• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KOMITMEN ORGANISASI

DAN EMPLOYEE ENGAGEMENT TERHADAP KESIAPAN

BERUBAH KARYAWAN

(The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement

toward Employee Readiness for Change)

TESIS

Digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi

Universitas Sumatera Utara

Oleh : Sherry Hadiyani

117029001

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Sherry Hadiyani

NIM : 117029001

Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi

Judul Tesis : Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Magister Psikologi

Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara pada hari Rabu, 28 Agustus 2013.

DEWAN PENGUJI Pembimbing I/Penguji I :

(Zulkarnain, Ph.D, psikolog) NIP. 197312142000121001 Pembimbing II/Penguji II :

(Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog) NIP. 197308192001121001

Penguji III :

(Dr. Emmy Mariatin, M.A, PhD, psikolog) NIP. -

Medan, 25 September 2013

Koordinator Program Pasca Sarjana Dekan

Fakultas Psikologi USU Fakultas Psikologi USU

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul “Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan” merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan ke perguruan tinggi manapun, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Universitas Sumatera Utara.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Medan, 01 Oktober 2013

Yang menyatakan,

Sherry Hadiyani

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi rabbil „alamiin… Puji syukur saya panjatkan kehadirat

Allah SWT, karena hanya atas ridho-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini.

Pertama sekali ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada

kedua orang tua saya, H. Baharsyah dan Dra. Hj. Zulfawarni, Apt, adik saya dr.

Denny Ferdiansyah, putri kecil saya Mysha yang selalu memberikan dukungan

dan doa yang tiada henti-hentinya kepada saya sampai akhirnya tesis ini selesai.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga saya sampaikan kepada alm. suami

saya Achmad Cakra Donya Oemry, SH, MH yang semasa hidupnya telah

memberikan dukungan yang luar biasa agar saya dapat segera menyelesaikan

program Magister Psikologi Profesi ini.

Tidak lupa juga saya haturkan terima kasih kepada paman saya,

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu DTM&H Msc(CTM) SpA(K) yang disela-sela

kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan dukungan kepada saya

agar dapat menyelesaikan program Magister Psikologi Profesi ini tepat waktu.

Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini terlaksana karena arahan,

dukungan dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini saya

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, psikolog selaku Ketua Program Magister

(5)

3. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, MA, psikolog selaku Ketua Kekhususan Psikologi

Industri dan Organisasi (PIO) Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan telah dengan sabar memberikan bimbingan, arahan

dan dorongan kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada saya dalam

menyelesaikan tesis ini.

6. Ibu Emmy Mariatin, Ph.D, psikolog selaku penguji yang telah meluangkan

waktu dan memberikan masukan untuk memperkaya penelitian ini.

7. Bapak Kepala Bagian Umum PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang

telah memberikan izin dan membantu saya untuk memperoleh data penelitian.

8. Seluruh dosen Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu kepada saya selama menjadi mahasiswa Magister

Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai Sekretariat Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

10.Teman-teman Angkatan VI Kekhususan PIO Magister Psikologi Profesi yang

telah sama-sama berjuang dan saling mendukung satu sama lain.

11.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

(6)

Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan

Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRAK

Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya. Kesiapan karyawan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi melalui karyawan. Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan

employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan perubahan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan komitmen organisasi dan

employee engagement terhadap kesiapan berubah pada karyawan yang bekerja di bidang perkebunan. Pengukuran komitmen organisasi menggunakan skala komitmen organisasi, pengukuran employee engagement menggunakan skala employee engagement dan pengukuran kesiapan berubah menggunakan skala kesiapan berubah. Dalam penelitian ini melibatkan 206 pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan

employee engagement berperan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). Artinya komitmen organisasi dan employee engagement, berkontribusi positif terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Lebih lanjut, variabel komitmen organisasi memberikan sumbangan lebih besar terhadap kesiapan berubah dibandingkan variabel employee engagement (r square = 0,348, p<0,01). Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa ada dua dari tiga aspek komitmen organisasi yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah yaitu aspek

identification dan aspek involvement. Diantara kedua aspek ini, aspek identification yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah. Selanjutnya, ada dua dari lima dimensi employee engagement yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah, yaitu dimensi individual dan dimensi pekerjaan. Diantara kedua dimensi ini, dimensi individual yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah.

(7)

The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement toward Employee Readiness for Change

Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRACT

Change has become the primary needs for organization. Organization which is

not adapting to change will be defeated by competitors and finally won’t be able to

maintain its existence. Employee readiness was an important aspect for the successful organizational change because organizational change happened through employee. When organization makes change, organizational commitment and employee engagement become the most important element for the successful of organizational change. This study was conducted to investigate the role of organizational commitment and employee engagement toward employee readiness for change. Organizational commitment was measured by using organizational commitment scale; employee engagement was measured by using employee engagement scale and readiness for change was measured by using readiness to change scale. There were 206 plantation employees involved in this study. The main results showed that organizational commitment and employee engagement contributed to employee’s readiness for change (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). It means organizational commitment and employee engagement give positive contribution to employee readiness for change. Furthermore, organizational commitment gives higher contribution to employee readiness for change than employee engagement. R2 = 0,348, p<0,01). In additional, this study also showed that there were two aspects of organizational commitment contributed to employees readiness for change, namely identification and involvement. Identification gives the strongest impact to employees readiness for change. Meanwhile, , there were two dimensions of employee engagement contributed to employees readiness for change namely individual dimension and work dimension. Individual dimension gives the biggest impact to employees readiness for change.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH ……… i

ABSTRAK ………... iii

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GRAFIK ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ………xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………... 8

C. Tujuan Penelitian ……….. 9

D. Manfaat Penelitian ……… 9

E. Sistematika Penulisan ……… 10

BAB II : LANDASAN TEORI A. Kesiapan Berubah A.1 Definisi Kesiapan Berubah ……… 11

A.2 Dimensi Kesiapan Berubah ………... 13

A.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Berubah.. 14

B. Komitmen Organisasi B.1 Definisi Komitmen Organisasi ……….. 15

B.2 Bentuk Komitmen Organisasi ……….. 16

B.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi ……….. 18

B.4 Aspek Komitmen Organisasi ………. 20

C. Employee Engagement C.1 Definisi Employee Engagement……… 21

C.2 Dimensi Employee Engagement……….. 23

C.3 Keuntungan Dari Karyawan Yang Engaged…………. 26

D. Gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ………. 27

E. Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah.. 29

(9)

G. Hubungan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement

Terhadap Kesiapan Berubah ……….. 34

H. Hipotesis Penelitian ……… 35

BAB III : METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ……… 37

B. Definisi Operasional Variabel B.1 Kesiapan Berubah ……….. 37

B.2 Komitmen Terhadap Organisasi ……… 38

B.3 Employee Engagement ……….. 39

C. Populasi dan Sampel C.1 Populasi……… 41

C.2 Sampel ……… 41

C.3 Metode Pengambilan Sampel ……… 41

C.4 Jumlah Partisipan dalam Sampel Penelitian ………….. 42

D. Metode Pengambilan Data D.1 Metode Skala ………. 42

D.2 Skala Kesiapan Berubah ……… 43

D.3 Skala Komitmen Terhadap Organisasi ……….. 44

D.4 Skala Employee Engagement ……… 45

E.Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur E.1 Uji Validitas ……….. 46

