• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum Islam terhadap pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH hak pengusahaan hutan dalam hukum positif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum Islam terhadap pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH hak pengusahaan hutan dalam hukum positif"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN KAYU HUTAN OLEH PEMEGANG HPH (HAK PENGUSAHAAN HUTAN)

DALAM HUKUM POSITIF

SKRIPSI

Di ajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Isalam (SHI)

Oleh :

SABARULLAH NIM: 203044101794

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PRODI AL AKHWAL AL SYAKHSYIYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN KAYU HUTAN OLEH PEMEGANG HPH (HAK PENGUSAHAAN HUTAN)

DALAM HUKUM POSITIF

Skripsi

Di ajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Isalam (SHI)

Oleh :

SABARULLAH NIM: 203044101794

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dedy Nursamsi, SH. M.Hum Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum NIP: 150 264 001 NIP: 150 276 289

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PRODI AL AKHWAL AL SYAKHSYIYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah………...…………1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………...………….10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...………...11

D. Metode Penelitian ………...………....12

E. Tinjauan (Review) kajian Terdahulu .………13

F. Sistematika Penulisan………15

BAB II PINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM TERHADAP HUTAN A. PengertianHukum Islam ………..17

B. Pengertian Hutan ………...………. .20

C. Pembagian Hutan …………...……….…..22

D. Fungsi Hutan dan manfaat...……….….27

E. Konsepsi Islam dalam Pemanfaatan Kayu Hutan ....……….30

BAB III PEMANFAATAN KAYU HUTAN OLEH PEMEGANG HPH (HAK PENGUASAAN HUTAN) DALAM HUKUM POSITIF A. Dasar Hukum Pemanfaatan Kayu Hutan………..…….34

B. Izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH)……….…36

C. Pemanfaatan Kayu oleh pemegang Hak Penguasahaan Hutan (HPH)...39

(4)

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN KAYU HUTAN OLEH PEMEGANG HPH DALAM HUKUM POSITIF

A. Tujuan Pemanfaatan Kayu Hutan Dalam Hukum Positif Persfektif

Hukum Islam……….…….55

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pelanggaran HPH Dalam

Hukum Positif………63

C. Kesesuaian Konsep Hukum Islam Tentang Pemanfaatan kayu

Hutan Yang Diatur Dalam Hukum Positif……….69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……….……..76

B. Saran-saran ..……….……78

DAFTAR PUSTAKA ………81

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diwajibkan Allah menjaga

kelestarian alam. Kewajiban ini merupakan tuntutan serius yang tidak dapat di

tawar-tawar lagi. Sebab, kalau kita berbicara masalah kelestarian alam, itu berarti

membincangkan tentang kelangsungan hidup sekian banyak makhluk yang ada di

alam ini.

Malaikat sebenarnya sudah merasa khawatir akan eksistensi manusia yang

akan menempati bumi sekaligus menjadi penguasa. Hal ini dijelaskan dalam surat

Al-Baqarah ayat 30, yang berbunyi:

!" # $%& ' ( )

$ *+, ) -+#.& /01 2. ) 3 ﻡ+ $ 1ی) 6 +1 ی 2ﻡ 6

ﻡ 7

'

8 #

)

9:,0

;

<

=

>?

@

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:

‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 30)

Kekhawatiran Malaikat berkisar pada kelakuan manusia yang hanya akan

(6)

bahwa manusia mempunyai potensi destruktif di muka bumi yang sudah

diprediksikan oleh malaikat. 1

Allah sebagai Zat yang Maha Tahu dan Maha Kuasa berfiman dalam surat

Al-Baqarah ayat 31;

' , !" # A

76B: C7D 6CE 3 #ﺱ GH 3 7C )

I0

JKL 3 #ﺱ &

2 H M 7NOE 8 3

)

9:,0

;

<

=

>P

@

Artinya: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!". (Q.S. Al-Baqarah/2: 31)

Ayat di atas menjelaskan proses allama yaitu pengajaran kepada Adam

tentang segala hal agar ia mampu tampil lebih, bahkan dibanding malaikat

sekalipun, sehingga manusia mampu menguasai ilmu pengetahuan yang berguna

bagi kelangsungan hidup dan kehidupan.

Proses allama yang membuat manusia berilmu dan berperadaban tinggi justru

cenderung disalahgunakan, bukan untuk kesejahteraan bumi dan seisinya tetapi

sebaliknya untuk tujuan-tujuan sesaat demi kepentingan pribadi. Dengan ilmu dan

teknologi yang semakin maju manusia justru menggunakannya sebagai alat untuk

mengeksploitasi sumber daya alam.2

1

. Safaat Setiawan, Islam dan Lingkungan, (Jakarta: Jurnal Pusat Studi kependudukan dan lingkungan Hidup, 2002), No.1,Vol.3, h.9

2

(7)

Manusia saat ini terlalu terbuai atas perannya sebagai makhluk yang

dimanjakan oleh Allah. Dapat kita lihat dalam surat Al-Baqarah Ayat 29;

3 #C1 A Q Nﺱ C7D

#

ﻡ 7! R STC L

7

U3 V !& L) UW #ﺱ X0ﺱ C2L C 1

)

9:,0

;

<

=

<Y

@

Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. Al-Baqarah/2: 31)

Allah menjadikan semua yang ada di bumi untuk manusia, karena itu manusia

menjadi lupa bahwa sebenarnya semua yang diciptakan di atas bumi ini telah

berdasarkan pada aturan-aturan tertentu yang seimbang. Seolah sebagai suatu

sistem, semua makhluk di bumi akan dapat lestari apabila berjalan dengan

keseimbangan dan kestabilan..3

Sebagai Negara tropis, Indonesia memiliki hutan hujan tropis terbesar ketiga

di dunia. Hutan Indonesia merupakan asset nasional yang memiliki nilai strategis

terhadap pembangunan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hutan Indonesia yang

luas merupakan kekayaan alam yang nilainya sangat tinggi, karena didalamnya

terkandung beberapa potensi.4

Sektor kehutanan menjadi salah satu aset devisa Negara selain minyak bumi

dan pertambangan yang selama ini menjadi tulang punggung pendapatan

3

. Ibid, h. 10

4

(8)

Indonesia. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejak tahun 1960-an ketika untuk

pertama kali kayu diekspor, dan sejak itu sektor ini menjadi andalan untuk

mendapatkan devisa dan menjadi salah satu jalan pintas yang paling potensial

untuk menggerakkan roda perekonomian.5 Hal ini dapat dimaklumi mengingat kebutuhan biaya yang sangat besar untuk pembangunan dan didukung dengan

besarnya keuntungan yang dapat diraih dan daya serap tenaga kerja semakin

menguatkan legitimasi beroperasinya modal besar di sector tersebut.

Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan

manusia. Meskipun Islam tidak melarang memanfaatkan alam, Islam menetapkan

aturan mainnya. Agama Islam memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan

alam dengan cara yang baik dan menjadi manusia bertanggung-jawab dalam

melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya.6

Penebangan hutan industri (Industrial Logging) yang tidak terkontrol selama

puluhan tahun telah menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan tropis dalam

skala masif. Tutupan hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang

sangat mengkhawatirkan. Sebagian besar hutan produksi dalam keadaan rusak

parah dan hutan-hutan tropis asli hanya tersisa di kawasan-kawasan konservasi

seperti Taman Nasional, Hutan Lindung dan Cagar Alam.7

5

. Mofit Saptono Soeparman, Islam dan Lingkungan, (Jakarta: Jurnal Pusat Studi kependudukan dan lingkungan Hidup, 2002), No.1,Vol.3, h.13

6

. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, (Jakarta, Dar Asy-Syuruq, 2001), Cet. Ke I, h. 27

7

(9)

Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber

kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, maka dari itu harus

dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari dan diurus

dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, professional serta bertanggung

jawab.

