TINJAUAN PUSTAKA Sagu
2 Ukuran dan Bentuk Granula Pati
Menurut Belitz dan Grosch (1999) pengaturan dan susunan molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati bersifat khas untuk setiap sumber pati
sehingga akan menentukan bentuk dan ukuran granula. Struktur amilosa yang cenderung lurus sebagian besar berada pada bagian amorphous dari granula pati dan sebagian kecil menyusun bagian kristalin pati. Sementara itu, molekul amilopektin berperan sebagai komponen utama penyusun bagian kristalin pati.
Granula pati sagu native memiliki bentuk oval dengan ukuran yang cukup besar. Ukuran granula yang besar mengindikasikan tingginya kemampuan menyerap air pada saat mengalami gelatinisasi. Hal ini yang memungkinkan pati alami memiliki viskositas yang tinggi. Bila dibandingkan dengan beberapa jenis pati lainnya, granula pati sagu mempunyai ukuran yang relatif besar yaitu mencapai rata-rata 24.8µm (Yiu et al, 2008) atau 25 µm (Wattanachant et al, 2002). Bentuk granula pati sagu dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5 Bentuk granula (a) Pati sagu (metroxylon), (b) Pati sagu aren (Haryanto dan Pangloli, 1992)
Granula pati mampu merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga kontras gelap terang yang tampak sebagai warna biru kuning yang disebut dengan sifat birefringence. Sifat ini akan terlihat jika pati diamati di bawah mikroskop polarisasi (Hosseney, 1998). Warna biru kuning pada permukaan granula pati disebabkan adanya perbedaan indeks refraksi dalam granula pati. Indeks refraksi dipengaruhi oleh struktur amilosa dalam granula pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati. Jika arah getar dari gelombang cahaya paralel terhadap sumbu heliks amilosa, terjadi penyerapan cahaya secara intensif. Intensitas sifat birefringence pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal (French 1984 dalam Saripudin 2006). Pati native dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah mikroskop akan
memperlihatkan pola birefringence yang jelas pada daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan bersama air, sifat birefringence nya secara bertahap akan hilang tergantung pada suhu dan waktu yang digunakan.
Hilangnya sifat birefringence pati disebabkan pecahnya ikatan molekul pati sehingga ikatan hidrogen dapat mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi air menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan dan molekul pati yang terpisah serta penurunan keberadaan sifat kristal, sehingga jika pemanasan dilanjutkan maka sifat kristal dan sifat birefringence akan hilang. Sifat birefringence pati dapat hilang dengan pemanasan di atas suhu gelatinisasi pati. Granula pati dengan kandungan amilopektin tinggi (waxy starch) memperlihatkan pola birefringence yang sama seperti pati asli tersebut, sedangkan granula pati dengan kadar amilosa tinggi sering tidak memperlihatkan pola birefringence nya (Wirakartakusumah 1981 dalam Mukodiningsih 1991).
Karakteristik Gelatinisasi Pati Sagu Native
Pati sagu memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan pati lain. Namun demikian, pati sagu mempunyai karakteristik yang lebih mendekati karakteristik pati umbi-umbian yaitu memiliki ukuran granula yang besar (Yiu et al, 2008), memiliki indeks pembengkakan (swelling power) dan kelarutan (solubility) yang tinggi (Wattanachant et al.,2002) serta karakteristik gelatinisasi tipe A (mempunyai puncak viskositas tinggi, namun akan menurun dengan tajam pada saat dipanaskan terus menerus pada suhu tinggi (95o
Pati dengan tipe A cenderung tidak tahan terhadap proses pemanasan dan pengadukan sehingga pati sagu native kurang dapat diaplikasikan untuk proses pengolahan yang menggunakan panas dan pengadukan untuk pembentukan teksturnya. Modifikasi yang dilakukan pada pati sagu native diharapkan dapat merubah karakteristiknya sehingga dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai produk pangan. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa tanaman sagu terdiri atas berbagai spesies dan berbagai jenis (varietas) yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik sagu yang dihasilkan. Selain itu, karakteristik pati sagu juga akan dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya.
Modifikasi Pati Metode Heat Moisture Treatment (HMT)
Modifikasi pati adalah mengubah sifat asli pati dengan merubah sifat kimia dan/atau fisiknya dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik atau memperbaiki sifat sebelumnya sehingga mempunyai karakteristik yang sesuai atau yang dikehendaki. Sifat-sifat yang diubah umumnya adalah karakteristik gelatinisasi, hubungan padatan dan kekentalan, kemampuan membentuk gel, kekuatan menahan air dispersi pati pada suhu rendah, sifat hidrofilik, ketahanan dispersi terhadap penurunan kekentalan oleh asam dan perusakan secara fisik serta memasukkan sifat ionisasi pati asal (Wurzburg 1989 dalam Emanuel 2005).
