suzuki, 1981). Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Di samping pelarutnya, kolagen ikan mempunyai kandungan asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan kolagen mamalia sehingga suhu denaturasi proteinnya menjadi rendah (Ward dan Courts, 1977).

Menurut De Man (1997) proses pengubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan, sebagai berikut:

1. Pemutusan sejumlah terbatas ikatan peptida untuk memperpendek rantai. 2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan samping antar rantai. 3. Perubahan konfigurasi rantai.

Perubahan konfigurasi rantai merupakan satu-satunya perubahan penting untuk pengubahan kolagen menjadi gelatin. Kondisi yang digunakan selama proses produksi gelatin menentukan sifat-sifatnya. Pada produksi normal, kulit atau tulang mula-mula diekstraksi dahulu pada kondisi nisbi lunak, dilanjutkan dengan ekstraksi berturut-turut pada kondisi lebih berat. Ekstraksi pertama menghasilkan gelatin dengan mutu baik, sedangkan ekstraksi selanjutnya menghasilkan gelatin dengan mutu tidak sebaik ekstraksi pertama.

D. Gelatin

Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit, dan merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah. Gelatin mempunyai titik leleh 35oC, di bawah suhu tubuh manusia. Titik leleh inilah yang membuat produk gelatin mempunyai karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan bahan pembentuk gel lainnya seperti pati, alginat, pektin, agar-agar dan karaginan yang merupakan senyawa karbohidrat (Gomez dan Montero, 2001). Secara fisik dan kimia, gelatin berwarna kuning cerah atau transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau dan berasa, larut dalam air panas, gliserol dan asam asetat serta pelarut organik lainnya. Gelatin dapat mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot asalnya (Raharja, 2004).

11 Gelatin dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas dari kolagen (Geltech, 2007). Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah. Berat molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan suhu yang dapat menghancurkan makro molekulnya (Wong, 1989).

Gelatin merupakan molekul besar dan kompleks yang mempunyai nilai rata-rata bobot molekul berkisar 15.000 – 25.000. Komposisi kimia gelatin terdiri dari 50.5% karbon, 6.8% hidrogen, 17% nitrogen dan 25.5% oksigen. Untuk sampel yang lebih murni kandungan nitrogennya berkisar antara 18.2% sampai 18.4%. Gelatin yang diperoleh dari proses alkali lebih kaya hidroksiprolin dan rendah tirosin dibandingkan dengan gelatin yang diperoleh melalui proses asam (Smith, 1992).

Senyawa gelatin merupakan suatu polimer linier asam-asam amino. Pada umumnya rantai polimer tersebut merupakan perulangan dari asam amino glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Dalam gelatin tidak terdapat asam amino triptofan, sehingga gelatin tidak dapat digolongkan sebagai protein yang lengkap (Gelatin Food Science, 2007). Gelatin tersusun atas 18 asam amino yang saling terikat dan dihubungkan dengan ikatan peptida membentuk rantai polimer yang panjang (Eastoe dan Leach, 1977). Secara lengkap komposisi asam amino gelatin disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Asam Amino Gelatin

Asam Amino Jumlah (%) Asam Amino Jumlah (%)

Alanin 11,0 Lisin 4,5

Arginin 8,8 Metionin 0,9

Asam aspartat 6,7 Prolin 16,4

Asam glutamat 11,4 Serin 4,2

Genilalanin 2,2 Sistin 0,07

Glisin 27,5 Theorin 2,2

Histidin 0,78 Tirosin 0,3

Hidroksiprolin 14,1 Valin 2,6

Leusin dan iso Leusin 5,1 Phenilalanin 1,9 Sumber:Eastoe dan Leach (1977)

Penurunan komposisi asam amino tergantung pada metode pembuatannya. Pembuatan dengan proses alkali umumnya lebih banyak mengandung hidroksiprolin dan lebih sedikit tirosin dibandingkan dengan proses asam (Ward dan Courts, 1977). Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 3.