Quraisy Sihab dalam analisanya mengenai lingkungan hidup menyatakan

bahwa hubungan manusia, alam dan Allah haruslah dipahami sebagai suatu yang

integral. Manusia dijadikan sebagai khalifah Allah adalah untuk mengelola alam

ini, oleh karena itu ia melihat bahwa hubungan manusia dan alam bukanlah

hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan, tetapi hubungan itu haruslah

diartikan sebagai ketundukan dan ketaatan secara bersama kepada Allah, karena

pada hakekatnya yang menaklukan alam ini bukan manusia sendiri tetapi Allah

yang menaklukan alam ini untuk manusia.8

Melihat realitas saat ini menunjukan bahwa manusia tidak lagi berpikir

sebagaimana disebutkan di atas. Fenomena kerusakan hutan sebagai penjaga

keseimbangan alam yang terjadi saat ini telah membuktikan hal itu. Berbagai

pembakaran hutan, penebangan kayu secara liar, pencurian kayu-kayu hutan, juga

penjarahan dengan paksa, pembukaan lahan-lahan baru secara liar dan banyaknya

8

(10)

konglomerat nakal yang hanya meraup keuntungan material belaka telah

membuat keseimbangan alam ini menjadi hancur.9

Eksploitasi yang berlebihan, ditambah dengan lemahnya pengawasan dan

pengelolaan hutan, telah mengakibatkan degradasi sumber daya hutan meningkat

secara signifikan.10 Kenyataannya sampai saat ini dapat dilihat bahwa eksploitasi nilai-nilai komersil yang bisa didapatkan dari sektor kehutanan tidak diikuti

dengan tindak pengelolahan hutan sebagai fungsi ekologi, hal ini sering

terlupakan bahwa hutan masih mempunyai fungsi lain yang harus dipertahankan

keberadaannya.

Para pemasok kayu berlomba untuk mengejar permintaan dunia yang tidak

habis-habisnya terhadap bahan-bahan sekali pakai yang harganya rendah, seperti:

kertas, popok bayi, rak buku dari bilah-bilah papan, dan tangkai es krim. Negara-

Negara industri telah terbiasa membayar bahan-bahan mentah dengan harga

murah. Perusahaan-perusahaan penebangan kayu bersaing untuk memasok pabrik

semurah mungkin. Kadangkala mereka dibantu pemerintah yang memungkinkan

mereka untuk membanjiri pasar dengan kayu murah. 11

Di beberapa tempat para pembalak menebang pohon secara selektif dengan

memilih pohon yang paling berharga dan membiarkan yang lainnya. Walau cara

penebangan seperti ini dapat dilakukan dengan cara sedikit menimbulkan bahaya

9

. Ibid, h. 21

10

. Efendi, Pesan Tuhan Lestarikan Hutan & Sikap Menghadapi Bencana Alam., h.xiv

11

(11)

bagi hutan, tetapi proses penumbangan pohon-pohon itu sering merusak atau

memusnahkan pohon dan tanaman-tanaman lain. Selanjutnya, ketika para

penebang membangun jalan untuk mengangkut kayu, mereka membuka kawasan

hutan yang luas. Seringkali selama pembangunan jalan melintasi sebuah hutan

tropik yang memakan waktu berminggu-minggu, hutan di kedua sisi jalan akan di

tebang dan digantikan dengan lahan pertanian dan perkebunan. 12

Akibat yang ditimbulkan dari kerusakan itu ternyata membawa dampak yang

sangat merugikan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Kerusakan hutan itu

akhirnya menimbulkan banjir, tanah longsor, polusi udara, bahkan terancamnya

kehidupan satwa-satwa yang amat penting bagi penjaga kestabilan rantai

makanan. Perusakan hutan berdampak pada kerugian baik dalam aspek ekonomi,

ekologi, maupun sosial budaya13

Hutan bermanfaat sebagai pelindung tanah dari erosi, penyedap

karbondioksida dan memproduksi oksigen dan sumber kekayaan keanekaragaman

hayati, plasmanutfah dan kekayaan genetik14. Jika pemanfaatan hutan dilakukan secara berlebihan maka manfaat itu akan hilang, dan kita akan akan membayar

mahal untuk pemulihannya kembali. Penutupan vegetasi alam memainkan

peranan penting dalam megatur perilaku drainase air, terutana "efek spons" yang

12

Ibid, h. 10

13

Sukardi, Ilegal logging dalam perpektif Politik hukum pidana (kasus Papua), (Yogyakarta: Universitas Yogyakarta Press, 2005), h.73

14Pengenalan Ekosistem Pegunungan Untuk Peningkatan Kepedulian Masyarakat

, (Jakarta; Gunung Menara Air Kita, 2002) h. 16

(12)

menyekap air hujan, dan air itu ditahan oleh hutan dan padang rumput alam

sehingga mengalir keluar dengan lambat dan merata ke dalam sistem sungai,

mengurangi kecenderungan banjir pada periode hujan lebat dan melepaskan air

terus-menerus selama periode musim kemarau. Fungsi ini hilang apabila vegetasi

kawasan tangkapan di dataran tinggi menjadi rusak.15

Tahun 1999 setelah otonomi daerah dimulai, pemerintah daerah

membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak

pengusahaan hutan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan

aktifitas penebangan hutan tanpa izin oleh kelompok masyarakat yang dibiayai

cukong dan dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan.16

Dengan diambilnya bahan baku kayu untuk industri pulp dari hutan alam

maka tekanan terhadap hutan alam semakin besar, sebelumnya, sejak adanya

larangan ekspor kayu bulat pada tahun 1980, di Indonesia telah booming

pembangunan industri kayu lapis, industri kayu gergajian dan kemudian industri

pengelohan kayu hilir. Perkembangan industri perkayuan yang sangat pesat

menyebabkan kapasitas total industri perkayuan Indonesia melampaui

kemampuan hutan produksi untuk menyediakan bahan baku secara lestari.17

15 Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi Di Daerah Tropika,

(Yogayakarta; Gajah Mada University Pers, 1990), h. 9

16

. Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, (Jakarta: Yayasan Amanah dan Ufuk, 2006), Cet. Ke I, h. 133-134

17

. Togu Manurung dan Hendrikus H. Sukaria, Lembar informasi Forest Watch Indonesia “Ancaman Terhadap Hutan Alam Indonesia”, (Bogor, Forest Watch Indonesia), h.2

(13)

Kebutuhan industri dan konsumsi lainnya saat ini diperkirakan sebesar 60 juta

m³ pertahun, sementara kemampuan suplai lestari hanya sekitar 22 juta m³,

sehingga terdapat kesenjangan sebesar 30-40 juta m³ pertahun. Kesenjangan

tersebut sebagian telah dipenuhi dengan kegiatan penebangan liar.18

Pelaksanaan sistem konsesi HPH ini merupakan tindakan perampasan

terhadap hak-hak masyarakat adat atas hutan yang berada di wilayah adatnya.

Interaksi masyarakat dengan hutan yang harmonis kemudian berubah setelah

masuknya gergaji mesin (Chain Shaw) milik para cukong (tauke) kayu. Jumlah

gergaji yang beroperasi di dalam hutan semakin lama semakin meningkat dengan

pesat seiring dengan meningkatnya industri penggergajian kayu.19

Kepentingan modal mengeksploitasi habis sumber daya hutan. Pihak pertama

dan terutama yang menjadi korban atas kesewenang-wenangan ini adalah

masyarakat adat yang mendiami dan menggantungkan hidupnya dari hutan-hutan

alam. Mereka tercabut dari akarnya, kehilangan sumber hidup, kepastian hidup

dan dipaksa menjadi pengungsi di tanahnya sendiri.20

Hubungan masyarakat dengan bumi, tanah serta seluruh kekayaan yang ada di

dalam dan di atasnya terjalin begitu mesra. Mereka membatinkan hingga tataran

iman bahwa tanah tempat leluhurnya bersemayam adalah Ibu-Ibu Bumi.

18

. Walhi, Tanah Air Majalah Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta: Edisi 01 tahun 2007, h.

