TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA
ANTARA PETUGAS ADMINISTRASI (PEKERJA KONTRAK)
DENGAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK. KANTOR
CABANG TEBING TINGGI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
OLEH :
NAMA : JESICA WESIA HUTABARAT
NIM
: 060200319
Departemen Hukum Keperdataan
Program Kekhususan Perdata BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA
ANTARA PETUGAS ADMINISTRASI (PEKERJA KONTRAK)
DENGAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK. KANTOR
CABANG TEBING TINGGI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
OLEH :
NAMA : JESICA WESIA HUTABARAT
NIM
: 060200319
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Perdata BW
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Perdata BW
Prof. Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S. (NIP. 196 204 211 988 031 004)
Dosen Pembimbing I, Dosen Pemimbing II,
Prof. Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S. Yefrizawati, S.H.,M.Hum (NIP. 196 204 211 988 031 004) (NIP. 197 512 102 002 122 001)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
KATA PENGANTAR
Segala puji, syukur dan hormat Penulis ucapkan pada Tuhan Yesus Kristus
atas penyertaan-Nya selama menjalani perkuliahan, hingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN
KERJA ANTARA PETUGAS ADMINISTRASI (PEKERJA KONTRAK)
DENGAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK. KANTOR CABANG
TEBING TINGGI” yang diangkat oleh Penulis karena keingintahuan Penulis akan
bagaimana pelaksanaan dan bentuk perjanjian kerja antara Petugas Administrasi
dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi yang
dalam hal ini Penulis melakukan riset pada BRI Cabang Tebing Tinggi. Selain itu,
penulisan skripsi ini juga bertujuan memenuhi syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .
Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para
pihak yang telah banyak membantu, memberi dukungan kepada Penulis hingga
skripsi ini dapat selesai dengan baik. Maka untuk semua itu Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara,
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM.,
Bapak Muhammad Husni, SH., MH., selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara,
3. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS. Selaku Guru Besar, Ketua
Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, dan juga selaku Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan
bimbingan, arahan dan masukan serta nasehat kepada Penulis hingga skripsi
ini dapat selesai dengan baik.
4. Ibu Yefrizawati, SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah sabar
dan banyak memberikan bimbingan, bantuan, arahan dan masukan serta
nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. (Maaf ya Bu, klo saya
sering datang terlambat klo mau bimbingan….hehehe….).
5. Ibu Dr. Utary Maharany Lubis, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing
Akademik Penulis, yang telah mengarahkan Penulis dalam menjalankan
akademi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Buat Ibu Rafiqoh
Lubis, SH., M.Hum., makasih ya Bu, dah jadi dosen yang baik dan mau
mendengarkan keluhan penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Terima kasih atas nasehat dan trik-triknya (sangat
bermanfaat…).
6. PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi, yang telah
memberikan izin kepada Penulis untuk melaksanakan riset serta memperoleh
data yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Terima kasih yang teramat besar penulis ucapkan kepada kedua orangtua
Penulis, Welzink Hutabarat, SE. dan Sondang Sihombing, S.Pd. yang selalu
memberikan cinta, kasih sayang, dukungan dan perhatian serta doa yang
menyelesaikan skripsi ini. Buat Bapak, terima kasih karena sedikit banyak
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini (makasih buat
wawancaranya, sebagai wakil pekerja BRI Tebing Tinggi merangkap Dosen
Pembimbing III, hehehe…). Buat mama, makasih udah nyiapin makanan, jus,
susu, (puding,,hehehe) klo lagi ngerjain skripsi. Buat Kakak dan adik Penulis,
k’ Indah, K’ Iye (disini aja manggil kaka nya, haha), Arigato dan Andrea,
makasih ya buat dukungan semangatnya (mari kita berikan yang terbaik buat
bapak dan mama). Bou Lina, makasih ya buat doa dan dukungannya.
Westvillage Family is the best. Love you..
8. Buat NanaPhanieRannie (ga terpisahkan,hahaha) sahabat-sahabat Penulis,
terima kasih buat dukungan dan semangatnya (makasih udah menghibur ku
ketika stress tingkat tinggi..hahaha). Semoga persahabatan kita tetap terjalin
hingga kapan pun. Buat Grup B angkatan 06’ PRM n K_Family, makasih atas
kegilaan-kegilaanya dan menjadi teman kampus yang tidak akan terlupakan.