CH2 CHOH CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 N CH NH CH2 NH N CH CO-NH CO CO CH-CO-NH CO CH-CO CO

R R

Glisin Prolin Glisin Hidroksiprolin Gambar 3. Struktur Kimia Gelatin (Poppe, 1992)

Berdasarkan proses pembuatannya terdapat dua jenis gelatin yaitu Tipe A dan Tipe B. Gelatin Tipe A diproduksi melalui proses asam sedangkan Tipe B diproduksi melalui proses basa. Pada proses pembuatan gelatin Tipe A melalui proses asam, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam organik seperti asam klorida, asam sulfat, asam sulfit atau asam fosfat, sedangkan proses produksi gelatin Tipe B melalui proses basa, perlakuan yang diberikan adalah perendaman dalam air kapur, proses ini sering dikenal sebagai proses alkali (Utama, 1997).

Gelatin Tipe A biasanya berasal dari kulit babi, sedangkan gelatin Tipe B terutama berasal dari kulit dan tulang ruminansia (Imeson, 1992). Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A. Sifat gelatin berdasarkan tipenya disajikan pada Tabel 4.

13 Tabel 4. Sifat Gelatin Berdasarkan Jenisnya

Sifat Tipe A Tipe B

Kekuatan gel (bloom) 50,0 – 300,0 50,0 – 300,0 Viskositas (cP) 1,50 – 7,50 2,00 – 7,50 Kadar abu (%) 0,30 – 2,00 0,50 – 2,00

pH 3,80 – 6,00 5,00 – 7,10

Titik Isoelektrik 7,00 – 9,00 4,70 – 5,40 Sumber: GMIA (2007)

Gelatin tipe A dihasilkan dari proses asam, yang umumnya dihasilkan dari kulit babi, dimana molekul kolagennya muda, sedangkan gelatin tipe B dihasilkan dari proses asam dan basa, yang umumnya diperoleh dari tulang dan kulit sapi, dimana molekul kolagen helix ulir tiga (triple helix) lebih tua, ikatan silangnya lebih padat dan kompleks. Pada umumnya proses asam digunakan untuk bahan baku yang relatif lunak, sedangkan proses alkali diterapkan pada bahan baku yang relatif keras (GMAP, 2007).

Asam mampu mengubah serat kolagen triple helix menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen (Ward and Court, 1977).

Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glykol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetra klorida, benzene, petroleum eter dan pelarut organik lainnya. Pada kondisi tertentu juga larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air (Viro, 1992).

Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel, atau sebaliknya, juga dapat membengkak atau mengembang dalam air dingin. Sifat-sifat yang dimiliki gelatin lebih disukai dibandingkan bahan- bahan semisal dengannya seperti gum xantan, karagenan, dan pektin (Utama, 1997).

Salah satu sifat fisik gelatin yang menentukan mutu gelatin adalah kemampuannya untuk membentuk gel yang disebut kekuatan gel. Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH, adanya komponen elektrolit dan non elektrolit serta bahan tambahan lainnya. Sifat fisik lainnya adalah titik pembuatan gel, warna, kapasitas emulsi dan stabilitas emulsi (Glicksman, 1969). Ditambahkan oleh Poppe (1992) sifat fisik penting lainnya adalah viskositas. Viskositas terutama dipengaruhi oleh interaksi hidrodinamik antar molekul gelatin, selain dipengaruhi suhu, pH dan konsentrasi. Standar mutu gelatin untuk industri dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar Mutu Gelatin Menurut SNI No. 06-3735 Tahun1995 dan British Standard: 757 Tahun 1975