E.2 Uji Daya Beda Item ……….. 48

E.3 Uji Reliabilitas ……….. 48

F. Uji Coba Alat Ukur F.1 Tujuan Uji Coba ……… 49

F.2 Hasil Uji Coba Alat Ukur ……….. 49

F.2.1 Skala Kesiapan Berubah ……….. 50

F.2.2 Skala Komitmen Terhadap Organisasi ……… 51

F.2.3 Skala Employee Engagement ………...52

(10)

H. Metode Analisa Data ………. 55

BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Partisipan A.1 Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian ……….. 57

B. Uji Asumsi ………58

B.1 Uji Normalitas ……… 59

B.2 Uji Linearitas ………. 59

B.3 Uji Autokorelasi ………. 60

B.4 Uji Multikolinearitas ……….. 61

B.5 Uji Heterokedastisitas ……… 62

C. Hasil Utama Penelitian C.1 Hubungan Antara Komitmen Organisasi, Employee Engagement dan Kesiapan Berubah………. 64

C.2 Hubungan Aspek-Aspek Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Karyawan untuk Berubah ………. 68

C.3 Hubungan Dimensi-dimensi Employee Engagement dengan Kesiapan Karyawan Untuk Berubah …………. 71

C.4 Gambaran Skor Variabel Kesiapan Berubah …………..75

C.5 Gambaran Skor Komitmen Organisasi ………. 76

C.6 Gambaran Skor Employee Engagement ……… 78

D. Pembahasan ……… 80

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… . 87

B. Saran Penelitian B.1 Saran Metodologis ……… 89

(11)

DAFTAR TABEL

1. Definisi Operasional Dimensi Kesiapan Berubah ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 38

2. Definisi Operasional Aspek Komitmen Terhadap Organisasi………… 39

3. Definisi Operasional Dimensi Employee Engagement……… 40

4. Distribusi Item Skala Kesiapan Berubah ………. 44

5. Distribusi Item Skala Komitmen Terhadap Organisasi……….. 45

6. Distribusi Item Skala Employee Engagement………. 46

7. Skala Kesiapan Berubah Setelah Uji Coba………. 51

8. Skala Komitmen Terhadap Organisasi Setelah Uji Coba……… 52

9. Skala Employee Engagement Setelah Uji Coba ………..54

10.Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian ……….. 58

11.Hasil Uji Normalitas Sebaran One-Sample Kolmogorov-Smirnov…… 59

12.Hasil Uji Linearitas ……… 59

13.Hasil Uji Autokorelasi ……… 60

14.Hasil Uji Multikolinearitas ………. 62

15.Hasil Uji Regresi Komitmen Organisasi dan Employee Engagement Terhadap Kesiapan Berubah ……….. 64

16.Hasil Uji ANOVA ………. 64

17.Tabel Coefficients ……….. 65

18.Hasil Uji Regresi Komitmen Organisasi terhadap Kesiapan Berubah… 66 Hasil Uji Regresi Employee Engagementterhadap Kesiapan Berubah…66 19.Hasil Uji ANOVA……….. 66

20.Tabel Coefficients ………. 67

21.Hasil Uji Sumbangan Variabel Komitmen Organisasi dan Employee EngagementTerhadap Kesiapan Berubah ………. 68

22.Hasil Uji Hubungan Aspek-Aspek Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah ……….. 69

23.Tabel ANOVA ………... 70

(12)

26.Hubungan Dimensi Employee Engagement dengan Kesiapan Berubah . 72

27.Tabel ANOVA ……….. 73

28.Tabel Coefficients ……… 74

29.Hasil Uji Sumbangan Dimensi Employee Engagement Terhadap

Kesiapan Berubah ………. 74

30.Gambaran Umum Skor Kesiapan Berubah ……… 75 31.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik

Variabel Kesiapan Berubah ………... 76

32.Kategorisasi Data Hipotetik Kesiapan Berubah ………. 76 33.Gambaran Umum Skor Komitmen Organisasi ……….. 77 34.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik

Variabel Komitmen Organisasi ………. 77

35.Kategorisasi Data Hipotetik Komitmen Organisasi ……….. 78 36.Gambaran Umum Skor Employee Engagement……… 79 37.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik

(13)

DAFTAR GRAFIK

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

A. Hasil Uji Coba Skala Kesiapan Berubah Hasil Uji Coba Skala Komitmen Organisasi Hasil Uji Coba Skala Employee Engagement

Skor Mentah Skala Kesiapan Berubah Untuk Uji Coba Skor Mentah Skala Komitmen Organisasi Untuk Uji Coba Skor Mentah Skala Employee Engagement Untuk Uji Coba B. Hasil Uji Asumsi

C. Gambaran Umum Subyek Penelitian D. Data Hasil Penelitian

(15)

Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan

Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRAK

Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya. Kesiapan karyawan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi melalui karyawan. Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan

employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan perubahan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan komitmen organisasi dan

employee engagement terhadap kesiapan berubah pada karyawan yang bekerja di bidang perkebunan. Pengukuran komitmen organisasi menggunakan skala komitmen organisasi, pengukuran employee engagement menggunakan skala employee engagement dan pengukuran kesiapan berubah menggunakan skala kesiapan berubah. Dalam penelitian ini melibatkan 206 pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan

employee engagement berperan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). Artinya komitmen organisasi dan employee engagement, berkontribusi positif terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Lebih lanjut, variabel komitmen organisasi memberikan sumbangan lebih besar terhadap kesiapan berubah dibandingkan variabel employee engagement (r square = 0,348, p<0,01). Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa ada dua dari tiga aspek komitmen organisasi yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah yaitu aspek

identification dan aspek involvement. Diantara kedua aspek ini, aspek identification yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah. Selanjutnya, ada dua dari lima dimensi employee engagement yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah, yaitu dimensi individual dan dimensi pekerjaan. Diantara kedua dimensi ini, dimensi individual yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah.

(16)

The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement toward Employee Readiness for Change

Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRACT

Change has become the primary needs for organization. Organization which is

not adapting to change will be defeated by competitors and finally won’t be able to

maintain its existence. Employee readiness was an important aspect for the successful organizational change because organizational change happened through employee. When organization makes change, organizational commitment and employee engagement become the most important element for the successful of organizational change. This study was conducted to investigate the role of organizational commitment and employee engagement toward employee readiness for change. Organizational commitment was measured by using organizational commitment scale; employee engagement was measured by using employee engagement scale and readiness for change was measured by using readiness to change scale. There were 206 plantation employees involved in this study. The main results showed that organizational commitment and employee engagement contributed to employee’s readiness for change (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). It means organizational commitment and employee engagement give positive contribution to employee readiness for change. Furthermore, organizational commitment gives higher contribution to employee readiness for change than employee engagement. R2 = 0,348, p<0,01). In additional, this study also showed that there were two aspects of organizational commitment contributed to employees readiness for change, namely identification and involvement. Identification gives the strongest impact to employees readiness for change. Meanwhile, , there were two dimensions of employee engagement contributed to employees readiness for change namely individual dimension and work dimension. Individual dimension gives the biggest impact to employees readiness for change.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi.