Terutama buat Pauline ”my DJ” (temen seperjuangan abis), Yenny ”Westafel”,
Vanni, April n Sarah (temen dari semester 1 sampai abis). My new bro Ferdy
FHS (The Prince of Atjeh, kapan kita nonton sebelum ujian lagi??), Otniel
OHT (Bang kenta..), Jani (choko), ”Babe” Rizky, Mamad ”maFud”, topel,
Aulia ”Emon”, Icut “Agam”(bro juga ini..), Boboy...(smuanya: Ayokkk
Karaokeee)... Buat Hendry (makasih dah bantui buatin outline), Rico (makasih
dah bantuan pemilihan judul), Nixon 08 (makasih buat semangatnya ya de..).
Buat semua angkatan 06 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
SEMANGAT. Buat Pegawai Perpustakaan (makasih ya bang, kak, udah mau
semua bantuannya. Dan Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis mengharapkan agar kelak skripsi ini dapat memberi
sumbangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Medan, Maret 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... v
Abstrak ... viii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 7
E. Tinjauan Kepustakaan ... 8
F. Metode Penelitian ... 13
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KERJA ... 18
A. Perjanjian Pada Umumnya ... 18
1. Pengertian Perjanjian ... 18
2. Syarat Sahnya Perjanjian ... 20
3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian ... 28
4. Asas-Asas Hukum Perjanjian ... 30
5. Jenis-Jenis Perjanjian ... 43
6. Berakhirnya Perjanjian ... 46
B. Perjanjian Kerja Pada Umumnya ... 47
2. Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja ... 51
3. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja ... 60
4. Jenis-Jenis Perjanjian Kerja ... 66
a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu... 67
b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ... 74
5. Berakhirnya Perjanjian Kerja ... 74
BAB III. SEKILAS MENGENAI PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK. 83
A. Sejarah Singkat PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 83
B. Visi dan Misi PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 85
C. Hubungan Perusahaan (PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.) dengan Insan Bank (Pekerja PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.) ... 86
D. Struktur Organisasi Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 88
E. Prosedur Penerimaan Petugas Administrasi PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 92
F. Hak dan Kewajiaban Pekerja dan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 95
BAB IV. PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PETUGAS ADMINISTRASI DENGAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA TBK. 100 A. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Antara Petugas Administrasi Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 101
B. Berakhirnya Kesepakatan Kerja Antara Petugas Administrasi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. ... 106
C. Perbandingan Ketentuan Perjanjian Kerja yang Ditetapkan Oleh PT.
Bank Rakyat Indonesia Tbk. dengan Ketentuan Perjanjian Kerja yang
2003 Tentang Ketenagakerjaan ... 110
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 120
A. Kesimpulan ... 120
B. Saran ... 121
Daftar Pustaka
ABSTRAK
Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama-sama dengan manusia lain. Apabila dalam pergaulan hidup terjadi peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu perjanjian. Demikian juga dalam bidang pekerjaan, orang melakukan perjanjian kerja sehingga menimbulkan perikatan. Untuk memperoleh suatu kepastian hukum atau berupa penegasan mengenai hak dan kewajiban karyawan/tenaga kerja maupun pengusaha/majikan dalam hubungan kerja, pada umumnya para pihak membuat suatu perjanjian kerja.
Dalam rangka pemenuhan formasi jabatan fungsi administrasi di unit kerja seluruh wilayah Indonesia, maka dilakukan penerimaan pekerja BRI. Pemenuhan formasi jabatan Petugas Administrasi dari sumber ekstren dilakukan melalui penerimaan pekerja kontrak. Perjanjian kerja ini merupakan jenis perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT).
Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian, metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini didapat melalui: 1. Penelitian kepustakaan (Library research), dengan melakukan pengkajian terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier; 2. Penelitian lapangan (Field research) yaitu metode pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke dalam obyek penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data primer. Dalam pengumpulan data lapangan ini penulis menggunakan metode wawancara. Bertitik tolak pada norma hukum positif. Analisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif, yaitu data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.
ABSTRAK
Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama-sama dengan manusia lain. Apabila dalam pergaulan hidup terjadi peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu perjanjian. Demikian juga dalam bidang pekerjaan, orang melakukan perjanjian kerja sehingga menimbulkan perikatan. Untuk memperoleh suatu kepastian hukum atau berupa penegasan mengenai hak dan kewajiban karyawan/tenaga kerja maupun pengusaha/majikan dalam hubungan kerja, pada umumnya para pihak membuat suatu perjanjian kerja.
Dalam rangka pemenuhan formasi jabatan fungsi administrasi di unit kerja seluruh wilayah Indonesia, maka dilakukan penerimaan pekerja BRI. Pemenuhan formasi jabatan Petugas Administrasi dari sumber ekstren dilakukan melalui penerimaan pekerja kontrak. Perjanjian kerja ini merupakan jenis perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT).
Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian, metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini didapat melalui: 1. Penelitian kepustakaan (Library research), dengan melakukan pengkajian terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier; 2. Penelitian lapangan (Field research) yaitu metode pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke dalam obyek penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data primer. Dalam pengumpulan data lapangan ini penulis menggunakan metode wawancara. Bertitik tolak pada norma hukum positif. Analisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif, yaitu data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia
hidup bersama-sama dengan manusia lain. Atau dengan kata lain manusia tidak
dapat hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya. Manusia
sebagai mahluk individu bisa saja mempunyai sifat untuk hidup menyendiri tetapi
manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup menyendiri. Manusia harus
hidup bermasyarakat, sebab ia lahir, hidup berkembang, dan meninggal dunia di
dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang penting adalah sesama
manusia melakukan kerja sama yang positif sehingga kerja sama itu secara konkrit
dapat membawa keuntungan yang besar artinya bagi kehidupan anggota
masyarakat tersebut. Kerja sama secara positif adalah dalam upaya mengejar
kehidupan yang layak sebagai manusia. Masing-masing mereka tidak boleh
menggangu, tetapi harus saling membantu. Sebagai individu, manusia tidak dapat
hidup untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkannya dengan mudah tanpa
bantuan orang lain atau harus ada kontak di antara individu dengan individu
lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Apabila dalam pergaulan hidup terjadi peristiwa di mana seorang berjanji
kepada orang lain atau di mana dua orang berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal, maka timbullah suatu perjanjian. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis. Dari perjanjian tertulis tersebut timbullah semua hubungan
Sebagaimana yang dikemukakan oleh R. Subekti :
”Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan
tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.1
”Demikian pula dalam perjanjian kerja, seorang buruh mengadakan perjanjian kerja dengan perusahaan atau majikan dengan mengikatkan dirinya dalam perjanjian itu dengan maksud untuk memperoleh haknya itu harus memberikan sesuatu kepada majikannya berupa pengarahan jasa-jasanya sebagaimana kewajiban yang harus dipenuhi dan tidak boleh dilalaikan.
”
Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam
perjanjian yang mereka adakan. Guna mewujudkan suatu perjanjian yang telah
disepakati bersama, para pihak yang terikat dalam perjanjian harus melaksanakan
isi perjanjian sebagaimana mestinya. Dengan dilaksanakannya prestasi dalam
perjanjian maka apa yang diharapkan sebagai maksud dan tujuan diadakannya
perjanjian akan tercipta dengan baik tanpa ada pihak yang dirugikan yang dapat
menuntut atas kerugian yang dideritanya.
Demikian juga dalam bidang pekerjaan, orang melakukan perjanjian kerja
sehingga menimbulkan perikatan. Setiap hubungan kerja yang tercipta, baik
formal maupun informal, pada dasarnya selalu didahului dengan adanya
perjanjian kerja. Untuk pekerjaan informal, perjanjian kerja antara pemberi
pekerjaan dengan penerima pekerjaan biasanya dilakukan secara lisan sedangkan
pekerjaan-pekerjaan yang formal, seperti di pabrik atau perusahaan, perjanjian
kerja pada umumnya dibuat secara tertulis. Pada dasarnya baik tertulis maupun
tidak, perjanjian kerja tersebut sama-sama mempunyai kekuatan yang mengikat
kedua belah pihak.
2
1
R. Subekti, Hukum Perjanjian Cetakan keduabelas, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 9 (Selanjutnya disebut dengan R. Subekti 1).
2
G. Kartas Poetra,dkk., Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico, Bandung, 1985, hlm. 73
Namun di dalam perjanjian kerja, kedudukan para pihak sering tidak
seimbang. Kedudukan yang tidak seimbang ternyata membawa konsekuensi. Pada
perjanjian untuk waktu tertentu, kedudukan majikan dan karyawan tidak pernah
seimbang. Ada kalanya majikan lebih kuat daripada karyawan sehingga karyawan
berada dalam kategori golongan lemah. Sebaliknya apabila karyawan mempunyai
dedikasi dan profesionalisme dalam bidangnya maka akan lebih kuat dibanding
majikan dalam hal pengupahan.
Pembangunan bidang ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya
pembagian sumber daya manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dengan pembangunan nasional. Sebagai pengamalan Pancasila dan pelaksanaan
Undang-Undang Dasar 1945, pembangunan bidang ketenagakerjaan diarahkan
pada peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia serta kepercayaan
pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik
materil maupun spiritual.
Hukum seyogianya memberikan keadilan, karena keadilan itulah tujuan
dari hukum. Jadi, sudah semestinya bila hukum yang mengatur mengenai
perjanjian kerja memberikan rasa keadilan bagi para pihak. Untuk memperoleh
suatu kepastian hukum atau berupa penegasan mengenai hak dan kewajiban
karyawan/tenaga kerja maupun pengusaha/majikan dalam hubungan kerja, pada
umumnya para pihak membuat suatu perjanjian kerja.
Hubungan kerja antara buruh dan majikan diatur dalam Buku III Bab 7 a
KUHPerdata, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya masih
kurang. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Nomor 13 Tahun 2003), maka
tentang hak dan kewajian masing-masing pihak. UU Nomor 13 Tahun 2003
sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban, baik para tenaga kerja maupun
para pengusaha dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi. Tidak
kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa
menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya UU Nomor 13 Tahun
2003 yaitu mewujudkan kesejaterahan para pekerja/buruh yang akan berimbas
terhadap kemajuan dunia usaha Indonesia.
PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. dalam usahanya tidak terlepas dari
kerjasama dengan perusahan lain atau pihak lain yang mendukung kelancaran dan
kemajuan usahanya. Dalam usaha tersebut timbul suatu perjanjian-perjanjian demi
kemajuan dan perkembangan perusahaan. Di samping itu PT. Bank Rakyat
Indonesia Tbk. juga memperkerjakan karyawan dengan jumlah yang sangat
banyak. Perikatan antara PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. dengan pekerja timbul
dengan dibuatnya perjanjian kerja. Dengan kondisi jumlah pekerja PT. Bank
Rakyat Indonesia yang sangat banyak, kecil kemungkinan PT. Bank Rakyat
Indonesia dapat membuat kesepakatan mengenai isi perjanjian kerja secara
personal dengan setiap pekerja. Oleh karena itu PT. Bank Rakyat Indonesia
menggunakan kontrak baku (standart contract) dalam mengadakan perjanjian
kerja dengan pekerja. Masing-masing pihak yaitu perusahaan dan para pekerja
mempunyai hak dan kewajiban tertentu yang telah ditetapkan dalam perjanjian
kerja.
Salah satu formasi jabatan yang terdapat di PT. Bank Rakyat Indonesia
Tbk. adalah Formasi Jabatan Fungsi Administrasi. Pemenuhan Formasi Jabatan
dipenuhi oleh pegawai kontrak maupun pegawai tetap PT. Bank Rakyat
Indonesia. Untuk pekerja kontrak bentuk pelaksanaan perjanjian kerjanya adalah
perjanjian kerja waktu tertentu. Pelaksanaan perjanjian kerja antara Petugas
Administrasi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. adalah perjanjian kerja
waktu tertentu.
Sehubungan dengan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk lebih
mengetahui secara nyata dan lebih mendalam dan membahas permasalahan ini
dalam satu tulisan karya ilmiah dengan judul ”Tinjauan Yuridis Terhadap
Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja kontrak) Dengan PT. Bank
Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas, maka
pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kerja antara Petugas Administrasi
(pekerja kontrak) dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.?
2. Apakah setelah jangka waktu perjanjian kerja berakhir hubungan kerja antara
Petugas Administrasi (pekerja kontrak) dengan PT. Bank Rakyat Indonesia
masih dapat dilanjutkan?
3. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan perjanjian kerja yang diberlakukan PT.
Bank Rakyat Indonesia Tbk. bila dibandingkan dengan ketentuan perjanjian
kerja yang terdapat dalam KUHPerdata dan UU Nomor 13 Tahun 2003
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan suatu gambaran
mengenai perjanjian kerja yang diberlakukan oleh perusahan terhadap Petugas
Administrasi khususnya dalam hal ini PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk., di
antaranya :
1. Untuk mengetahui secara jelas mengenai pelaksanaan perjanjian kerja yang
diberlakukan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. dengan Petugas Administrasi
(pekerja kontrak);
2. Untuk mengetahui apakah perjanjian kerja antara Petugas Administrasi
(pekerja kontrak) dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. masih dapat
dilanjutkan setelah jangka waktu telah berakhir;
3. Untuk dapat membandingkan ketentuan mengenai perjanjian kerja yang
diberlakukan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. dengan ketentuan yang terdapat
dalam KUHPerdata dan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Adapun manfaat penulisan skripsi ini antara lain :
1. Secara akademis, penulisan skripsi ini bermanfaat untuk melengkapi dan
memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum. Selain itu,
penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk memperkaya dan memperdalam
ilmu pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya mengenai perjanjian kerja.
2. Secara praktis, penulisan skripsi ini bermanfaat dalam memberikan
pemahaman dan juga kepastian hukum dalam pembuatan perjanjian kerja
diantara para pihak, yaitu dengan mengkaji bentuk perjanjian kerja dan juga
aspek hukum dari peraturan perundang-undangan tentang perjanjian kerja
D. Keaslian Penulisan
Dari hasil analisa dan inventarisasi judul skripsi di Perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, maka skripsi yang berjudul ”Tinjauan
Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Antara Petugas Administrasi (Pekerja Kontrak)
Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi” belum
pernah diangkat sebagai judul skripsi sebelumnya. Skripsi ini merupakan hasil
karya yang ditulis secara objektif, ilmiah, serta melalui pemikiran referensi dari
buku-buku dan sumber lainnya yang dapat memberikan informasi yang akurat.
Oleh karena itu, skripsi ini dianggap asli.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Perjanjian
Kata “Perjanjian” merupakan kata yang bentuk dasarnya “janji”. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia janji adalah perkataan yang menyatakan
kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat. Jadi perjanjiaan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia :
”Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau lisan) yang dibuat oleh dua
pihak atau lebih, masing-masing berjanji akan menaati apa yang tersebut
dalam persetujuan itu.3
3
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hlm. 401
”
Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313
KUHPerdata, yang berbunyi :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
Menanggapi defenisi yang dinyatakan dalam Pasal 1313 KUHPerdata
tersebut, para sarjana memberikan defenisi mengenai perjanjian dari sudut
pandangnya masing-masing.
2. Pekerja
UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 4 memberikan pengertian
Pekerja/buruh adalah setiap orang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk apapun. Pengertian ini agak umum, namun maknanya lebih luas
karena karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja, baik
perorangan, persekutuan, badan hukum, atau badan lainnya dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Penegasan imbalan dalam bentuk
apapun ini perlu karena upah selama ini diidentikkan dengan uang, padahal ada
pula buruh/pekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang.
Untuk kepentingan santunan jaminan kecelakaan kerja, dalam
perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) berdasarkan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek, pengertian ”pekerja” diperluas
maksudnya menjadi :
a) Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah
maupun tidak;
b) Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah
perusahaan;
c) Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Dalam penulisan skripsi ini pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja dan
menerima upah di dalam hubungan kerja dengan PT. Bank Rakyat Indonesia
dan pekerja honorer. Atau dengan kata lain selain Komisaris dan Direksi
Perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.
Pekerja kontrak adalah tenaga kerja yang terikat hubungan kerja dengan
perusahaan untuk jangka waktu tertentu dan pekerjaan tertentu dengan menerima
upah berdasarkan perjanjian kerja.
3. Perjanjian kerja
Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis antara pekerja
dengan perusahaan yang mengatur mengenai syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban para pihak.
Dalam KUHPerdata tidak ada istilah perjanjian kerja, akan tetapi menurut
pengertian Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian
Perburuhan, perjanjian perburuhan itu dilakukan antara majikan dengan serikat
buruh, sedangkan perjanjian kerja dilakukan antara buruh secara perseorangan
dengan majikan/perusahaan.
4. Perusahaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
”Perusahaan adalah kegiatan yang diselenggarakan dengan peralatan atau
dengan cara teratur dengan tujuan mencari keuntungan dengan
menghasilkan sesuatu, mengolah sesuatu, atau membuat barang-barang,
berdagang, memberikan jasa, dan sebagainya.4
4
Ibid, hlm. 1112
”
Perusahaan juga diartikan sebagai organisasi berbadan hukum yang
mengadakan transaksi atau usaha.
Sedangkan pengertian perusahaan menurut UU Nomor 13 Tahun 2003
a) Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b) Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus
dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dalam penulisan skripsi ini, perusahaan adalah PT. Bank Rakyat
Indonesia Tbk., sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 21
Tanggal 29 April 1992 Tentang Penyesuaian Bentuk Hukum Bank Rakyat
Indonesia Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan Anggaran Dasar PT. Bank
Rakyat Indonesia Tbk. yang seluruh perubahannya dimuat dalam Akta Nomor 7
Tanggal 4 September 1998, yang dibuat dihadapan Imas Fatimah, Sarjana
Hukum, Notaris di Jakarta berikut perubahannya berturut-turut dengan Akta
Nomor 25 Tanggal 25 Juli 2001 yang dibuat dihadapan Fatiah Helmi, Sarjana
Hukum, Notaris di Jakarta dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 31 Tanggal 16 April 2002, Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 3714 dan Akta Nomor 26 Tanggal 25 Juli 2001 yang telah
dibuat dihadapan Notaris yang sama, telah diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia Nomor 33 Tanggal 23 April 2002, Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia Nomor 282.
5. Petugas Administrasi PT. Bank Rakyat Indonesia
Adalah pekerja BRI yang unit kerjanya adalah di Kantor Cabang, Kantor
Cabang Pembantu, Kantor Wilayah, dan Kantor Pusat pada Divisi Treasury,
Divisi Bisnis Internasional, Divisi Sentra Operasi, Divisi Jaringan Kerja Bisnis
a. Pada Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu Petugas Administrasi
memegang jabatan sebagai Petugas Devisa dan Petugas Supervisor
Administrasi Kredit yang menangani kredit komersial.
b. Pada Kantor Wilayah Petugas Administrasi memegang jabatan sebagai
Petugas Supervisor Administrasi Kredit yang menangani kredit komersial.
c. Pada Kantor Pusat, sesuai dengan divisi masing-masing.
1) Pada Divisi Treasury, Petugas Administrasi memegang jabatan sebagai
Pelaksana Seksi Likuiditas Bagian Manajemen Likuiditas; Pelaksana Seksi
DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) bagian investment dan DPLK;
Pelaksana Seksi Funding Administration dan Seksi Settlement
(persetujuan) bagian Custodian Service; dan Pelaksana Bagian ALCO
(Asset and Liability Committee) Supporting Group.
2) Pada Divisi Bisnis Internasional, Petugas Administrasi memegang jabatan
sebagai Pelaksana Bagian Pembinaan Kantor Cabang Trade Finance; dan
Pelaksana Seksi SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial
Telecommunication) dan Kontrol Dokumen Bagian Hubungan Luar
Negeri.
3) Pada Divisi Sentra Operasi, Petugas Administrasi memegang jabatan
sebagai Pelaksana Seksi Pergeseran Kas Bagian Sentra Operasi Kas.
4) Pada Divisi Akuntansi Manajemen dan Keuangan, Petugas Administrasi
memegang jabatan sebagai Pelaksana Seksi Pembukuan dan Laporan
Bagian Layanan Keuangan Kantor Pusat yang menangani penyelesaian
nota antar kantor serta penatakerjaan/pelaporan SID WEB BI (Sistem
Informasi Debitur Website Bank Indonesia) dan WEB BRI (Website Bank
6. Kantor cabang
Kantor cabang adalah Kantor Cabang BRI yang melaksanakan fungsi
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, yang bertanggung jawab kepada kantor
wilayah yang bersangkutan dengan alamat tempat usaha yang jelas di mana kantor
cabang tersebut melakukan usahanya.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian di PT. Bank
Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Tebing Tinggi.
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
jenis penelitian yang bersifat deskriptif, karena dalam penelitian ini bermaksud
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan memaparkan mengenai
penerapan perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Penelitian deskriptif yakni
penelitian yang tata kerjanya memberikan data seteliti mungkin tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia, sifat-sifat, karya manusia,
keadaan, dan gejala-gejala lainnya.5
Metode yuridis normatif merupakan penelitian hukum yang mengkaji
hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi,
perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan
umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu UU, serta Dalam penelitian, metode pendekatan yang digunakan adalah metode
pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
5
bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau
implementasinya.
Sedangkan metode yuridis empiris merupakan penelitian yang
mengungkapkan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat melalui
perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat yang meliputi penelitian terhadap
identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum.
Data yang digunakan dalam penelitian ini didapat melalui:
1. Penelitian kepustakaan (Library research)
Penelitian kepustakaan yaitu suatu metode pengumpulan dengan cara
membaca atau mempelajari atau merangkai buku-buku peraturan
perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan obyek
penelitian. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder,
dengan melakukan pengkajian terhadap:
a) Bahan hukum primer, merupakan data yang mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat. Misalnya Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, Traktat,
Yurisprudensi, adat dan kebiasaan.
b) Bahan hukum sekunder, merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis.
Misalnya RUU, jurnal hukum, buku-buku para sarjana, hasil penelitian,
makalah hukum, dan sebagainya.
c) Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang
bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya, koran, majalah, kliping, dan
sebagainya.
