• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN PEMURNIAN MINERAL DAN BATUBARA GUNA MENINGKATKAN NILAI TAMBAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN PEMURNIAN MINERAL DAN BATUBARA GUNA MENINGKATKAN NILAI TAMBAH"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

COAL FOR INCREASE VALUE

By

Roni Septian Maulana

Abstract

Limited from the ability of environment to meet the needs of human for the generation now and the future led to the necessary arrangements good for processing and purification of minerals and coal. Natural resources must be managed and wide web is as good as possible in order to remain incapable of supporting development activities in order to provide welfare on society. Arrangement that exists when and that raises various problems. Starting from an early stage of permission exploration up to do marketing mine indonesia. The lack of setting upon Indonesian natural wealth make Indonesia as state of being consumptive. Should Indonesia capable of being state productive. Based on these phenomena needs to be done arrangement reexamined over government policy. Reformation of regulations to be done on the policy and the arrangement of law that cannot accommodate empirical fact and juridic fact that occurs in the management of the quarry.

(2)

BATUBARA GUNA MENINGKATKAN NILAI TAMBAH

Oleh

Roni Septian Maulana

Kebijakan pada pertambangan yang tengah dipersiapkan dewasa ini adalah kemajiban melakukan pemurnian tambang mineral dan batubara. Namun pengaturannya masih diatur secara parsial. Regulasi yang dikeluarkan pemerintah banyak yang tidak terintegrasi dengan baik dan seringkali lebih menimbulkan egoisme sektoral dan mengabaikan semangat incorporated. Oleh karena itu terdapat dua buah permasalahan yang hendak diteliti dalam skripsi ini yakni: Pertama, Bagaimanakah pengaturan hukum atas kebijakan pemurnian mineral dan batubara. Kedua. Bagaimanakah implikasi kebijakan pemurnian mineral dan batubara terhadap Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (dogmatic research). Pendekatan masalahnya menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Berdasarka hasil penelitian maka didapatkan hasil bahwa: pertama, pengaturan hukum kebijakan pemurnian mineral dan batubara secara khusus telah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral. Implikasi atas kebijakan ini guna meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambah tambang Indonesia, tersedianya bahan baku industri dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kedua, Implikasi bagi Indonesia adalah dengan adanya kebijakan ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan energi dan industri strategis nasional, serta meningkatkan daya saing nasional dalam menghadapi tantangan global. Sebaiknya pemerintah harus mereformasi regulasi dan membuat satu pedoman formal yang ideal serta kebijakan akselerasi untuk seluruh pihak yang terlibat dalam pemurnian mineral dan batubara agar akselerasi peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dapat terealisasikan.

(3)

Oleh

Roni Septian Maulana

0912011246

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu

pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

Sukabumi, Jawa Barat, pada tanggal 27 September 1991, dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak A. Nanang S dan Ibu Rohmaniar.

Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Cikembar pada tahun 1997, Sekolah Dasar Negeri 1 Banding 1998 sampai dengan tahun 2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Cikembar sampai tahun 2006, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cikembar pada tahun 2009. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Pergurruan Tinggi Negeri pada tahun 2009.

Ditengah banyaknya polemik pada saat perkuliahan tidak menjadi penghalang penulis untuk menjadi seorang organisatoris. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai unit kegiatan mahasiswa. Penulis pernah menjadi anggota Kelompok Diskusi Mahasiswa periode 2009-2010, UKMF FOSSI FH UNILA 2009 sampai lulus dengan pengalaman mengemban amnah pada, Kepala bidang Media Informasi, Seni dan Olah Raga UKMF FOSSI FH UNILA periode 2009-2010, Sekretaris Umum UKMF FOSSI FH UNILA periode 2010-2011. Ketua Editor UKMF WEHH 2010-2011. Aktif juga pada Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas KBM Unila sebagai Ketua Komisi II Advokasi dan Perundang-undangan. Selain dalam kegiatan internal kampus, penulis juga mengikuti kegiatan eksternal kampus. Yakni Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia sebagai Koordinator FL2MI Daerah Lampung periode 2012-2013.

(7)
(8)

Sesungguhnya

Allah

menyuruh

kamu

menyampaikan amanat kepada yang berhak

menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu

menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah

memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.

Sesungguhnya

Allah

adalah

Maha

Mendengar lagi Maha Melihat.

(9)

Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan

skripsiku ini kepada:

Ibundaku (Rohmaniar) dan Ayahandaku (A. Nanang S) tercinta.

Terimakasih atas segala lelah, pengorbanan, kasih sayang, doa, dan dukungan

dalam setiap langkah yang kupilih.

Adik-adikku Incha Milanda Oktriani dan Ridwan Ramadhan.

Terimakasih untuk semangat, motivasi, dukungan serta tawa yang kalian berikan.

Semoga menjadi anak-anak yang bermanfaat dalam melanjutkan estafet kebaikan

untuk keluarga dimasa depan

Kepada segenap keluarga besarku, terimakasih atas segalanya semoga kelak dinda

dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian

tersenyum dalam kebahagiaan;

Almamater tercinta Universitas Lampung.

Tempatku memperoleh ilmu dan merancang mimpi yang menjadi sebagian jejak

(10)

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji Bagi Allah SWT, Rabb semesta alam,

Sang Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya, Maha suci Allah, Dzat

pemilik atas seluruh ilmu tanpa batas. Dia-lah Penetap atas hukumnya yang Maha

Adil, Rabb yang Maha Mulia dan memuliakan kita diatas makhluk-Nya yang lain.

Rabb yang memberi kita jalan keluar dari keputusasaan.. Rabb yang Maha

Pengasih dan Penyayang...Yang menguasai segala sesuatu...Yang Maha

Berhendak... Yang Maha Memuliakan dan Menghinakan hamba-hamba yang

dikehendaki-NYA.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.?? (Ar

-Rahman:13) shalawat teriring salam senantiasa terlimpahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang

senantiasa mengikuti jalan petunjuk-Nya. Amin. Hanya dengan kehendak-Nya

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Kebijakan Pemurnian Mineral Dan Batubara Guna Meningkatkan Nilai Tambah” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran

dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk

(11)

kepada:

1. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, Ibundaku Rohmaniar dan Ayahanda A.

Nanang S, yang telah menjadi pahlawan terhebat dalam hidupku, yang tiada

hentinya melelahkan diri memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang

tak pernah putus untuk kebahagian dan kesuksesanku;

2. Bapak Dr. Hieronymus Soerjatisnanta, S.H., M.H., selaku Pembimbing Satu

atas kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya,

mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan

kritik yang sangat berharga dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Agus Triono, S.H., M.H., selaku Pembimbing Dua yang telah bersedia

untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

4. Bapak Dr. Muhammad Akib, S.H., M.H., selaku Pembahas Satu, yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

5. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., selaku Pembahas Dua, yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

6. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

7. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi

Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis

(12)

Lampung;

9. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi.