Hussey (2000) mengemukakan bahwa perubahan merupakan salah satu aspek

yang paling kritis untuk menciptakan manajemen yang efektif. Perubahan yang

dialami secara terus-menerus oleh organisasi dapat diakibatkan oleh beberapa hal

seperti laju perkembangan global yang pesat, resiko bisnis yang baru ditemukan,

kesempatan yang menggairahkan, inovasi dan sistem kepemimpinan yang baru

(Madsen, Miller & John, 2005). Hussey (2000) menjelaskan beberapa faktor

yang mendorong organisasi untuk melakukan perubahan yaitu perubahan

teknologi yang terus meningkat, persaingan yang intensif dan global, tuntutan

pelanggan, perubahan demografis negara, privatisasi bisnis dan tuntutan dari

pemegang saham yang meminta lebih banyak nilai. Organisasi yang tidak

beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya

tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya.

Jones (2007) mengemukakan bahwa perubahan organisasi adalah sebuah

proses dimana organisasi berubah dari keadaan saat ini ke keadaan yang

diinginkan untuk meningkatkan efektivitasnya. Jika organisasi dapat beroperasi

secara lebih efektif maka organisasi akan lebih mampu dalam menghadapi

tantangan dan perubahan di lingkungannya. Armenakis, Harris, Mossholder

(18)

mengimplementasikan perubahan pada strategi, struktur, proses dan budaya. Jones

(2007) membagi jenis perubahan organisasi ke dalam dua kelompok besar yaitu

perubahan evolusioner dan revolusioner. Perubahan evolusioner adalah perubahan

yang memiliki karakteristik bertahap dan fokusnya sempit. Perubahan ini terjadi

secara konstan, bertahap dan sedikit demi sedikit. Sedangkan perubahan

revolusioner adalah perubahan yang terjadi dengan cepat, dramatis,

mempengaruhi organisasi secara keseluruhan dan memerlukan kecepatan dalam

mencari cara/strategi baru yang lebih efektif. Perubahan revolusioner merupakan

perubahan besar yang menimbulkan situasi menjadi chaos, rumit, penuh

ketidakpastian dan tidak menyenangkan bagi karyawan.

Indonesia pernah menjadi negara nomor satu penghasil berbagai

komoditas perkebunan. Namun dalam perjalanan pembangunan nasionalnya,

bangsa Indonesia mengalami kegagalan karena menomorsatukan industri-industri

yang tidak langsung berbasis sumber daya alam (Muluk, Diponegoro, Lubis,

2007). Oleh karena itu, sektor perkebunan dianggap sebagai salah satu pilar

kekuatan ekonomi nasional dan BUMN perkebunan diperkirakan mampu

berperan dalam mengembalikan kejayaan masa lalu tersebut untuk menjelma

kembali menjadi kejayaan di masa yang akan datang. BUMN perkebunan

memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar mengingat total lahan yang

dikelola sangat luas (±875.289 ha) dengan lokasi dan kualitas lahan yang relative

cocok untuk berbagai komoditas perkebunan, memiliki sumber daya yang cukup

baik, berpotensi untuk melakukan pengembangan usaha serta didukung oleh pasar

baik domestik maupun luar negeri yang relative terus berkembang (Muluk,

(19)

Berdasarkan potensi tersebut maka diperlukan optimalisasi pemberdayaan

atau sinergi antar BUMN perkebunan di berbagai bidang seperti produksi, operasi,

pemasaran, keuangan, penelitian, organisasi dan sumber daya. Keinginan untuk

mensinergikan perusahaan dalam lingkup BUMN perkebunan dapat dicapai dalam

organisasi berbentuk holding company (Muluk, Diponegoro, Lubis, 2007). Sejak

bulan Januari 2011, menteri BUMN selaku pemegang saham terhadap BUMN

perkebunan telah mengambil kebijakan untuk membentuk holding company

terhadap 14 PTPN dan PT. RNI yang diperkirakan sudah dapat terlaksana pada

tahun 2012 (Antara & Choir, 2012).

Pola holding merupakan alternative paling tepat untuk diterapkan pada

BUMN perkebunan mengingat karakteristik bisnis perkebunan berupa

pengendalian areal yang cukup luas sehingga membutuhkan manajemen yang

lebih fokus dengan rentang kendali yang tidak terlalu meluas, pertimbangan

kondisi BUMN perkebunan dewasa ini yang membutuhkan kemampuan

menghimpun dana luar yang cukup besar untuk pembiayaan program konsolidasi

dan pertumbuhan, membangun cross fertilization antar BUMN perkebunan

dengan melakukan sentralisasi penghimpunan dana luar pada perusahaan induk

dan mendistribusikan dana sesuai kebutuhan dan beban bunga pinjaman secara

proporsional sesuai kemampuan earning power masing-masing BUMN

perkebunan serta dapat meminimalisasi dampak social dari proses restrukturisasi

dengan mempertahankan eksistensi PTPN dan PT. RNI (Muluk, Diponegoro,

Lubis, 2007). Dengan pola manajemen holding company yang benar, diharapkan

(20)

keuntungan sinergis dalam berbagai aspek, seperti aspek SDM, keuangan dan

perpajakan, pemasaran dan berbagai aspek lainnya.

Kementrian BUMN telah memilih PTPN III sebagai kepala holding ke-14

PTPN dan PT. RNI karena dianggap unggul dalam penanganan bisnis dan

pengalaman mengurus anak usaha (Desyani, 2012). Tolak ukurnya dapat dilihat

dari keuntungan yang dicapai PTPN III pada tahun 2011 yakni sebesar 1,2 triliun

(Jay, 2012). Perubahan yang dialami oleh PTPN III sebagai holding company ini

termasuk dalam perubahan revolusioner. Perubahan revolusioner bukanlah suatu

hal yang mudah untuk dilaksanakan. Organisasi harus cermat dalam

melaksanakan implementasi perubahan karena jika gagal akan memberikan

dampak negative terhadap organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang (Petterson, 2009). Dampak negatif yang terjadi dan dirasakan karyawan

dalam jangka pendek antara lain terbuangnya uang, waktu dan tenaga, tidak

tercapainya tujuan yang direncanakan, penderitaan moral dan timbulnya job

insecurity. Dalam jangka panjang, akibat buruk yang dapat ditimbulkan yaitu

tidak tercapainya rencana strategi perusahaan, menurunnya kepercayaan diri

dalam kepemimpinan, meningkatnya resistansi untuk berubah dan adanya

keyakinan bahwa perubahan selanjutnya yang ingin dilakukan akan gagal

(Petterson, 2009).

