PERANAN KOMITMEN ORGANISASI
DAN EMPLOYEE ENGAGEMENT TERHADAP KESIAPAN
BERUBAH KARYAWAN
(The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement
toward Employee Readiness for Change)
TESIS
Digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi
Universitas Sumatera Utara
Oleh : Sherry Hadiyani
117029001
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Sherry Hadiyani
NIM : 117029001
Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi
Judul Tesis : Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Magister Psikologi
Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara pada hari Rabu, 28 Agustus 2013.
DEWAN PENGUJI Pembimbing I/Penguji I :
(Zulkarnain, Ph.D, psikolog) NIP. 197312142000121001 Pembimbing II/Penguji II :
(Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog) NIP. 197308192001121001
Penguji III :
(Dr. Emmy Mariatin, M.A, PhD, psikolog) NIP. -
Medan, 25 September 2013
Koordinator Program Pasca Sarjana Dekan
Fakultas Psikologi USU Fakultas Psikologi USU
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul “Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan” merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan ke perguruan tinggi manapun, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Universitas Sumatera Utara.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Medan, 01 Oktober 2013
Yang menyatakan,
Sherry Hadiyani
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi rabbil „alamiin… Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena hanya atas ridho-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini.
Pertama sekali ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada
kedua orang tua saya, H. Baharsyah dan Dra. Hj. Zulfawarni, Apt, adik saya dr.
Denny Ferdiansyah, putri kecil saya Mysha yang selalu memberikan dukungan
dan doa yang tiada henti-hentinya kepada saya sampai akhirnya tesis ini selesai.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga saya sampaikan kepada alm. suami
saya Achmad Cakra Donya Oemry, SH, MH yang semasa hidupnya telah
memberikan dukungan yang luar biasa agar saya dapat segera menyelesaikan
program Magister Psikologi Profesi ini.
Tidak lupa juga saya haturkan terima kasih kepada paman saya,
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu DTM&H Msc(CTM) SpA(K) yang disela-sela
kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan dukungan kepada saya
agar dapat menyelesaikan program Magister Psikologi Profesi ini tepat waktu.
Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini terlaksana karena arahan,
dukungan dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini saya
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, psikolog selaku Ketua Program Magister
3. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, MA, psikolog selaku Ketua Kekhususan Psikologi
Industri dan Organisasi (PIO) Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan telah dengan sabar memberikan bimbingan, arahan
dan dorongan kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada saya dalam
menyelesaikan tesis ini.
6. Ibu Emmy Mariatin, Ph.D, psikolog selaku penguji yang telah meluangkan
waktu dan memberikan masukan untuk memperkaya penelitian ini.
7. Bapak Kepala Bagian Umum PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang
telah memberikan izin dan membantu saya untuk memperoleh data penelitian.
8. Seluruh dosen Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan ilmu kepada saya selama menjadi mahasiswa Magister
Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara.
9. Seluruh pegawai Sekretariat Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
10.Teman-teman Angkatan VI Kekhususan PIO Magister Psikologi Profesi yang
telah sama-sama berjuang dan saling mendukung satu sama lain.
11.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan
Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting
ABSTRAK
Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya. Kesiapan karyawan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi melalui karyawan. Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan
employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan perubahan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan komitmen organisasi dan
employee engagement terhadap kesiapan berubah pada karyawan yang bekerja di bidang perkebunan. Pengukuran komitmen organisasi menggunakan skala komitmen organisasi, pengukuran employee engagement menggunakan skala employee engagement dan pengukuran kesiapan berubah menggunakan skala kesiapan berubah. Dalam penelitian ini melibatkan 206 pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan
employee engagement berperan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). Artinya komitmen organisasi dan employee engagement, berkontribusi positif terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Lebih lanjut, variabel komitmen organisasi memberikan sumbangan lebih besar terhadap kesiapan berubah dibandingkan variabel employee engagement (r square = 0,348, p<0,01). Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa ada dua dari tiga aspek komitmen organisasi yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah yaitu aspek
identification dan aspek involvement. Diantara kedua aspek ini, aspek identification yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah. Selanjutnya, ada dua dari lima dimensi employee engagement yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah, yaitu dimensi individual dan dimensi pekerjaan. Diantara kedua dimensi ini, dimensi individual yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah.
The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement toward Employee Readiness for Change
Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting
ABSTRACT
Change has become the primary needs for organization. Organization which is
not adapting to change will be defeated by competitors and finally won’t be able to
maintain its existence. Employee readiness was an important aspect for the successful organizational change because organizational change happened through employee. When organization makes change, organizational commitment and employee engagement become the most important element for the successful of organizational change. This study was conducted to investigate the role of organizational commitment and employee engagement toward employee readiness for change. Organizational commitment was measured by using organizational commitment scale; employee engagement was measured by using employee engagement scale and readiness for change was measured by using readiness to change scale. There were 206 plantation employees involved in this study. The main results showed that organizational commitment and employee engagement contributed to employee’s readiness for change (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). It means organizational commitment and employee engagement give positive contribution to employee readiness for change. Furthermore, organizational commitment gives higher contribution to employee readiness for change than employee engagement. R2 = 0,348, p<0,01). In additional, this study also showed that there were two aspects of organizational commitment contributed to employees readiness for change, namely identification and involvement. Identification gives the strongest impact to employees readiness for change. Meanwhile, , there were two dimensions of employee engagement contributed to employees readiness for change namely individual dimension and work dimension. Individual dimension gives the biggest impact to employees readiness for change.
DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH ……… i
ABSTRAK ………... iii
DAFTAR ISI ……… v
DAFTAR TABEL ……… viii
DAFTAR GRAFIK ………. x
DAFTAR LAMPIRAN ………xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan Penelitian ……….. 9
D. Manfaat Penelitian ……… 9
E. Sistematika Penulisan ……… 10
BAB II : LANDASAN TEORI A. Kesiapan Berubah A.1 Definisi Kesiapan Berubah ……… 11
A.2 Dimensi Kesiapan Berubah ………... 13
A.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Berubah.. 14
B. Komitmen Organisasi B.1 Definisi Komitmen Organisasi ……….. 15
B.2 Bentuk Komitmen Organisasi ……….. 16
B.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi ……….. 18
B.4 Aspek Komitmen Organisasi ………. 20
C. Employee Engagement C.1 Definisi Employee Engagement……… 21
C.2 Dimensi Employee Engagement……….. 23
C.3 Keuntungan Dari Karyawan Yang Engaged…………. 26
D. Gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ………. 27
E. Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah.. 29
G. Hubungan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement
Terhadap Kesiapan Berubah ……….. 34
H. Hipotesis Penelitian ……… 35
BAB III : METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ……… 37
B. Definisi Operasional Variabel B.1 Kesiapan Berubah ……….. 37
B.2 Komitmen Terhadap Organisasi ……… 38
B.3 Employee Engagement ……….. 39
C. Populasi dan Sampel C.1 Populasi……… 41
C.2 Sampel ……… 41
C.3 Metode Pengambilan Sampel ……… 41
C.4 Jumlah Partisipan dalam Sampel Penelitian ………….. 42
D. Metode Pengambilan Data D.1 Metode Skala ………. 42
D.2 Skala Kesiapan Berubah ……… 43
D.3 Skala Komitmen Terhadap Organisasi ……….. 44
D.4 Skala Employee Engagement ……… 45
E.Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur E.1 Uji Validitas ……….. 46
E.2 Uji Daya Beda Item ……….. 48
E.3 Uji Reliabilitas ……….. 48
F. Uji Coba Alat Ukur F.1 Tujuan Uji Coba ……… 49
F.2 Hasil Uji Coba Alat Ukur ……….. 49
F.2.1 Skala Kesiapan Berubah ……….. 50
F.2.2 Skala Komitmen Terhadap Organisasi ……… 51
F.2.3 Skala Employee Engagement ………...52
H. Metode Analisa Data ………. 55
BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Partisipan A.1 Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian ……….. 57
B. Uji Asumsi ………58
B.1 Uji Normalitas ……… 59
B.2 Uji Linearitas ………. 59
B.3 Uji Autokorelasi ………. 60
B.4 Uji Multikolinearitas ……….. 61
B.5 Uji Heterokedastisitas ……… 62
C. Hasil Utama Penelitian C.1 Hubungan Antara Komitmen Organisasi, Employee Engagement dan Kesiapan Berubah………. 64
C.2 Hubungan Aspek-Aspek Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Karyawan untuk Berubah ………. 68
C.3 Hubungan Dimensi-dimensi Employee Engagement dengan Kesiapan Karyawan Untuk Berubah …………. 71
C.4 Gambaran Skor Variabel Kesiapan Berubah …………..75
C.5 Gambaran Skor Komitmen Organisasi ………. 76
C.6 Gambaran Skor Employee Engagement ……… 78
D. Pembahasan ……… 80
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… . 87
B. Saran Penelitian B.1 Saran Metodologis ……… 89
DAFTAR TABEL
1. Definisi Operasional Dimensi Kesiapan Berubah ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 38
2. Definisi Operasional Aspek Komitmen Terhadap Organisasi………… 39
3. Definisi Operasional Dimensi Employee Engagement……… 40
4. Distribusi Item Skala Kesiapan Berubah ………. 44
5. Distribusi Item Skala Komitmen Terhadap Organisasi……….. 45
6. Distribusi Item Skala Employee Engagement………. 46
7. Skala Kesiapan Berubah Setelah Uji Coba………. 51
8. Skala Komitmen Terhadap Organisasi Setelah Uji Coba……… 52
9. Skala Employee Engagement Setelah Uji Coba ………..54
10.Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian ……….. 58
11.Hasil Uji Normalitas Sebaran One-Sample Kolmogorov-Smirnov…… 59
12.Hasil Uji Linearitas ……… 59
13.Hasil Uji Autokorelasi ……… 60
14.Hasil Uji Multikolinearitas ………. 62
15.Hasil Uji Regresi Komitmen Organisasi dan Employee Engagement Terhadap Kesiapan Berubah ……….. 64
16.Hasil Uji ANOVA ………. 64
17.Tabel Coefficients ……….. 65
18.Hasil Uji Regresi Komitmen Organisasi terhadap Kesiapan Berubah… 66 Hasil Uji Regresi Employee Engagementterhadap Kesiapan Berubah…66 19.Hasil Uji ANOVA……….. 66
20.Tabel Coefficients ………. 67
21.Hasil Uji Sumbangan Variabel Komitmen Organisasi dan Employee EngagementTerhadap Kesiapan Berubah ………. 68
22.Hasil Uji Hubungan Aspek-Aspek Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah ……….. 69
23.Tabel ANOVA ………... 70
26.Hubungan Dimensi Employee Engagement dengan Kesiapan Berubah . 72
27.Tabel ANOVA ……….. 73
28.Tabel Coefficients ……… 74
29.Hasil Uji Sumbangan Dimensi Employee Engagement Terhadap
Kesiapan Berubah ………. 74
30.Gambaran Umum Skor Kesiapan Berubah ……… 75 31.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik
Variabel Kesiapan Berubah ………... 76
32.Kategorisasi Data Hipotetik Kesiapan Berubah ………. 76 33.Gambaran Umum Skor Komitmen Organisasi ……….. 77 34.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik
Variabel Komitmen Organisasi ………. 77
35.Kategorisasi Data Hipotetik Komitmen Organisasi ……….. 78 36.Gambaran Umum Skor Employee Engagement……… 79 37.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
A. Hasil Uji Coba Skala Kesiapan Berubah Hasil Uji Coba Skala Komitmen Organisasi Hasil Uji Coba Skala Employee Engagement
Skor Mentah Skala Kesiapan Berubah Untuk Uji Coba Skor Mentah Skala Komitmen Organisasi Untuk Uji Coba Skor Mentah Skala Employee Engagement Untuk Uji Coba B. Hasil Uji Asumsi
C. Gambaran Umum Subyek Penelitian D. Data Hasil Penelitian
Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan
Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting
ABSTRAK
Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya. Kesiapan karyawan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi melalui karyawan. Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan
employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan perubahan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan komitmen organisasi dan
employee engagement terhadap kesiapan berubah pada karyawan yang bekerja di bidang perkebunan. Pengukuran komitmen organisasi menggunakan skala komitmen organisasi, pengukuran employee engagement menggunakan skala employee engagement dan pengukuran kesiapan berubah menggunakan skala kesiapan berubah. Dalam penelitian ini melibatkan 206 pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan
employee engagement berperan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). Artinya komitmen organisasi dan employee engagement, berkontribusi positif terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Lebih lanjut, variabel komitmen organisasi memberikan sumbangan lebih besar terhadap kesiapan berubah dibandingkan variabel employee engagement (r square = 0,348, p<0,01). Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa ada dua dari tiga aspek komitmen organisasi yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah yaitu aspek
identification dan aspek involvement. Diantara kedua aspek ini, aspek identification yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah. Selanjutnya, ada dua dari lima dimensi employee engagement yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah, yaitu dimensi individual dan dimensi pekerjaan. Diantara kedua dimensi ini, dimensi individual yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah.
The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement toward Employee Readiness for Change
Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting
ABSTRACT
Change has become the primary needs for organization. Organization which is
not adapting to change will be defeated by competitors and finally won’t be able to
maintain its existence. Employee readiness was an important aspect for the successful organizational change because organizational change happened through employee. When organization makes change, organizational commitment and employee engagement become the most important element for the successful of organizational change. This study was conducted to investigate the role of organizational commitment and employee engagement toward employee readiness for change. Organizational commitment was measured by using organizational commitment scale; employee engagement was measured by using employee engagement scale and readiness for change was measured by using readiness to change scale. There were 206 plantation employees involved in this study. The main results showed that organizational commitment and employee engagement contributed to employee’s readiness for change (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). It means organizational commitment and employee engagement give positive contribution to employee readiness for change. Furthermore, organizational commitment gives higher contribution to employee readiness for change than employee engagement. R2 = 0,348, p<0,01). In additional, this study also showed that there were two aspects of organizational commitment contributed to employees readiness for change, namely identification and involvement. Identification gives the strongest impact to employees readiness for change. Meanwhile, , there were two dimensions of employee engagement contributed to employees readiness for change namely individual dimension and work dimension. Individual dimension gives the biggest impact to employees readiness for change.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi.