19

. Menuju Kepunahan Masyarakat Adat, (PekanBaru: Berita Jikalahari, Vol. 3 No.8 April 2005), h. 12

20

(14)

Misalnya saja dalam konsep ruang hidup masyarakat Amungme tanah leluhurnya

dimaknai sejalan anatomi tubuh seorang Ninggok (ibu). Dimana bagian elevasi

tertinggi disamakan dengan kepala ibu, ini termasuk puncak-puncak gunung

tertinggi di kawasan teritori mereka, karena merupakan wilayah sakral, yang tidak

boleh diganggu gugat. Zona dibawahnya adalah tubuh ibu dari leher hingga pusar,

adalah kawasan perbukitan dibawah elevasi gunung-gunung tertinggi atau disebut

juga kawasan menamorin. Dari rahim ibu inilah berawal kehidupan dan air susu

ibu. Zona ini merupakan zona ekonomi yakni sebagai pusat kehidupan tempat

masyarakat Amungme tinggal dan bekerja. Zona selanjutnya yakni kaki bukit dan

hamparan dataran rendah adalah tubuh ibu dibawah pusar.21

Selama masyarakat di sekitar dan di dalam hutan tidak mempunyai lapangan

kerja yang pasti dan selama alternatif lain tidak tersedia, maka ancaman dan

gangguan hutan berupa penebangan liar akan terus berlangsung. Hal ini tidak lain

karena dalam keadaan krisis multi dimensi yang tidak kunjung selesai ini,

ternyata hutan kayu merupakan komoditi yang paling likuid untuk cepat

memperoleh hasil dan atau keuntungan besar.22

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan “Pemanfaatan

hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, bertujuan untuk

21

. Walhi, Tanah Air, No.5, ThXVIII/1998, h.30

22

(15)

memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara

berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa sangat perlu untuk

mencoba meneliti dan mencoba memecahkan permasalahan tersebut. Untuk itu

penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul: “TINJAUAN HUKUM

ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN KAYU HUTAN OLEH

PEMEGANG HPH (HAK PENGUASAAN HUTAN) DALAM HUKUM POSITIF”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini dibatasi hanya pada

pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam hukum positif ditinjau dari

hukum Islam.

Dari pembatasan tersebut di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH harus berjalan dengan

ketentuan yang ada jika memang ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan

oleh pengusaha maka harus ditindak tegas oleh pemerintah berdasarkan peraturan

yang ada. Pengusaha hutan haruslah memikirkan kelestarian hutan dengan

melakukan penanaman kembali pada lahan yang telah ditebang pohonnya. Agama

Islam pun memerintahkan demikian, karena hutan untuk kepentingan orang

(16)

Dari rumusan di atas, dapat diajukan pertanyaan yang akan diteliti sebagai

berikut:

1. Bagaimana tujuan pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam

hukum positif.

2. Bagaimana tata cara pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam

hukum positif?

3. Apa Sanksi pelanggaran pemanfaatan kayu hutan dalam hukum positif?

4. Apakah pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam hukum

positif sejalan dengan hukum Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam

hukum positif.

2. Untuk mengetahui sanksi pelanggaran pemanfaatan kayu hutan dalam

hukum positif.

3. Untuk mengetahui tatacara pemanfaatan kayu hutan secara sah.

4. Untuk mengetahui adakah kesesuaian konsep hukum Islam dengan hukum

positif dalam hal pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH.

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Menyumbangkan pemikiran berupa gagasan buah pikir sebagai hasil

(17)

penulis sebgai mahasiswa terhadap masalah-masalah lingkungan yang

berkembang di sekitar kita.

2. Memberikan sumbangan wacana pemikiran serta motivasi kepada

pemerintah dalam menerapkan peraturan-peraturan yang berkenaan

dengan pemanfaatan kayu hutan.

3. Selain itu, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan referensi

bagi mahasiswa lain sebagai landasan pengembangan ilmu dan semoga

dapat bermanfaat bagi umat Islam seluruhnya

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada skripsi ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian

yang mendeskripsikan dan menganalisis kejadian atau peristiwa pada

suatu kondisi tertentu yang bersifat factual dan akurat.

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu

data yang tidak disuguhkan dalam bentuk angka-angka. Dalam hal ini data

tersebut berupa pemikiran, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tantang Kehutanan, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

495/Kpts-II/1989 telah ditetapkan ketentuan dan tata cara pemanfaatan kayu,

Peraturan Pemerintah mengenai HPH (Hak Pengusahaan Hutan), serta

berbagai pendapat ahli kehutanan serta data lain yang ada relevansinya

(18)

3. Teknik Pengumpulan Data dan sumber Data

Teknik penguimpulan data yang dipakai dalam skripsi ini adalah studi

dokumentasi, dalam hal ini penelitian kepustakaan (Library Research).

Sedangkan sumber data yang digunakan diantaranya adalah:

a. Sumber data primer, antara lain ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-hadits

Nabi yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas. Termasuk

sumber data primer juga adalah buku mengenai kaidah-kaidah hukum

Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan.

b. Sumber data sekunder, antara lain buku-buku tafsir yang digunakan

dalam memahami ayat Al-Qur’an dan beberapa buku karangan pakar

yang ada kaitannya dengan masalah yang dikaji

c. Sumber Data Tersier, yaitu pendapat-pendapat dari kalangan

LSM-LSM dan Pencinta Alam yang sesuai dengan masalah yang dikaji.

Seperti Walhi, Telapak, Kelompok Pencinta Alam Arkadia dan

lain-lain.

Adapun teknik penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2007 yang di terbitkan oleh UIN Jakarta perss.

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Adapun kajian pustaka yang telah ada dalam masalah yang bersangkutan

(19)

1. Nurdin, “ Pandangan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pencemaran

dan Perusakan Lingkungan Hidup”, 2006, Prodi Pidana Islam Jurusan

Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negari

Jakarta.

Hukum pidana dalam menitik beratkan pada penegakan kepentingan umum dan berupaya memelihara kelima hal pokok yaitu: Agama, jiwa,

akal, keturunan dan harta. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup

adalah perbuatan pidana yang melanggar perintah Allah untuk menjaga

kelestarian alam yang merupakan tugas manusia sebagai khalifah di muka

bumi, karena hal tersebut dapat mengancam keselamatan jiwa manusia

dan kelangsungan hidup manusia, untuk itu para pelaku pencemaran dan

perusakan lingkungan hidup dikenakan sanksi hukum berupa hukuman

ta’zir. Dengan menggunakan UU Nomor 23 Tahun 1997 dijelaskan bahwa

pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dilarang dan pelaku dikenai

hukuman (sanksi).

2. Siti Zulfah, “Tindak Pidana Illegal Logging erspektif Hukum Islam dan

Hukum Positif., 2006, Prodi Pidana Islam Jurusan Jinayah Siyasah,

Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negari Jakarta.

Illegal Logging diqiyaskan dengan pencurian karena sama-sama perbuatan

yang mengambil sesuatu yang bersifat harta atau lainnya tanpa izin dari

pemiliknya dikenai hukuman had. Illegal Logging sebagai praktek

(20)

perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hkum Indonesia, yang terjadi

di kawasan hutan konversi, lindung dan produksi.

3. Deden Sundar “Tijauan Hukum Islam dan Hkum Positif Terhadap

Lingkungan Hidup”, 2005, Jurusan Perbandingan Madzhab Hukum,

Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negari Jakarta.

Lingkungan hidup apabila keseimbangannya sudah terganggu sangat

berpengaruh sekali terhadap kehidupan masyarakat, hewan dan tumbuhan

baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam UU Nomor 23 Tahun

1997 tentang lingkungan hidup berisi tentang bagaimana memelihara

lingkungan agar keseimbangannya tetap terjaga dari kerusakan dan

pencemaran..