Ashford (1988) mengemukakan bahwa perubahan adalah sumber dari

perasaan terancam, ketidakpastian, frustasi, alienasi dan kecemasan. Demikian

halnya dengan yang dirasakan oleh sejumlah karyawan PTPN III (Persero)

mengenai rencana holding PTPN. Mereka bahkan tidak mengetahui bahwa

(21)

pembahasan yang serius ditingkat DPR RI. Beberapa karyawan mengaku khawatir

rencana holding PTPN tersebut akan memberikan dampak terhadap berkurangnya

penghasilan mereka (Jay, 2012). Lebih lanjut, pada tanggal 28 September 2012,

semua serikat pekerja perkebunan tingkat perusahaan (SPBUN) PTPN I s/d XIV

(Persero) yang di wakili Ketua dan Sekretaris Umum masing-masing SPBUN

membuat pernyataan sikap menolak rencana pemerintah untuk menerapkan

holding BUMN perkebunan. Tindakan ini dilakukan karena rencana penerapan

holding BUMN perkebunan dalam bentuk holding company dengan menjadikan

PTPN III (Persero) sebagai leader champion dan PTPN I s/d XIV menjadi anak

perusahaan dikhawatirkan akan merubah/menurunkan status karyawan menjadi

swasta juga hak kepemilikan asset berupa HGU yang semula milik negara

menjadi milik swasta. Oleh karena itu, SPBUN meminta kepada pemerintah untuk

mempertimbangkan kembali rencana penerapan holding BUMN perkebunan

(Irsut, 2012). Kondisi-kondisi tersebut menunjukkan bahwa karyawan PTPN III

(Persero) belum menunjukkan kesiapan untuk berubah.

Menurut Berneth (2004), kesiapan karyawan merupakan faktor penting

dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi

melalui karyawan (Armenakis et al, 1993). Karyawan merupakan elemen paling

penting untuk kesuksesan organisasi. Hal ini disebabkan karyawan adalah pelaku

yang menjalankan aktivitas organisasi sehari-hari (Mangundjaya, 2012).

Organisasi yang akan melakukan perubahan sangat membutuhkan dukungan

karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik dan siap untuk berubah

(22)

perubahan yang akan dilakukan dan lebih siap untuk berubah. Jika karyawan tidak

siap untuk berubah maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan akan merasa

kesulitan dengan kecepatan perubahan organisasi yang sedang terjadi

(Hanpachern, Morgan & Griego, 1998).

Untuk mempersiapkan karyawan agar siap berubah, diperlukan

pemahaman mengenai cara-cara yang dapat digunakan dalam menumbuhkan

kesiapan untuk berubah. Dalam hal ini, organisasi perlu melakukan dua hal yaitu

membentuk kesiapan karyawan untuk berubah dan menyelesaikan masalah

resistansi untuk berubah (Cummings & Worley, 1997). Agar kedua cara tersebut

berhasil dilakukan maka faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan karyawan

untuk berubah harus diketahui dan dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat

memilih strategi yang tepat untuk diterapkan (Mangundjaya, 2012).

Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan

employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan

perubahan organisasi (Echols, 2005; Crabtree, 2005; Gubman, 2004). Hasil

penelitian Mangundjaya (2012) menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara

komitmen organisasi, employee engagement dan kesiapan individu untuk berubah

dimana korelasi komitmen organisasi dengan kesiapan individu untuk berubah

lebih kuat dibandingkan korelasi employee engagement dengan kesiapan individu

untuk berubah. Hasil penelitian Ciliana & Mansur (2008) menunjukkan bahwa

ada pengaruh signifikan dari kepuasan kerja, keterlibatan kerja, stress kerja dan

komitmen organisasi terhadap kesiapan untuk berubah.

Steyn (2011) mengungkapkan bahwa komitmen organisasi dapat

(23)

keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan

akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta kesediaan untuk berusaha sebaik

mungkin demi kepentingan organisasi (Mowday, 1982). Menurut Iverson (1996),

komitmen organisasi merupakan prediktor terbaik dalam perubahan dibandingkan

dengan kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan

mengerahkan usaha lebih dalam proyek perubahan guna membangun sikap positif

terhadap perubahan (Julita & Rafaei, 2010). Hasil penelitian Pramadani (2012)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara komitmen organisasi

khususnya komitmen afektif dan komitmen normative dengan kesiapan untuk

berubah.

Hasil penelitian yang dilakukan Vidal (2007) menemukan bahwa

employee engagement berdampak pada keberhasilan implementasi perubahan

organisasi, terutama yang berskala besar yang melibatkan seluruh elemen dari

organisasi. Karyawan yang engaged akan cenderung mendukung jalannya

perubahan organisasi dan siap untuk berubah (Shaw, 2005). Hasil yang serupa

juga ditemukan oleh Hewitts (2004) dimana karyawan yang engaged memiliki

kesiapan untuk berubah yang lebih besar dari karyawan lainnya. Schaufeli (2002)

menyebutkan bahwa karyawan yang engaged akan memiliki dedikasi kuat kepada

organisasi yang ditandai oleh adanya keterlibatan tinggi dalam usaha-usaha

kemajuan organisasi. Mereka juga memiliki ketangguhan dalam melaksanakan

pekerjaannya. Karakteristik tersebut merupakan karakteristik yang sama dengan

yang dibutuhkan oleh organisasi saat akan melakukan perubahan, yaitu partisipasi

(24)

berdedikasi tinggi dalam usaha perubahan organisasi, juga memiliki ketangguhan

dalam melaksanakan perubahan tersebut.

Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan pada perusahaan yang berbeda

dengan perusahaan tempat peneliti akan mengambil data. Penelitian

Mangundjaya (2012), Ciliana & Mansur (2008) dilakukan pada perusahaan

perbankan, penelitian Vidal (2007) dilakukan pada perusahaan yang bergerak di

bidang produksi, penelitian Pramadani (2012) dan Megani (2012) dilakukan pada

perusahaan telekomunikasi.

Berdasarkan data-data yang telah dikemukakan diatas, peneliti tertarik

untuk melihat pengaruh komitmen organisasi dan employee engagement terhadap

kesiapan untuk berubah pada karyawan PTPN III (Persero) yang organisasinya

akan mengalami perubahan menjadi holding company (perusahaan induk).

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan diatas,

permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi dan employee engagement terhadap

kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?

2. Bagaimana pengaruh aspek-aspek komitmen organisasi terhadap kesiapan

berubah karyawan PTPN III (Persero)?

3. Bagaimana pengaruh dimensi-dimensi employee engagement terhadap

kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?

4. Bagaiman gambaran kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?

5. Bagaimana gambaran komitmen organisasi karyawan PTPN III (Persero)?

(25)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh komitmen organisasi

dan employee engagement terhadap kesiapan berubah karyawan PT. Perkebunan

Nusantara III (Persero). Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana

pengaruh masing-masing aspek komitmen organisasi terhadap kesiapan berubah

karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dan pengaruh masing-masing

dimensi employee engagement terhadap kesiapan berubah karyawan PT.

Perkebunan Nusantara III (Persero). Selain itu, ingin diketahui pula gambaran

kesiapan berubah, gambaran komitmen organisasi dan gambaran employee

engagement karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat teoretis :

1. Memberikan wacana mengenai perubahan organisasi dan kajian lebih lanjut

mengenai komitmen organisasi, employee engagement dan kesiapan karyawan

untuk berubah.

2. Meningkatkan pemahaman mengenai komitmen organisasi, employee

engagement dan kesiapan karyawan untuk berubah.

Manfaat praktis :

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh perusahaan yang sedang

mengalami perubahan revolusioner untuk mengetahui tingkat komitmen

organisasi, employee engagement dan kesiapan berubah pada karyawan

(26)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan. Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

Bab II. Landasan Teori. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai definisi

kesiapan berubah, dimensi kesiapan berubah, faktor-faktor yang mempengaruhi

kesiapan berubah, definisi komitmen organisasi, bentuk komitmen organisasi,

proses terjadinya komitmen organisasi, aspek komitmen organisasi, definisi

employee engagement, dimensi employee engagement, keuntungan dari karyawan

yang engaged, gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), hubungan

kesiapan berubah dengan komitmen organisasi, hubungan kesiapan berubah

dengan employee engagement dan hipotesis penelitian.