Hussey (2000) mengemukakan bahwa perubahan merupakan salah satu aspek
yang paling kritis untuk menciptakan manajemen yang efektif. Perubahan yang
dialami secara terus-menerus oleh organisasi dapat diakibatkan oleh beberapa hal
seperti laju perkembangan global yang pesat, resiko bisnis yang baru ditemukan,
kesempatan yang menggairahkan, inovasi dan sistem kepemimpinan yang baru
(Madsen, Miller & John, 2005). Hussey (2000) menjelaskan beberapa faktor
yang mendorong organisasi untuk melakukan perubahan yaitu perubahan
teknologi yang terus meningkat, persaingan yang intensif dan global, tuntutan
pelanggan, perubahan demografis negara, privatisasi bisnis dan tuntutan dari
pemegang saham yang meminta lebih banyak nilai. Organisasi yang tidak
beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya
tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya.
Jones (2007) mengemukakan bahwa perubahan organisasi adalah sebuah
proses dimana organisasi berubah dari keadaan saat ini ke keadaan yang
diinginkan untuk meningkatkan efektivitasnya. Jika organisasi dapat beroperasi
secara lebih efektif maka organisasi akan lebih mampu dalam menghadapi
tantangan dan perubahan di lingkungannya. Armenakis, Harris, Mossholder
mengimplementasikan perubahan pada strategi, struktur, proses dan budaya. Jones
(2007) membagi jenis perubahan organisasi ke dalam dua kelompok besar yaitu
perubahan evolusioner dan revolusioner. Perubahan evolusioner adalah perubahan
yang memiliki karakteristik bertahap dan fokusnya sempit. Perubahan ini terjadi
secara konstan, bertahap dan sedikit demi sedikit. Sedangkan perubahan
revolusioner adalah perubahan yang terjadi dengan cepat, dramatis,
mempengaruhi organisasi secara keseluruhan dan memerlukan kecepatan dalam
mencari cara/strategi baru yang lebih efektif. Perubahan revolusioner merupakan
perubahan besar yang menimbulkan situasi menjadi chaos, rumit, penuh
ketidakpastian dan tidak menyenangkan bagi karyawan.
Indonesia pernah menjadi negara nomor satu penghasil berbagai
komoditas perkebunan. Namun dalam perjalanan pembangunan nasionalnya,
bangsa Indonesia mengalami kegagalan karena menomorsatukan industri-industri
yang tidak langsung berbasis sumber daya alam (Muluk, Diponegoro, Lubis,
2007). Oleh karena itu, sektor perkebunan dianggap sebagai salah satu pilar
kekuatan ekonomi nasional dan BUMN perkebunan diperkirakan mampu
berperan dalam mengembalikan kejayaan masa lalu tersebut untuk menjelma
kembali menjadi kejayaan di masa yang akan datang. BUMN perkebunan
memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar mengingat total lahan yang
dikelola sangat luas (±875.289 ha) dengan lokasi dan kualitas lahan yang relative
cocok untuk berbagai komoditas perkebunan, memiliki sumber daya yang cukup
baik, berpotensi untuk melakukan pengembangan usaha serta didukung oleh pasar
baik domestik maupun luar negeri yang relative terus berkembang (Muluk,
Berdasarkan potensi tersebut maka diperlukan optimalisasi pemberdayaan
atau sinergi antar BUMN perkebunan di berbagai bidang seperti produksi, operasi,
pemasaran, keuangan, penelitian, organisasi dan sumber daya. Keinginan untuk
mensinergikan perusahaan dalam lingkup BUMN perkebunan dapat dicapai dalam
organisasi berbentuk holding company (Muluk, Diponegoro, Lubis, 2007). Sejak
bulan Januari 2011, menteri BUMN selaku pemegang saham terhadap BUMN
perkebunan telah mengambil kebijakan untuk membentuk holding company
terhadap 14 PTPN dan PT. RNI yang diperkirakan sudah dapat terlaksana pada
tahun 2012 (Antara & Choir, 2012).
Pola holding merupakan alternative paling tepat untuk diterapkan pada
BUMN perkebunan mengingat karakteristik bisnis perkebunan berupa
pengendalian areal yang cukup luas sehingga membutuhkan manajemen yang
lebih fokus dengan rentang kendali yang tidak terlalu meluas, pertimbangan
kondisi BUMN perkebunan dewasa ini yang membutuhkan kemampuan
menghimpun dana luar yang cukup besar untuk pembiayaan program konsolidasi
dan pertumbuhan, membangun cross fertilization antar BUMN perkebunan
dengan melakukan sentralisasi penghimpunan dana luar pada perusahaan induk
dan mendistribusikan dana sesuai kebutuhan dan beban bunga pinjaman secara
proporsional sesuai kemampuan earning power masing-masing BUMN
perkebunan serta dapat meminimalisasi dampak social dari proses restrukturisasi
dengan mempertahankan eksistensi PTPN dan PT. RNI (Muluk, Diponegoro,
Lubis, 2007). Dengan pola manajemen holding company yang benar, diharapkan
keuntungan sinergis dalam berbagai aspek, seperti aspek SDM, keuangan dan
perpajakan, pemasaran dan berbagai aspek lainnya.
Kementrian BUMN telah memilih PTPN III sebagai kepala holding ke-14
PTPN dan PT. RNI karena dianggap unggul dalam penanganan bisnis dan
pengalaman mengurus anak usaha (Desyani, 2012). Tolak ukurnya dapat dilihat
dari keuntungan yang dicapai PTPN III pada tahun 2011 yakni sebesar 1,2 triliun
(Jay, 2012). Perubahan yang dialami oleh PTPN III sebagai holding company ini
termasuk dalam perubahan revolusioner. Perubahan revolusioner bukanlah suatu
hal yang mudah untuk dilaksanakan. Organisasi harus cermat dalam
melaksanakan implementasi perubahan karena jika gagal akan memberikan
dampak negative terhadap organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang (Petterson, 2009). Dampak negatif yang terjadi dan dirasakan karyawan
dalam jangka pendek antara lain terbuangnya uang, waktu dan tenaga, tidak
tercapainya tujuan yang direncanakan, penderitaan moral dan timbulnya job
insecurity. Dalam jangka panjang, akibat buruk yang dapat ditimbulkan yaitu
tidak tercapainya rencana strategi perusahaan, menurunnya kepercayaan diri
dalam kepemimpinan, meningkatnya resistansi untuk berubah dan adanya
keyakinan bahwa perubahan selanjutnya yang ingin dilakukan akan gagal
(Petterson, 2009).