F. Sistematika Penulisan

Adapun mengenai sistematika penulisan, dalam hal ini peneliti membaginya

dalam lima bab yang secara garis besar adalah sebagai berikut:

BAB PERTAMA PENDAHULUAN

Menguraikan tentang: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Kajian

Penelitian Terdahulu dan Sistematika Penulisan

BAB KEDUA PINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM TERHADAP HUTAN

Menguraikan tentang: Pengertian Hukum Islam, Pengertian Hutan,

Pembagian Hutan, Fungsi Hutan dan Konsepsi Islam dalam Pemanfaatan

(21)

BAB KETIGA PEMANFAATAN KAYU HUTAN OLEH PEMEGANG HPH

(HAK PENGUASAAN HUTAN) DALAM HUKUM POSITIF

Menguraikan tentang: Dasar Hukum Pemanfaatan Kayu Hutan, Izin Hak

Pengusahaan Hutan (HPH), Pemanfaatan Kayu Hutan oleh Pemegang Hak

Pengusahaan Hutan (HPH) dan Sanksi Pelanggaran HPH

BAB KEEMPAT ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN

KAYU HUTAN OLEH PEMEGANG HPH DALAM HUKUM POSITIF

Menguraikan tentang: Tujuan Pemanfaatan Kayu Hutan Dalam Hukum Positif

Persfektif Hukum Islam, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi

Pelanggaran HPH Dalam Hukum Positif dan Kesesuaian Konsep Hukum

Islam Tentang Pemanfaatan kayu Hutan Yang Diatur Dalam Hukum Positif

BAB KELIMA PENUTUP

(22)

BAB II

PINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM TERHADAP HUTAN F. Pengertian Hukum Islam

Islam merupakan risalah atau ajaran yang disampaikan Allah kepada Nabi

Muhammad Saw sebagai petunjuk seluruh manusia dalam menyelenggarakan

kehidupan di bumi dan mengatur hubungan serta tanggung-jawab secara vertical

kepada Allah dan secara horizontal kepada dirinya, masyarakat serta alam

semesta.23

Menurut Islam alam bukan hanya benda yang tidak berarti apa-apa selain

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Alam dalam pandangan Islam

adalah tanda kekuasaan Allah. Alam memberikan jalan bagi manusia untuk

mengetahui keberadaan-Nya.24 Allah berfirman;

 ! "

#$

%&

 !

'%

(&

) *

+ , )-

.

?

/012

!4

5

1

6789

+ : 49

;.< =9!

>?@ !ABC

D

EF./G

HI %

9J

9K1L

M1N

O

I5P

!Q 4R

ST7 5L U

+ %V2&W : 4

?

%V=

X

H/25

23

. Ahmad M. Saefuddin, Etos IslamTentang Alam dan Kehidupan, (Jakarta: Makalah pada seminar tentang Islam untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan Hidup Dalam Rangka pembinaan ketahanan nasional, Litbang Agama Depag – LP3ES, Tanggal 10-11Pebruari 1983), h. 40

24

(23)

;.Y<

8

Z9[

\]A V^

%

5LY

_ /(8!

`HI %V=> 

Wacd%Y

e1

f+1L

M1N

O

I5P

g0@ 4R

ST7 5L U

+

?hL

4

Z

.O

;

P[=P?

-P<

@

Artinya:Dia-lah, yang Telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.Dan dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya). (QS. An-Nahl/16: 10-12)

Para ulama mengelompokkan Jinayah dengan melihat kepada sanksinya

menjadi tiga bagian yaitu:

1. Qishash dan diyat adalah tindak kejahatan yang sanksi hukumannya balasan

setimpal dan denda (diyat), kasusnya ada pada: pembunuhan, pelukaan, dan

penghilangan bagian/ anggota tubuh;

2. Hudud adalah kejahatan atau jinayah yang sanksi hukumannya di tetapkan

sendiri secara pasti oleh Allah dan Nabi SAW, kasusnya: Pencurian,

Perampokan, perzinaan, tuduhan zina tanpa bukti, minum-minuman keras,

(24)

3. Ta’zir adalah kejahatan lain yang tidak diancam dengan qisas-diyat dan

hudud. Sanksi dan hukuman ditetapkan oleh penguasa.25

Dalam kontek ini maka sanksi bagi pelaku perusakan terhadap hutan

tergantung pada pendapat imam atau qhadi, sedangkan ketetapan hukum atas

kesalahan-kesalahan besar, terutama yang berhubungan dengan hak-hak seorang

hamba dan kemashlahatannya, yang kemudian masuk pula di dalamnya perihal

perlindungan terhadap lingkungan sebagai sesuatu yang diutamakan.26

Sebagaimana umum diketahui, Ilmu Fikih adalah ilmu yang mengatur

hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan keluarga dan

masyarakat dan dengan alam sekitarnya, sesuai dengan lima hukum-hukum

syariat yang sudah dikenal luas, yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan

mubah.27

%V=

X

5

9

M1N

HI

@

M1N

ij78BC

[

< k5

 ! "

l

9K1L

M1N

O

I5P

g0@ 4R

ST7 5L U

+ %

&W : 4

Z

D

;

\]=P>

@

Artinya: “Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Al-Jatsiyah/45: 13)

25

. Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor:Kencana, 2003), Cet. Ke I, h. 256-257

26

. Al-Qaradhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, h. 57

27

(25)

Ayat inilah yang menjadi landasan teologis pembenaran pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Meskipun

Islam tidak melarang memanfaatkan alam tetapi Islam menetapkan aturan

mainnya. Agama Islam memerintahkan ummatnya untuk memanfaatkan alam

dengan cara yang baik dan menjadi manusia bertanggung-jawab dan melindungi

alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya.28

Di antara metode-metode fikih yang amat terkenal, ada prinsip

' ^ی :_

(sesuatu yang berbahaya harus dihilangkan), yang diambil dari hadits Nabi Saw

yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Darul al-Quthni, Al-Hakim dan lainnya

berbunyi

:B J ) :B J

(tidak boleh berbuat bahaya kepada diri sendiri

dan orang lain)29, dan sudah dibenarkan oleh para alim ulama. Pada dasarnya, prinsip-prinsip itu diambil dari nash-nash Al-Qur’an yang semuanya mengacu

pada usaha meniadakan berbagai bentuk bahaya.30

G. Pengertian Hutan

Hutan merupaka istilah umum yang sudah dikenal dan dimengerti oleh setiap

orang. Hutan digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan pohon-pohon

28

. Ramly, Islam Ramah Lingkungan Konsep dan Strategi Islam Dalam Pengelolaan, dan Penyelamatan Lingkungan Hidup, h.27

29

. Ahmad Sudirman Abbas, Qawaidi Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya dan Anglo Media Jakarta, 2004), Cet. Ke I, h. 125

30

(26)

besar, gelap dan lembab, sebagai tempat yang ditempati berbagai binatang buas

yang mengerikan dan menakutkan.31

Kata hutan merupakan terjemahan dari kata bos (Bahasa Belanda) dan forrest

(bahasa Inggris). Di dalam hukum Inggris kuno, forrest (hutan) adalah suatu

daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas

dan burung-burung hutan.32

Ricard (1952) yang juga dikutip oleh Soetono Soeharyadi (1962)

menyebutkan bahwa pada tahun 1493, Christopher Columbus dalam

pelayarannya menuju benua Amerika pernah menulis tentang hutan-hutan yang

dijumpainya sebagai:

”... tanahnya tinggi dan banyak terdapat siera (pegunungan) dan gunung-gunung yang sangat tinggi, jauh melampaui apa yang diketemukan di pulau Teneriffe. Segalanya, tampak cantik, dengan seribu bentuk, dapat dilalui orang (accessible) dan penuh dengan pohon-pohonan yang beribu-ribu jenisnya, tinggi-tinggi, tampak seperti mencakar langit. Dan mereka tidak pernah menggugurkan daun, dan apa yang saya lihat adalah cantik dan hijau seperti apa yang kita dapatkan di Spanyol pada bulan Mei, beberapa di antaranya sedang berbunga, berbuah atau pada tingkat pertumbuhan lain, menurut alamnya...”.33

Menurut Dengler yang diartikan dengan hutan adalah sejumlah pepohonan

yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu, kelembapan,

cahaya, angin dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi

31

. Sadikin Djajapertjunda, Hutan dan Kehutanan Indonesia dari Masa ke Masa, (Bogor: IPB Press, 2002), h. 1

32

. Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Cet. Ke III, h. 40

33

(27)

dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan atau pepohonan baru asalkan tumbuh pada

tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertikal).34

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan

dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di

wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida

(carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari

tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfera Bumi yang paling penting.35

Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 1

disebutkan “Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan menurut penulis adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan luas

pohopn-pohonan, tempat hidup binatang-binatang yang mana satu dengan yang

lainnya tidak terpisahkan dan memiliki manfaat yang banyak demi kelangsungan

hidup makhluk hidup.