10.Cikembar Safedventures, Ade Irawan. AMD, Nugraha, Paulus Nanaryain,

Reza Tawakal, Deni Fadil Nur Ramdan, Adam Iskandar, Nendy Ochtavian,

Sandi Sobandi. Spd, Andry AKA kojek, Ujang AKA coen, Riki AKA kolor,

Ridwan AKA acong, May Soarma, Ihwan, dan seluruh keluarga besar

Simpang Tiga Siliwangi damn’t, thanks for your fucking support guys.

11.Teman seperjuangan Mabes Crew sekaligus Keluarga besar UKMF FOSSI FH

UNILA 2009, SM. Munawar Harun Alrasyid. S.H, Saputro Prayitno. S.H,

Muhammad Amin Putra. S.H, Sofyan Jailani. S.H, Syukri Romadhon. S.H,

Andhika Prayoga. S.H, Garda Arian Gunawan. S.H, Muhammad Yudho Safei,

Gigih Suci Prayudhi, Pimal Ibrahim, Muhammad Gribaldi. S.H, Hidayat

Fadilah, Handi Mahendra, Riki Indra, Muhammad Faisal SF. S.H, Raden

Permata, Ridho Abdilah Husin dan seluruh teman-teman Fakultas Hukum’09

yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya.

Semoga kita semua sukses. Serta teruntuk Keluarga besar UKMF FOSSI FH

UNILA 2010-2013 serta para alumninya yang telah banyak memberi inspirasi

(13)

Bunga Elora, dll;

13.Sepupu-sepupuku Yan Putra, Rahmi Febria Veganita, Haris Haikal,

Selviarahma, Resa Eriyanti, Dwi Prasetyo, Agni Julyanti Pradita, yang

senantiasa memberikan semangat dan dukungannya selama ini. Semoga apa

yang telah kalian Allah berikan balasan kebaikan;

14.Sahabat istimewaku di Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas,

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan

dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah

diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang

sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis

dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung,

Penulis,

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan

kekayaan tersebut harus dikelola sebaik mungkin untuk kesejahteraan masyarakat.

Tetapi tidaklah mudah mengelola itu semua di tengah sifat keserakahan manusia,

yang mengakibatkan pengaturan hukum atas kekayaan alam Indonesia seringkali

tidak maksimal. Proses pembentukan kebijakan hukum memerlukan landasan

pemikiran dan pertimbangan yang kuat serta pengkajian yang lebih mendalam dan

komprehensif terutama dari nilai filosofis, ekonomis dan sosiologis sebelum

dinyatakan sebagai hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

masyarakat. Kebijakan haruslah melihat apa yang sebenarnya harus dilakukan

daripada apa yang diusulkan mengenai suatu permasalahan. Kebijakan pemerintah

dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia saat ini selalu dideterminasi

secara berlebihan oleh kepentingan politik pengusaha pertambangan. Hal ini

mengakibatkan kebijakan pemerintah yang jauh dari kesejahteraan. Seharusnya

terdapat penegasan penguasaan negara atas kekayaan alam yang melindungi

Kedaulatan Energi Nasional yang hanya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat

bukan untuk kepentingan negara lain. Secara langsung rakyat harus memperoleh dan

(15)

menginginkan dan menuntut adanya keadilan yang diberikan oleh Negara. Keadilan

yang didambakan oleh warga negara bukan hanya di bidang hukum dan politik,

tetapi dituntut di bidang kehidupan ekonomi dan sosial.

Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang sangat berlimpah. Pada tahun 2010,

cadangan batubara Indonesia sebesar 126,3 miliar ton dan sumber daya diperkirakan

sebesar 105,2 miliar ton.1 Seperti terlihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 sumber daya dan cadangan batubara tahun 2002-2010

Tidak kalah dari batubara, potensi mineral Indonesia juga berlimpah. Terlihat

berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

seperti pada gambar 1.2 berikut :2

,s\

1

Indikator Energi dan Sumber Daya Mineral. Pusat Data dan Informasi Kementerian

Energi dan Sumber Daya Mineral. 2011. hlm 11

2

(16)

Gambar 1.2 sumber daya logam dan cadangannya dan jumlah dalam ribu Ton

Berlimpahnya potensi semberdaya mineral dan batubara Indonesia seharusnya

menjadikan Indonesia negara yang kaya raya dan tidak sebaliknya. Pemanfaatan

sumber daya mineral dan batubara dewasa ini cenderung hanya untuk memenuhi

kebutuhan hidup pemilik perusahaan tambang. Saat kekayaan SDA Indonesia

(17)

begitu fluktuatif. Bukan hanya atas perhitungan statistik penawaran dan permintaan,

tetapi juga lebih pada permainan spekulan dalam pasar komoditas tambang. Tidak

pernah disadari dan dipedulikan kondisi tersebut oleh pelaku penambangan yang

demikian ini menjadikan semua aktivitas pertambangan masuk ke dalam sistem Neo Liberalism.

Seraya dengan hal tersebut, pertambangan Indonesia saat ini bertambah dilematis

dengan adanya kebijakan keharusan melakukan pemurnian mineral dan batubara di

dalam negeri. Dalam industri pengolahan hilir yaitu pemurnian mineral dan batubara

ternyata tidak semudah yang dibayangkan oleh pemerintah. Selain membutuhkan

modal yang sangat besar, program ini membutuhkan dukungan teknologi, peralatan,

dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dan tentu saja Pengaturan

hukumnya harus tegas dan jelas. Kebijakan pemurnian mineral dan batubara juga

membutuhkan pendekatan holistik dan memperhitungkan skala keekonomian.

Ketidakcermatan pemerintah akan menyebabkan kerugian dan menimbulkan

permasalahan baru yang kompleks. Bukan mustahil hal ini justru menjadi

kontraproduktif dari apa yang pemerintah dan rakyat harapkan yaitu kesejahteraan.

Pemerintah seharusnya kembali duduk bersama pelaku dunia usaha pertambangan

dan mendengarkan kembali aspirasi dan pertimbangan dari masyarakat untuk

mendapatkan suatu kebijakan yang mampu diterapkan secara maksimal. Niatan

pemerintah atas pemurnian mineral dan batubara memiliki tujuan yang baik. Maka

pemerintah perlu menyiapkan indikator prapenerapan yang mapan. Jika tidak ingin

kehilangan kewibawaan pemerintah dimata masyarakat, atas kegagalan menjalankan

(18)

berkonsep welfare state. Sesuai dengan apa yang tertuang dalam alenia pertama pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,”

Dari penggalan pembukaan UUD 1945 dapat terlihat bahwa yang harus diutamakan

dalam mengeluarkan kebijakan pemerintah di bidang pertambangan khususnya,

pemerintah harus berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Saat ini kebijakan

sektor pertambangan selalu diintervensi kepentingan-kepentingan para elit politik

dan pengusaha pertambangan semata. Sehingga banyak kebijakan-kebijakan yang

mengkonfrontasi dan mengenyampingkan hak-hak masyarakat.