Bab III. Metode Penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai

identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel kesiapan berubah,

komitmen terhadap organisasi dan employee engagement, populasi dan sampel,

metode pengambilan data, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat

ukur, prosedur penelitiandanmetode analisa data.

Bab IV. Hasil Analisis dan Pembahasan, yang berisikan gambaran umum

partisipan, uji asumsi, hasil penelitian dan pembahasan.

Bab V. Kesimpulan dan Saran. Berisikan kesimpulan yang diperoleh dari

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kesiapan Berubah

Organisasi yang akan melakukan perubahan sangat memerlukan dukungan

karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik dan siap untuk berubah

(Eby, Adams, Russel, & Gaby, 2000). Apabila karyawan tidak siap, maka mereka

tidak mampu mengikuti dan merasa kewalahan dengan perubahan organisasi yang

terjadi (Hanpachern, 1998).

A.1 Definisi Kesiapan Berubah

Kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai kesediaan individu

untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi setelah

perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut (Huy, 1999). Selanjutnya, Holt

(2007) mendefinisikan kesiapan sebagai kepercayaan karyawan bahwa mereka

mampu melaksanakan perubahan yang diusulkan (self efficacy), perubahan yang

diusulkan tepat untuk dilakukan organisasi (appropriateness), pemimpin

berkomitmen dalam perubahan yang diusulkan (management support) dan

perubahan yang diusulkan akan memberikan keuntungan bagi anggota organisasi

(personal benefit). Dari penjelasan Holt (2007), seorang karyawan yang

dinyatakan siap untuk berubah akan menunjukkan perilaku menerima, merangkul

dan mengadopsi rencana perubahan yang dilakukan. Sebelum karyawan berada

pada posisi siap, karyawan merefleksikan konten, konteks, proses dan atribut

(28)

Berneth (2004) menjelaskan bahwa kesiapan adalah lebih dari pemahaman

akan perubahan, kesiapan adalah lebih dari keyakinan pada perubahan tersebut,

kesiapan adalah kumpulan dari pemikiran dan intensi pada usaha perubahan yang

spesifik.

“Individual beliefs, attitudes and intentions regarding the extent to which changes are needed and the organization’s capacity to successfully undertake those changes” (Armenakis, 1993).

Armenakis (1993) mendefinisikan kesiapan untuk berubah sebagai

kepercayaan, sikap dan intensi karyawan bahwa perubahan memang dibutuhkan

dan kapasitas organisasi untuk melakukan perubahan tersebut dengan sukses.

Karyawan yang siap untuk berubah akan percaya bahwa organisasi akan

mengalami kemajuan apabila melakukan perubahan, selain itu mereka memiliki

sikap positif terhadap perubahan organisasi dan memiliki keinginan untuk terlibat

dalam pelaksanaan perubahan organisasi.

Hanpachern (1997) menyatakan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah

adalah sejauh mana karyawan siap secara mental, psikologis atau fisik, dan sedia

untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan organisasi. Terutama lebih

merujuk pada kondisi dimana karyawan akan memiliki skor yang tinggi dalam

mempromosikan atau berpartisipasi dalam perubahan.

Backer (1995) juga menjabarkan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah

melibatkan kepercayaan, sikap dan intensi karyawan terhadap sejauh mana

perubahan dibutuhkan dan persepsi karyawan serta kapasitas organisasi untuk

melaksanakan perubahan tersebut dengan sukses. Kesiapan adalah keadaan

pikiran mengenai kebutuhan dan merupakan pelopor perilaku karyawan yang

(29)

Kesiapan untuk berubah yang dimiliki oleh karyawan bisa berbeda-beda

disebabkan oleh perubahan lingkungan eksternal dan internal, tipe/jenis perubahan

yang diperkenalkan atau karakteristik dari agen perubahan yang potensial.

Berdasarkan uraian diatas maka kesiapan berubah adalah keyakinan

karyawan bahwa perubahan memang dibutuhkan oleh organisasi dan kesiapan

karyawan secara fisik, mental dan psikologis untuk berpartisipasi dalam kegiatan

perubahan tersebut.

A.2 Dimensi Kesiapan Berubah

Holt (2003) mengemukakan bahwa kesiapan untuk berubah merupakan

suatu konstruk multidimensional, yang terdiri dari 4 dimensi yaitu :

1. Appropriateness

Dimensi ini menjelaskan tentang aspek keyakinan individu bahwa perubahan

yang diajukan akan tepat bagi organisasi dan organisasi akan mendapatkan

keuntungan dari penerapan perubahan. Individu akan meyakini adanya alasan

dan kebutuhan yang dapat melegitimasi perubahan dan perubahan merupakan

tindakan yang tepat untuk menangani gap antara kondisi aktual dengan

kondisi ideal.

2. Change specific efficacy

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan individu tentang kemampuan

mereka untuk menerapkan perubahan yang diinginkan, dimana mereka merasa

memiliki keterampilan dan sanggup untuk melakukan tugas yang berkaitan

dengan perubahan. Dimensi ini juga menjelaskan tentang tingkat kepercayaan

(30)

3. Management support

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan atau persepsi individu bahwa para

pemimpin dan pihak manajemen akan mendukung dan berkomitmen terhadap

perubahan yang direncanakan.

4. Personal valance

Dimensi ini menjelaskan keuntungan yang dirasakan individu secara personal

yang akan didapatkan apabila perubahan tersebut diimplementasikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dimensi kesiapan berubah terdiri dari

appropriateness, change specific efficacy, management support dan personal

valance.

A.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Berubah

Menurut Armenakis & Holt (2007), kesiapan karyawan untuk berubah

dapat dipengaruhi oleh 3 hal utama yakni change content, change process dan

organizational context. Change content merujuk pada apa yang akan dirubah oleh

organisasi. Perubahan yang dilakukan dapat berupa perubahan sistem

administrative, prosedur kerja, teknologi atau struktur. The change process

meliputi bagaimana proses implementasi perubahan yang telah direncanakan

sebelumnya. Sedangkan organizational context terkait dengan kondisi atau

lingkungan kerja saat perubahan terjadi.

Armenakis & Harris (2009) mengidentifikasi lima faktor utama yang dapat

merubah keyakinan diri karyawan untuk mendukung perubahan yakni

1) discrepancy, yaitu keyakinan bahwa perubahan itu diperlukan oleh organisasi,

2) appropriateness yaitu adanya keyakinan bahwa perubahan spesifik yang

(31)

3) efficacy yaitu rasa percaya bahwa karyawan dan organisasi mampu

mengimplementasikan perubahan, 4) principal support yaitu persepsi bahwa

organisasi memberikan dukungan dan berkomitmen dalam pelaksanaan perubahan

dan mensukseskan perubahan organisasi, 5) personal valance yaitu keyakinan

bahwa perubahan akan memberikan keuntungan personal bagi karyawan. Adarnya

kelima keyakinan diatas tidak semata-mata hanya mempengaruhi kesiapan untuk

berubah namun juga mempengaruhi bagaimana karyawan akan mengadopsi dan

berkomitmen terhadap perubahan organisasi.

