• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

2.2 Dasar Teori

2.2.5 Waktu Tuang

Waktu cor secara teoritis adalah waktu pendinginan yang diperlukan mulai suhu cor sampai dengan suhu liquidus dari material yang bersangkutan. Waktu cor ini juga didefinisikan secara praktis sebagai waktu yang diperlukan untuk mengisi rongga cetak sampai penuh. Waktu cor yang digunakan dalam hal praktis harus dibawah waktu cor teoritis, karena penuangan harus selesai sebelum pengkristalan dimulai pada suhu liquidus. Kejadian inilah yang menjadi dasar perhitungan waktu cor.

篘Ǵ 슸 √ ...(2.3) Dimana :

Tp = waktu tuang (detik)

C = konstanta (0,5-0,8 untuk penuangan cepat dan medium, C=2 untuk penuangan lambat)

W = berat cor (kg)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 2.2.6. Turbulensi Aliran

Turbulensi aliran di dalam saluran tidak mungkin dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi. Turbulensi aliran tersebut dapat dikontrol dengan bilangan Reynold dengan rumus sebagai berikut :

...(2.4)

µ = viskositas dinamik cairan (kg/m.s) Re<2000 aliran streamline

Re>2000 mulai turbulen

Berdasarkan laju aliran logam dan perhitungan kecepatan, penelitian sistem saluran dibagi menjadi dua hukum dinamika fluida (Gupta, 1989):

1. Hukum Kontinuitas

Q = A1v1 = A2v2 ...(2.5)

dimana :

Q = volume laju aliran (m3/s)

A = daerah cross-sectional lintasan aliran (m2) v = kecepatan linear aliran (m/s)

2. Teorema Bernoulli

...(2.6)

dimana :

v = kecepatan linear aliran (m/s) h = tinggi (m)

commit to user

Saat logam berada di pouring cup di titik A (gambar 2.7), logam memiliki energi potensial maksimum tetapi kecepatan nol. Karena logam cair turun menuju sprue, energi potensial berubah dengan cepat menjadi energi kinetik. Kecepatan di titik B dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli (Gupta, 1989) :

...(2.7) 0 + hA + =

+ 0 + ...(2.8) Karena PA = PB = 1 Atm, persamaan diatas dapat ditulis :

atau VB = 2 ...(2.9)

Gambar 2.7 Kecepatan aliran pada ingate (R.B Gupta, Foundry Engineering)

2.2.7. Pasir cetak

Surdia (2000) menyatakan pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok.

2. Permeabilitas yang cocok.

3. Distribusi besar butir yang cocok

4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang 5. Komposisi yang cocok

6. Mampu dipakai lagi 7. Pasir harus murah.

Pasir yang lazim digunakan untuk cetakan pasir antara lain pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silika. Pasir yang sering

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

digunakan adalah pasir silika. Dengan penambahan penguat seperti clay, bentonit dan penghalus permukaan serbuk arang.

2.2.8. Cetakan

Cetakan adalah rongga tempat logam cair dituang dan akan membentuk coran sesuai dengan pola yang dipakai.

Berdasarkan bahan yang digunakan, cetakan diklasifikasikan atas : 1. Cetakan pasir basah (green-sand molds)

2. Cetakan kulit kering (skin dried mold).

3. Cetakan pasir kering

4. Cetakan lempung (Loam mold) 5. Cetakan furan (Furan mold) 6. Cetakan CO2

7. Cetakan logam 8. Cetakan khusus

Cetakan pasir yang sering digunakan dalam industri pengecoran logam pada umumnya adalah cetakan pasir basah karena cetakan pasir basah merupakan jenis cetakan yang harganya murah, pembuatan cetakan mudah, dan hasil guna yang tinggi (Asyari Daryus, Proses Produksi Universitas Darma Persada:Jakarta).