Kebijakan pertambangan Indonesia dibentuk untuk menjaga kedaulatan energi

nasional. Sebelum adanya Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara. Pengelolaan mineral dan batubara hanya

sampai pada sektor hulu. Yakni ekplorasi kemudian dipasarkan begitu saja tanpa

pengelolaan lebih lanjut. Keadaan demikian tidak lagi ditemukan setelah berlakunya

Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pengelolaan mineral dan batubara telah menemukan sistem baru, yaitu pengelolaan

sektor hilir. Terdapat tahapan operasi produksi mineral dan batubara yaitu

pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan terlebih dahulu sebelum masuk

(19)

Pemurnian mineral dan batubara yang dicanangkan oleh pemerintah awalnya

bertumpu pada Pasal 102 Undang–undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara :3

“Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara”.

Peningkatan nilai tambah barang tambang mineral dan batubara melalui pemurnian

mineral dan batubara atau yang selanjutnya ditopang oleh Peraturan Pemerintah

Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral

dan Batubara dijelaskan dalam Bab VIII Pasal 93 ayat (1), sebagai berikut :4

“Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya.”

Nilai tambah dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk rneningkatkan produk akhir

dari usaha pertambangan atau pemanfaatan terhadap mineral ikutannya. Kewajiban

untuk rnelakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dimaksudkan antara

lain untuk rneningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambah dari produk

pertambangan mineral dan batubara, tersedianya bahan baku industri, penyerapan

tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara. Pada tujuan akhirnya nanti pasti

bertujuan menjaga kedaulatan energi Indonesia. Pihak yang bertanggungjawab atas

kebijakan ini adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan aturan

3

Lihat Pasal 102 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

4

(20)

tegasnya yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun

2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral.

Terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling

lambat diberlakukan pada 12 Januari 2014. Penerapan perintah undang-undang

pertambangan mineral dan batubara sudah mendekati 2014, namun tanda-tanda

pemerintah untuk mengimplementasikannya masih jauh dari kata siap. Pemerintah

terlihat seperti ketakutan mengahadapi pemurnian mineral dan batubara 2014 yang

terlanjur sudah dikeluarkan, dan kebijakan pendukungnya belum dapat

diimplementasikan secara menyeluruh.

Kembali pada kebijakan pemurnian mineral dan batubara tengah menghadapi

kendala yang cukup besar, terkait ketersediaan energi listrik yang dibutuhkan untuk

membangun smelter (pabrik pemurnian). Pembangunan smelter juga sulit diwujudkan mengingat membutuhkan modal besar. Mengingat satu smelter

membutuhkan modal investasi mencapai 450 juta dolar AS – 700 juta dolar AS

(Rp 4,05 triliun – Rp 6,3 triliun).5 Pendanaan kebijakan pemurnian mineral dan

batubara ini akan menelan dana yang sangat besar yang berarti akan menyedot aloksi

dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang besar. Dana susbsidi

yang akan diberikan oleh APBN tidak lebih dari Rp.150 miliar. Cara pemilik

perusahaan tambang mendapatkan dana tambahan salah satu jalannya adalah

pemerintah memberikan IUP semudah mungkin untuk investor asing agar

berinvestasi diperusahaannya dengan demikian maka aliran dana pun akan semakin

5

(21)

besar. Akibatnya terlalu banyak IUP yang diberikan maka kontrol terhadap

pemegang kegiatan IUP menjadi sangat sulit.

Kebijakan pemurnian mineral dan batubara yang sebentar lagi harus dilakukan.

Tetapi masih banyak kendala penghambat seperti buruknya pengaturan hukum dan

penegakannya pada pengelolaan bidang pertambangan. Hal ini mengakibatkan

kepanikan pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha pertambangan. Awal dari

tahapan pengelolaan mineral dan batubara adalah penentuan dan pemberian wilayah

izin usaha pertambangan (WIUP). Tidak peduli dikawasan hutan lindung ataupun

kawasan masyarakat pemerintah dapat menghalalkan wilayah itu untuk ditambang

dengan alasan untuk menigkatkan penerimaan negara dan daerah. Masalah lain turut

muncul yakni penentuan WIUP yang sering tumpang tindih dan cenderung

mengindahkan kepentingan dan hak-hak masyarakat pemilik tanah. Berikutnya

masalah pemberian izin usaha pertambangan (IUP) yang tercatat pada Kementerian

Energi dan Sumber Daya Alam sebanyak 10.600 buah izin,6 dikhawatirkan dengan

semakin banyaknya pengeluaran izin maka pengawasannya pun akan sangat sulit

dilakukan. Semua ini menuntut adanya Kesanggupan mempertanggungjawabkan

secara konsisten dan konsekuen atas apa yang diperbuat pemerintah.

Salah satu substansi kebijakan pemurnian mineral dan batubara ini adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang

“tidak sama sekali” melibatkan masyarakat dan kalangan akademisi dalam hal

tersebut. Masyarakat memiliki kajian kritis dan realistis terhadap suatu kebijakan

6

(22)

yang akan berdampak secara langsung pada masyarakat luas. Kesiapan Indonesia

dalam mengelola SDA haruslah mapan, harus sudah menyiapkan

kebijakan-kebijakan prapenerapan, saat penerapan, pascapenerapan pemenurnian mineral dan

batubara.

Dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, pemerintah tidak boleh

terjebak kepada persoalan klasik. Seperti berorientasi memperoleh pendapatan yang

sebesar-besarnya dari industri pertambangan mineral dan batubara. Kebijakan

pemurnian mineral dan batubara yang banyak diliputi oleh banyak permasalahan

seperti yang telah dipaparkan diatas. Sangat disayangkan karena industri ini

memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian nasional maupun

daerah. Persoalan disektor pertambangan sebenarnya hanya salah satu problematik

dari sekian banyaknya masalah pengelolaan sumber daya mineral dan batubara di

negara ini. Peningkatan nilai tambah pertambangan dengan cara pemurnian adalah

upaya optimalisasi atas pengelolaan proses hulu ke hilir kegiatan pertambangan serta

pengembangan wilayah dan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka mewujudkan pembangunan

berkelanjutan. Oleh karena itu harus ada pengaturan hukum yang tepat atas

kebijakan pemurnian mineral dan batubara dan disamping itu harus ada kebijakan

transisi yang harus dilakukan oleh pemerintah guna memaksimalkan kebijakan

tersebut pada 2014. Untuk itulah penulis memilih untuk mengkaji kritis atas

(23)

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah pengaturan hukum atas kebijakan pemurnian mineral dan

batubara?

b. Bagaimanakah implikasi kebijakan pemurnian mineral dan batubara bagi

Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum kebijakan pemurnian

mineral dan batubara.

b. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan akselerasi pemerintah bila dalam

proses menuju kebijakan pemurnian mineral dan batubara Indonesia tidak

mampu atau belum siap melaksanakan kebijakan tersebut.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai

pengaturan hukum tindakan pemerintah dalam pertambangan Indonesia khususnya

pemurnian barang tambang mineral dan batubara, selanjutnya mengetahui

bagaimana implikasi dan kebijakan transisi dari program pemerintah tersebut, yang

mengharuskan adanya peningkatan nilai tambah terhadap mineral dan batubara

melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian sehingga mahasiswa dapat memberikan

kritisi dan menemukan solusi-solusi yang terbaik untuk pertambangan Indonesia

(24)