Hanpachern (1998) menyatakan bahwa kesiapan untuk berubah secara

signifikan berhubungan dengan jabatan dan lama kerja. Dalam penelitiannya juga

ditemukan bahwa kesiapan untuk berubah tidak berhubungan dengan usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan dan status pernikahan.

B. Komitmen Organisasi

B.1 Definisi Komitmen Organisasi

Hall & Schneider (1972) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai

kuatnya keterlibatan seseorang dengan organisasinya. Definisi ini memiliki

3 aspek utama yaitu keyakinan dan penerimaan akan tujuan dan nilai-nilai

organisasi, kemauan untuk memberikan usaha-usaha untuk mencapai tujuan

organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam

organisasi (Mowday, 1979; Morrow, 1983).

Menurut Meyer & Allen (1990), komitmen organisasi dapat diartikan

(32)

merupakan keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan

penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta kesediaan untuk berusaha

sebaik mungkin demi kepentingan organisasi.

Mowday, Steers & Porter (1979) mengemukakan bahwa komitmen

organisasi adalah suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat

loyalitas yang pasif tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi

kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan

organisasi yang bersangkutan. Lebih lanjut, Steers (1979) menjelaskan bahwa

komitmen organisasi adalah rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai

organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi

kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota

organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap

perusahaannya.

Berdasarkan uraian di atas maka komitmen organisasi adalah keyakinan

dan penerimaan karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesediaan

karyawan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi dan

keinginan karyawan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

B.2 Bentuk Komitmen Organisasi

Menurut Meyer & Allen (1990), ada 3 komponen komitmen organisasi

yaitu :

1. Affective Commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari

(33)

2. Continuance Commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada

suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain

atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.

3. Normative Commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan.

Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran

bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya

dilakukan.

Karyawan yang memilki komitmen terhadap organisasinya akan tetap tinggal

dalam organisasi, bekerja secara rutin dan full day, melindungi aset-aset

organisasi dan mempercayai tujuan organisasi yang akan diraih.

Kanter (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa ada 3 bentuk

komitmen organisasi yaitu :

1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen

yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan

organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada

organisasi.

2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap

organisasi sebagai akibat adanya hubungan social dengan anggota lain di

dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma

yang dianut oleh organisasi adalah norma-norma yang bermanfaat.

3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada

norma organisasi yang memberikan perilaku kearah yang diinginkannya.

(34)

B.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Bashaw & Grant (dalam Amstrong, 1994) menyatakan bahwa komitmen

karyawan terhadap organisasi merupakan proses yang berkesinambungan dan

timbul secara bertahap dalam diri karyawan. Menurut Wursanto (2005), rasa

memiliki dari para anggota (karyawan) terhadap kelompoknya dapat dilihat dari

hal-hal berikut :

1. Adanya loyalitas dari para anggota terhadap anggota lainnya.

2. Adanya loyalitas para anggota terhadap kelompoknya.

3. Kesediaan berkorban secara ikhlas dari para anggota baik moril maupun

materil bagi kelangsungan hidup kelompoknya.

4. Adanya rasa bangga dari para anggota kelompok apabila kelompok tersebut

mendapat nama baik dari masyarakat.

5. Adanya letupan emosional/amarah dari para anggota apabila kelompoknya

mendapat celaan, baik itu dilakukan oleh individu ataupun kelompok lain.

6. Adanya niat baik (goodwill) dari para anggota kelompok untuk tetap menjaga

nama baik kelompoknya dalam keadaan apapun.

Setelah rasa memiliki dari setiap anggota kelompok mulai tumbuh dan

berkembang selanjutnya tumbuh suatu kesepakatan bersama yang merupakan

komitmen dari para anggota organisasi/kelompok yang harus ditaati oleh setiap

anggota (karyawan). Kesepakatan bersama yang merupakan komitmen dari

anggota/karyawan ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Kesepakatan bersama terhadap tujuan yang akan dicapai.

2. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai jenis kegiatan yang

(35)

3. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan ketentuan-ketentuan atau

norma-norma yang harus ditaati oleh setiap anggota kelompok. Aturan-aturan

tersebut dapat bersifat tertulis maupun tidak tertulis.

4. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai sarana yang diperlukan

dalam usaha mencapai tujuan tersebut.

5. Kesepakatan bersama para anggota dalam hal menetapkan cara atau metode

yang paling baik untuk mencapai tujuan tersebut.

Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa proses terjadinya

komitmen karyawan terhadap organisasi berbeda. Pada fase awal (initial

commitment), faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap

organisasi adalah karakteristik individu, harapan-harapan karyawan terhadap

organisasi dan karakteristik pekerjaan. Fase kedua disebut dengan commitment

during early employment. Pada fase ini karyawan sudah bekerja selama beberapa

tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi

adalah pengalaman kerja yang ia rasakan pada tahap awal ia bekerja, bagaimana

pekerjaan, bagaimana sistem penggajiannya, bagaimana supervisinya, bagaimana

hubungan dengan teman sejawat atau hubungan dengan pimpinan. Semua faktor

ini akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada

organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada komitmen karyawan pada

awal memasuki dunia kerja. Tahap ketiga disebut dengan commitment during

later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan

dengan investasi, mobilitas kerja, hubungan social yang tercipta di organisasi dan

(36)

B.4 Aspek Komitmen Organisasi

Menurut Mowday, Porter & Steers (1982), komitmen organisasi memiliki

ciri-ciri keyakinan (belief) yang kuat, penerimaan tujuan dan nilai organisasi,

kesiapan untuk bekerja keras dan keinginan yang kuat untuk bertahan dalam

organisasi.

Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan

dengan sejauhmana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan

nilai dan tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan

individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen

karyawan kepada organisasi.

Selanjutnya, Mowday et al (1982) mengemukakan bahwa komitmen

organisasi terbangun apabila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap

yang saling berhubungan terhadap organisasi, antara lain :

1. Identifikasi (identification) yaitu pemahaman atau penghayatan terhadap

tujuan organisasi.

2. Keterlibatan (involvement) yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau

perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah menyenangkan.

3. Loyalitas (loyality) yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempatnya bekerja

dan tinggal.

Berdasarkan uraian diatas, maka aspek komitmen organisasi terdiri dari

(37)

C. Employee Engagement (Keterikatan Karyawan)

C.1 Definisi Employee Engagement

Employee engagement memiliki arti yang berbeda untuk organisasi atau

lingkungan kerja yang berbeda (Garber, 2007). Zigarmi, Kim, Dobie, David &

Jim (2009) menyimpulkan bahwa employee engagement merupakan konsep yang

multidimensional.

Corporate Leadership Council (dalam Zigarmi, Kim, Dobie, David & Jim,

2009) mendefinisikan employee engagement atau yang disebut juga employee

work passion sebagai tingkatan ketika karyawan committed dengan sesuatu atau

seseorang dalam perusahaan dan seberapa keras karyawan bekerja, serta seberapa

lama karyawan bertahan sebagai hasil dari komitmen tersebut. Komitmen dan

employee engagement sangat penting dalam penelitian organisasi mengingat

hubungan positifnya dengan perilaku karyawan yang mendorong retensi dan

kinerja perusahaan (Chalofsky & Krishna, 2009).