Kayu merupakan hasil hutan utama dan memegang peranan penting dalam

kehidupan manusia mulai dari zaman dahulu hingga di era teknologi sekarang ini.

34

. Ibid, h. 40

35

(28)

Kalau kita melihat sekeliling kita, banyak sekali barang-barang atau keperluan

kita yang bahan dasarnya adalah kayu.36

H. Pembagian Hutan

Hutan terdiri dari tiga jenis yaitu:

a. Hutan iklim sedang daun-lebar ada di daerah iklim sedang yang banyak

hujan di daerah yang lebih sejuk pohonnya desidu, artinya di saat musim

gugur semua daunnya gugur, dan pohon itu “dorman” selama musim

dingin ketika air dan makanan sukar di dapat dari tanah.

b. Hutan Konifer adalah berbuah kerucut, semua pohon konifer berbiji dalam

buah kerucut kebanyakann konifer selalu hijau daunnya rontok dan

berganti berangsur-angsur sepanjang tahun.

c. Hutan Tropis adalah tumbuh di tempat matahari selalu bersinar dan

rata-rata suhu sekitar 25° C. Hujan biasanya lebih dari 1500mm.37

Pada posisi strategis tipe-tipe hutan dengan sumber daya keanekaragaman

yang potensial tersebar di Indonesia sebagai berikut:

1. Hutan hujan Tropika adalah hutan yang terletak jauh dari pantai sehingga tidak terpengaruh dengan pasang surut air laut. Vegatasi hutan di dalamnya: pohon agathis, pinus, merkusii, diptercarpaceae, duabanga, mollucana dan sebagainya,

2. Hutan musim terdapat di wilayah bercurah hujan rata-rata antara 1.000- 2.000 mm per tahun. Ciri vegetasi yang umumnya menggugurkan daun di musim kemarau, memiliki tajuk ganda sehingga khas ditumbuhi pohon jati

36

. http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-ridwanti5.pdf tanggal 29 Mei 2008 jam 21.50

37

(29)

(tectona grandis), acasia, albizzia, eucalyptus, alba, santalum album dan sebagainya,

3. Hutan Gambut, terdapat di wilayah yang jenis tanah organosol yang berlapis gambut setebal antara 150 cm atau lebih. Biasanya tipe hutan ini berkaitan dengan hutan bakau (mangrove) atau terdapat hutan rawa. Pohon-pohonnya di antaranya: meranti (shorea spp), palaqium spp, tetramerista glabra dan koompassiana malacensis,

4. Hutan rawa, terdapat pada tanah jenis alluvial yang sering digenangi air tawar Pohon-pohon yang sering dijumpai adalah: palaqium telocarpum, camnosperma macrophylla, Eugenia spp, koompassia spp dan lain-lain,

5. Hutan pantai, terdapat pada daerah-daerah kering di tepi pantai, di tanah berpasir dan berbatu di atas garis pasang surut. Pohon-pohon yang dominan adalah: baringtonia speciosa, terminalia cattappa callophylum inophyllum, pandanus spp dan sebagainya,

6. Hutan payau berada di tepi pantai yang berlumpur atau berpasir. Terutama di daerah yang digenangi air laut yang pasang surut. Jenis pohon utama Avicenna spp, sonneratia spp, rhizophora spp dan brugueiera spp.38

Pasal 5 sampai dengan pasal 9 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan,

ditentukan empat jenis hutan, yaitu berdasarkan statusnya, fungsinya, tujuan

khusus dan pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air.39

1. Hutan berdasarkan statusnya, adalah suatu pembagian hutan yang

didasarkan pada status (kedudukan) antara orang, badan hukum, atau

institusi yang melakukan pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan

terhadap hutan tersebut.

38

. Alam Setia Zain, Aspek Pembinaan Kawasan Hutan & Sratifikasi Hutan Rakyat, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), Cet. Ke I, h. 110-112

39

(30)

Hutan berdasarkan statusnya terbagi menjadi dua macam yaitu:

i. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak

dibebani hak atas tanah, yang termasuk dalam kualifikasi hutan

Negara adalah hutan adat (hutan Negara yang diserahkan

pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat) , hutan desa

(hutan Negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk

kesejahteraan desa) dan hutan kemasyarakatan (hutan Negara yang

pemanfaatannya untuk memberdayakan masyarakat).

ii. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak

atas tanah.40

2. Hutan berdasarkan fungsinya adalah penggolongan hutan yang

didasarkan pada kegunaannya. Hutan ini terbagi tiga yaitu:

a. hutan konservasi adalah kawasan hutan yang berfungsi pokok

pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya.41 Hutan ini di bagi lagi menjadi empat jenis yaitu: 1. hutan suaka alam adalah kawasan hutan berdasarkan keadaan

dan sifat fisik wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, tipe ekosistem,

gejala keunikan alam, bagi kepentingan pengawetan plasma

40

. Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, h. 43-44

41

(31)

nutfah, ilmu pengetahuan, wisata dan pembangunan pada

umumnya,42

2. Hutan pelestarian alam adalah kawasan hutan yang berfungsi

pokok untuk perlindungan system penyangga kehidupan

pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta

ekosistemnya,43

3. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai

tempat wisata berburu,44

4. Hutan wisata adalah kawasan hutan untuk pengembangan

pendidikan dan rekreasi wisata.45

b. Hutan lindung adalah kawasan hutan guna kepentingan hidrologi,

yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi serta

memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik dalam kawasan

hutan yang bersangkutan maupun kawasan yang saling

dipengaruhi sekitarnya,

c. Hutan produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai

kawasan hutan dan berfungsi agar dapat diperoleh hasil hutan bagi

kepentingan konsumsi masyarakat industri dan ekspor,46

42

. Ibid, h. 44

43

. Ibid, h. 44

44

. Ibid, h. 44

45

(32)

d. Hutan berdasarkan tujuan khusus yaitu penggunaan hutan untuk

keperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta

untuk kepantingan religi dan budaya setempat. Syaratnya tidak

mengubah fungsi hutan.47

e. hutan berdasarkan pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan nair di

setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagaihutan kota.48

I. Fungsi dan manfaat Hutan

Pasal 6 Undang-Undang kehutanan dijelaskan fungsi hutan sebagai berikut:

(1) Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu:

a. Fungsi konservasi

b. Fungsi lindung, dan

c. Fungsi produksi.

(2) Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:

a. Hutan konservasi

b. Hutan lindung, dan

c. Hutan produksi.

Manfaat hutan yang berpengaruh pada perbaikan pencemaran lingkungan

adalah:

a. hutan sebagai pelindung tanah dari erosi dan sebagai pengatur tata air

46

. Ibid, h. 4

47

. Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, h. 45

48

(33)

b. hutan menyerap karbondioksida dan memproduksi oksigen

c. hutan sebagai sumber kekayaan keanekaragaman hayati, plasma nutfah

dan kekayaan genetik.49

Manfaat hutan ada dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan atau dinikmati secara

langsung oleh masyarakat, yaitu masyarakat yang menggunakan dan

memanfaatkan hasil hutan.50 Manfaat hutan yang tidak langsung adalah:

1. Manfaat estetis (keindahan), pohon memiliki berbagai macam bentuk

tajuk yang khas sehingga menciptakan keindahan tersendiri. Struktur

bangunan tanpa diimbangi dengan pohon-pohonan terasa gersang

sebaliknya bila disekitarnya ditanami pohon serta ditata dengan baik akan

nampak hijau dan asri.51

2. Manfaat orologis, akar pohon dengan tanah satu kesatuan yang kuat

sehingga mampu mencegah erosi atau pengikisan tanah.