Ashford (1988) mengemukakan bahwa perubahan adalah sumber dari
perasaan terancam, ketidakpastian, frustasi, alienasi dan kecemasan. Demikian
halnya dengan yang dirasakan oleh sejumlah karyawan PTPN III (Persero)
mengenai rencana holding PTPN. Mereka bahkan tidak mengetahui bahwa
pembahasan yang serius ditingkat DPR RI. Beberapa karyawan mengaku khawatir
rencana holding PTPN tersebut akan memberikan dampak terhadap berkurangnya
penghasilan mereka (Jay, 2012). Lebih lanjut, pada tanggal 28 September 2012,
semua serikat pekerja perkebunan tingkat perusahaan (SPBUN) PTPN I s/d XIV
(Persero) yang di wakili Ketua dan Sekretaris Umum masing-masing SPBUN
membuat pernyataan sikap menolak rencana pemerintah untuk menerapkan
holding BUMN perkebunan. Tindakan ini dilakukan karena rencana penerapan
holding BUMN perkebunan dalam bentuk holding company dengan menjadikan
PTPN III (Persero) sebagai leader champion dan PTPN I s/d XIV menjadi anak
perusahaan dikhawatirkan akan merubah/menurunkan status karyawan menjadi
swasta juga hak kepemilikan asset berupa HGU yang semula milik negara
menjadi milik swasta. Oleh karena itu, SPBUN meminta kepada pemerintah untuk
mempertimbangkan kembali rencana penerapan holding BUMN perkebunan
(Irsut, 2012). Kondisi-kondisi tersebut menunjukkan bahwa karyawan PTPN III
(Persero) belum menunjukkan kesiapan untuk berubah.
Menurut Berneth (2004), kesiapan karyawan merupakan faktor penting
dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi
melalui karyawan (Armenakis et al, 1993). Karyawan merupakan elemen paling
penting untuk kesuksesan organisasi. Hal ini disebabkan karyawan adalah pelaku
yang menjalankan aktivitas organisasi sehari-hari (Mangundjaya, 2012).
Organisasi yang akan melakukan perubahan sangat membutuhkan dukungan
karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik dan siap untuk berubah
perubahan yang akan dilakukan dan lebih siap untuk berubah. Jika karyawan tidak
siap untuk berubah maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan akan merasa
kesulitan dengan kecepatan perubahan organisasi yang sedang terjadi
(Hanpachern, Morgan & Griego, 1998).
Untuk mempersiapkan karyawan agar siap berubah, diperlukan
pemahaman mengenai cara-cara yang dapat digunakan dalam menumbuhkan
kesiapan untuk berubah. Dalam hal ini, organisasi perlu melakukan dua hal yaitu
membentuk kesiapan karyawan untuk berubah dan menyelesaikan masalah
resistansi untuk berubah (Cummings & Worley, 1997). Agar kedua cara tersebut
berhasil dilakukan maka faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan karyawan
untuk berubah harus diketahui dan dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat
memilih strategi yang tepat untuk diterapkan (Mangundjaya, 2012).
Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan
employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan
perubahan organisasi (Echols, 2005; Crabtree, 2005; Gubman, 2004). Hasil
penelitian Mangundjaya (2012) menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara
komitmen organisasi, employee engagement dan kesiapan individu untuk berubah
dimana korelasi komitmen organisasi dengan kesiapan individu untuk berubah
lebih kuat dibandingkan korelasi employee engagement dengan kesiapan individu
untuk berubah. Hasil penelitian Ciliana & Mansur (2008) menunjukkan bahwa
ada pengaruh signifikan dari kepuasan kerja, keterlibatan kerja, stress kerja dan
komitmen organisasi terhadap kesiapan untuk berubah.
Steyn (2011) mengungkapkan bahwa komitmen organisasi dapat
keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan
akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta kesediaan untuk berusaha sebaik
mungkin demi kepentingan organisasi (Mowday, 1982). Menurut Iverson (1996),
komitmen organisasi merupakan prediktor terbaik dalam perubahan dibandingkan
dengan kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan
mengerahkan usaha lebih dalam proyek perubahan guna membangun sikap positif
terhadap perubahan (Julita & Rafaei, 2010). Hasil penelitian Pramadani (2012)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara komitmen organisasi
khususnya komitmen afektif dan komitmen normative dengan kesiapan untuk
berubah.
Hasil penelitian yang dilakukan Vidal (2007) menemukan bahwa
employee engagement berdampak pada keberhasilan implementasi perubahan
organisasi, terutama yang berskala besar yang melibatkan seluruh elemen dari
organisasi. Karyawan yang engaged akan cenderung mendukung jalannya
perubahan organisasi dan siap untuk berubah (Shaw, 2005). Hasil yang serupa
juga ditemukan oleh Hewitts (2004) dimana karyawan yang engaged memiliki
kesiapan untuk berubah yang lebih besar dari karyawan lainnya. Schaufeli (2002)
menyebutkan bahwa karyawan yang engaged akan memiliki dedikasi kuat kepada
organisasi yang ditandai oleh adanya keterlibatan tinggi dalam usaha-usaha
kemajuan organisasi. Mereka juga memiliki ketangguhan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Karakteristik tersebut merupakan karakteristik yang sama dengan
yang dibutuhkan oleh organisasi saat akan melakukan perubahan, yaitu partisipasi
berdedikasi tinggi dalam usaha perubahan organisasi, juga memiliki ketangguhan
dalam melaksanakan perubahan tersebut.
Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan pada perusahaan yang berbeda
dengan perusahaan tempat peneliti akan mengambil data. Penelitian
Mangundjaya (2012), Ciliana & Mansur (2008) dilakukan pada perusahaan
perbankan, penelitian Vidal (2007) dilakukan pada perusahaan yang bergerak di
bidang produksi, penelitian Pramadani (2012) dan Megani (2012) dilakukan pada
perusahaan telekomunikasi.
Berdasarkan data-data yang telah dikemukakan diatas, peneliti tertarik
untuk melihat pengaruh komitmen organisasi dan employee engagement terhadap
kesiapan untuk berubah pada karyawan PTPN III (Persero) yang organisasinya
akan mengalami perubahan menjadi holding company (perusahaan induk).
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan diatas,
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi dan employee engagement terhadap
kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?
2. Bagaimana pengaruh aspek-aspek komitmen organisasi terhadap kesiapan
berubah karyawan PTPN III (Persero)?
3. Bagaimana pengaruh dimensi-dimensi employee engagement terhadap
kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?
4. Bagaiman gambaran kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?
5. Bagaimana gambaran komitmen organisasi karyawan PTPN III (Persero)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh komitmen organisasi
dan employee engagement terhadap kesiapan berubah karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero). Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh masing-masing aspek komitmen organisasi terhadap kesiapan berubah
karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dan pengaruh masing-masing
dimensi employee engagement terhadap kesiapan berubah karyawan PT.