2.2.9. Paduan aluminium

Surdia (1986) menyatakan aluminium dipakai sebagai paduan daripada sebagai logam murni, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya dan mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan itu adalah tembaga, silisium, magnesium, mangan, nikel dan sebagainya, yang dapat mengubah sifat-sifat paduan aluminium. Paduan utama aluminium antara lain :

1. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg 2. Paduan Al-Mn

3. Paduan Al-Si 4. Paduan Al-Mg

commit to user 5. Paduan Al-Mg-Si

6. Paduan Al-Mg-Zn

2.2.10 Pembekuan logam

Surdia (2000) menyatakan pembekuan logam dimulai dari bagian yang bersentuhan dengan cetakan, saat panas dari logam cair diserap oleh cetakan sehingga logam mendingin hingga mencapai titik beku kemudian muncul inti-inti kristal. Bagian dalam coran mendingin lebih lambat daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah bagian dalam coran dan terbentuklah struktur kolom.

Gambar 2.8 Struktur mikro pembekuan logam (ASM Handbook Vol.15, Casting)

2.2.11 Metalografi

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi.

Tujuannya adalah untuk mengetahui jenis fasa/struktur mikro dengan identifikasi struktur mikro, mengetahui komposisi struktur mikro material, dan untuk mengetahui besar butir material. Dari metalografi dapat diketahui jenis dan jumlah/distribusi struktur mikro yang menjadi salah satu alat dalam kontrol kualitas bahan, karena sifat bahan amat dipengaruhi oleh struktur mikronya. Terdapat 2 skala pengamatan, yaitu :

1. Skala Pengamatan Makro : Pengamatan dengan perbesaran 10X atau lebih kecil. Yang diamati yaitu porositas, segregasi pada produk cor, pengotor, jenis perpatahan, homogenitas struktur las.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Skala pengamatan mikro : Pengamatan 100x atau lebih besar. Yang diamati yaitu fasa, besar butir, endapan. Alat yang digunakan adalah Mikroskop Optik (s/d 1000 x), Scanning Electron Microscope (SEM) ; (s/d 300000 x), Transmission Electron Microscope (TEM) ; (s/d 1000000 x).

Gambar 2.9 Tahapan persiapan metalografi

2.2.12 Struktur mikro

Hubungan antara struktur mikro dengan sifat mekanik logam dipengaruhi oleh kuantitas fasa, ukuran fasa dan pengaruh bentuk fasa.

Paduan Al-Si memiliki kombinasi karakteristik yang baik antara lain castability, ketahanan korosi yang baik (good corossion resistance), ketahanan aus (wear resistance), dan mampu mesin yang baik (machinability). Sifat mekanik pada dasarnya dikontrol oleh struktur mikro dari logam coran tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan suatu komposisi dari aluminium cor sangat dimungkinkan dengan mengoptimasi

ETSA ELEKTROLITIK POLES ELEKTROLITIK

PENGAMATAN DENGAN MIKROSKOP FRAKTUR

GERINDA

PEMILIHAN CUPLIKAN

MOUNTING PEMOTONGAN

PEMOLESAN

ETSA

commit to user

ukuran butir, struktur eutektik, ukuran sel, serta ukuran dan distribusi dari fasa intermetalik sehingga didapatkan sifat mekanik yang diinginkan.

Penurunan kekuatan tarik yang kecil terjadi pada aluminium A356 dengan meningkatnya ukuran butir. Semakin besar ukuran butir, nilai kekerasannya semakin menurun. Sifat mekanik aluminium juga dipengaruhi oleh ukuran sel dendrit (dendrite cell size). Tegangan tarik ultimate dan nilai elongasi mengalami penurunan dengan meningkatnya ukuran sel dendrit. Struktur eutektik dan ukuran sel pada aluminium paduan terdapat dendrite fibers, yang dapat ditingkatkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas (Granger dan Elliott, 1998).

2.2.13 Cacat porositas dan ukuran butir

Porositas adalah suatu cacat atau void pada produk cor yang dapat menurunkan kualitas benda tuang. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan paduan aluminium adalah gas hidrogen. Gas hidrogen ini dapat terbentuk karena logam cair saat proses pengecoran dimulai, dapat beroksidasi dengan gas karbon monoksida dan karbon dioksida. Porositas oleh gas hidrogen dalam benda cetak paduan aluminium silikon akan memberikan pengaruh yang buruk pada kekuatan serta kesempurnaan dari benda tuang tersebut. Cacat produk cor dapat dikategorikan atas major defect dan minor defect. Major difect yaitu cacat produk cor yang tidak dapat diperbaiki, sedangkan minor defect adalah cacat yang masih dapat diperbaiki dengan perbaikan ekonomis. Cacat porositas termasuk dalam major defect, penyebab utama timbulnya cacat porositas pada proses pengecoran adalah:

1. Temperatur penuangan yang tinggi

2. Gas yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan.

3. Cetakan yang kurang kering

4. Reaksi antara logam induk dengan uap air dari cetakan.

5. Kelarutan hidrogen yang tinggi

6. Permeabilitas pasir yang kurang bagus.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 2.10 Cacat porositas pada paduan AlSi (Tjitro, 2003)

untuk menentukan persentase porositas, terlebih dahulu menentukan true density dan apparent density. Berdasarkan data true density dan apparent density maka besarnya porositas secara kuantitatif dapat dihitung sebagai berikut :

%岠 슸 ...(2.10) di mana

%P : persentase porositas produk cor (%) ρs : apparent density (gr/cm3)

ρ0 : true density (gr/cm3)

sedangkan untuk mengetahui ukuran butir menggunakan perangkat lunak image-pro plus. Image-Pro Plus adalah sebuah perangkat lunak yang berguna untuk mengolah dan menganalisa file grafis pada sistem operasi Microsoft. Perangkat lunak ini biasanya digunakan untuk analisis statistik dari berbagai jenis gambar yang disimpan sebagai file grafis (file dalam bentuk seperti : .tif, .jpw, .seq, .jpg, .flf, .tga, .avi, .bmp, .pct, .cut, .pcx, .eps). Perangkat lunak ini memberikan kemungkinan untuk mengukur luas daerah permukaan, jarak, keliling, diameter dan densitas dari elemen pada gambar. Data input untuk program tersebut dapat berupa file grafis dari kamera yang terpasang pada mikroskop.

2.2.14 Kekerasan Vickers

Kekerasan merupakan sifat bahan yang menunjukkan ketahanan bahan terhadap deformasi plastis. Uji kekerasan Vickers menggunakan

commit to user

indentor piramida intan dengan besarnya sudut antara permukaan-permukaan piramida yang saling berhadapan adalah 1360. Angka kekerasan Vickers sebuah material didefinisikan sebagai beban yang diterapkan dibagi luas permukaan lekukan.

誀Ƽú 슸 2

...(2.11) Dimana : F = beban yang diterapkan (gf)

d = rata-rata diagonal bekas penekanan (µm)

Gambar 2.11 Skema uji kekerasan Vickers

2.2.15 Hipotesa

Letak saluran masuk (ingate) memiliki peran terhadap besar kecilnya cacat porositas yang timbul pada paduan aluminium pada pengecoran menggunakan cetakan pasir.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengecoran dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Paduan aluminium yang berasal dari piston bekas.

2. Pasir cetak

Pasir cetak terdiri dari campuran pasir silika 80% (ukuran butir 60-80 mesh), bentonit 10%, dan air 10% (persen berat).

3. Kayu

Kayu ini gunakan sebagai bahan untuk pembuatan pola.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Timbangan

Timbangan ini digunakan untuk menimbang komposisi pasir silika, bentonit, dan air.

2. Cethok pasir

Digunakan untuk mencampur pasir cetak.

3. Penumbuk

Digunakan untuk memadatkan pasir pada saat pembuatan cetakan pasir.

4. Ayakan 60-80 mesh

Digunakan untuk menyaring pasir silika 5. Dapur peleburan

Digunakan untuk tempat melebur paduan aluminium

20

commit to user

Gambar 3.1 Dapur peleburan 6. Arang, briket, dan spiritus

Digunakan sebagai bahan bakar pada proses peleburan.

7. Blower

Digunakan sebagai peniup pada proses peleburan.

8. Kowi

Digunakan sebagai tempat logam paduan aluminium yang akan dilebur 9. Ladle

Digunakan untuk mengambil dan menuang logam cair ke dalam cetakan.

10. Termokopel tipe-K

Digunakan sebagai sensor suhu untuk mengetahui temperatur logam cair. Termokopel jenis ini mampu mendeteksi suhu sampai 12500 C.

11. Thermocouple Reader

Digunakan untuk membaca temperatur yang terdeteksi oleh termokopel.

Gambar 3.2 Thermocouple Reader 12. Timbangan digital

Digunakan untuk menimbang massa spesimen.

13. Gelas ukur

Digunakan untuk mencari volume spesimen.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 14. Gergaji

Digunakan untuk memotong kayu untuk pembuatan flask dan pola serta gergaji besi untuk memotong spesimen yang akan diuji.

15. Amplas

Digunakan untuk menghaluskan permukaan spesimen yang akan diuji.

Amplas yang digunakan yaitu nomor 320, 800, 1000.

16. Autosol

Digunakan untuk menghilangkan goresan yang timbul pada permukaan spesimen uji setelah dilakukan pengamplasan.

17. Larutan Etsa

Etsa dilakukan sebelum melakukan pengujian struktur mikro, hasil pengetsaan adalah korosi pada batas butir, sehingga dapat diamati struktur mikronya. Larutan etsa yang digunakan adalah HF 40% dan air dengan perbandingan 1: 5.

18. Micro Vickers Hardness Tester

Digunakan untuk menguji kekerasan spesimen yang dihasilkan. Alat ini dilengkapi indentor piramida intan dengan sudut 1360.

Gambar 3.3 Micro vickers hardness tester 19. Mikroskop optik

Mikroskop ini digunakan untuk membantu mengamati struktur mikro spesimen. Mikroskop dilengkapi lensa obyektif dengan perbesaran 4X, 10X, 20X, 40X dan dipasang kamera yang terhubung dengan komputer sehingga dapat diamati dan disimpan gambar struktur mikronya.

commit to user

Gambar 3.4 Mikroskop optik 20. PC dilengkapi dengan software image pro-plus 6

Software ini digunakan untuk mengolah data yang berupa file gambar struktur mikro untuk mengetahui ukuran butirnya.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan Pola

1. Membuat pola sesuai desain yang sudah dibuat (gating ratio 1 : 2 : 2)

Gambar 3.5 Pola dengan letak saluran masuk atas

Gambar 3.6 Pola dengan letak saluran masuk di bawah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user Dimensi sistem saluran

1. Saluran turun (sprue) Φ

Φ A1=290,7 mm2 A1 A2=130 mm2

h1=10 mm h2=50 mm

A2 Φ

Gambar 3.7 Saluran turun tampak samping 2. Saluran pengalir (runner)

Luas penampang runner (Ar) =260 mm2 panjang 100 mm

Gambar 3.8 Penampang saluran pengalir 3. Saluran masuk (ingate)

Luas penampang ingate (Ag) =260 mm2 Panjang 20 mm

Gambar 3.9 Penampang saluran masuk

4. Waduk (well)

Gambar 3.10 Well tampak samping

commit to user 5. Gas ven

140

Gambar 3.11 Gas ven

6. Benda cor

Gambar 3.12 Benda cor tampak atas

Gambar 3.13 Benda cor tampak samping 7. Basin

Gambar 3.14 Basin tampak samping

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 3.15 Basin tampak atas 3.3.2 Pembuatan Pasir cetak

a. Menyiapkan pasir silika, bentonit, dan air

b. Mengayak pasir dengan ayakan ukuran 60-80 mesh

c. Menimbang pasir silika, bentonit, dan air dengan komposisi berat 80%, 10%, 10%

d. Mencampur semua bahan sampai tercampur rata.

3.3.3 Pembuatan Cetakan Pasir

a. Menyiapkan flask, lantai yang bersih dan pola serta sistem salurannya.

b. Meletakkan pola pada papan cetakan kemudian mengisi pasir cetak pada drag (cetakan bawah)

c. Memadatkan pasir menggunakan penumbuk sampai permukaan cetakan rata

d. Mengangkat pola dengan hati-hati jangan sampai cetakan rusak e. Memasang inti di atas rongga cetakan

f. Mengulangi langkah b - e untuk membuat cetakan atas (cope)

g. Menggabungkan cope diatas drag dengan hati-hati jangan sampai terjadi pergeseran

h. Mengulangi langkah a – g untuk variasi letak saluran masuk di bawah.

3.3.4 Tahap Peleburan

a. Menyiapkan dapur peleburan

b. Menyiapkan ladle kemudian memasukkan aluminium ke dalam ladle

commit to user

c. Memasukkan arang dan briket ke dalam tungku peleburan kemudian menyalakan api

d. Menghidupkan blower.

3.3.5 Tahap Penuangan

a. Mengukur suhu aluminium cair sampai didapat suhu 850O C b. Mendekatkan cetakan pasir di dekat dapur peleburan

c. Mengambil alumunium cair kemudian menuangkannya di atas cawan tuang secara kontinyu.

3.3.6 Tahap Pembongkaran Cetakan Pasir

Cetakan pasir didiamkan selama ± 1 jam kemudian membongkar dan membersihkan coran dari pasir sampai bersih.

3.3.7 Tahap Pengujian

a. Menguji komposisi kimia produk coran

b. Menyiapkan spesimen uji dengan variasi letak saluran masuk atas dan bawah. Jumlah spesimen uji 10 buah.

c. Menghitung besarnya True density sesuai ASTM E-252 d. Menimbang massa spesimen menggunakan timbangan uji.

e. Mencari volume spesimen menggunakan gelas ukur

f. Menghitung besarnya apparent density menggunakan rumus

...(3.1) dimana :

ρ : densitas (gr/cm3) m : massa (gr) V : volume air (cm3)

g. Menghitung persentase porositas menggunakan rumus

%岠 슸 _ ...(3.2) dimana :

%P : persentase porositas produk cor (%)

ρ

o : densitas nyata (gr/cm3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ρ

s : densitas semu (gr/cm3)

h. Melakukan pengujian kekerasan Vickers sesuai standar ASTM E-92-82 tiap spesimen 7 titik pengujian

i. Melakukan pengamplasan dengan tingkat kekasaran bertahap yaitu 320, 800, 1000

j. Melakukan pemolesan pada spesimen uji menggunakan autosol k. Mencelupkan spesimen uji ke dalam larutan etsa selama ± 5 detik l. Mengamati struktur mikro menggunakan mikroskop optik dengan

perbesaran 100X serta merekamnya dalam foto menggunakan kamera yang sudah dipasang pada mikroskop dan disambungkan dengan komputer

m. Mencari ukuran butir menggunakan software image pro-plus 6 dengan pendekatan keliling butir.

3.3.8 Tahap Analisa

a. Menghitung angka Reynold tiap variasi

b. Menganalisa cacat porositas yang timbul dan membandingkannya tiap – tiap variasi

c. Menghitung besarnya VHN menggunakan perumusan (2.11) dan membandingkannya tiap – tiap variasi

d. Menghitung besarnya rata-rata keliling ukuran butir dan membandingkannya tiap – tiap variasi

e. Menyimpulkan.

commit to user 3.5 Diagram Alir Penelitian

a.

Gambar 3.16 Diagram alir penelitian

METALOGRAFI MULAI

SELESAI

KESIMPULAN

PEMBUATAN CETAKAN PASIR (Variasi letak saluran masuk atas dan bawah)

PENGECORAN

FINISHING SPESIMEN

ANALISA DATA PEMBUATAN POLA

%岠 슸 ρ _ρ ρ

UJI DENSITAS 1. Menghitung true density spesimen uji

2. Menghitung apparent density dengan rumus 3. Menghitung persentase porositas menggunakan rumus

UJI KOMPOSISI KIMIA

1. Uji keras vickers 2. Pengamatan mikro

menggunakan mikroskop optik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1 Hasil uji komposisi kimia

Setelah proses pengecoran selesai didapatkan coran yang masih lengkap dengan sistem salurannya. Sebelum dilakukan pengujian untuk mengetahui persentase porositas, maka diperlukan data komposisi komposisi kimia dari logam aluminium cor dimana data komposisi kimia dalam bentuk persentase berat ini akan digunakan untuk menghitung besarnya densitas nyata pada aluminium cor.

Pengujian komposisi kimia dilakukan dengan memotong sampel pada aluminium hasil pengecoran kemudian mengujinya. Pengujian komposisi kimia dilakukan di Laboratorium Logam, POLMAN, Ceper.

Tabel 4.1 Data hasil uji komposisi kimia

Dari hasil uji komposisi kimia diatas dapat diketahui bahwa sampel uji termasuk paduan Al-Si hypoeutectic dengan kadar Si sebesar 5,67%.

Unsur Komposisi

commit to user 4.2 Produk coran hasil pengecoran pasir

(a) (b) Gambar 4.1 Coran beserta sistem salurannya

( a. Letak saluran masuk di atas, b. Letak saluran masuk di bawah ) 4.3 Turbulensi aliran

Tabel 4.2 Data dimensi parting line

4.3.1 Perhitungan bilangan Reynold

Contoh perhitungan untuk spesimen 1 dengan letak ingate di atas:

Efektif Sprue Height (ESH)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 6,83宠i , = 6,83宠i 0,39 宠i = 6,44 cm Besarnya kecepatan aliran di ingate adalah : 誀 슸 宠 2 c = konstanta aliran = 0,35

슸 0,35 2 981宠i/ຠ 6,44宠i 슸 39,33 宠i/ຠ

Dengan menerapkan hukum kontinuitas, maka kecepatan aliran logam cair yang ada di sprue dan runner dapat dicari sebagai berikut :

- Kecepatan aliran di runner

슸 誀 슸 誀

슸 39,33 宠i/ຠ 2,54 宠i 슸 誀 誀 슸 슸99,9 宠is/ຠ

2,82宠i 슸 35,42 宠i/ຠ - Kecepatan aliran di sprue

슸 誀 슸 誀

슸 35,42宠i/ຠ 2,82 宠i 슸 誀 誀 슸 슸 99,9 宠is/ຠ

1,91 宠i 슸 52,29 宠i/ຠ

Besarnya angka Reynold dengan ingate di atas sebagai berikut :

n슸 ...(4.1)

Dimana ρ = 2,7 g/cm3 untuk µ = 0,02 g/cm.detik untuk paduan aluminium silikon (Kaptay, 2001), dan d adalah diameter untuk penampang lingkaran, selain lingkaran digunakan diameter hidrolik dengan perumusan sebagai berikut (Cengel, 2003).

슸 ...(4.2) Dimana dh = diameter hidrolik (m)

Ac = luas penampang saluran (m2) P = Perimeter (m)

commit to user

Tabel 4.3 Data hasil perhitungan diameter hidrolik (dh)

ndi ຠǴ瑨 n슸 誀

Hasil perhitungan seperti contoh di atas untuk letak ingate di atas spesimen 2,3,4 dan 5 dan letak ingate di bawah sebagai berikut :

Tabel 4.4 Data laju aliran dan Reynold Number hasil perhitungan

Variasi Spesimen ESH

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.2 Grafik Reynold Number letak saluran masuk di atas dan di bawah Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa letak saluran masuk baik di atas maupun di bawah sama-sama memiliki pola aliran turbulen karena sesuai teori, Reynold Number di atas 2000 pola alirannya sudah mulai turbulen. Pola aliran turbulen akan mempercepat reaksi yang terjadi baik aluminium cair dengan udara ataupun aluminium cair dengan cetakan. Logam aluminium memiliki keelektropositifan yang cukup tinggi, sehingga ia akan dapat dengan mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan oksida yang tipis pada permukaannya ( Sipayung, 2008 ) dan oksida logam tersebut akan tereduksi dengan karbon yang ada pada kotoran atau terak sehingga menghasilkan gas CO (campbell, 2003) seperti ditunjukkan di bawah ini :

2Al + 3/2 O2 Al2O3 (oksida aluminium) bersama aluminium cair, inilah yang akan menimbulkan cacat porositas pada aluminium cor. Semakin turbulen aliran logam cair semakin besar pula gas yang ditimbulkan karena reaksinya semakin cepat sehingga cacat porositas yang ditimbulkan juga semakin besar.

commit to user 4.4 Persentase porositas

( a ) ( b )

Gambar 4.3 Spesimen uji dengan letak ingate ( a. atas, b. bawah )

Untuk mencari besarnya persentase porositas terlebih dahulu menentukan true density dan apparent density. Besarnya true density didapatkan sesuai perhitungan yang mengacu pada ASTM E-252 sebagai berikut:

Tabel 4.5 Data perhitungan sesuai ASTM E-252 Unsur 1/densitas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sedangkan apparent density didapat dari pengujian densitas. Data yang didapatkan dari pengujian seperti tabel dibawah ini.

Tabel 4.6 Data hasil uji densitas

Gambar 4.4 Grafik perbandingan persentase porositas letak saluran masuk di atas dengan letak saluran masuk di bawah

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa letak saluran masuk di atas persentase porositas tertinggi yaitu pada spesimen 5 sebesar 10,87% dan terendah yaitu pada spesimen 3 sebesar 9,7%. Sedangkan untuk letak saluran masuk di

commit to user terendah yaitu pada spesimen 2 sebesar 6,07%. Rata-rata persentase porositas yang terjadi pada spesimen dengan letak saluran masuk di atas sebesar 10,34%, nilai ini lebih besar dibanding persentase rata-rata porositas yang terjadi pada spesimen dengan letak saluran masuk di bawah yang hanya sebesar 8,16%. Hal ini disebabkan pola aliran logam cair yang turbulen sehingga menyebabkan gelembung gas yang lebih banyak. Gas hidrogen yang terjebak akan menimbulkan cacat porositas. Pada letak saluran masuk di atas, cacat porositas yang timbul lebih banyak dibandingkan dengan letak saluran masuk di bawah, hal ini mungkin disebabkan pada spesimen dengan letak saluran masuk diatas, kotoran atau terak yang menempel pada piston bekas setelah logam mencair kotoran tersebut mengapung diatas permukaan logam cair dan ikut terbawa masuk ke rongga cetakan, hal ini juga akan menyebabkan gas sulit keluar karena terhalang dan menempel pada kotoran sehingga semakin tinggi porositas yang terjadi sedangkan spesimen dengan letak saluran masuk di bawah persentase porositasnya lebih sedikit karena logam cair yang masuk ke rongga cetakan lebih bersih.

4.5 Hasil pengujian kekerasan Vickers

Gambar 4.5 Grafik perbandingan harga kekerasan Vickers letak saluran masuk di atas dengan letak saluran masuk di bawah

Dari grafik di atas dapat diketahui letak saluran masuk di atas

Dari grafik di atas dapat diketahui letak saluran masuk di atas

Dokumen terkait