Cook (2008) menjelaskan bahwa employee engagement adalah segala hal

tentang keinginan dan kemampuan karyawan untuk memberikan usaha terbaiknya

secara terus menerus dalam rangka membantu perusahaan mencapai sukses.

Engagament dikarakteristikkan dengan hasrat dan energi yang dimiliki karyawan

untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan dengan memberikan pelayanan

kepada pelanggan. Engagement juga dikarakteristikkan dengan karyawan yang

berkomitmen pada perusahaan, percaya akan tujuannya dan bersiap sedia untuk

melakukan yang lebih dari yang diharapkan untuk memberikan pelayanan yang

(38)

memandang perusahaan serta seberapa proaktif karyawan dalam mencapai tujuan

perusahaan yang berkaitan dengan pelanggan, rekan kerja dan stakeholder

lainnya. Karyawan yang engaged merasa terinspirasi oleh pekerjaannya,

pendekatannya berorientasi kepada pelanggan, peduli akan masa depan

perusahaan dan bersedia memberikan usahanya sendiri untuk melihat kemajuan

perusahaan.

“Employee engagement is about getting the absolute best effort from your

employees by making them feel good about the work they do” (Finney,

2008, h.14).

Finney (2008) menjelaskan bahwa employee engagement berkaitan dengan

cara untuk mendapatkan usaha terbaik dari karyawan dengan membuat karyawan

merasa senang dengan pekerjaan yang mereka lakukan.

“Employee engagement is a heightened emotional and intellectual

connection that an employee has for his/her job, organization, manager or coworkers that in turn influences his/her work (Marciano, 2010, h.57).

Marciano (2010) mendefinisikan employee engagement sebagai ikatan

emosi dan intelektual yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaan, organisasi,

atasan dan rekan kerja yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Berdasarkan

definisi tersebut maka target employee engagement dibedakan menjadi empat area

yang berbeda yaitu pekerjaan, perusahaan, manager dan rekan kerja.

Kahn (1990) mendefinisikan employee engagement sebagai keadaan

dimana anggota dari sebuah organisasi mengidentifikasi diri dengan pekerjaannya.

Dalam engagement, seseorang akan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif

dan emosional selama menunjukkan kinerja (performance) mereka. Aspek

(39)

karyawan mengenai organisasi tersebut, para pemimpinnya dan kondisi kerja.

Aspek emosional meliputi bagaimana perasaan karyawan terhadap organisasi dan

pemimpinnya. Sedangkan aspek fisik meliputi energi fisik yang dikeluarkan oleh

karyawan dalam melaksanakan tugas/peran yang dimiliki dalam organisasi.

Engagement meliputi kehadiran baik secara fisik maupun psikologis saat

melaksanakan peran organisasional.

Schaufeli (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai keadaan

pikiran yang positif dengan karakteristik vigor, dedication dan absorption. Vigor

adalah level energi dan resiliensi yang tinggi, adanya kemauan untuk investasi

tenaga, presistensi dan tidak mudah lelah. Dedication adalah keterlibatan yang

kuat ditandai dengan antusiasme, rasa bangga dan inspirasi. Absorption adalah

keadaan terjun total (total immersion) karyawan yang dikarakteristikkan dengan

cepatnya waktu berlalu dan sulitnya memisahkan seseorang dari pekerjaannya

(Saks, 2006).

Berdasarkan uraian diatas, maka employee engagement dapat didefinisikan

sebagai suatu kondisi dimana karyawan bersedia untuk melibatkan diri dan

mengerahkan seluruh kemampuan dalam melakukan pekerjaannya untuk

mencapai hasil yang maksimal.

C.2 Dimensi Employee Engagement

Berdasarkan penelitiannya tentang employee engagement, Marciano

(2010) mengidentifikasi lima dimensi dimana seorang karyawan dapat

memperoleh penghargaan (respect) yang pada gilirannya akan meningkatkan

(40)

Perasaan memiliki organisasi yang terpandang memberikan dampak yang

dahsyat terhadap human capital dan employee engagement, bahkan akan

muncul group engagement. Perasaan ini dapat menjadi penyangga timbulnya

burnout pada karyawan. Karyawan akan memiliki rasa bangga terhadap

perusahaan tempat mereka bekerja dan menghormati/menghargai sesama

pekerja. Visi, misi, nilai-nilai, tujuan, kebijakan dan tindakan organisasi

menggambarkan kepeduliannya terhadap karyawan. Karyawan akan bangga mengatakan “Saya bekerja di organisasi ini”.

2. Dimensi Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam hal ini khususnya menyangkut atasan langsung,

keyakinan bahwa atasannya kompeten dan bertindak etis, mampu mengambil

keputusan yang baik dan memperlakukan bawahan secara adil. Marciano

(2010) menyatakan bahwa semakin karyawan itu hormat terhadap atasannya,

maka semakin engaged pula karyawan itu dalam pekerjaannya. Karyawan

akan bekerja keras jika atasan kompeten dan bekerja keras. Atasan yang

dipromosi secara internal seringkali lebih dihargai/dihormati dan kredibel

karena mereka pernah melaksanakan tugas-tugas bawahannya. Dengan

demikian mereka mampu memberikan bantuan ketika diperlukan dan akan

lebih mengena pada saat memberikan corrective feedback dan melakukan

penilaian kinerja bawahannya. Atasan demikian akan lebih mampu menangani

hal penting secara benar bila terjadi oposisi. Karyawan juga merasakan bahwa

atasannya siap sedia untuk menghadapi pimpinan tertinggi demi kebaikan tim

dan organisasi dan mampu melakukan advokasi terhadap bawahan. Dalam

(41)

mencapai tujuan. Atasan yang adil, dapat dipercaya, jujur, commit, memiliki

keterampilan komunikasi dan mampu membangun hubungan positif dengan

karyawan, menguatkan employee engagement.

3. Dimensi Anggota Tim

Tim yang sangat produktif selalu memiliki semboyan saling menghormati dan

menghargai diantara anggota tim. Produktivitas merupakan hasil kerjasama

antar anggota kelompok secara kohesif dan sinergik. Bila karyawan dapat

menghargai rekan kerja, mereka juga akan meningkatkan usahanya.

Kehilangan kehormatan dan penghargaan akan menciptakan frustrasi dan

disengagement, disamping itu muncul disfungsi dan penurunan produktivitas.

4. Dimensi Pekerjaan

Karyawan yang merasa diminta melakukan pekerjaan yang tidak bermakna

dan jauh dibawah keterampilan yang dimilikinya, tentu akan melemahkan

engagement. Karyawan hendaknya mendapatkan pekerjaan yang menantang,

bermakna dan memberikan hasil. Semakin tinggi pekerjaan menuntut

karyawan menggunakan keterampilannya, semakin menantang dan

meningkatkan engagement terhadap pekerjaan tersebut. Keberhasilan

menyelesaikan tugas yang menantang memberikan perasaan bangga. Di pihak

lain, merekrut karyawan yang overqualified juga tidak menguntungkan karena

karyawan akan merasa melakukan tugas dibawah kemampuannya, segera

merasa bosan dan secepatnya meningglkan perusahaan apabila mendapatkan

kesempatan. Semakin sejalan tugas seorang karyawan dengan tujuan

(42)

apa yang dikerjakannya memang berarti terhadap pencapaian tujuan organisasi

dan relevan terhadap misi organisasi.