Perkebunan Nusantara III (Persero). Selain itu, ingin diketahui pula gambaran
kesiapan berubah, gambaran komitmen organisasi dan gambaran employee
engagement karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat teoretis :
1. Memberikan wacana mengenai perubahan organisasi dan kajian lebih lanjut
mengenai komitmen organisasi, employee engagement dan kesiapan karyawan
untuk berubah.
2. Meningkatkan pemahaman mengenai komitmen organisasi, employee
engagement dan kesiapan karyawan untuk berubah.
Manfaat praktis :
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh perusahaan yang sedang
mengalami perubahan revolusioner untuk mengetahui tingkat komitmen
organisasi, employee engagement dan kesiapan berubah pada karyawan
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan. Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
Bab II. Landasan Teori. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai definisi
kesiapan berubah, dimensi kesiapan berubah, faktor-faktor yang mempengaruhi
kesiapan berubah, definisi komitmen organisasi, bentuk komitmen organisasi,
proses terjadinya komitmen organisasi, aspek komitmen organisasi, definisi
employee engagement, dimensi employee engagement, keuntungan dari karyawan
yang engaged, gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), hubungan
kesiapan berubah dengan komitmen organisasi, hubungan kesiapan berubah
dengan employee engagement dan hipotesis penelitian.
Bab III. Metode Penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai
identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel kesiapan berubah,
komitmen terhadap organisasi dan employee engagement, populasi dan sampel,
metode pengambilan data, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat
ukur, prosedur penelitiandanmetode analisa data.
Bab IV. Hasil Analisis dan Pembahasan, yang berisikan gambaran umum
partisipan, uji asumsi, hasil penelitian dan pembahasan.
Bab V. Kesimpulan dan Saran. Berisikan kesimpulan yang diperoleh dari
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kesiapan Berubah
Organisasi yang akan melakukan perubahan sangat memerlukan dukungan
karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik dan siap untuk berubah
(Eby, Adams, Russel, & Gaby, 2000). Apabila karyawan tidak siap, maka mereka
tidak mampu mengikuti dan merasa kewalahan dengan perubahan organisasi yang
terjadi (Hanpachern, 1998).
A.1 Definisi Kesiapan Berubah
Kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai kesediaan individu
untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi setelah
perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut (Huy, 1999). Selanjutnya, Holt
(2007) mendefinisikan kesiapan sebagai kepercayaan karyawan bahwa mereka
mampu melaksanakan perubahan yang diusulkan (self efficacy), perubahan yang
diusulkan tepat untuk dilakukan organisasi (appropriateness), pemimpin
berkomitmen dalam perubahan yang diusulkan (management support) dan
perubahan yang diusulkan akan memberikan keuntungan bagi anggota organisasi
(personal benefit). Dari penjelasan Holt (2007), seorang karyawan yang
dinyatakan siap untuk berubah akan menunjukkan perilaku menerima, merangkul
dan mengadopsi rencana perubahan yang dilakukan. Sebelum karyawan berada
pada posisi siap, karyawan merefleksikan konten, konteks, proses dan atribut
Berneth (2004) menjelaskan bahwa kesiapan adalah lebih dari pemahaman
akan perubahan, kesiapan adalah lebih dari keyakinan pada perubahan tersebut,
kesiapan adalah kumpulan dari pemikiran dan intensi pada usaha perubahan yang
spesifik.
“Individual beliefs, attitudes and intentions regarding the extent to which changes are needed and the organization’s capacity to successfully undertake those changes” (Armenakis, 1993).
Armenakis (1993) mendefinisikan kesiapan untuk berubah sebagai
kepercayaan, sikap dan intensi karyawan bahwa perubahan memang dibutuhkan
dan kapasitas organisasi untuk melakukan perubahan tersebut dengan sukses.
Karyawan yang siap untuk berubah akan percaya bahwa organisasi akan
mengalami kemajuan apabila melakukan perubahan, selain itu mereka memiliki
sikap positif terhadap perubahan organisasi dan memiliki keinginan untuk terlibat
dalam pelaksanaan perubahan organisasi.
Hanpachern (1997) menyatakan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah
adalah sejauh mana karyawan siap secara mental, psikologis atau fisik, dan sedia
untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan organisasi. Terutama lebih
merujuk pada kondisi dimana karyawan akan memiliki skor yang tinggi dalam
mempromosikan atau berpartisipasi dalam perubahan.
Backer (1995) juga menjabarkan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah
melibatkan kepercayaan, sikap dan intensi karyawan terhadap sejauh mana
perubahan dibutuhkan dan persepsi karyawan serta kapasitas organisasi untuk
melaksanakan perubahan tersebut dengan sukses. Kesiapan adalah keadaan
pikiran mengenai kebutuhan dan merupakan pelopor perilaku karyawan yang
Kesiapan untuk berubah yang dimiliki oleh karyawan bisa berbeda-beda
disebabkan oleh perubahan lingkungan eksternal dan internal, tipe/jenis perubahan
yang diperkenalkan atau karakteristik dari agen perubahan yang potensial.
Berdasarkan uraian diatas maka kesiapan berubah adalah keyakinan
karyawan bahwa perubahan memang dibutuhkan oleh organisasi dan kesiapan
karyawan secara fisik, mental dan psikologis untuk berpartisipasi dalam kegiatan
perubahan tersebut.
A.2 Dimensi Kesiapan Berubah
Holt (2003) mengemukakan bahwa kesiapan untuk berubah merupakan
suatu konstruk multidimensional, yang terdiri dari 4 dimensi yaitu :
1. Appropriateness
Dimensi ini menjelaskan tentang aspek keyakinan individu bahwa perubahan
yang diajukan akan tepat bagi organisasi dan organisasi akan mendapatkan
keuntungan dari penerapan perubahan. Individu akan meyakini adanya alasan
dan kebutuhan yang dapat melegitimasi perubahan dan perubahan merupakan
tindakan yang tepat untuk menangani gap antara kondisi aktual dengan
kondisi ideal.
2. Change specific efficacy
Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan individu tentang kemampuan
mereka untuk menerapkan perubahan yang diinginkan, dimana mereka merasa
memiliki keterampilan dan sanggup untuk melakukan tugas yang berkaitan
dengan perubahan. Dimensi ini juga menjelaskan tentang tingkat kepercayaan
3. Management support
Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan atau persepsi individu bahwa para
pemimpin dan pihak manajemen akan mendukung dan berkomitmen terhadap
perubahan yang direncanakan.
4. Personal valance
Dimensi ini menjelaskan keuntungan yang dirasakan individu secara personal
yang akan didapatkan apabila perubahan tersebut diimplementasikan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dimensi kesiapan berubah terdiri dari
appropriateness, change specific efficacy, management support dan personal
valance.
A.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Berubah
Menurut Armenakis & Holt (2007), kesiapan karyawan untuk berubah
dapat dipengaruhi oleh 3 hal utama yakni change content, change process dan
organizational context. Change content merujuk pada apa yang akan dirubah oleh
organisasi. Perubahan yang dilakukan dapat berupa perubahan sistem
administrative, prosedur kerja, teknologi atau struktur. The change process
meliputi bagaimana proses implementasi perubahan yang telah direncanakan
sebelumnya. Sedangkan organizational context terkait dengan kondisi atau
lingkungan kerja saat perubahan terjadi.