3. Manfaat hidrologis, tanaman-tanaman pada dasarnya akan menyerap air

hujan dan menjadi persediaan air tanah yang dapat memenuhi kehidupan

bagi manusia dan makhluk lainnya.52

49

. Pengelolaan Ekosistem Pegunungan Untuk Peningkatan Kepedulian Masyarakat, (Jakarta: Gunung Menara Air Kita, Juli 2002), h. 16

50

. Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, h. 46

51

. Pengelolaan Ekosistem Pegunungan Untuk Peningkatan Kepedulian Masyarakat, h. 23

52

(34)

4. Manfaat klimatolgis, dengan banyaknya pohon akan menurunkan suhu

setempat sehingga udara di sekitar menjadi sejuk dan nyaman.53

5. Manfaat Edaphis ini adalah manfaat dalam kaitan tempat hidup binatang

di lingkungan yang penuh dengan pohon-pohon54

6. Manfaat ekologis, lingkungan yang baik adalah lingkungan yang

seimbang antara struktur buatan manusia dan alam yang dapat

memberikan keseimbangan lingkungan.

7. Manfaat projektif, pohon dapat memberikan perlindungan misalnya

terhadap teriknya sinar matahari, angina kencang, penahan debu serta

peredam suara di samping juga melindungi mata dari cahaya.

8. Manfaat hygienis, adalah sudah menjadi sifat pohon pada siang hari

menghasilkan O2 (oksigen) yang sangat diperlukan manusia dan

menghisap CO2 (karbondioksida) yaitu udara kotor gas pembuangan sisa

pembakaran.55

9. Manfaat edukatif, berbagai macam jenis pohon yang ditanam merupakan

laboratorium alam, karena dapat dimanfaatkan sebagai tempat belajar

mengenai tanaman dari berbagai aspeknya.56

53

. Ibid, h. 23

54

. Ibid, h. 24

55

. Ibid, h. 24

56

(35)

10.Manfaat di sektor pariwisata, daerah-daerah yang mempunyai hutan yang

baik dan lestari akan dikunjungi wisatawan, baik dari mancanegara

maupun domestik untuk sekedar rekreasi dan untuk berburu.57

11.Dapat menampung tenaga kerja, setiap perusahaan yang mengembangkan

usahanya di bidang kehutanan pasti memerlukan tenaga kerja.58 12.Dapat menambah devisa Negara.

J. Konsepsi Islam dalam Pemanfaatan Kayu Hutan

Tuntunan moral Islam dalam mengelola alam adalah larangan serakah dan

menyia-nyiakan, Allah berfirman;

9K1L

Nm8hU< 2, Y

n 

&o

KI

p1L

EN

q@ <V^

K &o

,D@5qY<V^

a

1c

%

[8 /W&o

Z

3 :ﺱJ

;

P`=<`

@

Artinya:“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.(Q.S. Al-Israa/17:27)

Larangan berlebihan di atas mencakup segala sesuatu, termasuk

memanfaatkan alam. Alam dimanfaatkan seperlunya saja. Karena itu, eksploitasi

besar-besaran terhadap alam yang mengakibatkan rusaknya habitat alam dilarang

Islam. Agama Islam memandang pemanfaatan alam semesta tanpa metode dan

membabi-buta merupakan sebuah bentuk kezaliman dan akan merugikan manusia

57

. Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, h. 47

58

(36)

sendiri. Berlebih-lebihan dalam memanfaatkan alam dipandang perilaku mubadzir

dan dicela oleh Islam.59

Dalam konteks hubungan manusia dengan kekayaan alam semesta ini, ada

hak dan kewajiban yang harus diperhatikan dan dihayati oleh manusia.. Hak dan

kewajiban tersebut adalah:

1. Manusia pemegang mandat “Khilafah”Doktrin al-Qur’an menetapkan,

bahwa manusialah satu-satunya makhluk yang diberi mandat oleh Allah

untuk mengelola dan mendayagunakan sumber daya dan kekayaan alam.

Sebuah hadits diriwayatkan oleh Sa’id al-Khudry menerangkan, bahwa

Rasulullah saw bersabda:

8 # a E:b O 6 7! cN1ﻡ d C8 ) 9:_ﺡ 9 ﺡ %+ C8

Z

f )

7 1ﻡ

@

Artinya: “Sesungguhnya dunia ini barang nikmat yang segar dan sudah tersedia, dan sesungguhnya Allah menunjukmu sebagai khalifah untuk mengelolanya, lalu Allah mengawasi apa yang kamu kerjakan (H.R. Muslim)

2. Tugas dan Fungsi manusia dalam makrokosmosnya. Referensi al-Qur’an

memberi petunjuk kepada manusia agar dapat melaksanakan tugasnya

sebagai khalifah Allah di bumi dengan efektif agar melakukan beberapa

59

(37)

kegiatan eksekutif yang elementer, seperti: Penjelajahan (As-Sayir) dan

Penelitian (An-Nadzor)60

Dalam Islam ada istilah mengenal alam (makrifatul kaun) mempunyai

pengertian mengetahui fungsi alam dan segala isinya bagi kehidupan makhluk

hidup. Dengan mengetahui fungsinya dan kegunaan segala apa yang ada di alam

ini berarti dapat dilakukan suatu upaya memanfaatkan sumber daya alam dan juga

mampu mengatasi persoalannya. Cara yang harus ditempuh dengan menggunakan

ilmu dan teknologi sebagi sarana pengembangannya.61

Dengan konsep taskhir (Penundukan sumber daya alam) tersebut, argumentasi

regularitas dan kekayaan serta sumber daya alam semesta ini, ditunjukkan untuk

kemanfaatan manusia demi tujuan-tujuan hidupnya, namun tujuan terakhir dari

semua itu adalah untuk mengabdi kepada Allah, bersyukur kepada-Nya dan

menyembah Dia saja. Manusia diberi kesempatan memanfaatkan dan menikmati

sember daya dan kekayaan alam tersebut untuk kebaikan, bukan tujuan distruktif

dan yang mengandung dampak bahaya (Fasad fil ardl).62 Firman Allah:

s5

%5

9K

%V=

X

H

5

9

M1N

HI

@

M1N

ij78BC

& `X

60

. Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman, (Jakarta, Lantabora Press, 2005), Cet. Ke I, h. 162-164

61

. M. Bahri Ghazali, Lingkungan Hidup Dalam Pemahaman Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. Ke I, h. 16

62

(38)

7H

Y<c? u

v

!w %1Z@5,

!Q ! 

pD

9

9!

D

z@QZ {

{1N

|

1}7% 1

Ss*? u

;~

•z

;~

S?@ : o

}% !€

)

8 #,

;

>P

=

<?

@

Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan”.(Q.S. Luqman/31:20)

Salah satu tuntunan terpenting Islam dan hubungannya dengan lingkungan,

ialah bagaimana menjaga keseimbangan lingkungan dan habitat yang ada, tanpa

merusaknya. Karena tak diragukan lagi bahwa Allah telah menciptakan segala

sesuatu di alam ini dengan perhitungan.63 Seperti dalam firmannya:

•c?

C

‚7`

X

gHI

@

X

ƒ

` 

9

%5

{1N

E•*?

p

iD@ k ]%

D

gH„ @&W5

‚-…78

5*

}>i `Y

7.

%5

D

8

q

*

Z

$ #

;

[`

=

>

@

Artinya: “Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang, maka Lihatlah berulang-ulang adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Q.S. Al-Mulk/67: 3)

Pentingnya memelihara alam juga tercermin dari pidato Abu Bakar di depan

angkatan perang kaum muslimin saat akan berangkat untuk menggempur raja

Ghassani yang telah memerintahkan pembunuhan atas utusan Nabi Muhammad di

masa-masa akhir hidupnya. Abu Bakar dalam pidatonya ini melarang

63

(39)

pembunuhan terhadap anak-anak dan orang tua, merusak dan membakar pohon

kurma, dan menebang pohon-pohon yang berbuah.64 Firman Allah Swt:

;~

,

†?5 4

ˆ YW

f~1L

Z

X

l

Z5

A0 2> &o

Q†7}c? 

