• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vaksin merupakan bibit penyakit atau mikroorganisme yang telah dilemahkan. Dikenal beberapa jenis vaksin yaitu live atau attenuated vaccine, inaktif atau killed vaccine, subunit vaccine, conjugated vaccine, dan DNA vaccine, dan recombinant vector vaccine. Vaksinasi adalah pemberian vaksin

(bibit penyakit) ke dalam tubuh inang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut (Kindtet al. 2007).

Tujuan melakukan vaksinasi adalah untuk menstimulasi sistem imun dengan cara meningkatkan resistensi ikan terhadap jenis patogen tertentu. Vaksin pada industri budidaya ikan biasanya menggunakan formula dari bakterin (yang diinaktifasi dengan formalin atau pemanasan bakteri sel utuh), sel bakteri hidup yang tidak virulen, toksin bakteri, vaksin rekombinan dan menggunakan asam nukleat dari bakteri. Preparasi antigen vaksin dibuat dari bakteri patogen yang telah dibuat menjadi non-patogen dengan berbagai macam metode (Skinner 2009).

Imunologi dan analisis transkripsi menunjukkan bahwa dengan vaksinasi dapat: (i) menginduksi respons chemiluminescence yang lebih kuat dan lebih tinggi dalam produksi nitrit oksida dan aktivitas asam fosfatase pada makrofag ginjal anterior, (ii) memproduksi serum antibodi spesifik, yang akan memberikan immunoproteksi ketika diberikan imunisasi pasif pada ikan, (iii) regulasi ekspresi gen pengkode protein yang berperan dalam respons imun bawaan dan respons imun dapatan. Ketiga faktor tersebut akan memegang peranan dalam membuktikan bahwa vaksinasi pada ikan dapat mengontrol penyakit Streptococcosis pada lingkungan budidaya (Sunet al. 2010).

Faktor penentu virulensi bakteri yang kemudian dapat digunakan sebagai kandidat sediaan vaksin untuk menanggulangi infeksi bakteri yang homolog maupun heterolog diantaranya adalah enzim ekstraselular, kapsul polisakarida, lipopolisakarida (LPS) dan membran luar bakteri. Preparasi mikroorganisme dan produk sisa metabolismenya dapat digunakan sebagai agen yang dapat menstimulasi pembentukan antibodi dan penghancuran antigen melalui efektor makrofag dalam perlakuan uji tantang (Shoemaker & Klesius 1997).

Penelitian vaksin menggunakan sel utuh telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang cukup baik, diantaranya killed vaccine S. agalactiae

(Pasniket al. 2005), vaksin padaS. difficile (Eldaret al. 1995),S. iniae (Evanset al. 2004; Evans et al. (2004a), vaksin pada Enterococcus sp. (Romalde et al. 1996) dan vaksin pada Streptococcus sp. (Akhlaghi et al. 1996) serta vaksinasi ikan nila dengan vaksin sel utuh (formalin killed) bakteriS. agalactiae(Giordano

et al.2010).

Penelitian yang dikembangkan dengan menggunakan protein bakteri, diantaranya isolasi dan karakterisasi outer membrane protein E. tarda (Kumar et al. 2007), outer membrane protein OmpK, sebagai kandidat vaksin V. harveyi

pada orange-spotted grouper (Epinephelus coioides) (Ningqiu et al. 2008), penggunaan outer membrane proteins V. alginolyticus (Xiong et al. 2010), respons immunoproteomik antibodi ikan nila yang di vaksinS. iniae (LaFrentzet al. 2011), ekspresi ompK V. harveyi terhadap penyakit vibriosis (Mao et al.

2011),outer membrane proteinK sebagai vaksin subunit terhadap V. anguillarum

(Hamodet al. 2012), identifikasi antigenik protein permukaanE. tarda(Yuet al.

2013), karakterisasi proteomik bakteri Vibrio anguillarum-ordalii pada yellow stingrays Urobatis jamaicensis a (Marancik et al. 2013), efektivitas permukaan M-protein SiMA Streptococcus iniae (Aviles et al. 2013), penggunaan vaksin protein rekombinan dari amoebaeNeoparamoeba peruransterhadapAmoebic Gill Disease (AGD) pada ikan salmon Atlantic (Valdenegro-Vega et al. 2013) dan vaksin Omp38 pada ikanChinese breams(Wanget al. 2013).