Armenakis & Harris (2009) mengidentifikasi lima faktor utama yang dapat
merubah keyakinan diri karyawan untuk mendukung perubahan yakni
1) discrepancy, yaitu keyakinan bahwa perubahan itu diperlukan oleh organisasi,
2) appropriateness yaitu adanya keyakinan bahwa perubahan spesifik yang
3) efficacy yaitu rasa percaya bahwa karyawan dan organisasi mampu
mengimplementasikan perubahan, 4) principal support yaitu persepsi bahwa
organisasi memberikan dukungan dan berkomitmen dalam pelaksanaan perubahan
dan mensukseskan perubahan organisasi, 5) personal valance yaitu keyakinan
bahwa perubahan akan memberikan keuntungan personal bagi karyawan. Adarnya
kelima keyakinan diatas tidak semata-mata hanya mempengaruhi kesiapan untuk
berubah namun juga mempengaruhi bagaimana karyawan akan mengadopsi dan
berkomitmen terhadap perubahan organisasi.
Hanpachern (1998) menyatakan bahwa kesiapan untuk berubah secara
signifikan berhubungan dengan jabatan dan lama kerja. Dalam penelitiannya juga
ditemukan bahwa kesiapan untuk berubah tidak berhubungan dengan usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan status pernikahan.
B. Komitmen Organisasi
B.1 Definisi Komitmen Organisasi
Hall & Schneider (1972) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai
kuatnya keterlibatan seseorang dengan organisasinya. Definisi ini memiliki
3 aspek utama yaitu keyakinan dan penerimaan akan tujuan dan nilai-nilai
organisasi, kemauan untuk memberikan usaha-usaha untuk mencapai tujuan
organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi (Mowday, 1979; Morrow, 1983).
Menurut Meyer & Allen (1990), komitmen organisasi dapat diartikan
merupakan keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan
penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta kesediaan untuk berusaha
sebaik mungkin demi kepentingan organisasi.
Mowday, Steers & Porter (1979) mengemukakan bahwa komitmen
organisasi adalah suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat
loyalitas yang pasif tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi
kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan
organisasi yang bersangkutan. Lebih lanjut, Steers (1979) menjelaskan bahwa
komitmen organisasi adalah rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai
organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi
kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap
perusahaannya.
Berdasarkan uraian di atas maka komitmen organisasi adalah keyakinan
dan penerimaan karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesediaan
karyawan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi dan
keinginan karyawan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
B.2 Bentuk Komitmen Organisasi
Menurut Meyer & Allen (1990), ada 3 komponen komitmen organisasi
yaitu :
1. Affective Commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
2. Continuance Commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada
suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain
atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.
3. Normative Commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan.
Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran
bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya
dilakukan.
Karyawan yang memilki komitmen terhadap organisasinya akan tetap tinggal
dalam organisasi, bekerja secara rutin dan full day, melindungi aset-aset
organisasi dan mempercayai tujuan organisasi yang akan diraih.
Kanter (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa ada 3 bentuk
komitmen organisasi yaitu :
1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen
yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan
organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada
organisasi.
2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap
organisasi sebagai akibat adanya hubungan social dengan anggota lain di
dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma
yang dianut oleh organisasi adalah norma-norma yang bermanfaat.
3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada
norma organisasi yang memberikan perilaku kearah yang diinginkannya.
B.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi
Bashaw & Grant (dalam Amstrong, 1994) menyatakan bahwa komitmen
karyawan terhadap organisasi merupakan proses yang berkesinambungan dan
timbul secara bertahap dalam diri karyawan. Menurut Wursanto (2005), rasa
memiliki dari para anggota (karyawan) terhadap kelompoknya dapat dilihat dari
hal-hal berikut :
1. Adanya loyalitas dari para anggota terhadap anggota lainnya.
2. Adanya loyalitas para anggota terhadap kelompoknya.
3. Kesediaan berkorban secara ikhlas dari para anggota baik moril maupun
materil bagi kelangsungan hidup kelompoknya.
4. Adanya rasa bangga dari para anggota kelompok apabila kelompok tersebut
mendapat nama baik dari masyarakat.
5. Adanya letupan emosional/amarah dari para anggota apabila kelompoknya
mendapat celaan, baik itu dilakukan oleh individu ataupun kelompok lain.
6. Adanya niat baik (goodwill) dari para anggota kelompok untuk tetap menjaga
nama baik kelompoknya dalam keadaan apapun.
Setelah rasa memiliki dari setiap anggota kelompok mulai tumbuh dan
berkembang selanjutnya tumbuh suatu kesepakatan bersama yang merupakan
komitmen dari para anggota organisasi/kelompok yang harus ditaati oleh setiap
anggota (karyawan). Kesepakatan bersama yang merupakan komitmen dari
anggota/karyawan ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Kesepakatan bersama terhadap tujuan yang akan dicapai.
2. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai jenis kegiatan yang
3. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan ketentuan-ketentuan atau
norma-norma yang harus ditaati oleh setiap anggota kelompok. Aturan-aturan
tersebut dapat bersifat tertulis maupun tidak tertulis.
4. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai sarana yang diperlukan
dalam usaha mencapai tujuan tersebut.
5. Kesepakatan bersama para anggota dalam hal menetapkan cara atau metode
yang paling baik untuk mencapai tujuan tersebut.
Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa proses terjadinya
komitmen karyawan terhadap organisasi berbeda. Pada fase awal (initial
commitment), faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap
organisasi adalah karakteristik individu, harapan-harapan karyawan terhadap
organisasi dan karakteristik pekerjaan. Fase kedua disebut dengan commitment
during early employment. Pada fase ini karyawan sudah bekerja selama beberapa
tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi
adalah pengalaman kerja yang ia rasakan pada tahap awal ia bekerja, bagaimana
pekerjaan, bagaimana sistem penggajiannya, bagaimana supervisinya, bagaimana
hubungan dengan teman sejawat atau hubungan dengan pimpinan. Semua faktor
ini akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada
organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada komitmen karyawan pada
awal memasuki dunia kerja. Tahap ketiga disebut dengan commitment during
later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan
dengan investasi, mobilitas kerja, hubungan social yang tercipta di organisasi dan
B.4 Aspek Komitmen Organisasi
Menurut Mowday, Porter & Steers (1982), komitmen organisasi memiliki
ciri-ciri keyakinan (belief) yang kuat, penerimaan tujuan dan nilai organisasi,
kesiapan untuk bekerja keras dan keinginan yang kuat untuk bertahan dalam
organisasi.
Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan
dengan sejauhmana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan
nilai dan tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan
individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen
karyawan kepada organisasi.
Selanjutnya, Mowday et al (1982) mengemukakan bahwa komitmen
organisasi terbangun apabila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap
yang saling berhubungan terhadap organisasi, antara lain :
1. Identifikasi (identification) yaitu pemahaman atau penghayatan terhadap
tujuan organisasi.