A0 2>

BYo

)

9:,0

;

<=<g[

@

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang sesuai dengan kesanggupan. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya, dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Q.S. Al-Baqarah/2:286)

Menurut Quraish Shihab, etika pengelolaan lingkungan hidup dalam Islam

mencari keselarasan dengan alam sehingga manusia tidak hanya memikirkan

kepentingan dirinya sendiri, tetapi menjaga lingkungan dari kerusakan. Setiap

perusakan lingkungan haruslah dilihat sebagai perusakan terhadap diri sendiri.

Sikap ini, lanjut Shihab, berbeda dengan sikap sebagian teknokrat yang

memandang alam sebagai alat untuk mencapai tujuan konsumtif.65

Manusia dituntut agar memuliakan dan menghargai dirinya dengan

memelihara keseimbangan dan berlandaskan pokok-pokok ajaran Allah. Tidak

dituntut mengamalkan secara maksimal dan juga tidak dibenarkan mengabaikan

64

. Ibid, h. 29

65

. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1998), h. 296-297

(40)

dan meninggalkannya secara keseluruhan. Setiap nafsu mempunyai kadar

kemampuan dan kekuatannya.66

Begitu pulalah dalam memahami problematika hutan di Indonesia pada

khususnya. Manusia pada hakikatnya boleh memanfaatkan hutan demi

kesejahteraan mereka tetapi ingat bahwa mereka tidak boleh menimbulkan

kerusakan akibat dari pemanfaatan hutan itu.

66

. Prof. Dr. M. Mutawalli Asy-Sya’rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab Jilid 1-5, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 61

(41)

BAB III

PEMANFAATAN KAYU HUTAN OLEH PEMEGANG HPH (HAK PENGUASAAN HUTAN) DALAM HUKUM POSITIF

E. Dasar Hukum Pemanfaatan Kayu Hutan

Hak Pengusahaan Hutan diatur dalam pasal 13 dan pasal 14 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1967. kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai peraturan

Pemerintah.67

Peraturan yang dimaksud adalah berikut ini:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang hak Pengusahaan

Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 218 Tahun 1975 tentang perubabahan

pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970,

c. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1975 tantang kebijaksanaan di

bidang pemberian hak pengusahaan hutan,

d. Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 1971 tentang peningkatan

prasarana Pengusahaan Hutan, yang kemudian diberlakukan dengan

keputusam Presiden Nomor 19 tahun 1974,

e. Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 1977 tentang simpanan wajib

Pemegang Hak Pengusahaan Hutan dan Ekspor kayu,

67

(42)

f. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1979 tentang tentang

penggunaan dana Simpanan wajib pemegang hak pengusahaan hutan

dan eksportir kayu.

g. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 205/Kpts-II/1990 tentang

perubahan lampiran keputusan Menteri kehutanan nomor

365/Kpts-II/1990 tentang pembentukan tim pertimbangan permohonan hak

pengusahaan hutan,

h. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 649/Kpts-II/1990 tentang

persyaratan dan tata cara permohonan dan penilaian perpanjangan hak

pengusahaan hutan

i. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 494/Kpts-II/1989 tentang

Tata Cara Pengenaan Sanksi Pelanggaran di Bidang Eksploitasi Hutan

dan Pencabutan Hak Pengusahaan Hutan.68

Dalam pasal 28 Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan

menjelaskan bahwa:

(1) Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan

jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta

pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.

(2) Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha

pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha

68

(43)

pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan

kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan

bukan kayu.

Hak Pengusahaan Hutan adalah izin yang diberikan untuk melakukan

pembalakan mekanis di atas hutan alam terbit pertama kali didasarkan pada

Peraturan pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan

Hak Pemungutan Hasil Hutan.69Landasan utama yang dijadikan titik tolak kebijaksanaan pemanfaatan hutan di Indonesia, bahwa hutan sebagai sumber daya

alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, perlu dimanfaatkan bagi

kesejahteraan rakyat Indonesia khususnya dan umat manusia umumnya.70

F. Izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH)

Pada hakikatnya hak pengusahaan hutan merupakan hak untuk mengusahakan

hutan alam di dalam suatu kawasan hutan, yang meliputi kegiatan: penebangan

kayu, peremajaan dan pemeliharaan, pengelolaan, dan pemasaran hasil hutan.

Kegiatan-kegiatan itu harus dilakukan secara propesional dan sesuai asas

perusahaan.71 Oleh karena itu, setiap perusahaan yang bergerak di bidang hak

69

. http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/shk/070723_hph_cu/ Tanggal 2 Juni 2008, Jam. 20:25 WIB

70

. Zain, Aspek Pembinaan Kawasan Hutan & Stratifikasi Hutan Rakyat, h. 101-102

71

(44)

pengusahaan hutan harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan.

Ada empat tahap yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan

izin hak pengusahaan hutan, yaitu:

1. Pengajuan permohonan oleh perusahaan. Pada tahap ini pemimpin

perusahaan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri

Kehutanan sesuai dengan formulir yang telah ditentukan, dan dilengkapi

persyaratan-persyaratan berikut ini:

a. Project proposal yang berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan

pengelolaan hutan, rencana industri, pemasaran, penyerapan tenaga

kerja, dan sebagainya

b. Peta areal yang dimohon dengan skala 1:250.000 atau skala 1:500.000

c. Akta pendirian perusahaan

d. Referensi Bank

e. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) perusahaan

Di samping kelengkapan itu pemohon juga diwajibkan untuk melampirkan

rekomendasi dari Gurbernur/Kepala Daerah Tingkat I.72

72

(45)

2. Analisis Permohonan. Setalah Menteri Kehutanan menerima surat

permohonan dari pemohon, selanjutnya Menteri Kehutanan

menyampaikan hal itu kepada tim pertimbangan Hak Pengusahaan Hutan,

yang mana tim ini bertugas untuk memberikan pertimabangan dan saran

kepada Menteri Kehutanan. Selambat-lambatnya 45 hari sejak diterimanya

surat permohonan hak pengusahaan hutan, tim ini harus menyampaikan

pertimbangannya kepada Menteri Kehutanan.73

3. Persetujuan Permohonan dan Pelaksanaan survey Berdasarkan saran dan

pertimbangan dari tim pertimbangan pengusahaan hutan dalam waktu

selmabat-lambatnya 14 hari kerja Menteri kehutanan memberikan putusan

menyetujui atau menolak permohonan yang diajukan.

Apabila Menteri Kehutanan memberikan persetujuan atas permohonan

pemohon, untuk proses selanjutnya ditentukan berikut ini:

a. Tim Pertimbangan memberitahukan kepada Direktur Jenderal

Inventarisasi dan Tata Guna Hutan (intag) dengan tembusan kepada

pemohon untuk memulai persiapan survey dan inventarisasi areal yang

dimaksud (paling lambat 18 hari kerja sejak pemberitahuan). Hasil

survey ini dilengkapi dengan Amdal (analisa mengenai dampak

lingkungan) yang wajib dibuat perusahaan dan disampaikan kepada

73

(46)

Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, biaya survey, inventarisasi, dan

Amdal di atas dibebankan kepada pemohon.

b. Berdasarkan hasil survey, inventarisasi dan amdal di atas, ketua tim

pertimbangan melaporkan hasil penelitiannya kepada Menteri

kehutanan (selambat-lambatnya 14 hai kerja).74

Berdasarkan laporan tim ini maka Menteri Kehutanan dalam jangka waktu

selambat-lambatnya 14 hari kerja telah memberikan persetujuan atau

penolakan. Jika menteri kehutanan menyetujui permohonan tersebut,

Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan mengeluarkan Surat Perintah

Pembayaran Hak Pengusahaan Hutan (SPP HPH) kepada perusahaan yang

bersangkutan dalam jangka waktu 6 hari kerja, sedangkan perusahaan

yang bersangkutan melunasi iuran hak pengusahaan hutan dalam jangka

waktu 60 hari kerja.75

4. Penetapan izin Hak pengusahaan Hutan. Jika proses semua telah

dilakukan, maka penetapan hak pengusahaan hutan oleh Menteri

Kehutanan, setelah pemohon membayar iuran pengusahaan hutan, barulah

diterbitkan surat keputusan Menteri kehutanan tentang pemberian izin hak

pengusahaan hutan.