Modifikasi pati dapat dikelompokkan ke dalam beberapa teknik, yaitu secara fisik, kimia, dan konversi. Yang termasuk teknik modifikasi secara fisik yaitu modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT) dan pregelatinisasi. Modifikasi secara kimia diantaranya adalah teknik eterifikasi, esterifikasi ikatan silang (cross-linking), sedangkan modifikasi konversi diantaranya adalah hidrolisis dengan asam secara parsial, hidrolisis enzimatik secara parsial, alkalinasi, oksidasi, dekstrinikasi (Singh et al 2007; Ahmad, 2009). Metode modifikasi ini dapat dilakukan secara tunggal baik secara kimia maupun konversi dan juga kombinasi antara keduanya. Masing-masing metode modifikasi tersebut akan menghasilkan karakteristik pati termodifikasi yang berbeda-beda dan ditunjukkan untuk proses pengolahan tertentu sesuai dengan kebutuhan proses dan penyimpanan produk.
Bila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi pati yang dilakukan secara fisik relatif lebih aman dan lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia. Oleh karena itu, pati yang dihasilkan dari modifikasi fisik dapat digunakan sebagai bahan baku pangan. Penggunaan pati termodifikasi fisik yang cukup luas adalah pada berbagai produk instan seperti nasi instan, bubur instan, puding instan dan lain-lain. Pemilihan metode modifikasi pati didasarkan kepada pemenuhan kriteria proses dan mutu akhir dari produk.
Heat moisture treatment (HMT) adalah modifikasi fisik pati yang tidak merusak granula. Purwani et al (2006) menyatakan modifikasi pati dengan metode HMT merupakan modifikasi yang dilakukan secara fisik dengan menggunakan
kombinasi kadar air dan pemanasan diatas suhu gelatinisasi. Collado et al (2001) menyatakan modifikasi HMT adalah metode modifikasi secara fisik yang dilakukan dengan perlakuan panas dengan suhu diatas suhu gelatinisasi pada kadar air yang terbatas (< 35%).
Kadar air yang berbeda mempengaruhi besarnya peningkatan suhu gelatinisasi dan penurunan viskositas pasta pati (Hoover dan Manuel, 1995). Peningkatan suhu gelatinisasi pada pati sagu termodifikasi HMT menandakan perubahan bentuk granula pati (Pukkahuta dan Varavinit, 2007). Menurut Manuel (1996) perubahan-perubahan yang terjadi pada parameter fisik pati disebabkan adanya hubungan antara faktor berikut, yaitu: (i) terjadinya perubahan struktur pada area berkristal (crystalline) dan area tak beraturan (amorphous) pada granula pati, serta (ii) terjadinya modifikasi fisik pada bagian permukaan granula pati selama proses HMT berlangsung. Modifikasi pati dengan teknik HMT dapat merusak bentuk granula pati sehingga terbentuk lubang dipermukaannya. Proses pemanasan pati dan keberadaan air saat HMT berlangsung mengakibatkan area amosphous pati mengembang, kemudian menekan keluar area berkristal sehingga terjadi kerusakan dan pelelehan area berkristal granula pati, serta menghasilkan bentuk pati yang lebih stabil terhadap panas.
Adebowale et al., (2005) mengemukakan bahwa modifikasi dengan teknik HMT dapat mengubah karakteristik gelatinisasi pati sorgum merah, yaitu dapat meningkatkan suhu gelatinisasi, meningkatkan viskositas pasta pati, dan meningkatkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi (peningkatan setback). Perubahan ini sangat tergantung pada pengaturan kadar air modifikasi HMT.
Teknik HMT dapat meningkatkan suhu gelatinisasi, menurunkan breakdown dan meningkatkan kecenderungan retrogradasi pati ubi jalar (Collado et al.,2001; Singh et al., 2005). Selanjutnya Collado et al., (2001) menyatakan bahwa teknik HMT dapat menurunkan swelling power dan menurunkan kelarutan pati ubi jalar. Perubahan yang terjadi pada ubi jalar termodifikasi HMT dipengaruhi oleh pH, waktu dan proporsi amilosa. Pati dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi membutuhkan waktu optimum yang lebih singkat (8 jam) dari pada pati dengan
kandungan amilosa yang lebih rendah (16 jam). Sementara itu, pH optimum untuk modifikasi pati ubi jalar dicapai pada pH 6.5 – 6.7.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Purwani et al., (2006), teknik HMT dapat menggeser tipe kurva profil gelatinisasi pati sagu tipe A menjadi tipe B. Pada pergeseran pola gelatinisasi ini terjadi perubahan beberapa profil gelatinisasi diantaranya penurunan suhu puncak gelatinisasi, penurunan viskositas breakdown dan peningkatan viskositas setback. Besarnya perubahan beberapa parameter gelatinisasi tersebut tergantung pada jenis (asal daerah) sagu.
Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan, teknik HMT diketahui dapat mengubah karakteristik fisik dan kimia berbagai jenis pati. Perubahan karakteristik ini akan sangat tergantung pada karakteristik pati native (persentase amilosa dan karakteristik gelatinisasi pati) dan kondisi perlakuan HMT yang digunakan (waktu, suhu, pengadukan, kadar air dan pH).