Karakteristik SNI No. 06-3735a British Standard 757b

Warna Tidak berwarna sampai kekuningan Kuning pucat

Bau, rasa Normal -

Kadar abu Maksimum 16% -

Kadar air Maksimum 3,25% -

Kekuatan gel - 50-300 bloom

Viskositas - 15-70 mps atau 1,5-7 cP

pH - 4,5-6,5

Logam berat Maksimum 50 mg/kg -

Arsen Maksimum 2 mg/kg -

Tembaga Maksimum 30 mg/kg -

Seng Maksimum 100 mg/kg -

Sulfit Maksimum 1000 mg/kg -

Sumber: a) Dewan Standarisasi Nasional (SNI 06.3735-1995)(1995) b) British Standard: 757 (1975)

Kegunaan gelatin terutama adalah untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Reaksi pembentukan gel oleh gelatin bersifat reversible karena bila dipanaskan akan terbentuk sol dan sewaktu didinginkan akan terbentuk gel lagi. Keadaan ini

15 pula yang membedakannya dengan gel dari pektin, alginat dan pati yang bentuk gelnya “irreversible” (Parker, 1982). Gelatin mempunyai banyak fungsi dan sangat aplikatif di berbagai industri. Penggunaan gelatin dalam pengolahan pangan lebih disebabkan oleh sifat fisik dan kimia yang khas daripada nilai gizinya sebagai sumber protein (Gelatin Food Science, 2007). Standar mutu gelatin pangan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Standar Gelatin Pangan

Parameter Grade A Grade B Grade C

Kekuatan Gel (Bloom) ≥ Viskositas (cP) ≥

Kecerahan (mm) ≥ pH

Bahan yang tidak larut dalam air (%) ≤ Kadar abu (%) ≤ Sulfit (%) ≤ Kadar air (%) ≤ Arsen (ppm) ≤ Logam berat (ppm) ≤ TPC ≤ Coliform (koloni/100gr) ≤ Salmonella E. coli 220 4.5 300 5.5-7 0.2 1.0 0.004 14 0.0001 0.005 1000 30 Negatif Negatif 180 3.5 150 5.5-7 0.2 2.0 0.01 14 0.0001 0.005 5000 30 Negatif Negatif 100 2.5 50 5.5-7 0.2 2.0 0.015 14 0.0001 0.005 10000 150 Negatif Negatif Sumber: Norland Product (2003)

Dalam industri pangan gelatin dapat berfungsi sebagai pembentuk gel, pemantap emulsi, pengental, pengikat air, pelapis, dan pengemulsi. Gelatin sebagai pelindung koloid dapat berguna dalam industri fotografi dan pelapisan logam dalam industri electroplating (Wiyono, 2001).

Dalam penggunaan gelatin pada berbagai jenis industri, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fungsi gelatin, yang harus diperhatikan yaitu konsentrasi, bobot molekul, suhu, pH dan penambahan senyawa lain (Meyer, 1982). Dalam air gelatin dapat membentuk larutan kental, karena sifat ini gelatin dapat digunakan sebagai bahan perekat dalam pembuatan tablet. Selain itu gelatin juga berfungsi mempertahankan kandungan zat pada tablet menjadi lebih awet, membantu penguraian obat

setelah ditelan dan dapat mempercepat pelepasan zat-zat obat yang aktif sehingga dapat segera diserap tubuh (Utama, 1997). Standar mutu gelatin untuk industri farmasi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Spesifikasi Gelatin Farmasi

Parameter Kelas Khusus Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

Kadar air (%) 14.0 14.0 14.0 14.0

Kekuatan gel (Bloom.g) 240 200 160 140

Viskositas (cP) 20 20 20 20 Kadar abu (%) 1.0 1.0 2.0 2.0 pH 5.5-7.0 5.5-7.0 5.5-7.0 5.5-7.0 Arsen (Ppm) 0.8 0.8 0.8 0.8 Logam Berat (Ppm) 50 50 50 50 Mikrobiologi (Per gr) 1000 1000 1000 1000

E. coli (Per 100g) Neg Neg Neg Neg

Salmonella Neg Neg Neg Neg

Sumber: Norland Product (2003)

Dokumen terkait