74

. Ibid, h. 63

75

(47)

G. Pemanfaatan Kayu oleh pemegang Hak Penguasahaan Hutan (HPH)

Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970, pengusahaan hutan diatur melalui

pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH). HPH adalah hak mengusahakan hutan

yaitu rangkaian kegiatan usaha kehutanan: penebangan, penanaman dan

pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan, menurut aturan yang

berlaku. Kegiatan pengelolaan hutan menekankan proses pengeluaran kayu dari

hutan. HPH diberikan oleh Menteri Kehutanan pada Perusahaan Negara,

Perusahaan Daerah atau Perusahaan Swasta.76

Dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang

kehutanan menjelaskan: “Usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan

penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan”,

pasal 33 ayat (2) “Pemanenan dan pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari”, dan pasal 33

ayat (3) “Pengaturan, pembinaan dan pengembangan pengolahan hasil hutan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri”.

Pada prinsipnya pengusaha HPH dapat dibagi dua kategori yaitu:

1. Pengusaha hutan yang menghadapi lahan rusak dan bertegakan hutan

muda. Tentu saja pengusaha harus memulai pengusahaan hutan dari

76

. http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/shk/070723_hph_cu/ tanggal 02 juni 2008 jam20.31

(48)

penanaman, pemeliharaan dan perlindungan tegakan hutan sebelum

memanen hasilnya.

2. Pengusaha hutan yang mendapatkan lahan hutan mengandung tegakan

siap tebang. Namun seperti pengusaha hutan jenis pertama, pengusaha

hutan ini juga setelah melakukan penebangan harus mengembalikan hutan

seperti kondisi semula. Pengusaha hutan ini juga harus melaksanakan

pemudaan, pemeliharaan, dan perlindungan hutan.77

Kegiatan HPH yang berkaitan dengan aspek produksi meliputi kegiatan

sebagai berikut:

1. Penataan Areal Kerja (PAK);

2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP), kegaiatan pencatatan

pengukuran dan penandaan pohon dalam areal blok kerja tahunan.

3. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH), penyediaan prasarana bagi kegiatan

produksi kayu, memetakannya dengan skala 1:10.000, dan

4. Penebangan, Penebangan ini meliputi arah rebahnya pohon harus ke

tempat yang sedikit mungkin merusak pohon inti, penyaradan dengan

traktor setelah penebangan melalui jalan penyaradan yang telah ditentukan

77

(49)

dan pemotongan tajuk batang pohon setelah di tebang, pengupasan dan

pengangkutan.78

Setiap pohon yang harus ditebang diberi tanda silang bercat merah pada

tinggi pohon 1,30 meter dari tanah sedangkan pohon inti yang dilindungi

diberi tanda cat warna kuning melingkari pohon pada ketinggian sekitar

1,30 meter, semua dicatat dalam buku laporan. Sedikitnya ada 25 pohon

perhektar yang berdiameter 20 cm ke atas dengan penyebaran yang

merata.79

Adapun tata cara pemanfaatan kayu hutan oleh pengusaha hutan adalah

sebagai berikut:

1. Melakukan cruising, merupakan tugas utama dalam pengawasan mutu

kayu dari hutan, Laporan Hasil Cruising (LHC) salah satu dasar

rekomendasi untuk pengesahan Usulan Rencana Karya Tahunan (URKT)

dirangkap tiga yang ditembuskan kepada Kepala Kanwil Kehutanan di

Provinsi, Dinas Kehutanan Tingkat I dan untuk arsip perusahaan. Baru

setelah dikeluarkan Surat Keputusan rencana karya tahunan perusahaan di

izinkan untuk mengeksploitasi penebangan pohon,

2. Membuat Laporan Hasil Produksi (LHP) setiap kayu bulat yang

dihasilkan dari penebangan hutan diberi nomor dan diukur berdasarkan

pengukuran kayu bulat yang berlaku, setelah diukur maka petugas

78

. Nugraha, dkk, Tantangan Menuju Pengelolaan Hutan Alam Produksi di Indonesia, h. 22-25

79

(50)

pengukuran kayu (Scaler) dan perusahaan mengisi blanko model LHP

rangkap tiga dan ditanda-tangani secara bersama. Untuk mendukung

kebenaran LHP, diadakan recheck Kepala Bagian Daerah Hutan bersama

Pengawas Juru Ukur. LHP ini dibuat rangkap tiga kemudian disampaikan

kepada Kepala CDK atau kepala KPH, Pengawas scaler dan untuk arsip

Perusahaan,

3. Pengangkutan kayu oleh Perusahaan HPH menuju lokasi pengelolaan

kayu hutan atau untuk keperluan lain, harus mengisi blanko dokumen

Surat Angkutan Kayu Bulat (SAKB) dan Daftar Kayu Bulat (DKB) yang

diterbitkan oleh perusahaan HPH, dibuat rangkap empat, yang pertama

dipegang dan dibawa bersama dalam pengangkutan kayu untuk

kepantingan pemeriksaan di perjalanan, lembar lainnya untuk Kepala

CDK/Kepala KPH, Dinas Kehutanan Tingkat I dan satu lembar untuk

arsip,

Daftar Kayu Bulat (DKB) adalah suatu dokumen yang memuat keterangan

mengenai nomor dan tanggal laporan hasil produksi kayu, nomor batang,

jenis kayu, diameter dan panjang kayu, serta volume kayu bulat yang

diangkut.

4. Membuat Rekapitulasi Pemeriksaan Kayu Bulat (RPKB) yang memuat

jenis, jumlah batang dan volume kayu bulat atau bahan baku serpih yang

ada di tempat penumpukan kayu industri pengolahan kayu, dokumen ini

(51)

5. Membuat Laporan Mutasi kayu (LMK) bulanan yaitu dokumen yang

memuat perolehan, penggunaan, dan persediaan kayu bulat.

6. Setiap kayu olahan yang diangkut dari industri pengolahan kayu hulu

(IPKH) dan selain dari industri pengolahan kayu hulu wajib disertai

dokumen surat angkutan kayu olahan (SAKO) yang dibuat oleh petugas

perusahaan yang ditunjuk oleh pimpinan perusahaan yang bersangkutan.80

Adapun hak dan kewajiban pemegang izin hak pengusahaan hutan dijelaskan

dalam pasal 3 sampai pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970, yaitu:

1. Wajib membayar iuran hak pengusahaan hutan;

2. wajib membuat Rencana karya pengusahaan hutan, yang meliputi:

Rencana Karya Tahunan (RKT), Rencama karya Lima Tahunan (RKLT),

Rencana karya Pengusahaan Hutan (RKPH),

3. wajib meneglolan areal pengusahaan hutan berdasarkan rencana karya

pengusahaan hutan dan menaati seg

Referensi

Dokumen terkait

Penguatan kelembagaan yang meliputi kondisi kelembagaan, pemberian dukungan/bantuan kepada lembaga masyarakat dan pengkoordinasian lembaga massyarakat dalam kemitraan

Pelayanan Terpadu adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi anak korban kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran yang dilaksanakan

Adopsi teknologi perangkap kuning (Yellow Trap) baik di Kabupaten sambas mupun di kabupaten Ponorogo masih sangat rendah. Menurut keterangan petani responden,

Bahasa arab di kelas tersebut hanya dilakukan sebatas pengenalan bagi siswa anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut disesuaikan dengan kemampuan mereka sebagaimana

Perjalanan dengan menggunakan mobil sebagai variabel dependent dicari hubungannya dengan peubah jumlah penghuni total, luas lahan, luas bangunan, jumlah pemilik

Tahun 2008 Pulau Sebesi telah ditetapkan menjadi salah satu Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) di Kabupaten Lampung Selatan. Namun, potensi sumberdaya wisata bahari

Variabel-variabel dengan karakteristik tertentu yang memberikan pengaruh pada produktivitas yang sulit diukur dengan algoritma matematis dapat diukur lebih mudah dengan

Peningkatan Kinerja Pajak Melalui Kecerdasan Emosional (EQ), OrganizationalCitizenship Behavior (OCB), dan Motivasi Kerja Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama