PERANAN LEMBAGA FIDUSIA SEBAGAI PENJAMIN HUTANG
DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK
SKRIPSI
Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
NIM. 080200399
ASIHOT MARULI TUA MANALU
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERANAN LEMBAGA FIDUSIA SEBAGAI PENJAMIN HUTANG
DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK
SKRIPSI
Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
O
L
E
H
080200399
ASIHOT MARULI TUA MANALU
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
(Windha, SH., M. Hum
Nip. 197501122005012002
)
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH)
(Ramli Siregar, SH, M. Hum)
Nip. 131570455
Nip. 195303121983031002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “PERANAN LEMBAGA FIDUSIA SEBAGAI PENJAMIN HUTANG DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK”. Sebagai salah satu
unsur penting dalam pemenuhan nilai-nilai tugas dalam mencapai gelar Sarjana Hukum dari
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati
kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat
dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan
penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan yang bahagia ini, tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima
kasih atas jasa-jasa dari nama-nama yang disebut di bawah ini. Beliau-beliau tersebut
merupakan panutan dan juga motivator penulis dari awal masa perkuliahan hingga sekarang.
Penulis menghanturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Kedua Orang Tua ku yang sangat penulis cintai dan hormati, Ayahanda R.Manalu dan Ibunda tersayang R.Br Hotang yang telah mendidik, merawat dan membesarkan penulis serta yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil.
2. Buat kakak-kakak ku dan abang-abang ku : Rosida Dormauli Br Manalu, Amd,
keponakan – keponakan ku yang kusayangi : Sultan Mulia Pardomuan Manalu, Yohanes Manalu, Eliza Ayu Br Lumban Gaol, Stephani Elia Br.Raja Guk-Guk, Markus Lumban Gaol yang telah mwendukung dan memberikan semangat kepada penulis, sehingga skripsi ini bisa diselesaikan tepat waktu.
3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Syafruddin Hasibuan,S.H, M.H, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak M. Hoesni, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .
7. Ibu Windha S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas ilmu dan saran yang telah diberikan kepada Penulis
8. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H, selaku Pembimbing I yang memberikan bimbingan dan pengetahuan sejak masa perkuliahan hingga sampai selesainya skripsi ini.
9. Bapak Ramli Siregar, S.H, M.Hum, sebagai Pembimbing II sekaligus sebagai Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi yang turut memberikan petunjuk serta
bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Semua Bapak dan Ibu Dosen, selaku staf pengajar dan seluruh administrasi Fakultas
Hukum , Program Ilmu Hukum dan Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara
11.Teman- teman yang tergabung dalam komunitas “Law 4 Life” ; Irman Mendrofa, Juni Rusminarty, Amalia Khairiza, Aras Firdaus, Miftahul Rizki, Arief Fahriadi, Efni Sri Andriyani, Fauzan Irgi Hasibuan, Putri Ulfa, Christi Ananda. Yang telah sangat membantu dukungan moril bagi penulis. Semoga persahabatan kita ini tidak hanya empat
tahun saja, tetapi selama-lamanya. Amin.
12. Semua teman-teman Ikatan Mahasiswa Ekonomi (IMAHMI), Juni Rusminarty, Putri Ulfa, Rumina Purnama M, Adhary Kurniawan, Fiqi M, Romina M.
13.Semua teman-teman stambuk 2008 Group G (Tahun 2008), F (Tahun 2009), E (Tahun
2010).
14.Semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini dan tidak bisa penulis sebut satu persatu.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, kepada almamaterku dan kepada masyarakat.
Medan, Juni 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI………... iv
ABSTRAKSI………... vi
BAB I. PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang………... 1
B. Perumusah Masalah……… ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….. 8
D. Keaslian Penulisan………. 9
E. Tinjauan Kepuatakaan………... 10
F. Metode Pengumpulan Data……… 11
G. Sistematika Penulisan………. 11
BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIFDUSIA………. 13
A.Pengertian dan Sifat Jaminan Fidusia………... 13
B.Objek Jaminan Fidusia……….. 19
C.Pendaftaran Jaminan Fidusia………. 20
D.Eksekusi Jaminan Fidusia……….. 27
BAB III. PROSES TERJADINYA PEMBERIAN KREDIT BANK………. 33
A.Pengertian Perjanjian Kredit………. 33
B.Jenis-Jenis Jaminan Kredit Bank……….. 37
C.Hak dan Kewajiban Para Pihak………. 37
D.Wanprestasi Dalam Pemberian Kredit………. 42
E.Berakhirnya Jaminan Fidusia……… 42
BAB IV. PERANAN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK……… 51
A.Lembaga Jaminan Fidusia Dalam Praktek Perbankan……….. 51
B.Peranan lembaga Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Hutang………… 57
C.Upaya Hukum Yang Dilakukan Untuk Memperkecil Resiko Dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hutang Berupa jaminan Fidusia……….……. 63
BAB V. PENUTUP……… 67
A.Kesimpulan………. 67
B.Saran………... 68
PERANAN LEMBAGA FIDUSIA SEBAGAI PENJAMIN HUTANG DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK
Asihot Maruli Tua Manalu *) Prof.Dr.Bismar Nasution,SH., MH **)
Ramli Siregar, SH., M.Hum ***)
ABSTRAKSI
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945 setelah Amandemen Tahun 2000 dapat dilakukan salah satunya adalah dengan cara pemberian kredit kepada masyarakat luas. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan lembaga fidusida sebagai jaminan hutang dalam pemberian kredit bank, dimana lembaga jaminan fidusia telah memperoleh suatu tempat khusus dalam hierarki perundang-undangan Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Disinilah jaminan fidusia memiliki peran dalam pemberian kredit sebagai jaminan hutang. Hanya bagi sebagian kalangan, jaminan fidusia merupakan sebagai jaminan pelengkap dari jaminan hak tanggungan. Walaupun seharunya tanpa hak tanggungan pun, pihak bank seharunya memberikan kredit dengan jaminan fidusia. Skripsi ini mengangkat pokok permasalahan seperti, apakah sesuai dengan yang dikehendaki dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, apakah peranan lembaga fidusia sebagai jaminan utang dalam praktek pemberian kredit dan apa saja upaya hukum yang dilakukan oleh bank untuk memperkecil resiko pemberian kredit yang dijamin dengan lembaga jaminan fidusia.
Metode yang dipakai penulis adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai peranan dari lembaga jaminan fidusia sebagai jaminan hutang dalam pemberian kredit bank. Metode pendekatan yang digunakan adalah analisis yuridis normative, yaitu dengan berusaha mengkaji dan menguji data yang berkaitan dengan permasalahan dalam peranan lembaga jaminan fidusia sebagai jaminan hutang dalam pemberian kredit bank. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan,literature / dokumen untuk memperoleh data sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa ditemukan bahwa ternyata Undang-Undang Fidusia belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, baik dari segi waktu pendaftarannya, biaya pendaftarannya, biaya pembuatan dan pendaftaran jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia, maupun untuk menjamin kepastian hukum dari para pihak. Kekurangan-kekurangan tersebut menyebabkan jaminan fidusia kurang dapat dimanfaatkan oleh dunia perbankan. Peranan lembaga jaminan fidusia dalam pemberian kredit bank yaitu dapat menjadi jaminan utama atau hanya menjadi jaminan tambahan.
*) Mahasiswa
**) Dosen Pembimbing I
PERANAN LEMBAGA FIDUSIA SEBAGAI PENJAMIN HUTANG DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK
Asihot Maruli Tua Manalu *) Prof.Dr.Bismar Nasution,SH., MH **)
Ramli Siregar, SH., M.Hum ***)
ABSTRAKSI
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945 setelah Amandemen Tahun 2000 dapat dilakukan salah satunya adalah dengan cara pemberian kredit kepada masyarakat luas. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan lembaga fidusida sebagai jaminan hutang dalam pemberian kredit bank, dimana lembaga jaminan fidusia telah memperoleh suatu tempat khusus dalam hierarki perundang-undangan Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Disinilah jaminan fidusia memiliki peran dalam pemberian kredit sebagai jaminan hutang. Hanya bagi sebagian kalangan, jaminan fidusia merupakan sebagai jaminan pelengkap dari jaminan hak tanggungan. Walaupun seharunya tanpa hak tanggungan pun, pihak bank seharunya memberikan kredit dengan jaminan fidusia. Skripsi ini mengangkat pokok permasalahan seperti, apakah sesuai dengan yang dikehendaki dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, apakah peranan lembaga fidusia sebagai jaminan utang dalam praktek pemberian kredit dan apa saja upaya hukum yang dilakukan oleh bank untuk memperkecil resiko pemberian kredit yang dijamin dengan lembaga jaminan fidusia.
Metode yang dipakai penulis adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai peranan dari lembaga jaminan fidusia sebagai jaminan hutang dalam pemberian kredit bank. Metode pendekatan yang digunakan adalah analisis yuridis normative, yaitu dengan berusaha mengkaji dan menguji data yang berkaitan dengan permasalahan dalam peranan lembaga jaminan fidusia sebagai jaminan hutang dalam pemberian kredit bank. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan,literature / dokumen untuk memperoleh data sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa ditemukan bahwa ternyata Undang-Undang Fidusia belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, baik dari segi waktu pendaftarannya, biaya pendaftarannya, biaya pembuatan dan pendaftaran jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia, maupun untuk menjamin kepastian hukum dari para pihak. Kekurangan-kekurangan tersebut menyebabkan jaminan fidusia kurang dapat dimanfaatkan oleh dunia perbankan. Peranan lembaga jaminan fidusia dalam pemberian kredit bank yaitu dapat menjadi jaminan utama atau hanya menjadi jaminan tambahan.
*) Mahasiswa
**) Dosen Pembimbing I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan akan dana yang diberikan oleh pihak perbankan dalam dunia perbankan di
Indonesia disebut dengan kredit, yang terkadang selalu dihubungkan dengan adanya jaminan
sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.Jaminan merupakan hal yang
penting dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam
meminjam uang, serta guna melindungi kepentingan para pihak khususnya kreditur (yang
meminjamkan).Djuhaendah Hasan mengatakan bahwasanya fungsi jaminan secara yuridis
adalah kepastian hukum pelunas hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang
atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian.Kepastian realisasi suatu
prestasi dalam suatu perjanjian.Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian
jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan.1
Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realisasi sutau prestasi dalam suatu perjanjian.Kepastian hukum ini adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia.
Sehubungan dengan adanya jaminan sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit, maka secara garis besar ada dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan yang paling diminati oleh pihak bank dan pihak lainnya sebagai kreditur adalah jaminan kebendaan.
1
Menurut Djuhaendah Hasan, jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitur melakukan cidera janji (wanprestasi). Di
dalam jaminan kebendaan selalu tersedia benda tertentu yang menjadi objek jaminan sehingga dalam pratek jaminan kebendaan lebih disukai dari pada jaminan perorangan karena sifatnya yang lebih menguntungkan pihak kreditur.2
Jaminan fidusia merupakan salah satu bentuk dari jaminan kebendaan, yang merupakan
perkembangan dari lembaga gadai.Pada ketentuan gadai mewajibkan kekuasaaan atas benda
yang dijaminkan harus pindah/berada di tangan pemegang gandai. Hal tersebut
mengakibatkan pemberi gadai tidak dapat mempergunakan dapat mempergunakan benda
jaminan tersebut untuk keperluan usahanya, sehingga dalam praktek timbul suatu
perkembangan baru di mana si peminjam menyerahkan hak miliknya atas benda jaminan itu
secara constitutum possessorium, yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan atas suatu
benda yang dijaminkan (milik debitur) kepada kreditur dengan penguasaan fisik atas
barang-barang itu tetap pada debitur. Debitur menguasai fisik barang-barang tersebut bukan lagi sebagai
pemilik melainkan sebagai peminjam-pakai.Pada awalnya objek fidusia terbatas pada benda
bergerak yang berwujud peralatan, tetapi pada perkembangan selanjutnya objek fidusia juga
meliputi benda yang tidak berwujud maupun benda tidak bergerak.
Ratnawati L. Prasodjo, staf ahli Menteri Kehakiman, dalam diskusi undang-undang
tentang jaminan fidusia, menjelaskan apa yang melatarbelakangi diajukan undang-undang
tentang jaminan fidusia, yaitu :
1. Memenuhi tuntutan pembangunan ekonomi
2
Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah
satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka membangun secara berkesinambungan
dibutuhkan dana yang besar. Pinjam meminjam merupakan salah satu bentuk untuk dapat
terpenuhinya kebutuhan akan dana yang besar tersebut. Kegiatan pinjam meminjam
memerlukan perlindungan melalui sebuah lembaga jaminan yang mampu memberikan
kepastian hukum dan perlindungan bagi para pihak yang terlibat.Lembaga jamina fidusia
merupakan salah satu bentuk jaminan yang belum ada pengaturanya secara utuh.
2. Kebutuhan Masyarakat.
Lembaga jaminan fidusia memungkinkan para pembeli fidusia untuk tetap menguasai
benda yang dijaminkan, agar dapat tetap melangsungkan kegiatan usahanya.Awalnya
jaminan fidusiahanya berlaku bagi benda-benda bergerak berwujud yang berbentuk peralatan
usaha, dalam perkembanganya objek fidusia meliputi benda tetap.3
Dengan diundangkan undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia,
lembaga jaminan fidusiatelah memperoleh suatu tempat khusus dalam hierarki
perundang-undangan di Indonesia. Dengan adanya undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang
jaminan fidusiadimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat dengan pengaturan
jaminan fidusiasebagai sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan
kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan.
Sebelum undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusiadibentuk, pada
umumnya objek jaminan fidusiaadalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam
persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor.
Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka
3
undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusiamemberikan pengertian yang
luas tentang objek jaminan fidusia yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tidak
berwujud dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan
sebagiman yang ditentukan dalam undang-undang nomor 4 tahun 1998 tentang hak
tanggunganyang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia
terhadap kreditur lainnya.
Akan tetapi, ada hal yang harus didasari bahwa pada Pasal 2 Undang-Undang
Jaminan Fidusia juga memberikan suatu batasan terhadap ruang lingkup berlakunya setiap
perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. Hal ini kembali
dipertegas melalui rumusan dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang
menyatakan bahwasannya Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak berlaku terhadap :4
1. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,sepanjang peraturan
perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib
didaftarkan.
2. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) meter
atau lebih.
3. Hipotik atas pesawat terbang
4. Gadai
Berdasarkan penjelasan secara umum dan singkat tentang Undang-Undang jaminan
fidusiadi atas, maka dalam hal ini lembaga jaminan fidusiaini digunakan secara luas dalam
berbagai transaksi pinjam meminjam atau kredit karena proses pembebanannya dianggap
sederhana, mudah dan cepat, serta adanya kepastian hukum dengan cara mendaftarkan
4
jaminan fidusiatersebut. Pendaftaran jaminan fidusia tersebut memberikan hak yang
didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kteditur lain. Karena jaminan
fidusiamemberikan hak kepada pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi
objek jaminan fidusiaberdasarkan kepercayaan.
Hal ini berbeda dengan gadai walaupun objek gadai hampir sama dengan objek
Fidusia yaitu juga sama-sama benda bergerak berwujud, namun karena objek gadai berada
pada penerima gadai, maka objek gadai tersebut tidak dapat dipergunakan atau
dimanfaatkan untuk kesehariannya oleh si pemberi gadai seperti sepeda motor, mobil dan
sebagainya. Apabila tidak dilakukan maka akan mengalami kekurangan. Hal ini dinyatakan
oleh Mariam Darus bahwasanya jika menalaah sistem hukum jaminan maka tampaklah
bahwa hukum jaminan belum berada dalam sistem hukum yang bulat dan tuntas dimana
pengaturannya masih bersifat sporadik dan belum tuntas.5
Sesuai dengan sifat hak kebendaan, jaminan fidusiatetap mengikuti benda menjadi
objek jaminan fidusiadalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali benda
persediaan.Pendaftaran fidusia mempunyai arti yang sangat penting terutama atas jaminan
benda bergerak yang tidak terdaftar mengingat sangat sulit membukt ikan siapa pemiliknya.
Dengan demikian telah disyaratkan suatu bentuk dan prosedur baku yang harus dilalui guna
memperoleh kepastian hukum mengenai jaminan fidusia.
Pasal 37 ayat 2 dan 3 undang-undang No 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusiatelah
memberikan suatu masa transisi yaitu 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya kantor
pendaftaran fidusia, semua perjanjian jaminan fidusia harus sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang fidusia kecuali tentang kewajiban akta jaminan fidusia.6
5
Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia Dalam Hukum Jaminan Indonesia Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, (Bandung,: Citra Aditya Bakti, 1998), hal 23.
Apabila tidak
6
didaftarkan dalam jangka waktu tersebut, maka perjanjian jaminan fidusiadimaksud tidak
merupakan hak agunan atas kebendaan yang dimaksud dalam undang-undang nomor 42
tahun 1999 tentang jaminan fidusiasehingga tidak mempunyai hak yang didahulukan
(preferent). Namun demikian, dalam praktek masih banyak jaminan fidusiayang diadakan
sebelum berlakunya undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusiabelum
disesuaikan dengan ketentuan undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia.
Hal tersebut mungkin terjadi karena adanya kendala-kendala yang timbul seiring dengan
diterapkannya undang-undang No 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia.
Seiring dengan alasan tersebut, maka timbullah suatu keinginan untuk diadakannya suatu
penelitian untuk meneliti undang-undang No 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusiaserta
membahas masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan undang-undang No 42 Tahun
1999 tentang jaminan fidusia khususnya dalam praktek perbankan
Bertitik tolak dari uraian diatas dan berdasarkan pandangan penulis, maka dengan ini
memilih judul :“PERANAN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENJAMIN HUTANG DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK.”
B. Perumusan Masalah
Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan lembaga jaminan fidusia dalam praktek perbankan?
2. Bagaimana peranan lembaga jamian fidusia sebagai jaminan hutang ?
3.
Upaya hukum yang dilakukan bank untuk memperkecil resiko dalam pelaksanaanC. Tujuan Penulisan
Mengacu pada permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk memperlajari dan memberikan gambaran mengenai peranan lembaga fidusia
sebagai penjamin hutang.
2. Untuk mempelajari, memahami dan memberikan gambaran mengenai ketentuan
hukum tentang perkreditan bank.
3. Untuk mengetahui sejauh mana peraturan-peraturan lembaga fidusia ini diterapkan
sebagai penjamin hutang dalam pemberian kredit bank.
Manfaat Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini ada 2 (dua) manfaat yang dapat diperoleh, yaitu :
1. Dapat memberikan manfaat bagi perguruan tinggi dan dapat dipergunakan sebagai
referensi bagi Kepustakaan pada Fakultas Hukum khususnya bagi para mahasiswa/i
dan juga memberikan kepastian hukum bagi para dabitur yang mendapat pinjaman
kredit bank dengan jaminan f idusia.
2. Dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat untuk mengetahui pemberian kredit
bank dengan jaminan fidusia dan masyarakat dapat mengetahui perundang-undangan
yang mengatur pemberian kredit bank dengan jaminan fidusia.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, disamping membaca buku yang berhubungan
Disini penulis mencoba memaparkan“Peranan Lembaga Jaminan Fidusia Sebagai Penjamin Hutang Dalam Pemberian Kredit Bank”
Sepanjang yang telah diketahui dan ditelusuri di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, penulisan tentang Peranan Lembaga Jaminan Fidusia Sebagai Penjamin
Hutang Dalam Pemberian Kredit Bank, dan data yang diperoleh dari perpustakaan belum
pernah ditulis. Dengan demikian dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai
dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya yang asli.
E. Tinjauan Pustaka
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia,
keberadaan lembaga jaminan fidusia telah memperoleh suatu kedudukan yang baik. Dalam
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia telah diatur tentang
pembebanan, pendaftaran, pengalihan dan hapusnya serta eksekusi jaminan fidusia.
Bahwa dalam melakukan penulisan judul ini dibahas hanya kepada kredit yang diikat
dengan jaminan fidusia dimana barang-barang bergerak dan tidak bergerak merupakan
jaminan atas kredit tersebut.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda (angka 1).
Sementara angka 2 mengatakan bahwa : Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas
benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan yang memberikan
kedudukanyang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Dalam praktek memang sering terjadi untuk mengertahui apakah pemberi fidusia
adalah benar-benar pemilik dari barang yang difidusiakan. Dan untuk memperoleh sekedar
kepastian biasanya penerima fidusia meminta kepada pihak pemberi fidusia dalam perjanjian
penyerahan hak milik secara kepercayaan untuk menyatakan secara sungguh-sungguh bahwa
ia adalah adalah orang yang berhak bertindak bebas atas barang yang difidusiakan dan bahwa
barang tersebut bebas dari segala beban.7
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Namun pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan kepada siapa saja yang memiliki
kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang (kreditur) di satu
pihak dan penerima pinjaman (debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian itu disepakati.
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara
dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang
lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.8
Pada umumnya, dalam perjanjian akan ditekankan kewajiban pihak peminjam uang untuk
memenuhi kewajibannya melunasi, mengembalikan atau mengatur utang pokoknya beserta
bunga, imbalan atau bagi hasil sesuai dengan waktu yang ditentukan.
7
Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hal 22
8
Perjanjian tambahan adalah perjanjian yang dibuat guna menunjang tercapainya
maksud dan tujuan perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit yang terwujud dalam bentuk
pemenuhan pembayaran terhutang oleh debitur.
Dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Suatu perjanjian dapat terdiri dari tiga bagian, yaitu :9
1. Essentialia, merupakan bagian perjanjian yang mutlak harus ada, tanpa bagian ini tak
mungkin ada perjanjian.
Misalnya : Dalam jual beli essentialia itu ialah barang dan harga ; dalam jaminan
kebendaan untuk suatu peminjaman uang essentalia nya adalah jumlah pinjaman (uang)
dan barang
2. Naturalia, merupakan bagian dari perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur sebagai
peraturan tambahan.
Misalnya : Dalam perjanjian jual-bei soal vrijwaring.
3. Aksidentalia, merupakan bagian dari perjanjian yang tidak diatur oleh undang-undang
tetapi oleh para pihak pihak sendiri.
Misalnya : Perjanjian sewa menyewa yang perjanjiannya di buat sendiri oleh para pihak
tanpa melihat ketentuan dari peraturan perundang-undangan.
Jaminan yang lahir karena undang-undang adalah adanya ditunjuk undang-undang ;
tanpa adanya perjanjian para pihak.
9
Misalnya adanya ketentuan undang-undang bahwa semua harta benda debitur baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, yang ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan
bagi seluruh piutangnya.
Jaminan kredit adalah perjanjian antara kreditur atau bank dengan seseorang yang
mengikatkan diri sebagai penanggung untuk memenuhi seluruh prestasi debitur, baik sebagai
jaminan pokok ataupun sebagai jaminan kebendaan yang lain sebesar seperti tercantum
dalam perjanjian pokok, baik karena ditunjuk oleh kreditur tanpa sepengetahuan atau
persetujuan debitur, maupun yang diajukan debitur atas perintah kreditur.10
Untuk mendapatkan lembaga ini, telah tersedia formulir khusus khusus di bank dengan istilah
misalnya jaminan perseorangan, jaminan orang ataupun jaminan kredit.
Jaminan bank adalah suatu jaminan dari bank sebagai perwujudan dari salah satu
fungsinya dalam pemberian pelayanan jasa, yang sekaligus melibatkan :
− Pihak penjamin, yang memberikan jaminan.
− Pihak terjamin, nasabah yang dijamian.
− Pihak penerima jaminan, yang menerima jaminan.
Dengan demikiam sesuai dengan Pasal 1820 KUH Perdata bahwa jaminan bank berarti jenis
penanggungan bahwa bank sebagai penanggung.11
F. Metode Penelitian
10
Thomas Soebroto, Tanja Jawab Hukum Jaminan, (Semarang: Dahara Prize, 1994), hal 193.
11
Dalam skripsi ini, untuk membahas masalahg sangat membutuhkan adanya data dan
keterangan yang dapat dijadikan bahan analitis.Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data
dan keterangan tersebut penulis menggunakan metode sebagai berikut.
1. Spesifikasi Penelitian
Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridisnormative dengan pertimbangan
bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundang-undangan fidusia
dalam kerangka hukum nasional Indonesia.Maka tipe penelitian yang digunakan adalah
penelitian juridis nomatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma-norma mengenai peranan lembaga fidusia sebagai penjamin
hutang dalam pemnberian kredit bank.Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian
kepustakaan.Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis mormative maka
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang berhubungan
dengan lembaga jaminan fidusia dan peranannya dalam pemberian kredit bank.
2. Bahan Penelitian
Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti dimaksud di bawah ini :
a. Bahan Hukum Primer. yaitu :
Berbagai dokumen peraturan perundang-undangan yang tertulis yang ada dalam
lembaga fidusia dan peraturan perbankan.Mengenai jaminan fidusia diatur dalam
Undang No 42 Tahun 1999 dan mengenai perbankan di atur dalam
Undang-Undang No 10 Tahun 1998.
Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan
untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen
uang dapat menjadi sumber informasi mengenai lembaga fidusia dan perkerditan
bank, seperti koran, majalah, dan juga sumber-sumber lainnya yakni internet yang
memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.
c. Bahan Huku m Tertier, yaitu :
Mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai
alat bantu pengalih bahasa seperti istilah asing
3. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan
penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian
kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku
literature, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, dan sumber-sumber lain
yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif.
Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi
pokok permasalahan. Metode kualitatif yaitu metode analisi data yang mengelompokkan
dan menyeleksi data yabng diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian
dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam V (lima) bab dan masing-masing bab
dibagi lagi dalam beberapa sub bagian sesuai dengan kepentingan pembahasan.
Bab I : Dalam bab ini penulis menerangkan secara ringkas mengenai latar belakang
masalahperumusan masalah, manfaat penulisan, tujuan penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Dalam bab ini penulis akan membahas tentang tinjauan umum jaminan fidusia.
Bab ini akan menjelaskan pengertian dan sifat dari jaminan fidusia, objek
fidusia,pendaftaran,eksekusi sampai dengan berakhirnya jaminan fidusia.
Bab III : Dalam bab ini, akan di bahas tentang prosedur dan proses pemberian kredit bank,
hak dan kewajiban para pihak,wanprestasi dalam pemberian kredit.
Bab IV : Dalam bab ini akan di jelaskan peranan lembaga jaminan fidusia sebagai jaminan
dalam pemberian kredit bank. Dimulai dari lembaga jaminan fidusia dalam
praktek perbankan, peranan lebaga fidusia sebagai jaminan hutang sampai upaya
hukum yang dilakukan untuk memperkecil resiko. Apakah semuanya ini sudah
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur nya. Dalam bab ini
akan dijelaskan pelaksanaan fidusia dalam praktek, apakah sesuai dengan teori
perundang-undangan yang berlaku.
Bab V : Dalam bab ini dengan pengetahuan yang terbatas, penulis mencoba menarik
kesimpulan dan memberi saran yang mungkin dapat dipergunakan untuk
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA
A.
Pengertian dan Sifat Jaminan Fidusia
1. Pengertian Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda
sebagai bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang semula berasal dari zaman
Romawi. Di negeri asalnya tersebut, selain bentuk jaminan, juga sabagai lembaga titipan.
Dalam hukum Romawi, lembaga fidusia dikenal dengan namafiducia cum creditore
contracta(artinya janji kepercayaan yang dibuat kreditor). Isi janji yang akan dibuat oleh
debitur dengan krediturnya adalah debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda
sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap menguasai secara fisik
benda tersebut dan kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur
bilamana utangnya sudah dibayar lunas. Dan hal ini berbeda dengan gadai, yang
mengharuskan penyerahan secara fisik benda yang digadaikan, dalam hal ini fiducia cum
creditore pemberi fudusia tetap menguasai benda tersebut, pemberi fidusia dapat
menggunakan benda dimaksudkan dalam menjalankan usahanya.12
Pada umumnya fidusia berasal dari kata fudiciair atau fides,yang artinya kepercayaan
yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi
pelunasan piutang kreditor. Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan hanya sebagai
agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada penerima fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.
12
Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia menyatakan : “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda.”13
Dari perumusan diatas dapat diketahui bahwa unsur-unsur fidusia adalah:
1) Pengalihan hak kepemilikan suatu benda;
2) Dilakukan atas dasar kepercayaan;
3) Kebendaannya tetap dalam pengausaan pemilik benda.
Dengan demikian, artinya bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan
pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar fiduciary dengan
syarat bahwa benda yang hak kepemilikannya itu diserahkan dan dipindahkan kepada
penerima fidusia tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia).Dalam hal ini yang
diserahkan dan dipindahkan itu dari pemiliknya kepada kreditor (penerima fidusia) adalah
hak kepemilikan atas suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, sehingga hak kepemilikan
sacara yuridis atas benda yang dijaminkan beralih kepada kreditor (penerima
gadai).Sementara itu hak kepemilikan secara ekonomis atas benda yang dijaminkan itu tetap
berada di tangan atau dalam penguasaan pemiliknya.
Selain itu dalam Pasal 1 angka 2Undang-Undang Jaminan Fidusia merumuskan
pengertian jaminan fidusia “Jaminan fudisia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan,yang tetap berada dalam dalam penguasaaan pemberi
13
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap
kreditor lainnya.”
Jika ditinjau dari sudut perkreditan di Indonesia, pemberian kredit dengan jaminan
fidusia ini dirasa sangat pas untuk menunjang usaha pemerintahan dalam program
pemerataan, karena penerima kredit juga tetap menguasai barang jaminan, sehingga
kesempatan untuk meningkatkan usahanya menjadi lebih besar.
Antara pemberi pinjaman (kredit) dan jaminan dengan demikian mempunyai
hubungan yang erat sekali. Bank sebagai kreditur tidak akan mau memberikan kredit tanpa
adanya jaminan yang memadai, sedangkan jaminan itu tidak dapat berdiri sendiri melainkan
harus didahului dengan pemberian kredit. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa
perjnajian kredit dan perjanjian pemberian jaminan mempunyai kedudukan yang sama.14
2. Sifat Jaminan Fidusia
A. Perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir
Berdasarkan pengertian Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia, jaminan
fidusia merupakan lembaga hak jaminan (agunan) yang bersifat kebendaan (zakelijk
zekerheid, security right in rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau
mendahulu kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.
Perjanjian fidusia bersifat obligatoir, berarti hak yang menerima fidusia merupakan
hak milik yang sepenuhnya meskipun hak tersebut dibatasi oleh hal-hal yang ditetapkan
bersama dalam perjanjian.Akan tetapi, pembatasan demikian hanya bersifat pribadi. Karena
hak yang diperoleh penerima fidusia itu merupakan hak milik yang sepenuhnya, ia bebas
14
untuk menentukan carapemenuhan piutangnya terhadap benda yang dijaminkan melalui
fidusia. Hak yang timbul dari perjanjian fidusia adalah yang bersifat pribadi, yang lahir
karena adanya hubungan perutangan antara kreditor dan debitur.Ketentuan-ketentuan yang
bersifat memaksa dari gadai tidak dapat diterapkan terhadapnya.Juga para pihak bebas untuk
menetukan manakala terjadi kepailitan pada debitur atau kreditur.15
B. Perjanjian jaminan fidusia bersifat accessoir
Jaminan fidusia bersifat accessoirartinya jaminan fidusia bukan hak yang berdiri
sendiri tetapi lahirnya keberadaan atau hapusnya tergantung perjnajian perjanjian
pokoknya.Yang dimaksud perjanjian pokok adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban
bagi para pihak atau untuk memenuhi prestasi, contoh nya yang menimbulkan kewajiban para
pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu yang dapat
dinilai dengan uang.
Sifat accessoir dari jaminan fidusia menegaskan : “Jaminan fidusia merupakan
perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi suatu prestasi.”16
Pasal 25 juga menegaskan bahwa jaminan fidusia hapus karena hapusnya utang yang
dijamin dengan fidusia.
Jaminan fidusia ysng bersufat accessoir ini menimbulkan konsekuensi, dalam hal
piutang yang dijamin dengan jaminan fidusia beralih kepada kreditur lain, maka jaminan
fidusia yang menjaminnya demi hukum ikutan beralih kepada kreditur baru.Pencatatan
peralihan hak jaminan fidusia didasarkan pada akta dibawah tangan atau akta
15
Sri Soedewi, Himpunan Karya Tentang Hukum Jaminan, (Jogyakarta : Liberty, 1982), hal 52.
16
otentik.Terjadinya peralihan piutang perlu didaftarkan oleh kreditur baru kepada kantor
pendaftaran fidusia dan juga diberitahukan kepada debitur.
Menurut Gunawan Widaja sebagai suatu perjanjian accessoir, perjanjian jaminan
fidusia memiliki sifat sebagai berikut :
1) Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok;
2) Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok;
3) Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilasanakan jika ketentuan yang
diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.17
C. Sifat Droit de Suite dari Fidusia : Fidusia sebagai hak kebendaan
Jaminan fidusia yang memiliki sifat droit de suiteartinya penerima jaminan fidusia
atau kreditur mempunyai hak mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam
tangan siapapun benda itu berada.
Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg/droit de suit, yaitu hak kebendaan tersebut
selalu mengikuti terus dimana pun benda itu berada.
Hak perorangan tidak mempunyai droit de suite karena hak tersebut hanya dapat dilakukan
terhadap seorang tertentu saja. Dengan adanya pemindahan barang tersebut maka hak
perorangan akan lenyap karena hak penagihan lenyap.18
Ciri-ciri/sifat-sifat hak kebendaan :
17
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal 130.
18
Ade, “Hukum Perdata
1. Hak kebendaan merupakan hak yang bersifat mutlak yaitu dapat dipertahankan
terhadap siapapun juga
2. Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg/droit de suit yaitu hak it uterus mengikuti
bendanya di manapun berada atau di tangan siapapun berada.
3. Hak kebendaan yang lebih dulu terjadi mempunyai tingkatan yang lebih tinggi
daripada hak terjadi kemudian.
4. Hak kebendaan mempunyai sifat droit de preference yaitu hak yang lebih didahulukan
5. Gugatan hak kebendaan disebut gugat kebendaan.
Namun sifat ini dikecualikan untuk objek jaminan fidusia yang berbentuk benda
persediaan (inventory).Objek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan dalam dunia
perdagangan dapat dijual setiap saat karena benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat
dijual setiap saat karena benda persediaan tersebut merupakan barang-barang dari hasil
produksi industri yang memang untuk diperdagangkan.
Pengecualian ini didasarkan pada sifat kebendaan berupa barang-barang dagangan,
yang memang untuk didagangkan atau diperjualbelikan, sehingga sifat droit de suitedengan
sendirinya tidak dapat diterapkan kepada kebendaan yang dimaksud.
D. Sifat Droit de Preferance : Fidusia memberikan kedudukan diutamakan
Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditor
lainnya, yaitu hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil
eksekusi (penjualan) dari benda yang menjadi objek jaminan fidsusia.Hak untuk mengambil
pelunasan piutang ini mendahului dari kreditor lainnya yang tidak dijamin dengan fidusia,
walaupun penerima fidusia termaksud orang yang pailit atau dilikuidasi.Hak utama dari
benda yang menjadi objek jaminan fidusia itu termaksud dalam boedel kepailitan pemberi
fidusia.
Ketentuan ini berhubungan dengan ketentuan bahwa jaminan fidusia merupakan hak
agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang.Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.
B.
Objek Jaminan Fidusia
Pada prinsipnya semua benda baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang
dapat diserahkan hak milik nya kepada orang lain dapat pula diserahkan hak miliknya secara
kepercayaan bagi jaminan hutang melalui lembaga fidusia yang dimaksud dengan objek
jaminan fidusia adalah benda-benda apa yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan
dibebani jaminan fidusia.
Benda jaminan fidusia menurut Tan Kamello adalah segala sesuatu yang dapat
dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar
maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotik.19
Dalam praktek, barang-barang yang diserahkan sebagai jaminan dalam jaminan
fidusia adalah benda-benda atau barang-barang yang secara sosial ekonomi dapat menunjang
jalannya suatu usaha/perusahaan.
Menurut Sutarno, benda-benda yang dapat dibebani jaminan fidusia antara lain:20
19
Tan Kamello,Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: PT Alumni, 2004), hal 34.
20
1) Benda bergerak berwujud, contohnya : kendaraan bermotor,alat investaris kantor,
perhiasan,kapal laut berukuran di bawah 20 M3.
2) Barang bergerak tidak berwujud, contohnya : wesel, saham, obligasi,konosemen,
sertifikat deposito.
3) Hasil dari benda yang menjadi objek jaminan baik benda bergerak berwujud atau benda
bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan.
4) Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan.
5) Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
yaitu hak milik satuan rumah susun diatas tanah hak pakai atas tanah Negara
(Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985) dan bangunan rumah yang dibangun diatas tanah orang lain
sesuai Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
6) Benda-benda termaksud piutang yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun
piutang yang diperoleh kemudian hari.
C.
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Bentuk jaminan fidusia digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam,
karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, baik oleh pemberi
fidusia maupun oleh penerima fidusia, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum.
Karena pada saat itu, jaminan fidusia tidak (perlu) didaftarkan pada suatu lembaga
pendaftaran jaminan fidusia.Di satu pihak jaminan fidusia memberikan kemudahan bagi para
pihak yang menggunakannya, terutama pihak yang menerima fidusia. Pemberi fidusia
laintanpa sepengetahuan penerima fidusia (yang pertama). Hal ini dimungkinkan karena
belum ada pengaturan mengenai jaminan fidusia.21
Ketidakadaan kewajiban pendaftaran tersebut sangat dirasakan dalam praktik sebagai
kekurangan dan kelemahan bagi pranata hukum jaminan fidusia. Sebab disamping
menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia
tersebut menyebabkan jaminan fidusia tidak memenuhi unsur prublisitas, sehingga susah
dikontrol. Hal ini dapat menimbulan hal-hal yang tidak sehat dalam praktiknya.22
Atas perimbangan itulah, didalam undang-undang fidusia diatur tentang (kewajiban)
pendaftaran jaminan fidusia agar memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang
berkepentingan dan perlu diingat, pendaftaran jaminan fidusia ini memberikan hak yang
didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain. Karena jaminan
fidusia memberikan hak kepada pihak pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang
menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, diharapkan sistem pendaftaran yang
diatur dalam undang-undang fidusia tersebut dapat memberikan jaminan terhadap kepada
pihak penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda tersebut.23
Berkaitan dengan kewajiban pendaftaran jaminan fidusia, dalam Pasal 11 ayat (1)
Undang-Undang Fidusia dinyatakan:
Benda yang dibebani dengan jaminan fiduisia wajib didaftarkan.
Adapun dalam penjelasan atas Pasal 11 Undang-Undang Fidusia dinyatakan sebagai
berikut :24
21
Rachmadi Usman , Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 200.
22
Fuadi Munir, Jaminan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya BAkti, 2000), hal 65.
23
Rachmadi Usman, Op.cit , hal 205.
24
Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusiaa dilaksanakan di tempat
kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada didalam
maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas,
sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang
telah dibebani jaminan fidusia.
Dari ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Fidusia, dapat diketahui yang wajib
didaftarkan oleh penerima fidusia itu “Benda” yang dibebani dengan jaminan fidusia, yang
pendaftaran bendanya mencakup benda, baik benda yang berada di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia maupun benda yang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
Dengan kata lain berdasarkan ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Fidusia ini, yang
wajib untuk didaftarkan itu adalah “benda” objek jaminan fidusia.
Sementara itu ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Fidusia
menyatakan:25
Pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia
Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Fidusiadinyatakan :
Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa
atau wakilnya dengan melampirkjan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia.
Adapun tata cara pendaftaran fidusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
ialah :
a. Tempat Pendaftaran Jaminan Fidusia
25
Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilaksanakan di kantor pendaftaran fidusia
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dari pemberi fidusia
yang bersangkutan.
Kata “tempat kedudukan” biasanya tertuju kepada suatu perseroan/perkumpulan,
sedangkan untuk organ perseorangan digunakan istilah “tempat tinggal/kediaman”atau
“domisili”.Padahal pemberi fidusia bisa perseorangan maupun korporasi.Namun demikian
kiranya boleh menyimpulkan, bahwa pendaftaran fidusia dilakukan di kantor pendaftaran
fidusia yang wilayah kerjanya meliputi domisili/tempat kedudukan dari pemberi
fidusia.Ketentuan ini baru penting bila nanti ternyata diadakan kantor-kantor pendaftaran di
luar disebutkan dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Fidusia.26
Namun demikian, domisili di atas jangan dikacaukan dengan domisili pilihan yang
diperjanjikan para pihak dalam perjanjian pemberian jaminan, yang diadakan untuk
mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang timbul di kemudian hari, sehubung dengan
perjnajian pemberian jaminan fidusia.Dalam hal ini yang disebut diatas hanya mengenai
tempat dimana pendaftaran jaminan fidusia dilakukan.Karena dalam undang-undang fidusia
tidak ada ketentuan yang bersifat memaksa.27
b. Permohonan dan Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia
Sesusai dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang
Fidusia,pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan mengajukan surat permohonan kepada
kantor pendaftaran fidusia, dengan melampirkan surat pernyataan pendaftaran jaminan
fidusia. Ppermohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut diajukan oleh penerima fidusia
sendiri, kuasa atau wakilnya.
26
Satrio J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal 83.
27
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Fidusia menentukan pula, bahwa permohonan
pendaftaran jaminan fidusia tidak harus dilakukan oleh penerima fidusia, melainkan dapat
dilakukan kuasa atau wakilnya dari penerima fidusia. Kuasa disini adalah mereka yang
menerima pelimpahan wewenang berdasarkan surat kuasa dari penerima fidusia untuk
melakukan pendaftaran jaminan fidusia.28
Menurut Keputusan Mentri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.01.UM.01.06 Tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan
Fidusia ialah :
1. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2. Melalui Kantor Pendafaran Fidusia;
3. Oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya;
4. Dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia sesuai formulir yang
bentuk dan isinya sudah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 ;
5. Dan dilengkapi dengan :
• Salinan akta notaries
• Surat kuasa
• Bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia
c. Buku Daftar Fidusia
28
Kewajiban menyediakan buku Ddaftar fidusia bagi kantor pendaftaran fidusia ini
dinyatakan secara tegas dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Fidusia, yang bunyinya :
Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada
tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
Jadi dari ketentuan Pasal ayat (3) Undang-Undang Fidusia (harus) dicatat di kantor
pendaftaran fidusia dalam suatu register khusus yang diadakan untuk itu, yang dinamakan
dengan “Buku Daftar Fidusia”. Pencatatanya dilakaukan pada tanggal yang sama dengan
tanggal penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut.
d. Saat Lahirnya Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 14 ayat (3)
Undang-Undang Fidusia, lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatanya jaminan
fidusia dalam buku daftar fdidusia. Tanggal pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar
fidusia dianggap sebagai saat lahirnya jaminan fidusia, bukan pada saat terjadi pembebanan
fidusia dengan dibuatnya akta jaminan fidusia di hadapan notaris.
e. Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehakiman, telah diatur tiga jenis penerimaan
negara bukan pajak yang bertalian dengan pelayanan jasa hukum dalam pendaftaran jaminan
fidusia, yaitu mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia dan biaya
Besarmya tarif penerimaan negara bukan pajak yang bertalian dengan biaya
permohonan pendaftaran jaminan fidusia dan perubahan serta penggantian sertifikat jaminan
fidusia dapat dilihat dari tabel berikut ini.29
No Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif (Rp)
1 Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia :
a. Untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp.50 juta
b. Untuk nilai penjamin di atas Rp.50 juta
Per akta
Per akta
25.000
50.000
2 Biaya permohonan perubahan hal-hal yang tercantum
dalam sertifikat Jaminan Fidusia
Per
Permohonan
10.000
3 Biaya permohonan penggantian Sertifikat Jaminan
Fidusia yang rusak atau hilang :
Untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp.50 juta
a. Untuk nilai penjaminan di atas Rp.50 juta
Per akta
Per akta
25.000
50.000
Sumber :http//www.kepustakaan-presiden.pnri.go.id 8 Juli 2009, terakhir kali diakses pada
tanggal 13 Juni 2012.
D.
Eksekusi Jaminan Fidusia
Ketentuan Pasal 29 ayat (9) Undang-Undang Fidusia telah mengatur pelaksanaan
eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yang menyatakan sebagai berikut :
Apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang
menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
oleh penerima fidusia;
29
b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelengan umum serta mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualan;
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi
dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi
yang menguntungkan para pihak.
Dengan demikian Undang-Undang Fidusia telah mengatur cara atau menciptakan
beberapa model eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Berdasarkan
ketentuan dalam 29 ayat (1) Undang-Undang Fidusia, dapat diketahui bahwa apabila debitur
atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dapat dilakukan dengan cara berikut ini :
a. Eksekusi berdasarkan grosse sertifikat jaminan fidusia atau title eksekutorial yang
terdapar dalam sertifikat jaminan fidusia, yang dilakukan oleh penerima fidusia.
b. Eksekusi berdasarkan pelaksanaan parate eksekusi melalui pelelangan umum oleh
penerima fidusia.
c. Eksekusi secara penjualan di bawah tangan oleh kreditor pemberi fidusia sendiri
Ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Fidusia tidak disebutkan cara
eksekusi fidusia lewat gugatan biasa. Sungguhpun tidak disebutkan, tetapi tentunya pihak
kreditor dapat menempuh proses eksekusi biasa lewat gugatan biasa ke pengadilan. Sebab
keberadaan undang-undang fidusia dengan model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan
hukum secara umum.
Perlu diperhatikan, bahwa ketentuan dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Fidusia
fidusia sudah cidera janji”. Kententuan dalam pasal tersebut membedakan antara debitur dan
pemberi fidusia, yang memang merupakan dua orang yang berlainan.Kata “atau”
mengajarkan kepada kita, bahwa yang cedera janji dari debitur (pemberi fidusia) dan pihak
ketiga pemberi fidusia.Dalam hal debitur sendiri yang bertindak sebagai pemberi fidusia,
sehubung dengan penjaminan itu ada dua perjanjian yang ditutup oleh kreditor, yaitu
perjanjian pokoknya untuk mana diberikan jaminan fidusia dan perjanjian penjaminan fidusia
sendiri.Karena dalam Pasal 29 ayat (1) diatas disebutkan secara umum, cedera janji debitur
meliputi baik pada perjanjian pokoknya maupun pada perjanjian penjaminannya.Sebab dalam
perjanjian pokok maupun dalam perjanjian penjaminannya, para pihak biasa memperjanjikan,
bahwa apabila debitur tidak mematuhi janji-janji yang tertuang dalam perjanjian-perjanjian
yang mereka tutup, utang debitur seketika menjadi matang untuk ditagih.30
Sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Fidusia, dalam hal hasil eksekusi melebihi
nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi
fidusia.Namun demikian apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang,
debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar.31
Ketentuan ini juga kita jumpai dalam Pasal 1154 Kitab Undang-Undang Perdata
untuk gadai yang berbunyi :
(1) Apabila si berpiutang atau si pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban
kewajibannya, maka tak diperkenankanlah si berpiutang memiliki barang yang
digadaikan.
(2) Segala janji yang bertantangan dengan ini adalah batal
30
J.satrio, Op.cit, hal 318.
31
E.
Hapusnya Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia dapat dihapus secara hukum disebabkan oleh hal-hal tertentu.
Bertalian dengan itu, ketentuan dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Fidusia berbunyi :
Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fiduisa; atau
c. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Sesuai dengan sifat accesoir dari jaminan fidusia, adanya jaminan fidusia tergantung
pada adanya piutang yang dijamin pelunsannya.Apabila piutang tersebut hapus karena
hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia, dengan sendirinya atau otomatisnya Jaminan
Fidusia yang bersangkutan juga menjadi hapus. Menurut penjelasan atas Pasal 25 ayat (1)
Undang-Undang Fidusia, hapusnya utang di sini yang menyebabkan hapusnya jaminan
fidusia antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat
oleh kreditor.
Pengertian utang dalam Pasal 25 ayat (1) sub a Undang-Undang Fidusia ini
hendaknya ditafsirkan secara luas, meliputi segala perikatan, karena pada asasnya lembaga
jaminan bisa dipakai untuk menjamin kewajiban prestasi yang timbul dari perikatan
apapun.32
Jadi sesuai dengan sifat ikuta dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia
tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.Apabila piutang tersebut hapus
karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang
32
bersangkutan menjadi hapus. “Hapusnya utang” ini antara lain dibuktikan dengan bukti
pelunasan atau bukti hapusnya utang berupa keteranganyang dibuat oleh kreditor.
Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim
asuransi, tidak diperjanjikan lain. Jika benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan
benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan
fidusia tersebut.
Atau hapusnya jaminan fidusia, maka penerima fidusia harus memberitahukan kepada
kantor pendaftaran fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia tersebut.Pada saat
pemberitahuan tersebut harus dilampirkan pula pernyataan mengenai hapusnya utang,
pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut. Adanya
kententuan seperti ini akan berguna untuk member kepastian kepada kantor pendaftaran
fidusia untuk mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia dan menerbitkan
surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku
lagi.33
Tentang berakhir atau hapusnya perjanjian juga diterangkan oleh Pasal 1381
KUHPerdata bahwa hapusnya atau berkahirnya perjanjian disebabkan oleh
peristiwa-peristiwa sebagai berikut34
1) Karena ada pembayaran; :
2) Penawaran yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
3) Novasi atau pembaruan utang;
4) Kompensasi atau perjumpaa hutang;
33
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit, hal 157.
34
5) Percampuran hutang;
6) Pembebasan hutang;
7) Musnahnya barang yang terhutang;
8) Pembatalan perjanjian;
9) Berlakunya suatu syarat batal;
BAB III
PROSES TERJADINYA PEMBERIAN KREDIT BANK
A.
Pengertian Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit bank menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu dari
bentuk perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam pasal 1754-1769 KUHPerdata. Dalam
bentuk apapun juga,pemberian kredit itu diadakan pada hakekatnya merupakan suatu
perjanjian pinjam-meminjam.
Sedangkan menurut Encyclopaedia of Professional Management, pengertian kredit
yang lebih universal adalah :To give or extend economic value to someone or to business firm
else now on faith or trust that the economic equivalent will be returned to the extender in the
future.35
Dalam prakek perbankan modern, hubungan hukum dalam kredit tidak lagi
semata-mata hanya berbentuk perjanjian pinjam-meminjam tetapi sudah ada bentuk perjanjian yang
lain seperti bentuk perjanjian pemberian kuasa. Pelaksanaan perjanjian pinjam-meminjam
yang ada dalam KUHPerdata tidak sepenuhnya di identik dengan bentuk dan pelaksanaan
suatu perjanjian kredit perbankan, diantara ke dua ada perbedaan-perbedaan.
Dalam praktek bentuk dan materi perjanjian kredit antara suatu bank dengan bank
yang lainnya tidak sama, hal ini terjadi dalam rangka menyesuaikan diri dengan
kebutuhannya masing-masing dengan demikian perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai
bentuk yang berlaku umum.
35
Asas utama dalam perjanjian kredit adalah asas kebebasan berkontrak.Asas kebebasan
berkontrak menemukan dasar hukumnya pada rumusan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut.
Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Asas kebebasan berkontrak mendapatkan dasar eksitensinya dalam rumusan angka 4
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asas kebebasan berkontrak
memungkinkan para pihak untuk membuat dan mengadakan perjanjian serta untuk menyusun
dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan
sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.36
Ketentuan Pasal 1137 Kitab Undang-Undang Perdata nmenyatakan bahwa suatu sebab yang
halal adalah terlarang, apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau apabila berlawanan
dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
Pasal 1338 menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan rumusan ini berarti setiap pihak sabagai kreditor yang tidak memperoleh pelaksaan
kewajiban oleh debitor dapat atau berhak memaksakan pelaksanaannya dengan meminta
36
bantuan pada pejabat Negara yang berwewenang yang akan memutuskan dan menentukan
sampai seberapa jauh suatu prestasi yang telah gagal, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali
dilaksanakan, atau dilaksanakan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan masih dapat
dilaksanakan, semuanya dengan jaminan harta kekayaan debitor sebagaimana diatur dalam
Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Perdata.37
Berdasarkan prinsip ini, para pihak berhak menentukan apa saja yang ingin mereka sepakati,
sekaligus untuk menentukan apa yang tidak ingin dicantumkan di dalam naskah perjanjian,
tetapi bukan berarti tanpa batas. Dalam KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak ini diatur
dalam pasal 1338.
Dalam perkembangannya asas ini mendapat pengaruh dari peraturan ekonomi yang
memuat kententuan yang bersifat memaksa yang ditujukan untuk menyeimbangkan
kemampuan pihak-pihak pelaku ekonomi secara lebih adil dalam rangka pelaksanaan
pembangunan nsional yang berdasarkan asas pemerataan.
Istilah kredit itu berasal dari bahasa Latin “credere”, yang semuanya artinya
kepercayaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditor (yang
memberi kredit, yang lazim dikatakan bank) dalam hubungannya perkreditan dengan debitor
(nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu dan dengan
syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit
yang bersangkutan. Dalam masyarkat umum, istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan
dapat dikatakan popular dan merakyat, sehinggga dalam bahasa sehari-hari sudah dicampuri
dengan istilah utang.38
37
Ibid, hal 281.
38
Rachamdi Usman, Aspek-aspek hukum perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
Dalam pasal 1 butir 11 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa kredit
itu adalah :39
“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.”
Berdasarkan pengertian diatas menunjukan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh
debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya
tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya.40
Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia adalah suatu perjanjian
pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam KUHPerdata pada Pasal 1754-1769. Dengan demikian
perbuatan suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHPerdata tetapi
dapat pula berdasarkan kesepakatan diantara para pihak, artinya dalam hal ketentuan yang
memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata,
sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak.
Pasal 1754 KUHPerdata menyatakan bahwa :
“Pinjam-meminjam ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian,
39
Pasal 1 buitr 11 Undang-Undang No 10 Tahun 1998.
40
Hermansyah,Hukum perbankan nasional Indonesia, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2005), hal
dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula.”
Dalam hal ini, maka dalam bentuk apapun juga pemberia