2. Keterlibatan (involvement) yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau
perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah menyenangkan.
3. Loyalitas (loyality) yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempatnya bekerja
dan tinggal.
Berdasarkan uraian diatas, maka aspek komitmen organisasi terdiri dari
C. Employee Engagement (Keterikatan Karyawan)
C.1 Definisi Employee Engagement
Employee engagement memiliki arti yang berbeda untuk organisasi atau
lingkungan kerja yang berbeda (Garber, 2007). Zigarmi, Kim, Dobie, David &
Jim (2009) menyimpulkan bahwa employee engagement merupakan konsep yang
multidimensional.
Corporate Leadership Council (dalam Zigarmi, Kim, Dobie, David & Jim,
2009) mendefinisikan employee engagement atau yang disebut juga employee
work passion sebagai tingkatan ketika karyawan committed dengan sesuatu atau
seseorang dalam perusahaan dan seberapa keras karyawan bekerja, serta seberapa
lama karyawan bertahan sebagai hasil dari komitmen tersebut. Komitmen dan
employee engagement sangat penting dalam penelitian organisasi mengingat
hubungan positifnya dengan perilaku karyawan yang mendorong retensi dan
kinerja perusahaan (Chalofsky & Krishna, 2009).
Cook (2008) menjelaskan bahwa employee engagement adalah segala hal
tentang keinginan dan kemampuan karyawan untuk memberikan usaha terbaiknya
secara terus menerus dalam rangka membantu perusahaan mencapai sukses.
Engagament dikarakteristikkan dengan hasrat dan energi yang dimiliki karyawan
untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan dengan memberikan pelayanan
kepada pelanggan. Engagement juga dikarakteristikkan dengan karyawan yang
berkomitmen pada perusahaan, percaya akan tujuannya dan bersiap sedia untuk
melakukan yang lebih dari yang diharapkan untuk memberikan pelayanan yang
memandang perusahaan serta seberapa proaktif karyawan dalam mencapai tujuan
perusahaan yang berkaitan dengan pelanggan, rekan kerja dan stakeholder
lainnya. Karyawan yang engaged merasa terinspirasi oleh pekerjaannya,
pendekatannya berorientasi kepada pelanggan, peduli akan masa depan
perusahaan dan bersedia memberikan usahanya sendiri untuk melihat kemajuan
perusahaan.
“Employee engagement is about getting the absolute best effort from your
employees by making them feel good about the work they do” (Finney,
2008, h.14).
Finney (2008) menjelaskan bahwa employee engagement berkaitan dengan
cara untuk mendapatkan usaha terbaik dari karyawan dengan membuat karyawan
merasa senang dengan pekerjaan yang mereka lakukan.
“Employee engagement is a heightened emotional and intellectual
connection that an employee has for his/her job, organization, manager or coworkers that in turn influences his/her work (Marciano, 2010, h.57).
Marciano (2010) mendefinisikan employee engagement sebagai ikatan
emosi dan intelektual yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaan, organisasi,
atasan dan rekan kerja yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Berdasarkan
definisi tersebut maka target employee engagement dibedakan menjadi empat area
yang berbeda yaitu pekerjaan, perusahaan, manager dan rekan kerja.
Kahn (1990) mendefinisikan employee engagement sebagai keadaan
dimana anggota dari sebuah organisasi mengidentifikasi diri dengan pekerjaannya.
Dalam engagement, seseorang akan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif
dan emosional selama menunjukkan kinerja (performance) mereka. Aspek
karyawan mengenai organisasi tersebut, para pemimpinnya dan kondisi kerja.
Aspek emosional meliputi bagaimana perasaan karyawan terhadap organisasi dan
pemimpinnya. Sedangkan aspek fisik meliputi energi fisik yang dikeluarkan oleh
karyawan dalam melaksanakan tugas/peran yang dimiliki dalam organisasi.
Engagement meliputi kehadiran baik secara fisik maupun psikologis saat
melaksanakan peran organisasional.
Schaufeli (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai keadaan
pikiran yang positif dengan karakteristik vigor, dedication dan absorption. Vigor
adalah level energi dan resiliensi yang tinggi, adanya kemauan untuk investasi
tenaga, presistensi dan tidak mudah lelah. Dedication adalah keterlibatan yang
kuat ditandai dengan antusiasme, rasa bangga dan inspirasi. Absorption adalah
keadaan terjun total (total immersion) karyawan yang dikarakteristikkan dengan
cepatnya waktu berlalu dan sulitnya memisahkan seseorang dari pekerjaannya
(Saks, 2006).
Berdasarkan uraian diatas, maka employee engagement dapat didefinisikan
sebagai suatu kondisi dimana karyawan bersedia untuk melibatkan diri dan
mengerahkan seluruh kemampuan dalam melakukan pekerjaannya untuk
mencapai hasil yang maksimal.
C.2 Dimensi Employee Engagement
Berdasarkan penelitiannya tentang employee engagement, Marciano
(2010) mengidentifikasi lima dimensi dimana seorang karyawan dapat
memperoleh penghargaan (respect) yang pada gilirannya akan meningkatkan
Perasaan memiliki organisasi yang terpandang memberikan dampak yang
dahsyat terhadap human capital dan employee engagement, bahkan akan
muncul group engagement. Perasaan ini dapat menjadi penyangga timbulnya
burnout pada karyawan. Karyawan akan memiliki rasa bangga terhadap
perusahaan tempat mereka bekerja dan menghormati/menghargai sesama
pekerja. Visi, misi, nilai-nilai, tujuan, kebijakan dan tindakan organisasi
menggambarkan kepeduliannya terhadap karyawan. Karyawan akan bangga mengatakan “Saya bekerja di organisasi ini”.
2. Dimensi Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam hal ini khususnya menyangkut atasan langsung,
keyakinan bahwa atasannya kompeten dan bertindak etis, mampu mengambil
keputusan yang baik dan memperlakukan bawahan secara adil. Marciano
(2010) menyatakan bahwa semakin karyawan itu hormat terhadap atasannya,
maka semakin engaged pula karyawan itu dalam pekerjaannya. Karyawan
akan bekerja keras jika atasan kompeten dan bekerja keras. Atasan yang
dipromosi secara internal seringkali lebih dihargai/dihormati dan kredibel
karena mereka pernah melaksanakan tugas-tugas bawahannya. Dengan
demikian mereka mampu memberikan bantuan ketika diperlukan dan akan
lebih mengena pada saat memberikan corrective feedback dan melakukan
penilaian kinerja bawahannya. Atasan demikian akan lebih mampu menangani
hal penting secara benar bila terjadi oposisi. Karyawan juga merasakan bahwa
atasannya siap sedia untuk menghadapi pimpinan tertinggi demi kebaikan tim
dan organisasi dan mampu melakukan advokasi terhadap bawahan. Dalam
mencapai tujuan. Atasan yang adil, dapat dipercaya, jujur, commit, memiliki
keterampilan komunikasi dan mampu membangun hubungan positif dengan
karyawan, menguatkan employee engagement.
