• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja di Pondok Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja di Pondok Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

i

Sadam Husen, NIM : 109052000006

Peran Pembimbing Agama Dalam Pembinaan Akhlak Santri Remaja di Pondok Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa

Pembimbing: Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya; baik dia sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai makhluk individual dan sosial. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecendrungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai material, sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spritual yang sebenarnya berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.

Adapun rumusan masalah mengenai peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa adalah bagaimana program bimbingan agama dalam pembinaan akhlak santri remaja yang digunakan di Pesantren Nurul Amanah, bagaimana peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remajanya, dan apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung dalam proses pembinaan akhlak remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui program bimbingan agama dalam pembinaan akhlak santri remaja yang digunakan di Pesantren Yatim Nurul Amanah, untuk mengetahui peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remajanya, dan untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam proses pembinaan akhlak remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa Jakarta Selatan.

Metodelogi penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu metode yang membuat gambaran, lukisan suasana secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan dan fenomena yang terjadi selama penelitian. Subjek penelitian ini adalah 2 orang pembimbing dan perwakilan dua orang santrinya, sedangkan objeknya adalah kegiatan pembinaan akhlak remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis akan menjelaskan secara singkat hasil penelitian tersebut. Program bimbingan agama dalam membina akhlak santri remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah merupakan upaya membentuk santri-santrinya agar memiliki ilmu pengetahuan Islami dan dapat mengamalkannya dengan berakhlak yang mulia yang dilakukan dengan beberapa bidang program diantaranya bidang pendidikan formal dan non formal. Bimbingan agama yang digunakan di Pondok Pesantren Nurul Amanah dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya: metode individual, metode ceramah, metode tanya jawab dan metode pengamalan nilai-nilai keagamaan. Kata Kunci : Peran Pembimbing Agama, Pembinaan akhlak, Remaja

(6)

ii

Puji dan syukur penulis sanjungkan atas kuasa Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta jalan yang lurus sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Peran Pembimbing Agama Dalam

Pembinaan Akhlak Santri Remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa, Jakarta Selatan“. Shalawat dan salam tak pula penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sebagai sumber makna dan inspirasi umat Islam untuk terus berjuang dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Dan adanya ayat suci Al Qur’an yang didalamnya tertulis kebenaran bagi orang yang berpikir.

Sebagai makhluk sosial, penulis menyadari penyelesaian skripsi ini tak lepas dari peranan banyak orang. Baik mereka yang mendukung dengan kasih sayang, bahkan yang mencibir penulis dengan kritik pedas. Oleh karena itu, izinkanlah penulis pada kesempatan kali ini mengucapkan ucapan terima kasih banyak kepada orang-orang yang berada di sekeliling penulis selama ini, khususnya kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

2. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

(7)

iii

Islam yang telah dengan sabar membimbing dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Dra. Musfirah Nurlaily, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik tahun 2009 yang turut membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis atas bimbingannya yang sangat berarti bagi penulis.

7. Segenap Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas penyediaan dan peminjaman buku yang membantu penulis .

8. Segenap Dosen dari Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam atas ilmu-ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.

9. Keluarga besar Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam khusunya rekan-rekan seperjuangan BPI 2009 (Yofie Novera, Zainal Abidin, Dede Iskandar, Andrian Saputra, M. Hary Pranata, ‘Abir Mu’adz, Kantata Anita

Maharani, Mira Humairah, Sri Yulianah, Sri Hesti hardiyati,) dan sahabat dari Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dari angkatan senior sampai junior yang tak dapat disebutkan satu persatu.

(8)

iv

semuanya. Semoga semua partisipasi dan bantuan dari semua pihak mendapat ganjaran yang setimpal di sisi-Nya. Amin ya Rabbal’alamin.

Jakarta, 20 Maret 2015

Sadam Husen

(9)

v

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

1. Pengertian Pembimbing dan Agama ... 12

2. Tujuan dan Fungsi Pembimbing ... 15

3. Syarat dan Kemampuan Pembimbing ... 16

4. Sifat dan Akhlak Pembimbing ... 21

5. Metode Bimbingan Agama ... 25

C. Pembinaan Akhlak ... 27

1. Pengertian Pembinaan Akhlak ... 27

2. Metode Pembinaan Akhlak ... 29

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ... 31

D. Remaja... 34

1. Pengertian Remaja ... 34

2. Karakteristik Remaja ... 37

3. Problematika Remaja ... 38

BAB III GAMBARAN UMUM PESANTREN YATIM NURUL AMANAH JAGAKARSA A. Latar Belakang Berdiri ... 43

(10)

vi

D. Visi dan Misi ... 45

E. Sasaran dan Jangka Waktu Pelayanan ... 45

F. Maksud dan Tujuan ... 45

G. Program Kegiatan ... 46

H. Profil Narasumber ... 49

I. Sarana dan Prasarana... 50

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Program Pembinaan Akhlak Santri Remaja ... 51

B. Peran Pembimbing Agama Dalam Pembinaan Akhlak Santri Remaja ... 55

C. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Pembinaan Akhlak Remaja ... 59

D. Analisis Data ... 60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 64

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya; baik dia sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai makhluk individual dan sosial. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecendrungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai material, sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spritual yang sebenarnya berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlak manusia1.

Masa pubertas (remaja) sudah mulai timbul sturm und drung (kegoncangan bathin) yang sangat memerlukan tempat perlindungan jiwa yang mampu memberikan pengarahan positif dalam perkembangan hidup selanjutnya, yaitu seorang father fugure (tokoh kebapakan) yang mampu memberikan bimbingan dengan resep-resep yang berupa nilai-nilai agama. Kekosongan batin dalam kegoncangan jiwa sangat terbuka kepada pengaruh nilai-nilai keagamaan yang dibimbing oleh seorang konselor yang menjadikan dirinya sebagai pelindung dan penyelamat baginya.2

Keadaan jiwa yang penuh dengan kegoncangan itu sangat memerlukan agama dan membutuhkan suatu pegangan dan membutuhkan suatu pegangan yang dapat membantu mereka dalam mengatasi dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan baru yang belum pernah mereka kenal sebelumnya. Keinginan dan dorongan itu seringkali

1

Mustafa, Akhlak-Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), h. 17. 2

(12)

bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang tua atau lingkungan di mana dia hidup.

Boleh dikatakan pada usia ini merupakan tingkat permulaan perkembangan perasaan keagamaan dalam pribadi anak, sedangkan perkembangan keagamaan akan terbentuk pada masa pubertas (pancaroba). Perasaaan yang demikian perlu dikembangkan melalui partisipasi dalam kegiatan keagamaan seperti sembahyang

berjama’ah, panitia hari-hari besar atau perayaan hari besar agama serta organisasi dan

kegiaatan-kegiatan keagamaan lainnya.3

Memberikan bimbingan agama kepada para remaja agar mereka menghindarkan diri dari segala kemaksiatan dan perbuatan tercela. Para orang tua, kaum terdidik dan petugas-petugas keamanan seringkali dipusingkan oleh masalah kenakalan remaja. Dari keluarga kaya raya dan anak-anak berpangkat, banyak ditemukan kasus-kasus kenakalan remaja, misalnya penyalahgunaan obat bius, pemerkosaan, perampokan, perkelahian dan sebagainya. Masalahnya kembali kepada akhlak remaja itu sendiri. Remaja yang demikian nakalnya, adalah remaja yang tiada mengenal akhlak.