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini untuk memberikan pengetahuan bagi semua pihak yang

mempunyai perhatian terhadap kebijakan pemerintah bidang pertambangan dan dan

sebagai bahan bacaan alternative dalam bidang kebijakan hukum pertambangan Indonesia terutama mahasiswa Fakultas Hukum dalam menambah wawasan dalam

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Yuridis Tentang Kebijakan Pemerintah 2.1.1 Pengertian Kebijakan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia bahwa kebijakan adalah rangkaian konsep dan

asas yang menjadi dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan,

dan cara bertindak pemerintahan, organisasi, pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip,

atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai

sasaran.1 Kebijakan atau biasa disebut dengan policy, sangat erat kaitannya dengan kewenangan, kebijakan muncul karena adanya kewenangan. Kebijakan hanya dapat

dilakukan oleh karena adanya kewenangan yang melekat pada seseorang. Kebijakan

merupakan keputusan yang diambil pemilik kewenangan dikarenakan adanya suatu

keadaan, kebutuhan, permasalah dan perubahan tertentu. Contoh dari kebijakan

diantaranya Instruksi Presiden (Inpres), Inpres merupakan kebijakan, di dalam Inpres

tidak terdapat unsur larangan dan sanksi, hanya unsur instruksi/perintah, selain itu

proses munculnya Inpres tidak melalui proses legislasi tetapi berdasarkan

kewenangan yang melekat pada Presiden.

Kebijakan merupakan sebuah ketentuan hukum yang dibuat pemerintah sebagai

bagian administrasi negara, menguraikan bahwa peraturan yang bukan sebagai

peraturan perundang-undangan.

1

(26)

Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja

dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah

atau persoalan tertentu yang dihadapi.2 Jadi, definisi ini memusatkan perhatian pada

apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau

dimaksudkan. Selain itu konsep ini membedakan secara tegas antara kebijakan

(policy) dan keputusan (decision) pemilihan salah satu di antara berbagai alternatif kebijakan yang tersedia. Kebijakan hukum yang bersifat mengatur merupakan

kebijakan yang mempertimbangkan aspek politik, aspek sosial dan aspek hukum

yang berfungsi untuk mengintegrasikan kedua aspek tersebut.

Kebijakan hukum merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu

dan bersifat negatif keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu

yang bersifat memaksa (otoritatif). Berdasarkan pengertian dan elemen yang terkandung dalam kebijakan tersebut. Maka kebijakan publik dibuat dalam kerangka

untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang

diinginkan. Proses pembuatan keputusan atau kebijakan bukanlah meupakan

pekerjaan yang mudah atau sederhana, setiap administrator dituntut memiliki

kemampuan, tanggungjawab, dan kemauan sehingga dapat membuat kebijakan

dengan segala resikonya. Selain hal itu implementasi kebijakan merupakan tahap

yang sangat menentukan dalam proses kebijakan karenatanpa implementasi yang

efektif maka kebijkan itu tidak akan berhasil mencapai tujuan. Implementasi

kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah adanya pengarahan yang sah dari

suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola untuk kesejahteraan masyarakat.

2

(27)

Proses implementasi akan dimulai apabila tujuan, faktor-faktor yang mempengaruhi

dan sasaran telah ditetapkan. Kemudian, program kegiatan telah tersusun dan dana

telah siap untuk proses pelaksanaaannya dan telah disalurkan untuk sasaran atau

tujuan atas kebijakan yang diinginkan.

Keberhasilan suatu kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan yang akan

dilaksanakan dimana. Jika isi kebijakan tidak jelas arah tujuannya akan

membingungkan para pelaksana dilapangan atas kebijakan tersebut dan

menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Kemudian ditentukan juga oleh

banyaknya dukungan positif yang harus dimiliki agar kebijakan publik itu dapat

dilaksanakan dan pembagian dari potensi-potensi yang ada dapat dimaksimalkan.

Arus informasi dan komunikasi perlu juga diperhatikan sehingga tidak menimbulkan

multitafsir antara isi kebijakan yag diberikan dengan persepsi para pelaksananya,

diperlukan pula dukungan sumber daya maupun stakeholders yang terkait dengan implementasi kebijakan publik tersebut dan sangat diperlukan kejelasan pembagian

tugas maupun struktur birokrasi agar tidak terjadi ketimpangan dalam proses

implementasi serta dibutuhkan juga nilai-nilai yang dapet dianut dan dijadikan

pegangan oleh pemerintah untuk menerjemahkan seluruh kebijakan yang harus

(28)

Posisi kebijakan hukum (policy of law) dalam hubungannya dengan tiga aspek tersebut digambarkan oleh Mauro Zamboni.: 3

Kebijakan hukum merupakan hasil dari proses interpretasi politik pemerintah atas

suatu tujuan yang ada kemudian dituangkan menjadi suatu peraturan

perundang-undangan. Kaitanya teori Mauro Zamboni diatas adalah the political arena yang ada yakni pemurnian mineral dan batubara dengan pemerintah mengeluarkan kebijakan

yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara. merupakan suatu legal political inputs dalam pertambangan Indonesia. Dampak atas legal political inputs adanya kewenangan penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan termasuk kebijakan pemurnian mineral dan batubara yang

(29)

dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral.

Tidak dapat dihindari bahwa dalam suatu arena politik pasti terdapat the transformations of the values into legal categories with the uses of legal tools atau perubahan dari hasil pengaruh politik terhadap bentuk kebijakan hukum dengan

menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai alatnya, yang kelak akan

memiliki political of law outputs sebagai implikasi dari proses pengaruh politik terhadap bentuk kebijakan hukum dalam suatu kebijakan yang dapat berupa

peraturan pemerintah, peraturan menteri sampai dengan peraturan daerah. Atas dasar

tersebut dalam mengimplementasikan kebijakan, pemerintah maupun pemerintah

daerah harus memperhatikan beragam macam faktor-faktor yang hidup dan

berkembang dimasyarakat, seperti nilai-nilai politik, sosial, ekonomi, budaya, adat

istiadat, serta agama yang telah ada dan wajib untuk dipertimbangkan dalam

penerapan kebijakan publik karena merupakan the effect that the policy of law outputs have on society atau dampak dari pengeluaran kebijakan hukum pemerintah yang ada pada masyarakat.

Aturan yang akan dipakai pemerintah dalam mengelola pertambangan indonesia.

Sudah menjadi kewajiban negara untuk melayani setiap warga negaranya dalam

rangka pemenuhan kebutuhan dasarnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari

kehidupan berbangsa dan bernegara yang diorganisir dalam bentuk “republik”, yang

(30)

2.2 Bentuk Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian tindakan suatu peraturan yang dikeluarkan pemerintah

berkenaan dengan pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban sebagai

penyelenggara negara. Ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan

kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan

hukum, jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu

hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya

menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.

Di dalam penyelenggaraan tugas-tugas administrasi negara, pemerintah banyak

mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dituangkan kedalam berbagai bentuk seperti

beleidslijnen (garis-garis kebijakan), het beleid (kebijakan), voorschriften (peraturan-peraturan), richtlijnen (pedoman-pedoman), regelingen (petunjuk-petunjuk),

circulaires (surat edaran), resoluties (resolusi-resolusi), aanschrijvingen (instruksi-instruksi), beleidsnota’s (nota kebijakan), reglemen ministriele (peraturan-peraturan menteri), beschikkingen (keputusan-keputusan), en bekkenmakingen (pengumuman-pengumuman).4 Kebijakan pada hakikatnya memang merupakan produk hukum dari

perbuatan pemerintah yang bertujuan melegalkan tindakan pemerintah dalam

menjalankan pemerintahan yang menampakan adanya suatu yang kebijakan tertulis.

Namun, tindakan-tindakan yang dapat diambil oleh administrasi negara, tidak dapat

dilakukan dengan begitu saja, akan tetapi ada ketentuan-ketentuan yang harus

diperhatikan dalam rangka mewujudkan good governance.

4

(31)

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat berbentuk undang-undang, yang

merupakan peraturan tinggi setelah undang-undang dasar sebagai konstitusi negara

Indonesia. Undang-undang mengatur urusan-urusan yang bersifat spesifik. Misalnya

masalah pertanian, lalu lintas, pemasaran, dan lain sebagainya, Perpu baru bisa

diputusan oleh presiden disaat yang genting. Misalnya dalam hal penanganan

masalah bencana alam ataupun perang. Dalam konteks ini, Dewan Perwakilan

Rakyat cuma punya dua pilihan: menolak atau menyetujui. Peraturan pemerintah,

diterbitkan untuk memeberikan penjelasan terhadap undang-undang agar tidak

terjadi salah tafsir bagi masing-masing penafsir kebijakan, Peraturan Presiden,

peraturan presiden merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh presiden untuk

menajalankan implementasi kebijakan kepada pemerintahan. Peraturan Daerah,

peraturan daerah adalah Naskah Dinas yang berbentuk peraturan

perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan atau untuk

mewujudkan kebijaksanaan baru, melaksanakan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi dan menetapkan sesuatu organisasi dalam lingkungan Pemerintah

daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, bahkan Peraturan Menteri dan jenis-jenis keputusan sebuah lembaga

pemerintahan merupakan suatu wujud kebijakan hukum pemerintah.

Format peraturan kebijakan ada yang sama dengan peraturan perundang-undangan,

lengkap dengan pembukaan berupa konsiderans ”menimbang” dan dasar hukum

”mengingat”, batang tubuh yang berupa pasal-pasal, bagian-bagian, bab-bab serta

penutup yang sepenuhnya menyerupai peraturan perundang-undangan. Tetapi selain

(32)

surat edaran, petunjuk teknis, pengumuman, dan sebagainya. Bahkan tampil dalam

bentuk lisan (kepada bawahan) yang memang tidak mempunyai bentuk dan format.5

Suatu peraturan kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan tata

usaha negara yang bertujuan menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis, namun

tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat tata usaha

negara yang menciptakan peraturan kebijaksanaan tersebut. Peraturan-peraturan

kebijakan dimaksud pada kenyataannya telah merupakan bagian dari kegiatan

pemerintahan (bestuuren) dewasa ini.6 Peraturan-peraturan kebijakan memberi peluang bagaimana suatu badan tata usaha negara menjalankan kewenangan

pemerintahan (beschikkingbevoegdheid). Hal tersebut dengan sendirinya harus dikaitkan dengan kewenangan pemerintahan atas dasar penggunaan discretionare,

karena jika tidak demikian, maka tidak ada tempat bagi peraturan-peraturan

kebijakan.7

Kebijakan pemerintah yang resposif untuk menunjukan suatu kapasitas pemerintah

yang beradaptasi dan bertanggungjawab.

2.3 Kewenangan Pemerintah Dalam Mengeluarkan Kebijakan

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai

negara hukum, maka seluruh aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan

kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.

5

Saiful Anwar dan Marzuki Lubis, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Gelora Madani Press, Medan, 2004, hlm. 117.

6

Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1979, hlm. 90.

7

(33)

Sehingga untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang tertib

antara lain di bidang peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka mewujudkan tatanan yang tertib di bidang peraturan

perundang-undangan di Indonesia, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan Pasal Pasal 7

ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, menyatakan bahwa Jenis dan

hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah Provinsi. Selain peraturan

perundang-undangan yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) tersebut,

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengakui peraturan perundang-undangan lain yang

dikenal dalam praktek kehidupan bernegara. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 membuka kemungkinan adanya peraturan

perundang-undangan lainnya yang ditetapkan oleh pimpinan lembaga atau badan negara seperti

misalnya Peraturan Menteri.8

Dikarenakan kebijakan berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan

tugas-tugas pemerintah. Kebijakan tidak dapat menentang peraturan

perundang-undangan, maka asas legalitas sangat penting untuk menjamin kekuatan hukum suatu

kebijakan. Akan tetapi perlu ditelaah kembali bahwa harus terdapat suatu hal yang

8

(34)

dapat menjadikan kebijakan itu memiliki “kredibilitas” yang efisien dan menjamin

kesejahteraan masyarakat. Sebelum lebih jauh membahas definisi kebijakan perlu

diketahui terlebih dahulu bahwa keberadaan kebijakan tidak dapat terlepas dari

kewenangan bebas (vrijebevoegheid). Kebebasan pemerintah yang sering disebut dengan istilah freies ermessen yang berarti sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pemerintah untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada

undang-undang. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state,

tetapi freies ermessen bukan berarti dapat digunakan secara bebas tanpa batas. Di dalamnya terdapat unsure-unsur pengikat seperti dimungkinkan dan/atau tidak

bertentangan dengan undang-undang. Menyelesaikan permasalahan yang terjadi

secara tiba-tiba, sikap itu dapat dipertanggungjawabkan dihadapan hukum dan

ditujukan untuk kepentingan umum masyarakat.

Ketika freies ermessen diwujudkan dalam instrumen yuridis yang tertulis maka akan menjadi suatu bentuk pertaturan kebijakan.9 Freies ermessen muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan dalam penerapan asas legalitas.

Dalam sebuah negara welfare state tidaklah cukup bila untuk dapat berperan secara maksimal dan melayani kepentingan masyarakat yang berkembang pesat sejalan

dengan perkembangan ilmu dan teknologi, hanya mengandalkan asas legalitas

karenanya freies ermessen merupakan hal yang sangat dibutuhkan dan terelakkan dalam tatanan tipe negara kesejahteraan.

Pada pengaturan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dapat berbentuk

undang-undang. Undang-undang yang mengatur tentang hubungan kewenangan

pusat dan daerah merupakan salah satu undang- undang yang utama dalam mengatur

9

(35)

berbagai materi yang berkaitan dengan atribusi, distribusi, dan delegasi serta

koordinasi kewenangan di antara berbagai level pemerintahan yang ada di suatu

negara yang berstatus sebagai negara kesatuan yang berorientasi kesejahteraan

rakyat. Oleh karena itu, keberadaan undang-undang yang mengatur hubungan pusat

dan daerah merupakan suatu kebutuhan utama dalam suatu negara.

Cara memperoleh kewenangan tersebut menggambarkan adanya perbedaan yang

hakiki antara berbagai level pemerintahan yang ada di suatu negara. Sebagai contoh,

pelaksanaan atribusi kewenangan memerlukan adanya pembagian level

pemerintahan yang bersifat nasional, regional dan lokal atau level pemerintahan

atasan dan bawahan. Selain itu pelaksanaan delegasi membuktikan adanya level

pemerintahan yang lebih tinggi (delegator) dan level pemerintahan yang lebih rendah (delegans). Kewenangan Pemerintah merupakan dasar utama baik setiap tindakan dan perbuatan hukum dari setiap level pemerintahan. Dengan adanya dasar

kewenangan yang sah maka setiap tindakkan dan perbuatan hukum yang dilakukan

oleh setiap level pemerintahan dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan

hukum yang sah dan apabila tanpa ada dasar kewenangan. Maka setiap tindakan dan

perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap level pemerintah dapat dikategorikan

sebagai tindakkan dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum dapat

dikatakan sebagai pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Secara umum, kewenangan pemerintahan dapat diperoleh melalui atribusi, delegasi

dan mandat serta tugas pembantuan (medebewind). Dengan adanya dasar kewenangan yang sah maka setiap tindakkan dan perbuatan hukum yang dilakukan

oleh setiap level pemerintahan dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan

(36)

Kebijakan sendiri adalah suatu peraturan umum yang dikeluarkan pemerintah

berkenaan dengan pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban sebagai

penyelenggara negara dan pelayan masyarakat. Tidak boleh dilupakan pemerintah

memiliki hak (freies ermessen) untuk memenuhi kepentingan masyarakat, yang menghendaki pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya diberi

kebebasan dan keleluasaan untuk menetapkan kebijakan, tanpa harus berpaku pada

peraturan perudang-undangan. Karena peraturan perundang-undangan memiliki

kecenderungan tidak fleksibel dan tidak dapat menampung semua permasalahan

masyarakat dan perkembangan masyarakat yang pesat dan dinamis, oleh karena itu

pemerintah bukan saja dituntut untuk bertindak cepat dan tanggap tetapi dituntut

agar berpandangan luas agar dapat memperhitungkan akibat-akibat dan solusi-solusi

yang terbaik untuk masyarakat. Dengan kata lain kebijakan dapat diartikan sebagai

mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu

tujuan eksplisit.10

2.4 Prosedur Kebijakan

Studi kebijakan berusaha untuk meninjau berbagi teori dan proses yang terjadi dalam

kebijakan publik. Proses pembuatan kebijakan adalah serangkaian aktivitas

intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat

politis. Aktivitas politis tersebut di jelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan

divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur

10

(37)

menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,

implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.11

Kinerja pemerintahan yang baik (good government performance) harus diawali dengan kebijakan yang baik (good policy), dan good policy hanya dapat dicapai melalui formulasi kebijakan yang balk (good policy formulation). Tanpa formulasi kebijakan yang baik tidak mungkin kebijakan yang baik akan terwujud, dan kinerja

yang tinggi hanya dapat terwujud apabila melalui tahapan sebagai berikut :12

1. Pengkajian Persoalan. Tujuannya adalah untuk menemukan dan memahami

hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya

dalam hubungan sebab akibat.

2. Penentuan tujuan. Adalah tahapan untuk menentukan tujuan yang hendak

dicapai melalui kebijakan publik yang segera akan diformulasikan.

3. Perumusan Alternatif. Adalah sejumlah solusi pemecahan masalah yang

mungkin diaplikasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

4. Penyusunan Model. Adalah penyederhanaan dan kenyataan persoalan yang

dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model dapat dibangun

dalam berbagai bentuk, misalnya model skematik, model matematika, model

fisik, model simbolik, dan lain-lain.

5. Penentuan kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan

konsisten untuk menilai alternatif kebijakan yang ditawarkan. Kriteria yang

12

(38)

dapat dipergunakan antara lain kriteria ekonomi, hukum, politik, teknis,

administrasi, peranserta masyarakat, dan lain-lain.

6. Penilaian Alternatif. Dilakukan dengan menggunakan kriteria dengan tujuan

untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan

kelayakan setiap alternatif dalam pencapaian tujuan.

7. Perumusan Rekomendasi. Rekomendasi disusun berdasarkan hasil penilaian

alternatif kebijakan yang diperkirakan akan dapat mencapai tujuan secara

optimal dan dengan kemungkinan dampak yang sekecil-kecilnya.

Tahapan demi tahapan tersebut terangkum sebagai suatu proses siklus pembuatan

kebijakan publik. Setiap tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik

mengandung berbagai langkah dan metode yang lebih rinci lagi. Tahapan yang

terdapat dalam pembuatan suatu kebijakan publik memiliki berbagai manfaat serta

konsekuensi dari adanya proses tersebut, khususnya bagi para aktor pembuat

kebijakan publik. Dalam hal ini dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang

tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya. Memetakan tujuan-tujuan yang

memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentang an, dan

merancang peluang-peluang kebijakan yang baru.13

Biasanya suatu masalah sebelum masuk ke dalam agenda kebijakan, masalah

tersebut menjadi isu terlebih dahulu. Isu, dalam hal isu kebijakan, tidak hanya

mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan aktual dan potensial, tetapi

mencerminkan pertentang an pandangan mengenai sifat masalah itu sendiri. Dengan

13

(39)

demikian, isu kebijakan merupakan hasil dari perdebatan definisi, eksplanasi dan

evaluasi masalah.

2.5 Substansi Kebijakan

Menurut Lenvine, produk kebijakan dalam negara demokrasi paling tidak harus

memenuhi tiga indikator: pertama, responsifitas adalah daya tanggap pemerintah terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan masyarakat; kedua,

responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa jauh proses pemberian pelayanan kepada masyarakat itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip

atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang sah; ketiga, akuntabilitas

adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa besar proses penyelenggaraan

kebijakan dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.14 Maka substansi kebijakan harus memiliki indikator paling

sedikit memuat hal-hal seperti yang telah dijelaskan diatas.

Substansi kebijakan dalam negara kesejahteraan dikatakan baik bila memenuhi

empat pilar utama yaitu: social citizenship, full democrasy, modern industrial relations system dan right to education and the expantion of modern mass education system, yang tentu tidak akan lepas dari hak-hak sosial masyarakat, seperti:15

1. Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan

dicapai, apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit

mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin

sederhana, maka untuk mencapainya semakin mudah.

14

Teori Lenvine dalam Kurniawan, Luthfi J dan Mustafa Lutfi. Perihal Negara, Hukum Dan Kebijakan Publik – Perspektif politik kesejahteraan yang berbasis kearifan lokal, pro civil society dan gender, Setara press, Malang, 2012. hlm. 30

15

(40)

2. Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan

kebijakan. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh

lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya

mengejar satu nilai.

3. Sumber daya yang mendukung kebijakan, kinerja suatu kebijakan akan

ditentukan oleh sumber daya finansial, material, infrastruktur lainnya.

4. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari

suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang terlibat dalam

proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan oleh tingkat

pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja dan intregitas

moralnya.

5. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan

sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks

sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan.

6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan

untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja

suatu kebijakan. Strategi yang digunakan saat bersifat top/down approach

atau bottom approach, otoriter atau demokratis.

Sebagai penyempurnaan akan substansi kebijakan, penulis kali ini mengacu pada

teori Hogwood dan Gunn, yang menyatakan bahwa substani kebijakan sedikitnya

mencakup hal-hal sebagai berikut :16

16

(41)

1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau

pernyataan-pernyataan ytang ingin dicapai.

2. Produk hukum tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerntah

yang telah dipilih.

3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemrintah.

4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan

sumberdaya lembaga dan strategi pncapaian tujuan.

5. Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu.

6. Teori yang menjelaskan bahwa jika kita melakukan X, maka akan diikuti

oleh Y.

7. Proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu yang relatif panjang.

Terlihat bahwa substansi kebijakan yang terarah dan kongkret merupakan salah satu

faktor penyebab suksesnya suatu kebijakan yang akan diberlakukan pada masyarakat

nantinya.

2.6 Kebijakan Publik

2.6.1 Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan suatu kegiatan yang senantiasa diselenggarakan harus

seiring dengan harapan kesejahteraan warga negara. Seluruh kebijakan pemerintah

yang bertujuan untuk kepentingan masyarakat dinamakan “kebijakan publik”.

Berdasarkan apa yang tertuang dalam Pasal 10 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 32

(42)

kebijakan pemerintah ini, dan menjadikan segala sesuatu yang berkaitan dengan

seluruh urusan penyelenggaraan negara dapat diatur secara lebih baik dan terbaik

untuk mayarakat terdapat dalam sebuah kebjakan.17

Berikut adalah beberapa pengertian Kebijakan Publik menurut para ahli :18

1. Chandler dan Plano : kebijakan publik merupakan pemanfaatan strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.

2. James E. Anderson : “Public policies are those policies developed by governmental bodies and officials”. Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :

1) Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

2) Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

3) Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan

bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

4) Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah

mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat

pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

5) Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan

tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif) lingkungannya.

3. Carl J. Friedrich : “Public policy is a proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose”. (Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-

17

Lihat Pasal 10 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, “

18

(43)

hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu).

Sebagian besar para ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitannya

dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang

dianggap akan membawa dampak yang baik bagi kehidupan mayarakat. Berdasarkan

pembahasan yang telah dituliskan diatas, maka Penulis berpendapat bahwa

Kebijakan Publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak

pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas

publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah

dibuat oleh otoritas politik, yakni pemerintah yang menerima mandat dari publik

atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas

nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh

administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah.

Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang

merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan

atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara

yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik

pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam

masyarakat dengan berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi.

Pemerintah menghadapi berbagai tantangan berat dalam menerapkan tata

pemerintahan untuk mengelola akibat desentralisasi dan mencapai sasaran untuk

memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi.

(44)

Berdasarkan klausul yang ada dalam undang-undang pemebentukan peraturan

perundang-undangan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih

tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Pasal 8 ayat (2) Undang-undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,19

ketentuan tersebut maka kedudukan suatu peraturan yang mengikat berwujud suatu

Kebijakan Publik dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia telah

jela diakui dan eksistensinya oleh undang-undang, dapat diketahui bahwa benar

suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah telah mempunyai kedudukan yang

sah serta diakui di Indonesia. Diskursus mengenai hukum dan kebijakan publik

tentunya memang tidak terlepas dari persoalan Negara dan Pemerintahan serta

dinamika dan pengelolaannya. Adalah sangat penting penegasan bahwa kebijakan

publik merupakan peraturan peundang–undangan yang dapat menghasilkan output

peraturan perundang-undangan dan pasti dapat diuji di Mahkamah Konstitusi dan

Mahkamah Agung, kebijakan publik merupakan sebuah perbuatan riil pemerintah

yang sistematis dalam menjalankan amanat peraturan perundang-undangan, dengan

demikian dapat diuji secara formil karena memang terdapat suatu prosedur

sistematis pembentukan peraturan perundang–undangan untuk pembentukan suatu

kebijakan publik.

Untuk mengidentifikasikan sejumlah langkah yang harus diambil pemerintah

Indonesia untuk merealisasikan peluang ekonomi melalui peningkatan manajemen

19

(45)

regulasi, penerapan kebijakan persaingan usaha secara efektif, membuat

kebijakan-kebijakan yang konsisten mengenai keterbukaan pasar serta membenahi pengaturan

peraturan perundang-undangan untuk memudahkan investasi di bidang infrastruktur.

Indonesia sebagai suatu negara kesatuan memiliki undang-undang yang di dalamnya

mengatur hubungan kewenangan antara pusat dan daerah dalam rangka menciptakan

integrasi dan distribusi kewenangan dari seluruh level pemerintahan yang ada serta

menghindari terjadi overlapping kewenangan antara berbagai level pemerintahan tersebut. Dapat dikatakan bahwa kebijakan publik tidak lepas dari proses

pembentukan kebijakan itu sendiri. Dengan demikian, salah satu tujuan studi

kebijakan publik adalah untuk menganalisis bagaimana tahapan demi tahapan proses

pembentukan kebijakan publik tersebut sehingga terwujudlah suatu kebijakan publik

tertentu.

2.7 Pertambangan Indonesia

Pertambangan Indonesia telah mengalami perkembangan dari berbagai macam

zaman, ada baiknya penulis terlebih dahulu memapaparkan secara singkat sejarah

Pertambangan Indonesia. Penetapan Hari Jadi Pertambangan dan Energi diputuskan

dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

(DESDM) yang berlangsung pada tanggal 1 Nopember 2007 di Badan Geologi

Bandung. diikuti oleh para Pejabat Eselon I dan II DESDM dipimpin oleh Menteri

Energi dan Surnber Daya Mineral. Berdasarkan hasil penetapan tersebut. Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan surat kepada Presiden No.