3. Dimensi Anggota Tim
Tim yang sangat produktif selalu memiliki semboyan saling menghormati dan
menghargai diantara anggota tim. Produktivitas merupakan hasil kerjasama
antar anggota kelompok secara kohesif dan sinergik. Bila karyawan dapat
menghargai rekan kerja, mereka juga akan meningkatkan usahanya.
Kehilangan kehormatan dan penghargaan akan menciptakan frustrasi dan
disengagement, disamping itu muncul disfungsi dan penurunan produktivitas.
4. Dimensi Pekerjaan
Karyawan yang merasa diminta melakukan pekerjaan yang tidak bermakna
dan jauh dibawah keterampilan yang dimilikinya, tentu akan melemahkan
engagement. Karyawan hendaknya mendapatkan pekerjaan yang menantang,
bermakna dan memberikan hasil. Semakin tinggi pekerjaan menuntut
karyawan menggunakan keterampilannya, semakin menantang dan
meningkatkan engagement terhadap pekerjaan tersebut. Keberhasilan
menyelesaikan tugas yang menantang memberikan perasaan bangga. Di pihak
lain, merekrut karyawan yang overqualified juga tidak menguntungkan karena
karyawan akan merasa melakukan tugas dibawah kemampuannya, segera
merasa bosan dan secepatnya meningglkan perusahaan apabila mendapatkan
kesempatan. Semakin sejalan tugas seorang karyawan dengan tujuan
apa yang dikerjakannya memang berarti terhadap pencapaian tujuan organisasi
dan relevan terhadap misi organisasi.
5. Dimensi Individual
Semakin karyawan merasa dihargai, dihormati dan dianggap penting maka
semakin tinggi pula tingkat employee engagement. Karyawan ingin bekerja
pada organisasi yang jujur, yang memperlakukan karyawan secara adil,
hormat dan penuh pertimbangan. Sebagai akibatnya, organisasi akan
mendapatkan karyawan yang loyal dengan tingkat engagement yang tinggi.
Dalam kondisi sulit, terdapat kata-kata yang menyakitkan bagi karyawan seperti “Kamu seharusnya merasa beruntung karena mendapatkan pekerjaan
ini”. Marciano (2010) mencontohkan perusahaan Mannington yang
menguatkan employee engagement dalam visi, misi dan nilai yang dianutnya.
Nilai yang diutamakan adalah saling memberikan perhatian, menghargai dan
menghormati hak setiap orang dan selalu menciptakan suasana yang adil.
Bekerja dengan benar demi kepentingan bersama dan tidak memutarbalikkan
kebenaran.
C.3 Keuntungan Dari Karyawan Yang Engaged
Marciano (2010) menemukan beberapa faktor yang diasosiasikan dengan
level engagement yang tinggi, antara lain :
a. Produktivitas yang meningkat
b. Profit yang meningkat
c. Kualitas kerja yang lebih tinggi
d. Efektivitas yang tinggi
f. Berkurangnya tingkat ketidakhadiran (absensi)
g. Berkurangnya pencurian dan penipuan
h. Tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi
i. Tingkat kepuasan kerja karyawan yang lebih tinggi
j. Menurunnya tingkat kecelakaan kerja
k. Menurunnya keluhan Equal Employment Opportunity (EEO). EEO adalah
perlakuan terhadap karyawan dalam segala aspek ketenagakerjaan seperti
perekrutan, promosi, pelatihan, dll dalam cara yang adil dan tidak melihat latar
belakang.
Karyawan yang memiliki engagement merasa bersemangat, secara efektif
terlibat dalam kegiatan kerjanya dan melihat dirinya mampu memenuhi tuntutan
pekerjaannya (Schaufeli, dalam Babcock-Roberson & Strickland, 2010).
Karyawan yang engaged dengan pekerjaannya selain produktif juga dapat
membuat perusahaan berfungsi dengan baik (Babcock-Roberson & Strickland,
2010). Hasil penelitian Engelbrecht (2006) menunjukkan bahwa karyawan yang
engaged mampu membangkitkan energi dan tetap mempertahankan semangatnya
meskipun berada ditengah-tengah lingkungan kerja yang memiliki moral rendah
dan menyebabkan frustasi, ia akan mengerjakan apa yang harus dikerjakan,
memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya dan merasa bahagia atas apa yang ia
kerjakan.
D. Gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha
Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan
karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit
(Kernel) dan produk hilir karet.
Sejarah Perseroan diawali dengan proses pengambil alihan
perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958 yang
dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi
Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Tahun 1968, PPN direstrukturisasi menjadi
beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang selajutnya pada
tahun 1974, bentuk badan hukumnya diubah menjadi PT. Perkebunan (Persero).
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan usaha perusahaan BUMN,
Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan melakukan
penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur
organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3
(tiga) BUMN Perkebunan disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Selanjutnya melalui Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996, ketiga perseroan tersebut
digabung dan diberi nama PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang
berkedudukan di Medan, Sumatera Utara.
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memiliki 32 unit usaha kebun
sebagai berikut : Sei Mangkei, Aek Nabara Utara, Merbau Selatan, Gunung
Pamela, Sei Meranti, Rantau Prapat, Labuhan Haji, Sei Baruhur, Sei Daun,
Torgamba, Aek Torop, Ambalutu, Bandar Selamat, Membang Muda, Gunung
Batang Toru, Hapesong, Pulau Mandi, Sei Dadap/Hessa, Huta Padang, Sungai
Silau, Sungai Putih, Tanah raja, Sarang Ginting, Silau Dunia, Rambutan/Sei
bamban, Bukit Tujuh.
Pengelolaan BUMN terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu
sejalan dengan tujuan BUMN sebagai perusahaan yang memiliki daya saing dan
daya cipta tinggi sehingga diharapkan akan mampu unggul di pasar global dengan
selalu mempertimbangkan peluang dan tantangan yang dihadapi pada saat ini.
Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk optimalisasi pemberdayaan
atau sinergi antar BUMN perkebunan adalah dengan menjadikan PTPN III
sebagai holding company untuk ke-14 PTPN dan PT. RNI yang diperkirakan
sudah dapat terlaksana pada tahun 2012. PTPN III dipilih sebagai holding
company karena dianggap unggul dalam penanganan bisnis dan pengalaman
mengurus anak usaha (Desyani, 2012). Tolak ukurnya dapat dilihat dari
keuntungan yang dicapai PTPN III pada tahun 2011 yakni sebesar 1,2 triliun (Jay,
2012). Perubahan yang dialami oleh PTPN III ini termasuk dalam perubahan
revolusioner karena diharapkan dapat terealisasi secepatnya dan mempengaruhi
seluruh level dalam organisasi yang meliputi perusahaan, divisi, fungsi kelompok
kerja dan individu.
E. Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah
Penelitian Ahmad (2000), Armstrong-Stassen (1997), Olson & Tetrick
(1988) tentang dampak dari perubahan organisasi menemukan bahwa karyawan