Sebaliknya tidak sedikit pula remaja yang menyejukkan pandangan mata, karena kesopanan dan tingkah lakunya yang baik dan selalu berbuat kebaikan. Remaja demikian itu adalah remaja yang shaleh, yang berakhlak indah dan mulia. Dari segi ini jelas pulalah betapa hikmahnya ilmu akhlak yang dapat menuntun para ramaja menemukan dunianya, menyalurkan bakatnya kepada tindakan sublimatif dan konstruktif.4

Bimbingan merupakan proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan baik. Hakikat

3

(13)

bimbingan itu pada dasarnya merupakan suatu proses usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain (siapa saja) dalam segala usia, yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) yang mana orang itu mengalami kesulitan atau hambatan dalam hidupnya (secara psikis), sehingga dengan bantuan atau pertolongan itu orang yang diberikan bantuan (terbimbing) dapat mengarahkan dirinya, mampu menerima dirinya, dapat mengembangkan potensinya untuk kebahagiaan dan kemanfaatan dirinya dan lingkungan masyarakatnya. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa hal yang prinsipal dalam bimbingan ialah pemberian bantuan atau pertolongan yang dilakukan secara terus-menerus kepada siapa saja. Karena, sesungguhnya hampir tidak ada seseorang yang secara utuh dan menyeluruh memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya dengan optimal tanpa adanya bantuan dan pertolongan dari orang lain. Untuk itu, sejak lahir hingga akhir hayatnya setiap orang di dunia ini jelas membutuhkan bimbingan dan bantuan, supaya potensi (fitrah) yang ada pada dirinya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.5

Dalam Islam, budi pekerti merupakan refleksi iman dari seseorang sebagai contoh yang pas dan benar ialah Rasulullah SAW. Beliau memiliki akhlak yang sangat mulia, agung dan teguh. Akhlak dalam ajaran Islam sangat rinci, berwawasan multi dimensional bagi kehidupan, sistematis dan beralasan realistis. Akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dua simbolis tujuan inilah yang diidamkan manusia bukan semata berakhlak secara Islami hanya bertujuan untuk kebahagiaan dunia saja.6

Pondok Pesantren Nurul Amanah adalah perpaduan kurikulum pesantren modern

dan klasik. Pesantren ini tujuan utamanya adalah membina akhlak para santri terutama

5

M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 8.

6

(14)

pada santri remajanya. Para remaja yang telah selesai pendidikannya di Pesantren Nurul

Amanah telah tampak perubahan akhlaknya dengan berkata sopan santun dan lemah

lembut terhadap orang lain. Maka oleh karena itu penulis sangat tertarik dalam melakukan

penelitian pada pesantren ini.

Berdasarkan fenomena dan berpijak pada latar belakang masalah di atas, maka dilakukan penelitian terhadap masalah tersebut dan mendapatkan deskripsi yang dituangkan dalam skripsi ini dengan judul “ Peran Pembimbing Agama Dalam Pembinaan Akhlak Santri Remaja Di Pondok Pesantren Yatim Nurul Amanah

Jagakarsa Jakarta Selatan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Adapun pembatasan dan perumusan masalah pada skripsi ini sebagai berikut:

1. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan, maka skripsi ini hanya dibatasi pada peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah mengenai peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah, Jagakarsa sebagai berikut:

a. Bagaimana program bimbingan agama dalam pembinaan akhlak remaja yang digunakan di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa Jakarta Selatan? b. Bagaimana peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja

di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa Jakarta Selatan ?

(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui program bimbingan agama dalam pembinaan akhlak santri remaja yang digunakan di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa Jakarta Selatan.

2. Untuk mengetahui peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa Jakarta Selatan.

3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam proses pembinaan akhlak remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa Jakarta Selatan.

Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat berupa: 1. Manfaat Akademis

Untuk dijadikan tambahan wawasan pengetahuan dalam bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam terutama dalam hal pembinaan akhlak remaja.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menjadi masukkan bagi Pesantren Yatim Nurul Amanah agar dapat membina akhlak anak asuhnya lebih baik lagi.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

(16)

deskriptif. Sehingga dari hasil penelitian ini memiliki kelebihan tersendiri dibanding dengan penelitian metode lain.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku diamati.7

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Dokumentasi dari setiap proses bimbingan agama dalam membina akhlak yang dilakukan di pesantren. yaitu penulis mencari keterangan dan bacaan yang di butuhkan mengenai masalah terkait melalui sumber-sumber yang ada, juga menelaah dokumen dan arsip yang dimiliki yayasan.

b. Observasi atau pengamatan langsung yang penulis lakukan di Pondok Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa, Jakarta Selatan, guna menyelami dan memperoleh gambaran yang jelas tentang peran bimbingan agama dalam membina akhlak remaja (diutamakan remaja yang bermukim), penulis ikut terjun langsung dalam proses tersebut bersama staf dewan guru, dan masyarakat.

c. Wawancara langsung kepada dua orang pembimbing agama dalam membina akhlak santri remaja yaitu Muhammad Khoirul Huda dan

7

(17)

Khoirul Umam dan dua orang santri yaitu Yogi Hidayatullah dan Fajrul Falah.

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini berlokasi di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa, `Jakarta Selatan. Adapun waktu pelaksanaan dalam penelitian yaitu terhitung pada tanggal 30 Desember 2014 sampai dengan 30 Februari 2015.

5. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah dua orang pembimbing agama dan dua orang santri remajanya.

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah.

6. Teknik Analisis Data

Yang dimaksud analisa adalah satu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam teknis analisa data yang penulis gunakan adalah analisis deskriptif, dimana semua data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dulu penulis kelompokkan sesuai dengan persoalan yang telah ditetapkan, lalu menganalisanya secara sistematis. Penulis juga menggunakan teori untuk dapat membahas masalah penelitian.

7. Teknik Penulisan

(18)

Sedangkan penerjemahan ayat-ayat Al-Quran menggunakan sumber Al-Quran dan Terjemahannya yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan tinjauan pustaka, ditemukan beberapa skripsi sebelumnya yang memiliki sedikit kesamaan judul dengan skripsi ini, di antaranya adalah:

1. Pembinaan Akhlak Siswa Di Madrasah Tsanawiyah (M.Ts) Jihadul Khoir Segaramakmur-Tarumajaya Bekasi. Yang ditulis oleh Khusnul Chotimah jurusan Bimbingan Dan Penyuluhan Islam.8 Skripsi tersebut lebih menekankan pada metodenya, metode yang digunakan para guru dalam membina akhlak siswa. Dan tidak membahas bagaimanan proses pembinaan akhlak itu sendiri. Sedangkan skripsi ini lebih menekankan pada proses pembinaan akhlak pada santri remaja.

2. Pengaruh Bimbingan Akhlak Terhadap Akhlak Santri Di Madrasah Diniyah Awaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. Yang ditulis oleh Maulana Irmawan jurusan Bimbingan Dan Penyuluhan Islam.9 Skripsi tersebut lebih menekankan dalam mengukur seberapa pengaruhnya bimbingan tersebut terhadap akhlak santri secara umum baik yang anak-anak ataupun yang remaja. Dan tidak menyinggung proses pembinaan akhlak yang dilakukan oleh pembimbing terhadap para santri. Sedangkan skripsi ini lebih menekankan pada proses pembinaan akhlak pada santri remaja.

3. Peran Penyuluh Agama Dalam Pembinaan Aklak Bagi Anak Pemulung Di Yayasan Media Amal Islami Lebak Bulus Jakarta Selatan. Yang ditulis oleh Rike

8

Skripsi Khusnul Chotimah, Pembinaan Akhlak Siswa Di Madrasah Tsanawiyah (M.Ts) Jihadul Khoir Segaramakmur-Tarumajaya Bekasi, (Jurusan BPI, 2010).

9

(19)

Aryana jurusan Bimbingan Dan Penyuluhan Islam.10 Skripsi tersebut lebih menekankan pada pembinaan akhlak anak para pemulung. Tidak menyinggung para remajanya. Sedangkan skripsi ini lebih menekankan pada pembinaan akhlak pada santri remaja.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan memberikan penjelasan dan gambaran kedalam beberapa bab, yaitu :

BAB 1: PENDAHULUAN: Dalam bab ini penulis menggambarkan beberapa hal yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI: Dalam bab ini penulis mamaparkan teori-teori mengenai peran dan fungsi pembimbing agama yang meliputi: pengertian peran, pengertian pembimmbing, pengertian agama, pengertian pembimbing agama, dan pembinaan akhlak yang meliputi: pengertian akhlak, metode pembinaan akhlak, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak dan remaja yang meliputi: pengertian remaja, karakteristik remaja, dan problematika remaja.

BAB III: GAMBARAN UMUM PESANTREN NURUL AMANAH: Dalam bab

ini penulis akan memaparkan gambaran umum Pesantren Yatim Nurul Amanah kedalam beberapa aspek yang terdiri dari sejarah berdirinya, visi dan misinya, maksud dan tujuan, program harian dan mingguan, biodata narasumber, dan bidang cakupan kegiatan fasilitas dan sarana penunjang bagi santri remaja yang bermukim.

10

(20)

BAB IV: TEMUAN DAN ANALISIS DATA: Dalam bab ini terdiri dari deskripsi dan analisis data program bimbingan agama dalam pembinaaan akhlak santri remaja, peran pembimbing agama dalam pembinaan akhlak santri remaja, dan faktor penghambat dan faktor pendukung dalam pembinaan akhlak santri remaja di Pesantren Yatim Nurul Amanah Jagakarsa, Jakarta Selatan.

(21)

11

LANDASAN TEORI

A. Teori Peran

1. Pengertian Peran

Berbicara tentang peran, tentunya tidak dapat dipisahkan dengan status (kedududkan), walaupun keduanya berbeda akan tetapi saling berhubungan erat antara satu sama lain. Karena yang yang satu tergantung pada yang lainnya begitu juga sebaliknya, maka peran diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang berbeda akan tetapi kedekatannya sangat erat sekali. Seseorang dapat dikatakan berperan atau memiliki peran dikarenakan seseorang tersebut mempunyai status dalam masyarakat walau kedudukan ini berbeda antara satu orang dengan orang lain.

Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, peran adalah “perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat”.1 Pengertian lain peran menurut Soerjono Soekanto, peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.2

Teori peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Dalam teorinya Biddle & Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial, perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut, Kedudukan orang-orang dalam perilaku, Kaitan antara orang dan perilaku.3

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 854.

2

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 667. 3

(22)

Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya yang berjudul Teori-teori Psikologi Sosial, peran adalah harapan-harapan lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas dan semestinya dilakukan oleh seseorang yang memiliki peran tertentu.4

Sedangkan menurut Abu Ahmadi dalam bukunya yang berjudul psikologi sosial menerangkan bahwa peran adalah peran adalah suatu penghargaan manusia terhadap cara individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya, walaupun kedudukannya ini berbeda antara satu dengan yang lainnya tersebut, akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya5.

Dari beberapa definisi di atas maka jelaslah bahwa peran merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dalam kehidupan manusia karena peran seseorang merupakan bagian dalam interaksi sosial dan dalam interaksi tersebut akan memunculkan perilaku. Perilaku yang diharapkan tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan adanya orang lain yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.

B. Pembimbing Agama

1. Pengertian Pembimbing dan Agama

Menurut kamus bahasa Indonesia pembimbing adalah orang yang membimbing atau menuntun.6 Pengertian harfiyyah pembimbing adalah

menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan masa mendatang. Istilah bimbingan merupakan

terjemahan dari bahasa Inggris “guidence”. Kata guidance dalam masalah

4

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori psikologi sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1984), h. 235. 5

Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 14. 6

(23)

pendidikan disebut bantuan, selain itu bimbingan dapat diartikan arahan, pedoman, dan petunjuk. Kata guidance berasal dari kata dasar (to) guide, yang artinya menuntun, mempedomani, menjadi petunjuk jalan, mengemudikan, menuntun orang kejalan yang benar. Adapun pengertian bimbingan yang lebih formulatif adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimili mampu mengembangkan diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik.7

Miller (1961) yang dikutip dalam buku yang berjudul Bimbingan dan Konseling Di Sekolah menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimun kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madrasah), keluarga, dan masyarakat.8 Bimbingan merupakan suatu pertolongan yang menuntun. Bimbingan merupakan suatu tuntunan. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam memberikan bimbingan bila keadaan menuntut, kewajiban dari pembimbing untuk memberikan bimbingan secara aktif, yaitu memberikan arah kepada yang dibimbingnya. Di samping itu, bimbingan juga mengandung makna memberikan bantuan atau pertolongan dengan pengertian bahwa dalam menentukan arah diutamakan kepada yang dibimbingnya.9

Selanjutnya, agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral.10

Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatn kepada Tuhan yang maha

7

M. Umar, Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h. 9. 8

Ibid., h. 17. 9

Bimo Walgito, Bimbingan + Konseling [Studi & Karier], (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), h .6 10

(24)

kuasa tata akaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta lingkungannya.11

Pengertian agama dari segi bahasa dikenal dengan kata “ Ad-Dien” (bahasa Arab) yang berarti menguasai, menundukkanm, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Selanjutnya din dalam dalam bahasa semit bearti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan peraturan. 12

Menurut bahasa Sanskerta “a” bearti tidak dan Gamma bearti kacau, jadi

agama yaitu tidak kacau, agama semakna dengan “religion” (bahasa Inggris),

religie” (Belanda) “religio” (Latin) yang bearti mengamati, berkumpul/bersama

mengambil dan menghitung. Dengan pedanan kata Re + Leg + io, yang artinya:

Leg = to observe - mengamati = to gather – berkumpul/bersaman = to take up

mengambil = to caout –menghitung.13

Sedangkan agama menurut para ahli sebagai berikut:

a. Menurut Harun Nasution, agama adalah suatu sistem kepercayaan dan tingkahlaku yang berasal dari suatu kekuatan yang gaib

b. Menurut Al-Syahrastani, agama adalah kekuatan dan kepatuhan yang terkadang biasa diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan (amal perbuatan di akhirat). c. Menurut Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama adalah hubungan yang tetap

antara diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan supernatur, dan yang bersifat berada dengan sendirinya dan yang mempunyai kekuasaan absolute yang disebut Tuhan.14

Jadi dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa bimbingan dan agama adalah suatu proses pemberian bantuan kepada seseorang maupun kepada

11

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 152. 12

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 9. 13

Ibid.,10 14

(25)

kelompok agar dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya sesuai dengan lingkungannya dan dapat memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Dan proses pemberian bantuan atau pertolongan yang berbentuk pengarahan, pencerahan, dan bersifat mengarahkan dari pembimbing kepada terbimbing dengan pendekatan agama.

2. Tujuan dan Fungsi Pembimbing

1. Tujuan Pembimbing

Secara umum dan luas, tujuan pembimbing dalam memberikan bimbingan adalah sebagai berikut:

1. Membantu individu dalam mencapai kebahagian hidup pribadi.

2. Membantu individu dalam mencapai kehidupan yang efektif dan produktif dalam masyarakat.

3. Membantu individu dalam mencapai hidup bersama dengan individu-individu yang lain.

4. Membantu individu dalam mencapai harmoni antara cita-cita dan kemampuan yang dimilikinya.15

Tujuan dari bimbingan agama adalah memberi bantuan kepada klien agar mampu memecahkan kesulitan yang dialami dengan kemampuan sendiri atas dorongan dari keimanan dan ketaqwaannya kepada Tuhan. Menurut Zakiah Darajat bimbingan agama itu bertujuan membimbing remaja agar menjadi muslim sejati, beriman, teguh, beramal sholeh, dan berakhlak mulia, serta berguna bagi masyarakat, agama, dan negara.16

15

Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 39 16

(26)

2. Fungsi Pembimbing

Menurut Dewa Ketut Sukardi menyebutkan bahwa fungsi pembimbing adalah sebagai berikut:

1. Menyalurkan, ialah fungsi pembimbing dalam membantu klien mendapat lingkungan yang sesuai dengan keadaan dirinya.

2. Mengadaptasikan, ialah fungsi pembimbing dalam membantu klien di lingkungan tertentu untuk mengadaptasikan dengan keadaan atau orang-orang yang ada di lingkungan tersebut.

3. Menyesuaikan, ialah fungsi pembimbing dalam rangka membantu klien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

4. Pencegahan, ialah fungsi pembimbing dalam membantu klien menghindari menghindari kemungkinan terjadinya hambatan.

5. Perbaikan, ialah fungsi pembimbing dalam membantu klien untuk memperbaiki kondisi klien yang dipandang kurang baik/memadai.

6. Pengembangan, ialah fungsi pembimbing dalam membantu klien untuk melampaui proses dan fase perkembangan secara teratur.17

3. Syarat dan Kemampuan Pembimbing dan Konselor

Pelayanan program bimbingan dan penyuluhan (konseling) Islam mempunyai sasaran berbagai berbagai lapisan masyarakat dari berbagai usia, jenis, kelamin, profesi, pendidikan, latar belakang sosial, budaya dan agama (termasuk berbagai aliran keagamaan) yang sedang berupaya memujudkan tugas-tugas kehidupannnya atau tengah mengalami kesulitan mental/kejiwaan (rohani) yang timbul karena faktor dalam dirinya sendiri atau karena pengaruh interaksi atau

17

(27)

sosialisasi dengan sesama anggota masyarakat. Atas dasar itu setiap pembimbing dan konselor tidak hanya menguasai hal-hal yang berkaitan dengan keprofesionalnya, akan tetapi juga memiliki pemahaman yang luas mengenai berbagai jenis atau bentuk-bentuk sasaran yang dilayani. Bisa jadi kemampuan dalam melayani klien secara menyeluruh dari berbagai jenis yang beragam tersebut termasuk persyaratan utama yang mesti dimiliki oleh setiap pembimbing dan konselor. Sebab kedudukan klien atau konseli sebagai sasaran yang harus diterima apa adanya dan pemahaman terhadap kondisi apa adanya itu dijadikan sebagai fakta dan data dalam perbaikan atau pengembangan diri klien.18

Secara akademis pembimbing atau konselor mesti memiliki wawasan ilmu pengetahuan (kemampuan teoritik) yang berhubungan dengan profesi bimbingan dan konseling, serta mempunyai kemampuan (kompetisi dan skill) dalam melayani berbagai permasalahan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, setiap pembimbing dan konselor diupayakan memiliki kualitas (strata) pendidikan yang memadai dan secara praksis ditunjang dengan berbagai pengalaman dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Jadii dari segi profesional dan individual setiap pembimbing dan konselor mempunyai kompetensi yang seimbang antara toeritik dan praktik.

Tetapi persyaratan formal (akademik) dalam bentuk teoritik dan kemampuan praktik belumlah cukup, mesti pula dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan yang lainnya seperti motivasi, sikap mental, kemampuan berinprovisasi, kemampuan berempati, berkomunikasi yang baik, kemampuan bekerja sama dalam tim maupun di luar tim (dengan mitra kerja) dan berbagai

18

(28)

kemampuan individual yang lainnya yang berkaitan dengan profesi pembimbing dan konselor.19

Dalam bimbingan dan penyuluhan (konseling) Islam yang dijadikan sasarannya ialah fakta dan fenomena-fenomena jiwa keagamaan yang dimiliki klien, yaitu daya-daya rohaniah atau nilai-nilai spritual yang banyak mmpengaruhi sikap dan prilaku hidupnya. Berdasarkan sasaran pelayanan itu maka pembimbing dan konselor harus menguasai mengenai wawasan kerohanian (spritual) yang terdapat dalam tekstual dan kontekstual ajaran Islam. Dalam al-Quran dan al-Hadist banyak ditemukan istilah-istilah yang berkaitan dengan jiwa atau kejiwaa, seperti

an-nafs, al-„aql, al-fuad, al-qalb dan ar-ruh”. Secara teoritik dan empiris istilah -istilah tersebut membutuhkan penafsiran dan penjelasan yang terperinci, terutama bila diterapkan dalam memahami fenomena-fenomena kejiwaan pada diri individu yang beragam. Selama ini sudah ada beberapa disiplin ilmu yang memfokuskan pemabahasannya pada sasaran yang berhubungan dengan jiwa dan kejiwaan, seperti ilmu filsafat, illmu tasawuf (spritual Islam) dan ilmu akhlak. Ilmu filsafat memfokuskan kajiannya pada esensi atau substansi jiwa, ilmu tasawuf memfokuskan kajiannya seputar keberadaan jiwa dan fungsinya ketika berkomunikasi dengan Tuhan dan berinteraksi dengan alam, dan ilmu akhlak berorientasi pada kajan sekitar sikap dan prilaku manusia yang bersumber dari kondisi kejiwaannya yang dapat mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan dirinya, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitar (flora dan fauna). Untuk itu, dalam memberikan pelayanan mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan mental/rohani kliennya pembimbing dan konselor juga memiliki kemampuan atau wawasan sekitar disiplin ilmu-ilmu tersebut. Selain itu juga

19

(29)

menguasai ilmu-ilmu keislaman yang ada kaitannyaa dengan kehidupan sosial manusia secara keseluruhan, seperti ilmu tafsir, ilmu fiqh, ilmu hadist, ilmu dakwah, sosiologi, antropologi, pthologi, psikologi (umum, agama dan sosial) dan disiplin lainnya yang berguna untuk menunjang profesinya sebagai pembimbing dan konselor yang berasaskan Islam.20

Secara khusus, berbagai disiplin ilmu tersebut dapat diperoleh dan sudah diterapkan secara terpadu pada jurusan atau program studi (prodi) bimbingan dan konseling yang berbasis Islam, atau yang memiliki basic keilmuwan dakwah Islam. Secara sistematika ada beberapa kemampuan yang diberikan oleh program pendidikan tersebut kepada calon pembimbing dan konselor, yaitu wawasan dan kemampuan yang berkaitan dengan nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme), wawasan dan kemampuan keislaman (sekitar konsepsi dan pengamalan ajaran Islam), wawasan dan kemampuan keilmuan yaitu ilmu dakwah sebagai induk (gayut) bimbingan dan konseling Islam, dan wawasan atau kemampuan keilmuan profesi ( perpaduan teori-teori bimbingan dan konseling dan teori-teori keislaman). Wawasan dan kemampuan tersebut kadang-kadang tidak bisa diberikan dengan leluasa (masih terbatas), karena disesuaikan. Oleh karena itu, untuk menambah dan mengembangkan kemampuannya setiap pembimbing dan konselor yang telah mengikuti pendidikan formal tersebut diharapkan dapat melanjutkannya melalui pendidikan profesi yang dikhususkan bagi pembimbing dan konselor.

Sesuia dengan persyaratan atau kemampuan yang mesti dimiliki pembimbing dan konselor agama (Islam) tersebut maka M. Arifin (1994) merumuskan syarat-syaratnya sebagai berikut:21

20

M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam, h. 156. 21

(30)

1. Menyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, menghayati dan mengamalkan, karena ia menjadi pembawa norma agama (religious) yang konsekuen, serta menjadikan dirinya idola (tokoh yang dikagumi) sebagai muslim sejati, baik lahir maupun batin di kalangan orang yang dibimbingnya.

2. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik, terutama bagi orang yang dibimbingnya dan di lingkungan kerja atau masyarakat sekitarnya.

3. Memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti yang tinggi dan loyalitas terhadap profesi yang ditekuninya, sekalipun berhadapan dengan kondisi masyarakat yang selalu berubah-ubah.

4. Memiliki kematangan jiwa dalam menghadapi permasalahan yang memerlukan pemecahan (dalam berfikir dan emosional).

5. Mampu berkomunikasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak, terutama dengan klien (konseli) dan pihak lain dalam kesatuan tugas atau profesinya.

6. Mempunyai sikap dan perasaan terikat dengan nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan, klien harus ditempatkan sebagai individu yang normal yang memiliki harkat dan martabat sebagai makhluk Tuhan.

7. Memiliki keyakinan bahwa setiap klien yang dibimbing memiliki kemampuan dasar (potensi) yang mungkin dikembangkan menjadi lebih baik.

(31)

9. Memiliki ketangguhan, kesabaran, dan keuletan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, sehingga tidak mudah menyerah apalagi putus asa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan tugas.

10.Memiliki sikap yang tanggap dan jiwa yang peka terhadap semua yang kesulitan yang disampaikan klien.

11.Memiliki watak dan kepribadian yang familier, sehingga setiap klien yang menggunakan jasanya merasa terkesan dan kagum dengan cara-cara pelayanannya.

12.Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, sehingga punya kemampuan dalam menangkap dan menyikapi masalah-masalah mental/rohaniah yang dirasakan klien.

13.Dan memiliki pengetahuan dan pengalaman teknis yang dibutuhkan dalam menjalanka tugas dan profesinya.22

Sejalan dengan persyaratan yang dikemukakan Arifin tersebut di atas, maka Ibnu Muqaffa’ (seorang ulama Bani Umayyah, abad ke-7) menyatakan “barang

siapa yang ingin menjadi imam agama dalam masyarakat, maka ia terlebih dahulu harus mampu mendidik dirinya dan meluruskan tingkah lakunya sendiri , meluruskan pendapat dan tutur katanya, sebab membimbing orang lain dengan tingkah laku akan lebih berhasil daripada dengan lisan:. Pernyataan ini menginformasikan, bahwa kemampuan konselor juga ditentukan oleh kemampuannya dalam membimbing dirinya sediri, serta bisa pula menjadi contoh yang baik bagi klien, termasuk keluarganya bisa pula sebagai contoh dalam keluarga sakinah bagi orang-orang yang dibimbinganya.

22

(32)

4. Sifat dan Akhlak Pembimbing dan Konselor

Sesungguhnya dalam Islam setiap pembimbing atau konselor berperan atu

berfungsi sebagai “juru dakwah” atau “muballigh” yang mengemban tugas dalam

menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam ketengah-tengah kehidupan umat manusia, baik dalam bentuk individu maupun kelompok, agar diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bila ajaran Islam sudah menjadi pedoman dan pilihan hidup, maka pengaruhnya akan terlihat dalam sikap hidup dan perilaku sehari-hari, serta diharapkan dapat membentengi hidup dari berbagai persoalan yang timbul sebagai bagian dari proses perjalanan hidup. Dengan Islam pembimbing atau konselor bertugas mengarahkan kliennya agar masuk kedalam Islam secara utuh, menyeluruh dan Universal (Qs. 2 : 208). Keutuhan tersebut diupayakan menjadi komitmen dan konsistensi yang mendalam yang ditanamkan kepada diri setiap klien hingga akhir hayatnya (Qs. 3 : 102). Untuk mewujudkan tugas yang mulia dan ideal itu maka setiap pembimbing dan konselor mesti memulai dari dirinya sendiri, sebab Islam mencela orang-orang yang hanya bisa menyampaikan kepada orang lain, sementara dirinya tidak melakukannya (Qs. 61 : 2-3).23

Tentunya menjadi hal yang ironi atau mustahil, bila pembimbing atau konselor (petugas agama) melakukan tugasnya sebagai pembimbing atau penyiar agama, sementara ia tidak mampu memberikan contoh bagi dirinya atau dia tidak bisa menjadikan dirinya sebagai muslim yang baik sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. Karena itu pula dalam bagian ini akan dikemukakan berbagai sifat dan akhlak yang seharusnya dimiliki oleh setiap pembimbing atau konselor Islam. Sifat atau akhlak tersebut adalah keteladanan (uswah) dan figur

23

(33)

(qudwah), ikhlas, sabar, dan intropeksi (ihtisab), optimis dan janji setia (tsiqoh) kepada Allah, pemahaman yang mendalam, pengorbanan, antisipatif, dapat berinteraksi dengan berbagai kalangan, penuh perhitungan, cerdas, lemah lembut, menjaga ukhuwah islamiyah, bermartabat, mengutamakan tugas dan berserah diri kepada Allah Swt. (tawakkal). Selanjutnya akan diuraikan satu persatu di bawah ini.24

1. Uswah dan qudwah (keteladanan dan figur), yaitu sifat dan kepribadian seorang pembimbing atau konselor serta semua prilakunya hendaknya mencerminkan apa-apa yang diucapkannya. Ia mesti lebih mengerti dan memahami serta telah mengamalkan dengan konsisten ajaran Islam yang dibimbingkan kepada orang lain (klien). Dengan pola ini, ia akan mampu menjadi teladan bagi setiap kliennya.

2. Ikhlas, yaitu setiap tugas dan kewajiban yang dilaksanakan pembimbing atau konselor mesti diniatkan secara tulus kepada Allah Swt. meskipun ada bentuk imbalan materi yang diterimanya, tetapi itu hanya dianggap sebagai suatu penghargaan terhadap profesinya. Keikhlasan dapat menjadikannya sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas atau kewajibannya dengan sifat ikhlas menyebabkan datangnya pertolongan dari Tuhan.

3. Sabar dan Ihtisab (mengharap pahala), sabar dan senantiasa menginginkan pahala dari Tuhan merupakan sifat atau akhlak yang dapat menumbuhkan sifat ulet, optimis dan progressif dalam melakukan setiap kewajiban. Sabar dalam menghadapi semua yang diungkapkan klien dan memandangnya sebagai tugas yang mulia dari Tuhan.

24

(34)

4. Optimis dan Tsiqah kepada Allah: setiap pembimbing dan konselor tidak boleh merasa kehilangan harapan (passimis) bila menemukan masalah-masalah yang tergolong rumit pada diri klien. Maka ia nanti senantiasa berusaha dengan optimal dan memiliki keyakinan, serumit apapun suatu masalah akan dapat diatasi melalui pertolongan Allah Swt.

5. Pemahaman yang mendalam: mengenai seluk beluk ajaran agama, memahami masalah klien dan dirinya, serta memahami pula masalah teknis yang berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.

6. Pengorbanan: yaitu mengutamakan tugas dan profesinya serta mengerahkan semua daya dan kemampuannya dalam melayani klien, sehingga masalah klien lebih penting dari yang lainnya.

7. Antisipatif: yaitu pembimbing atau konselor harus menyiapkan alternatif dan kemungkinan-kemungkinan yang lain.

8. Dapat berinteraksi dengan berbagai kalangan, yaitu interaksi tidak hanya dilakukan dengan klien semata, sebab bisa saja masalah klien ada kaitannya dengan orang-orang yang ada di sekitarnya (teman, keluarrga dan masyarakat). Untuk itu pembimbing atau konselor harus bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan pihak-pihak lain sebagai alternatif dalam penyelesaian masalah-masalah klien.25

9. Penuh perhitungan: semua hal yang berkaitan dengan keperluan pelayanan mesti diperhitungkan dengan seksama, baik materi maupun metode dan teknik yang digunakan, serta jenis atau bentuk layanan yang mungkin diberikan agar pelayanan dapat terlaksana dengan efektif dan efesien.

25

(35)

10. Cerdas dan Tawadhu’: seorang pembimbing dan konselor mesti jeli dan cerdas dalam menangkap tanda-tanda dan gejala yang tergambar pada diri klien hingga yang sekecil-kecilnya, sehingga cepat dan tangkas puladalam merumuskan langkah-langkah terapinya. Tetapi ia juga harus tawadhu’ (rendah hati), tidak takabur dan pasrah diri kepada Tuhan.

11. Lemah lembut: seorang pembimbing atau konselor harus berpenampilan lembut, simpatik, dan terlihat teduh supaya klien merasa terhibur dan terlindungi dengan kehadirannya (Qs. 3 : 159).

12. Menjaga ukhuwah islamiyyah: pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya untuk tugas sesaat, tetapi profesi yang mesti hidup di masyarakat secara terus menerus. Karenanya, pembimbing dan konselor mesti berupaya menciptakan

ukhuwah islamiyyah dengan berbagai lapisan masyarakat.

13. Bermartabat (berharakah): adalah citra individual yang mesti dimiliki setiap pembimbing dan konselor, martabat yang ia miliki timbul karena ketundukan dan ketaatannya kepada Allah.

14. Mengutamakan dan mencintai tugas: bimbingan dan koseling merupakan tugas yang dijadikan pilihan utama oleh setiap pembimbing dan konselor. Karenanya ia mesti mencintainya dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh, agar profesinya dapat berkembang dengan baik serta diminati oleh masyarakat.26 15. Dan berserah diri (tawakkal) kepada Tuhan: seorang pembimbing atau

konselor mesti selalu mendekatkan diri (takarrub) kepada Yang Maha Kuasa serta tawakkal kepada-Nya.

Sifat dan akhlak yang dikemukakan di atas banyak berkaitan dengan mental/psikologis seorang pembimbing atau konselor. Tetapi secara fisik juga bisa

26

(36)

digambarkan, seperti yang diungkapkan al-Qaga Syandy (tokoh pendidik dari mesir), yaitu memiliki bentuk jasmaniah yang bagus, berwajah berseri (sebagai kesan kebersihan jiwanya), dahi mukanya lebar (sebagai tanda kecerdasanya atau intelekualitasnya), berdahi terbuka (sebagai tanda orang yang berpendidikan), berfikiran sehat (lambang kematangan rasionalnya), tajam dalam memahami masalah klien (tanda kejelian dan keseriusannya), berwatak kesatria (lambang kejujuran dan pekerja keras), jelas ucapan-ucapannya (mudah dipahami, beradab hatinya, bersikap adil, lapang dada (bertasammuh) dan sangat hati-hati dalam berbicara (memilih kata-kata yang baik).

Hingga di sini, semakin jelas bahwa semua persyaratan, kemampuan, sifat dan akhlak seorang pembimbing dan konselor Islam sebagaimana yang dikemukakan di atas, merupakan cerminan dari refleksi dirinya terhadap ajaran agama dan kecintaannya dalam menumbuhkembangkan pesan-pesan agama agar dijalankan masyarakat dengan baik, serta bisa menjadi pedoman hidupnya dalam menghadapi semua persoalan hidup dengan senantiasa memohon pertolongan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan demikian akan terwujud kebahagiaan yang sejati, baik di dunia maupun di akhirat kelak.27

5. Metode Bimbingan Agama

Menurut M. Lutfi, metode pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling)

dalam pendekatan Islam termasuk dalam pelaksanaan dakwah pada umumnya, yaitu antara lain:28

a. Teknik bil hikmah; yaitu cara yang bijaksana, bersifat akademis dan elegan.

Teknik ini biasanya digunakan dalam menghadapi klien yang terpelajar, intelek,

27

M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam, h. 162. 28

(37)

dan memiliki tingkat rasional yang tinggi, tetapi bersifat ragu-ragu atau bahkan kurang yakin terhadap kebenaran ajaran agama, sehingga menjadi masalah bagi

dirinya.

b. Teknik bil-mujadalah; yaitu melalui perdebatan yang digunakan dalam menunjukkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan menggunakan dalil-dalil yang rasional. Teknik ini digunakan terhadap klien yang sangat kritis atau tidak mudah menerima begitu saja apa-apa yang

disampaikan konselor agama.

c. Teknik bil-mau’idzah; yaitu menunjukkan contoh yang benar dan tepat, agar klien mengikutinya dengan mudah, sebab kekuatan logikanya sulit menangkap bila hanya berupa penjelasan atau teori-teori yang masih baku (tekstual).

d. Teknik ceramah; yaitu penjelasan yang bersifat umum, cara ini lebih tepat diberikan dalam bimbingan kelompok (group guidance). Tetapi pembimbing/konselor mesti berupaya untuk menyesuaikan apa-apa yang disampaikannya dengan kondisi terbimbing yang beragam.

e. Teknik diskusi atau dialog dan tanya jawab; kelebihan teknik ini klien dapat menyampaikan secara luas apa-apa yang dirasakannya, selanjutnya konselor dapat memberikan jawaban yang lebih memuaskan. Sehingga permasalahan klien dapat diselesaikan secara langsung, tetapi membutuhkan waktu yang banyak.

f. Teknik persuasive, yaitu berupa dorongan-dorongan yang positif, bersifat santai, dan hiburan yang mendidik, sehingga klien termotivasi untuk melakukan nasehat konselor dengan senang hati.