1349/04/ME~LS/2008 tanggal 26 Pebruari 2008 mengusulkan Hari Jadi

(46)

dengan Keputusan Presiden Repub1ik Indonesia Nomor 22 tahun 2008 tanggal 27

September 2008 ditetapkan Hari Jadi Pertambangan dan Energi adalah tanggal 28

September.20

Sejarah pertambangan dan energi sendiri di Indonesia dimulai dengan kegiatan

pertambangan yang dilakukan secara tradisional oleh penduduk dengan seizin

penguasa setempat atau tuan tanah. seperti, Raja, ataupun Sultan. Pada tahun 1602

Pemerintah Kolonial Belanda membentuk VOC, pemerintah selain menjual

rempah-rempah mulai melakukan perdagangan hasil pertambangan, pada tahun 1652

mulailah dilakukan penyelidikan berbagai aspek ilmu kealaman oleh para ilmuwan

dari Eropa.21 Pada tahun 1850 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Dienst van het Mijnwezen (Mijnwezenn-Dinas Pertambangan) yang berkedudukan di Batavia untuk lebih mengoptimalkan penyelidikan geologi dan pertambangan menjadi lebih

terarah.22

Menjelang tahun 1920, sesuai dengan rencana Pemerintah Hindia Belanda

menjadikan Bandung sebagai ibukota Hindia Belanda, maka dilakukan persiapan

untuk memindahkan kantor Mijnwezen ke Bandung. Departement Burgerlijke OpenbareWerken (Departemen Pekerjaan Umum) yang membawahi Mijnwezen dan menempati Gedung Sate.23 Pada tahun 1922, lembaga Mijnwezen ini berganti nama menjadi Dienst van den Mijnbouw.24 Pada Tahun 1928 Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun gedung Geologisch Laboratorium yang terletak di jalan

20

http://www.esdm.go.id/departemen-energi-dan-sumber-daya-mineral/sejarah.html . diakses 16 april 2013.

21

Perhapi. Mining Law Essentials. Perhapi, jakarta. 2011. hlm. 5

(47)

Wilhelmina Boulevard untuk kantor Dienst van den Mijnbouw dan diresmikan pada tanggal 16 Mei 1929. selanjutnya gedung ini dipergunakan untuk penyelenggaraan

sebagian dari acara Pacific Science Congress ke IV. Gedung ini sekarang bernama Museum Geologi, yang berlamat di jalan Diponegoro No. 57 Bandung.25

Dengan melewati berbagai zaman dengan segala kelebihan dan kekurangannya

pertambangan Indonesia sendiri memiliki corak pengelolaan yang khas, seperti yang

hak untuk mengelola lebih diberikan pada pihak asing dan bangsa Indonesia sendiri

hanya mendapatkan sedikit dari manfaat kekayaan perut bumi Indonesia ini.

Beranjak pada paradigma baru kegiatan industri pertambangan modern dewasa ini

ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan

berkelanjutan. Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan dan bemawasan

lingkungan adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi,

lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan

batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.

Indonesia berada di sabuk mineral (Ring of Fire) dengan potensi mineral yang tinggi. Jika dibandingkan dengan negara lain di Asia, Indonesia memimpin dalam produksi

tembaga, emas, perak, nikel, timah dan batubara. Berdasarkan hasil Survey

Pertambangan Indonesia yang dilakukan oleh PWC (Price Waterhouse Coopers) tahun 2011, diperoleh gambaran bahwa dalam kurun waktu 2007 sampai 2011,

secara umum produksi pertambangan Indonesia mengalami kenaikan,26

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang rneliputi

(48)

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan

pascatambang.27 Menurut Pasal 34 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara,, usaha pertambangan dikelompokkan atas :28

1. pertambangan batubara.

2. Pertambangan mineral radioaktif;

3. Pertambangan mineral logam;

4. Pertambangan mineral bukan logam; dan

5. Pertambangan batuan.

Sektor pertambangan, khususnya pertambangan meneral dan batubara, mengalami

bonanza atau masa puncak kejayaan pada era 2006 sampai dengan akhir 2011 seiring

dengan melambungnya harga minyak bumi dan motivasi dari berbagai pihak untuk

mencari dan memaksimalkan sumber energi selain minyak dan gas bumi.29

Penguasaan kekayaan alam Indonesia dapat dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia,

dengan catatan sanggup memenuhi seluruh syarat dan proses administrasi yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Karena memang kekayaan sumber

daya alam Indonesia hakikinya diperuntukan untuk rakyat. Hans Kelsen dalam

pembahasan mengenai hak sipil mengutarakan bahwa tata aturan hukum

memberikan hak kepada individu atau wakilnya, untuk kemungkinan ikut dalam

proses hukum yang berakhir pada pelaksanaan sanksi, hal ini terutama dapat dilihat

dalam pembuatan norma individual dalam kasus perdata. Dari sudut pandang

dinamis, penggugat memainkan bagian yang esensial dalam pembuatan norma

27

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara.

28

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

29

Nandang Sudrajat. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum,

(49)

individual. Norma individual merupakan bagian dan memiliki karakter hukum.30

Bahwa hak sipil memiliki karakteristik politis dengan mendasarkan kepada fakta

bahwa pengaturan hak sipil dilakukan melalui teknik khusus dalam hukum perdata,

dan hukum perdata adalah teknik hukum khusus dari kapitalisme privat.

Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa Bumi, Air, dan

Kekeyaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan pasal 33 ayat

(3) UUD 1945 ini merupakan ketentuan hasil rumusan para pendiri Negara ini,

secara esensi mempunyai “ roh” yang sangat luhur, bukan saja dalam konteks

kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi ketentuan ini mempunyai nilai sosiologis

dimana apa yang diberikan Allah SWT semata-mata untuk kemakmuran anak bangsa

Indonesia sendiri.31 Sejak diterbitkannya Undang–undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, sedikit demi sedikit dan bertahap

perusahaan pemilik perusahaan pertambangan nasional maupun swasta dan asing

sudah memulai melaksanakan progaram pemurnian mineral dan batubara tersebut.

Hal ini merupakan kewajiban seluruh pemegang IUP Mineral dan batubara untuk

melaksanakan kebijakan tersebut, khususnya dalam pembangunan fasilitas

pengolahan dan pemurnian, dan/atau bentuk kerja sama pengolahan dan pemurnian

mineral di dalam negeri.

30

Jimly Assiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta, Setjen & Kepaniteraan MK – RI, Cetakan Kedua, Juli 2012, hlm. 77

31

Gambar

Gambar 1.1 sumber daya dan cadangan batubara tahun 2002-2010
Gambar 1.2 sumber daya logam dan cadangannya dan jumlah dalam ribu Ton

Referensi

Dokumen terkait

Tak lupa juga diperuntukkan kepada dosen-dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan tak lupa juga kepada sahabat dan teman-teman yang

B Menukar pasu lama yang kurang menarik C Menukar pasu yang kecil dengan yang besar. D Menukar medium dan pasu lama yang

Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan strategi pengelolaan hutan yang berkelanjutan sesuai dengan potensi sumberdaya hutan yang sebenarnya

Park and Ride diharapkan dapat menyediakan tempat yang cukup luas dan baik untuk menampung kendaraan pribadi, mengurangi kendaraan yang masuk ke Kota karena

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan karakteristik konsumen distro di kota Pekanbaru dengan objek penelitian adalah konsumen Distro Pestaphoria Neverending

Watts (2003) juga menyatakan hal yang sama bahwa konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam mengurangi biaya keagenan dan meningkatkan kualitas

Namun jenis bahan atap ini juga memiliki kekurangan yaitu mudah menyerap panas (konduktor) dari radiasi sinar matahari, sehingga panas yang telah diterima atap akan

Meskipun batubara Indonesia pada umumnya merupakan batubara peringkat rendah dan berupa jenis non coking yang ditandai dengan nilai kalor rendah dan kadar air tinggi namun