5. Dimensi Individual

Semakin karyawan merasa dihargai, dihormati dan dianggap penting maka

semakin tinggi pula tingkat employee engagement. Karyawan ingin bekerja

pada organisasi yang jujur, yang memperlakukan karyawan secara adil,

hormat dan penuh pertimbangan. Sebagai akibatnya, organisasi akan

mendapatkan karyawan yang loyal dengan tingkat engagement yang tinggi.

Dalam kondisi sulit, terdapat kata-kata yang menyakitkan bagi karyawan seperti “Kamu seharusnya merasa beruntung karena mendapatkan pekerjaan

ini”. Marciano (2010) mencontohkan perusahaan Mannington yang

menguatkan employee engagement dalam visi, misi dan nilai yang dianutnya.

Nilai yang diutamakan adalah saling memberikan perhatian, menghargai dan

menghormati hak setiap orang dan selalu menciptakan suasana yang adil.

Bekerja dengan benar demi kepentingan bersama dan tidak memutarbalikkan

kebenaran.

C.3 Keuntungan Dari Karyawan Yang Engaged

Marciano (2010) menemukan beberapa faktor yang diasosiasikan dengan

level engagement yang tinggi, antara lain :

a. Produktivitas yang meningkat

b. Profit yang meningkat

c. Kualitas kerja yang lebih tinggi

d. Efektivitas yang tinggi

(43)

f. Berkurangnya tingkat ketidakhadiran (absensi)

g. Berkurangnya pencurian dan penipuan

h. Tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi

i. Tingkat kepuasan kerja karyawan yang lebih tinggi

j. Menurunnya tingkat kecelakaan kerja

k. Menurunnya keluhan Equal Employment Opportunity (EEO). EEO adalah

perlakuan terhadap karyawan dalam segala aspek ketenagakerjaan seperti

perekrutan, promosi, pelatihan, dll dalam cara yang adil dan tidak melihat latar

belakang.

Karyawan yang memiliki engagement merasa bersemangat, secara efektif

terlibat dalam kegiatan kerjanya dan melihat dirinya mampu memenuhi tuntutan

pekerjaannya (Schaufeli, dalam Babcock-Roberson & Strickland, 2010).

Karyawan yang engaged dengan pekerjaannya selain produktif juga dapat

membuat perusahaan berfungsi dengan baik (Babcock-Roberson & Strickland,

2010). Hasil penelitian Engelbrecht (2006) menunjukkan bahwa karyawan yang

engaged mampu membangkitkan energi dan tetap mempertahankan semangatnya

meskipun berada ditengah-tengah lingkungan kerja yang memiliki moral rendah

dan menyebabkan frustasi, ia akan mengerjakan apa yang harus dikerjakan,

memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya dan merasa bahagia atas apa yang ia

kerjakan.

D. Gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

(44)

usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha

Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan

karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit

(Kernel) dan produk hilir karet.

Sejarah Perseroan diawali dengan proses pengambil alihan

perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958 yang

dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi

Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Tahun 1968, PPN direstrukturisasi menjadi

beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang selajutnya pada

tahun 1974, bentuk badan hukumnya diubah menjadi PT. Perkebunan (Persero).

Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan usaha perusahaan BUMN,

Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan melakukan

penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur

organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3

(tiga) BUMN Perkebunan disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Selanjutnya melalui Peraturan

Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996, ketiga perseroan tersebut

digabung dan diberi nama PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang

berkedudukan di Medan, Sumatera Utara.

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memiliki 32 unit usaha kebun

sebagai berikut : Sei Mangkei, Aek Nabara Utara, Merbau Selatan, Gunung

Pamela, Sei Meranti, Rantau Prapat, Labuhan Haji, Sei Baruhur, Sei Daun,

Torgamba, Aek Torop, Ambalutu, Bandar Selamat, Membang Muda, Gunung

(45)

Batang Toru, Hapesong, Pulau Mandi, Sei Dadap/Hessa, Huta Padang, Sungai

Silau, Sungai Putih, Tanah raja, Sarang Ginting, Silau Dunia, Rambutan/Sei

bamban, Bukit Tujuh.

Pengelolaan BUMN terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu

sejalan dengan tujuan BUMN sebagai perusahaan yang memiliki daya saing dan

daya cipta tinggi sehingga diharapkan akan mampu unggul di pasar global dengan

selalu mempertimbangkan peluang dan tantangan yang dihadapi pada saat ini.

Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk optimalisasi pemberdayaan

atau sinergi antar BUMN perkebunan adalah dengan menjadikan PTPN III

sebagai holding company untuk ke-14 PTPN dan PT. RNI yang diperkirakan

sudah dapat terlaksana pada tahun 2012. PTPN III dipilih sebagai holding

company karena dianggap unggul dalam penanganan bisnis dan pengalaman

mengurus anak usaha (Desyani, 2012). Tolak ukurnya dapat dilihat dari

keuntungan yang dicapai PTPN III pada tahun 2011 yakni sebesar 1,2 triliun (Jay,

2012). Perubahan yang dialami oleh PTPN III ini termasuk dalam perubahan

revolusioner karena diharapkan dapat terealisasi secepatnya dan mempengaruhi

seluruh level dalam organisasi yang meliputi perusahaan, divisi, fungsi kelompok

kerja dan individu.

E. Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah

Penelitian Ahmad (2000), Armstrong-Stassen (1997), Olson & Tetrick

(1988) tentang dampak dari perubahan organisasi menemukan bahwa karyawan

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dengan adanya ekstrakurikuler di sekolah serta budaya sekolah yang baik memiliki dampak besar bagi siswa di sekolah, maka ekstrakurikuler dan budaya

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan intelektual dan motivasi belajar secara bersama-sama terhadap prestasi belajar

Cocokan jawaban/fakta dengan aturan (tabel 2 pada kolom gejala) yang sudah ditentukan. Jika ditemukan sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan maka dihasilkan

Nilai konsumen yang dipersepsikan lebih unggul adalah ketika bauran pemasaran yang ditawarkan oleh perusahaan dirasakan lebih tinggi oleh pasar sasaran dibandingkan

pembelajaran berbasis web pada Mata Kuliah Kapita Selekta Kimia Sekolah terhadap peningkatan kemampuan IMLR mahasiswa calon guru kimia di salah satu Lembaga Pendidikan

Pada pertanaman pertama, inovasi teknologi yang digelar adalah varietas unggul yang baru dilepas seperti varietas Bima 19 Uri, Bima 20 Uri, Bima 16, Bima Putih 1, Hibrida Provit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Nilai rata-rata postes hasil belajar IPS Terpadu pada kelas yang diberikan metode pemanfaatan lingkungan sebagai model

Sumber daya manusia tak akan pernah kalah terhadap mesin sudah terbukti dengan apa yang dilakukan Elon Musk,semua wacana yang ada masih saja menjadi ancaman besar semu yang belum