(38)

ucapan atau kata-kata, guna membantu penyelesaian masalah klien, atau untuk menjelaskan sesuatu dan pesan-pesan tertentu untuk kebaikan dirinya dengan menggunakan kata-kata atau bahasa yang mudah dimengerti.

h. Teknik tulisan; adalah cara bimbingan atau bantuan yang diberikan konselor kepada kliennya melalui tulisan, bisa berupa pesan-pesan yang mengandung

“hikmah”, bentuk cerita dan kisah-kisah kehidupan yang dapat dipelajari dan

ditiru.

i. Teknik “bi-yadi” (kekuasaan); adalah melalui wibawa dan karismatik atau pengaruh personal yang dimiliki konselor.

j. Teknik do’a (dengan hati); dalam Islam setiap permasalahan tidak mungkin diatasi sendiri tanpa bantuan dari Yang Maha Kuasa (Tuhan). Karena itu, dalam mengatasi dan memecahkan masalah klien, konselor membimbingnya untuk bersama-sama memohon pertolongan dan bantuan dari Tuhan29

C. Pembinaan Akhlak

1. Pengertian Pembinaan Akhlak

Kata pembinaan berasal dari kata”bina” yang mempunyai awalan “pem”

dan akhiran”an”. Kata “bina” itu sendiri mempunyai arti membangun, mendirikan,

mengusahakan supaya lebih baik.setelah di tambah awalan “pem” dan akhiran

“an”kata pembinaan mempunyai arti 1. Proses dan cara 2. Penyempurnaan, usaha,

tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.30

Arti pembinaan menurut terminologi yaitu:

29

M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam, h. 136. 30

(39)

a. Pembinaan ialah membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna, mengarahkan hati lewat berbagai zikir serta memompa dan menguatkan lewat intropeksi diri.31

b. Pembinaan ialah segala upaya pengelolaan berupa merintis, meletakkan dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan, mewujudkan manusia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.32

Maka dapat dipahami bahwa pembinaan adalah suatu upaya, usaha, kegiatan yang terus menerus untuk memperbaiki, meningkatakan, menyempurnakan dan mempengaruhi seseorang atau kelompok masyarakat untuk merubah kehidupan pribadinya atau kehidupan sosial ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Selanjutnya, ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut pembahasan, akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari (khuluqun) yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan (khalaqun) yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan (khaliqun) yang berarti pencipta, demikian pula dengan (makhluqun) yang berarti yang diciptakan.33

Ibnu Athir menjelaskan bahwa hakikat makna khuluq itu, adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya ), sedang khalqi merupakan

31

Majdi Al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan,(Jakarta: Gemz Insasi Press, 1999), h. 138. 32

BP4, Pembinaan Keluarga Bahagia Sejahtera, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 1994), h. 3. 33

(40)

gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya). Hal yang sama juga dikemukakan oleh imam al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).

Selanjutnya Dr. M. Abdullah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam akhlak yang baik) atau pihak yang jahat ( dalam hal akhlak yang jahat)34.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi. Jadi pembinaan akhlak adalah salah satu upaya untuk mempengaruhi seseorang melalui kegiatan yang dilakukan secara terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, menyempurnakan budi pekerti, perangai, tingkahlaku atau tabiat ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

2. Metode Pembinaan Akhlak

Menurut Al-Qur’an manusia mempunyai potensi kebaikan dan keburukan atau kejahatan sebagaimana disebutkan pada surat Asy-Syams ayat 8-10:

هاهسد م اخ ْ ق

ا

,

اهاهك م حلْفأ ْ ق

,

اها ْقت اهر جف ا ْلأف

34

(41)

Artinya:“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”35

Potensi kebaikan perlu dikembangkan, sedangakn potensi keburukan dan kejahatan perlu senantiasa dikendalikan dan dihapuskan sedemikian rupa sehingga yang kuat dan dominan dalam kepribadian seseorang muslim adalah sifat, sikap dan perilaku yang baik.

Selanjutnya Asep Usman Ismail dalam bukunya Tasawuf menjelaskan metode mengembangkan potensi kebaikan yaitu:

1. Metode al-sima’

Metode ini mengembangkan potensi kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan anak sedemikian rupa gar senantiasa mendengar aktif dam menyimak kalimat tayyibat, ungkapan yang santun, tutur kata yang lembut, serta bahasa yang indah. Ketika anak baru dilahirkan, Rasulullah saw. Menganjurkan agar dibacakan adzan ditelinga kanan dan iqamat di telinga kiri. Anjuran Rasulullah saw. Tersebut mengisyaratkan dua prinsip penting. Pertam, bahwa, al-sima’yakni menyimak atau mendengar aktif merupakan prinsip dalam pengembangan potensi naka. Kedua, bahwa yang didengar itu dikondisikan sedemikian rupa agar yang tayyibat, yaitu yang bernilai bermutu tinggi.36

2. Metode al-abshar

Metode ini mengembangkan potensi kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan anak sedemikian rupa agar senantiasa menyaksikan

35

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya ,(Jakarta:CV. Darus Sunnah,2002), h. 596. 36

(42)

contoh perilaku yang baik dari orang dewasa disekitarnya. Metode ini sangat menekankan adanya uswah atau keteladanan dalam pendidikan akhlak.

3. Metode al-fu’adah

Metode ini mengembangkan potensi kebaikan pada diri maka dengan mengkondisikan anak sedemikian rupa agar: (1) mendapat pengertian dan pemahaman yang benar tentang kebiasaan-kebiasaan positif yang didengar dan disaksikannya dalam pengalaman hidup sehingga pemikiran anak terbimbing dengan baik. (2) mendapatkan pengalamn beharga dari apa yang didengar dan disaksikannya dalam pengalamn hidup sehingga perasaan anak memiliki kepekaan dsalam menyikapi dan merespon keadaan disekitarnya dengan tindakan yang cepat dan tepat.37

4. Metode amaliah

Metode ini mengembangkan potensi kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan anak sedemikian rupa agar melakukan kebaikan-kebaikan yang di harapkan menjadi akhlak anak. Tugas orang dewasa mengajak dan melibatkan anak sedini mengkin dalam berbagai aktifitas ibadah, kegiatan sosial dan keseharian yang positif yang yang dipadukan secara sinergi dengan mengembangkan potensi kebaikan pada diri anak melalui metode al-sima’,al -abshar, al-fu’adah.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Pembentukan Akhlak

Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun panca indra kesulitan melihat pada dasar

37

(43)

kejiwaan, namun dapat dilihat dari wujud kelakukan. Maka setiap kelakuan pasti bersumber dari kejiwaan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yaitu.38

a. Aliran Nativisme

Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruh terhadap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, dan akal. Jika seseorang telah memilikibawaan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut lebih baik. Aliran ini begitu yakin terhadap potensi batin dan tampak kurang menghargai peranan pembinaan dan pendidikan.

b. Aliran Empirisme

Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak. Demikianlah jika sebaliknya. Aliran ini begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan penjajahan.

c. Aliran konvergensi

Menurut aliran ini faktor yang paling mempengaruhi pembentukan akhlak yakni faktor internal (pembawaan) dan faktor dari luar (lingkungan sosial). Fitrah dan kecendrungan ke arah yang lebih baik yang dibina secara intensif secara metode. Aliran ini sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat dipahami dari Surat An-Nahl ayat 78:

38

(44)

ة ْفأا راصْبأا

عْ هسْلا م ل عج

ا ْيش

لْعت ا ْم تا همأ طب ِم م جرْخأ َ

.

ر ْشت ْم هلعل

Artinya :“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.39

Dari ayat tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan baik formal maupun non formal adalah dari kedua orang tua.

Pada hakikatnya, pembentukan akhlak ke arah akhlak al-karimah akan membawa dampak yang tidak hanya dirasakan oleh yang bersangkutan namun juga dirasakan oleh orang lain. Manfaat akhlak disebutkan di dalam

al-Qur’an, seperti dalam An-Nahl: 97

ْم هني ْجنل

ة ِيط

ةايح ههنيي ْحنلف

ٌ مْ م ه ث أ ْ أ رك ِم احلاص ع ْ م

ل ْعي ْا اك ام سْحأب مهرْجأ

ً َ

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupu perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka

kerjakan.”40

Surat Al-Kahfi ayat 88

ا رْمأ ْ م هل قنس

ارْسي

نْسحْلا

ءا ج هلف احلاص ع مآ ْ م اهمأ

39

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 276. 40

(45)

Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.”41

Surat Al-Mu’min ayat 40: dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia

Menurut Monks & Knoers, “masa remaja dapat dibedakan atas tiga bagian,

yaitu: masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir ((15-18-21 tahun).”43

Remaja dalam bahasa Latin disebut adolescence, (kata bendanya

adolescentia yang bearti remaja) yang bearti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Bangsa primitif memandangnya sebagai masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, masa dimana manusia sudah mampu mengadakan reproduksi.44

41

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 375. 42

Ibid., h. 472. 43

Monk, Knoers, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2006), h. 262. 44

(46)

Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yanh lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh piaget dengan mengatakan:

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.

Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri dari peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak menjadi masa dewasa. Dalam masa pencarian identitas diri ini remaja menempatkan idola yang menurutnya ideal untuk menjadi patokannya dalam berprilaku dalam pembentukan identitasnya. Sedangkan dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Jika berprilaku seperti anak-anak maka lingkungan menganggapnya tidak pantas karena dia tak lagi kanak-kanak. Tapi, ketika dia berprilaku seperti orang dewasa maka lingkungan akan menganggapnya dewasa sebelum waktunya.45

Singgih & Ny. S sebagaimana telah dikutip Elfi Yuliani Rochmah,

menyatakan bahwa “masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke

masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan

45

(47)

memasuki masa dewasa.”46

Hal ini tidak jauh berbeda dengan pengertian remaja

yang diungkap oleh Zakiah Daradjat bahwa “masa remaja adalah masa yang penuh

dengan kegoncangan jiwa, masa berada dalam peralihan/diatas jembatan goyang yang menghubungkan masa kanak-kanak yang penuh kebergantungan dengan

masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri.”47

Dari sekian banyak pengertian remaja yang telah diungkap sebelumnya, maka jelaslah bahwa masa remaja merupaka masa peralihan dari masa anak yang masih tergantung sama orang dewasa lain, belum dapat bereproduksi, dan lain sebagainya yang merupakan ciri khas dari masa anak menuju kemasa dewasa yang mandiri, dapat bereproduksi, dan lain sebagainya yang merupakan ciri khas dari masa dewasa. Peralihan yang dialami oleh remaja meliputi perkembangan berbagai aspek kepribadian, seperti fisik, psikis, fikiran, religius, sosial, dan lain sebagainya.

Oleh karena masa peralihanlah maka remaja mengalami kegoncangan jiwa, karena mereka merasa bingung dengan dirinya sendiri, bagaimana dia memposisikan dirinya dilingkungan masyarakat. Ketika dia memposisikan sebagai anak-anak, lingkungan menganggap tidak pantas disebut sebagai anak-anak, sedangkan ketika dia memposisikan dirinya sebagai orang dewasa, ternyata lingkungan pun tidak menerimannya sebagai orang dewasa.

Oleh karena itu Zakiah Daradjat mengibaratkannya seperti jembatan goyang, tergantung kemana dia akan menggoyangkan jembatan itu. Mana yang akan dia pilih. Karena pada dasarnya masa dewasa merupakan pilihan dan masa anak-anak merupakan kepastian. Setiap orang pasti mengalami masa anak-anak, tetapi tidak semua orang mengalami kedewasaan, karena kedewasaan perlu diusahakan, sedangkan masa anak-anak merupakan fitrah.

46

Elfi Yuliani Rochmah, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Teras, 2005), h. 177. 47

(48)

2. Karakteristik Remaja

Menurut Zakiah Daradjat, “masa remaja merupakan masa di mana mereka

mulai mampu mengambil keputusan/kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang

dilihat dan didengarnya, sehingga menyebabkan anak menjadi kritis.” Hal ini

terjadi karena fikiran remaja mulai dapat menjangkau hal-hal abstrak, sehingga segala sesuatu yang ia temukan baik dari penglihatan ataupun pendengarannya menjadi hal yang perlu dikritisi.48

Menurut Muhammad Ali dan Muhammad Asrori dalam bukunya yang

brjudul “Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik” menyatakan bahwa :

Remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali ingin mencoba-coba, mengkhayal, dan merasa gelisah, serta berani

melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau “tidak dianggap”.

Untuk itu, mereka sangat memerlukan keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa. Seringkali remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri karena terlalu banyak menyaksikan ketidak konsistenan dimasyarakat yang dilakukan oleh orang dewasa/orang tua; antara apa-apa yang sering dikatakan dalam berbagai forum dengan kenyataan nyata dilapangan. Kata-kata moral didengungkan dimana-mana, tetapi kemaksiatan juga disaksikan dimana-mana oleh remaja.49

Hal ini berkaitan erat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat di atas, yang pada dasarnya fikiran pada masa remaja mulai berkembang dan sudah dapat memahami dan menterjemahkan hal-hal yang abstrak dari lingkungan. Sehingga dia kritis dan memiliki keingintahuan yang tinggi, sehingga mendorongnya untuk melakukan dan mencoban yang baru, yang sebelumnya

48

Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, h.135. 49

(49)

belum pernah dilakukan atau dirasakan, sekalipun menentang, karena remaja menyukai tantangan. Remaja sangat kritis terhadap segala sesuatu, apalagi sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang dia peroleh dari penterjemahan fikirannya yang dia peroleh informasinya dari lingkungan.

3. Problematika Remaja

Banyak problematika yang terjadi pada masa remaja, diantaranya adalah problematika yang berkaitan dengan kondisi fisik, psikis, fikiran, sosial, moral religius, dan seksual.

a. Fisik

Pada masa remaja terjadi empat perubahan fisik, diantaranya adalah perubahan ukuran tubuh , perubahan proporsi tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer, dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder. Terjadinya perubahan ukuran tubuh yang menonjol adalah bertambahnya berat, tidak hanya karena lemak, tetapi juga karena tulang dan jaringan otot yang berkembang dan bertambah besar.50

Perubahan proporsi tubuh remaja terletak pada perubahan pada daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya sangat kecil, menjadi sangat besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain. Hal ini tampak jelas pada hidung, kaki, dan tangan.

Perkembangan ciri-ciri seks primer yaitu perkembangan pada organ-organ seksual. Pada pria, gonad atau testes yang terletak pada scrotum tumbuh pesat hingga mencapai ukuran matang, diiringi dengan pertumbuhan penis yang meningkat panjang dan besarnya. Setelah fungsi organ seks pria matang

50

Gambar

gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN  YATIM DAN DHU’AFA

Referensi

Dokumen terkait

Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi5. Gempa bumi vulkanik

Untuk menjawab tujuan ketiga yakni untuk mengetahui b tingkat b ketahanan b pangan rumah tangga b petani di Desa Simpang Warga Dalam Kecamatan Aluh-Aluh Kabupaten

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa peraturan perundang-undangan materi

Sistem penunjukan kepala negara pada calon penggantinya, meskipun terdapat unsur positifnya, (seperti ketika Abu Bakar menunjuk Umar untuk menjadi khalifah setelah beliau, dengan

Hasil penelitian dari sikap ibu terhadap efek samping KB suntik 3 bulan diperoleh gambaran pada diagram 1 yang menunjukkan bahwa dari 76 responden KB suntik 3 bulan

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode pembelajaran Learning Starts With A Question dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

Ringkasan Rata-rata Abnormal Return Sebelum dan Sesudah Merger atau Akuisisi Perusahaan RMBA INPP ASII ANTM ICON JSMR EMTK FREN LPPF APLN KIJA... Perhitungan Return on Asset

Patsiendi hormoonanalüüsides oli vere- seerumi kilpnäärmehormoonide, adrenokor- tikotroopse hormooni, kortisooli, aldoste- rooni ja reniini sisaldus normi piires, esines aga