Penelitian efikasi vaksin ECP S. agalactiae dan vaksin utuh S. agalactiae

yang diinaktifkan dengan formalin (formalin-killed) yang telah disimpan pada suhu 4° C selama 1 tahun dibandingkan dengan yang masih segar, telah dilakukan oleh Pasniket al. (2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ECPS. agalactiae

danformalin-killedsel utuh yang telah melalui proses penyimpanan tidak mampu mencegah morbiditas dan mortalitas di antara ikan yang divaksinasi dengan persentase relatif kelangsungan hidup sebesar 29%. Respons antibodi secara signifikan lebih sedikit dibandingkan ikan yang diimunisasi dengan penambahan ECP dan sel utuh S. agalactiae yang masih segar. Hasil silver staining SDS- PAGE dan imunostaining western blot menunjukkan bahwa pita dengan berat molekul 54 dan 55 kDa dominan terdapat pada penambahan ECP baru, namun pita 55 kDa tidak ditemukan pada ECP yang disimpan dan pita-pita baru kurang dari 54 kDa muncul pada western blot. Hasil ini menunjukkan korelasi antara proteksi dan produksi antibodi pada ECP dan pentingnya antigen dengan berat molekul 55 kDa untuk keberhasilan vaksin.

Penelitian vaksin dengan memanfaatkan ECP yang diproduksi dari bakteri

S. agalactiaetipe β-hemolitik dan nonhemolitik telah dilakukan. Bakteri tipe non- hemolitik lebih banyak ditemukan menginfeksi ikan nila. Vaksinasi gabungan antara vaksin sel utuh dengan vaksin ECP dari S. agalactiae tipe β-hemolitik mampu meningkatkan respons imun spesifik dan nonspesifik serta mampu memberikan proteksi terbaik pada ikan nila terhadap infeksi S. agalactiae

dibandingkan dengan vaksin ECP secara tunggal (Hardi 2011). Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Dwinanti (2011) dengan melihat toksisitas dan imunogenesitas produk ekstrasellular S. agalactiae tipe nonhemolitik pada ikan nila menunjukkan bahwa protein dari produk ekstrasellular ini dapat menyebabkan penyakit streptococcosis sehingga dapat dijadikan kandidat vaksin untuk memproteksi ikan nila.

Produk ekstraseluler adalah faktor virulen penting dari patogen ikan dan cukup imunogenik untuk memberikan proteksi pada ikan saat uji tantang. Efikasi vaksin ini sering ditingkatkan melalui seleksi dan pemekatan konsentrasi antigen ECP dan terbukti sangat imunogenik dan protektif (Pasnik et al. 2006). Antigen ECP telah dikembangkan sebagai vaksin V. harveyi (Zorrilla, 2003) dan

Flavobacterium psychrophilum (LaFrentz, 2004). Vaksinasi ikan channel catfish

dengan ECP dilakukan oleh Zhang et al. (2014) menunjukkan bahwa ikan yang telah divaksinasi dengan ECP dapat mengembangkan respons imun terhadap A. hydrophila dan dapat ditransfer melalui serum. Serum anti-ECP memiliki aktivitas aglutinasi berbeda terhadap isolat virulen yang berbeda dari A. hydrophila dan spesies yang berbeda dalam genus Aeromonas. Analisis imunobloting menunjukkan bahwa serum anti-ECP yang terkandung dalam antibodi terikat pada target spesifik, termasuk protein danlipopolysaccharide-like molecules dalam ECP. Analisisa mass spectrometric mengidentifikasi protein yang diduga dapat berfungsi sebagai immunogen penting adalah chitinase, chitodextrinase, outer membrane protein85, putative metalloprotease,

extracellularlipase, hemolysin dan elastase.

Pemberian vaksin selain meningkatkan respons imun spesifik dapat pula meningkatkan respons imun nonspesifik, diantaranya aktivitas superoxide dismutase, aktivitas lisozim dan aktivitas fagositosis limfosit meningkat pada

proteins (OMPs) 38 A. hydrophila (Wang et al. 2013), peningkatan respiratory burst (letupan respirasi) (John et al. 2002), stimulasi makrofag yang dapat meningkatkan reduksi nitroblue tetrazolium (NBT) (Chung & Secombes 1987), peningkatan aktivitas letupan respirasi, aktivitas komplemen dan α2- macroglobulin, aktivitas lisozim serum dan aktivitas antiprotease (Harikrishnanet al. 2012).

ECP dapat menjadi kunci untuk memperbaiki proteksi-silang dengan modifikasi bakteri S. agalactiae (mengandung ECP) memberikan perlindungan pada uji tantang yang homolog dan heterolog tanpa boosterpada ikan nila (Evans

et al, 2004). Sehingga ECP berpotensi sebagai pelopor dalam pengembangan vaksin dengan proteksi silang terhadap berbagai agen streptococcocal (Nhoet al. 2011).

Dokumen terkait