Penelitian lapangan yaitu metode pengumpulan data dengan cara terjun
langsung ke dalam obyek penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan
data primer. Penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk Kantor
Cabang Tebing Tinggi. Dalam pengumpulan data lapangan ini penulis
menggunakan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan Bapak W.
Hutabarat pekerja pada bagian SDM. Wawancara dilakukan secara intensif dan
mendalam guna memperoleh data primer terhadap masalah yang diteliti.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis bertitik tolak pada norma hukum
positif. Caranya dengan mengolah data mentah yang diperoleh lalu
mengkualifikasikannya, kemudian dilakukan proses editing data, lalu
membahasnya berdasarkan penafsiran yang dilakukan dengan cara mendiskusikan
data yang diperoleh dengan hukum positif dengan masalah yang dikaji dan atau
diteliti untuk kemudian ditarik kesimpulan akhir secara deduktif.
Analisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif, yaitu data yang
terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain
yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Penulisan skripsi ini
dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembaca
dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika
ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara satu dengan yang
Bab I merupakan bab pendahuluan yang membahas mengenai latar
belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan bab yang membahas tinjauan umum mengenai
perjanjian yang terdiri dari beberapa sub bab. Yang pertama adalah perjanjian
pada umumnya, yang meliputi pengertian perjanjian, syarat sahnya perjanjian, hak
dan kewajiban para pihak dalam perjanjian, asas-asas hukum perjanjian,
jenis-jenis perjanjian, dan berakhirnya perjanjian. Yang kedua adalah perjanjian kerja
pada umumnya, yang meliputi pengertian perjanjian kerja, unsur-unsur dalam
perjanjian kerja, hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja, jenis-jenis
perjanjian kerja, dan berakhirnya perjanjian kerja.
Bab III merupakan bab yang membahas sekilas mengenai PT. Bank
Rakyat Indonesia Tbk. dengan menguraikan sejarah singkat PT. Bank Rakyat
Indonesia Tbk., visi dan misi PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk., hubungan
perusahaan dengan insan bank, struktur organisasi Kantor Cabang PT. Bank
Rakyat Indonesia Tbk., prosedur penerimaan Petugas Administrasi PT. Bank
Rakyat Indonesia Tbk. serta hak dan kewajiban pekerja dan PT. Bank Rakyat
Indonesia Tbk.
Bab IV merupakan bab yang membahas mengenai pelaksanaan perjanjian
kerja antara Petugas Administrasi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk., yang
menguraikan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu antara Petugas
Administrasi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk., berakhirnya kesepakatan
kerja antara Petugas Administrasi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.,
Indonesia Tbk. dengan ketentuan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dan
UU Nomor 13 Tahun 2003.
Bab V merupakan bab kesimpulan dan saran mengenai pembahasan
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KERJA
A. Perjanjian Pada Umumnya
1. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian dapat ditemui dalam Buku III Bab II Pasal 1313
KUHPerdata yang berbunyi ”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih”. Ketentuan pasal ini menurut Abdul Kadir Muhammad sebenarnya
banyak mengandung kelemahan yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Hanya menyangkut sepihak saja
Hal ini dapat dilihat dari kalimat ”satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata mengikatkan diri bersifat satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusannya adalah saling mengikatkan diri sehingga ada konsensus di antara para pihak.
b. Kata ”perbuatan” juga mencakup tanpa konsensus
Dalam pengertian ”perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming). Tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus seharusnya dipakai kata persetujuan.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas
Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut adalah terlalu luas karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.
d. Tanpa menyebut tujuan
Dalam perumusan pasal tersebut di atas tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak tidak jelas mengikatkan diri untuk apa.6
6
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Adhitya Bhakti, Bandung, 1990, hlm. 78 (Selanjutnya disebut Abdul Kadir Muhammad 1).
Berdasarkan alasan yang dikemukan di atas maka perlu dirumuskan
kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Beberapa Sarjana Hukum yang
R. Setiawan menyatakan bahwa:
”Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih.7
”Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. ”
Defenisi perjanjian menurut R. Subekti:
8
”Perjanjian atau verbintenisen mengandung pengertian suatu hubungan
hukum kekayaan atau harta kekayaan antara dua orang atau lebih yang
memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh potensi dan
sekaligus kewajiban pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. ”
Sedangkan M. Yahya Harahap menyatakan bahwa:
9
2. Syarat Sahnya Perjanjian
”
Dari beberapa defenisi di atas penulis lebih memilih pendapat yang
dikemukakan oleh R. Subekti, yaitu adalah suatu peristiwa di mana seseorang
berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. Dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih dalam lapangan
hukum kebendaan untuk saling mengikatkan diri dengan cara memberi dan
menerima sesuatu.
Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dinyatakan ada 4 syarat yang harus
dipenuhi agar suatu perjanjian dinyatakan sah, yaitu:
7
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1987, hlm. 49 8
R. Subekti 1, Op.Cit., hlm. 1 9
a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c) Suatu hal tertentu
d) Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-yarat subjektif, karena
mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian,
sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena
mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan
itu.10
Menurut R. Subekti, yang dimaksud dengan sepakat adalah kedua subjek
yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata
mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang
dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain. Mereka
menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.
Untuk lebih jelasnya, akan diuraikan syarat syarat sahnya perjanjian itu satu
persatu.
ad. a Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat para pihak di dalam suatu perjanjian adalah unsur esensial dari
hukum perjanjian yaitu asas konsensualitas yang ditentukan adanya perjanjian
(rasion d’etre het bestaanwaarde)
11
Jadi, sepakat itu adalah kemauan atau kesesuaian kehendak oleh kedua
belah pihak sehingga seia-sekata atau setuju mengenai hal-hal pokok dari
perikatan yang mereka adakan. Pernyataan ini merupakan kehendak bersama
berdasarkan kebebasan para pihak, namun demikian ada 3 faktor yang
10
R. Subekti 1, Op.Cit, hlm. 17 11
menyebabkan sepakat tidak sah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1321
KUHPerdata, yaitu:
1) Khilaf, kekeliruan atau salah pengertian (dwaling)
2) Paksaan (dwang)
3) Penipuan (bedrog)
Kekelirun ini mencakup hakekat barang atau benda yang menjadi pokok
objek perjanjian (error in substantia) dan kekelirunan mengenai orangnya (error
in persona).
Pasal 1322 KUHPerdata menjelaskan bahwa kekhilafan mengenai hakikat
barang yang menjadi pokok persetujuan mengakibatkan batalnya suatu
persetujuan tetapi kekhilafan mengenai diri orangnya dengan siapa seseorang
bermaksud membuat suatu persetujuan itu telah dibuat terutama kesepakatan
mengingat diri orang tersebut. Misalnya X membuat perjanjian dengan Y, karena
X menganggap Y adalah penyanyi yang punya nama sama dengan Y. Dan Y
sendiri menyadari kekeliruan anggapan X. Dalam hal ini X kemudian dapat
memintakan pembatalan perjanjian.
Mengenai paksaan, Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa:
“ Yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam hal yang demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi. Yang dimaksud dengan paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian.12
Sedangkan menurut R. Subekti, paksaan yang dimaksud adalah paksaan
rohani atau paksaan jiwa (psysicis), jadi bukan paksaan badan (fisik). ”
13
12
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1983, hlm.101 (Selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman 1) 13
Mengenai paksaan ini (dwang), terjadi apabila pihak yang dipaksakan itu
tidak punya pilihan lain selain menyetujui persetujuan itu. Dan paksaan itu
mungkin saja dilakukan oleh pihak ketiga.
Tetapi tidak demikian halnya dengan penipuan. Penipuan hanya dilakukan
oleh pihak lawan. Wiryono Prodjodikoro, mengatakan bahwa satu macam
pembohongan saja tidak cukup untuk adanya penipuan ini, melainkan harus
serangkaian pembohongan yang di dalamnya hubungan satu dengan yang lainnya
merupakan suatu tipu muslihat.14
1) Teori kehendak (wilstheorie)
Menurut Pasal 1328 KUHPerdata, penipuan merupakan segala tipu
muslihat ataupun memperdayakan yang terang dan nyata sehingga pihak yang lain
tidak akan membuat perikatan seandainya tidak dilakukan tipu muslihat tersebut.
Penipuan ini tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.
Dalam penipuan itu pihak yang menipu bertindak aktif untuk
menjerumuskan lawan baik dengan keterangan palsu maupun tipu muslihat
lainnya. Dan pihak yang merasa tertipu harus mampu membuktikannya untuk
pembatalan perjanjian.
Mengenai saat terjadinya kesepakatan ada beberapa ajaran, yaitu:
Teori ini adalah yang tertua dan menekankan kepada faktor kehendak. Menurut teori ini jika kita mengemukakan suatu pernyataan yang berbeda dengan apa yang dikehendaki, maka kita tidak terikat kepada pernyataan tersebut.
2) Teori pernyataan (Verklaringstheorie)
Menurut teori ini, kebutuhan masyarakat menghendaki bahwa kita dapat berpegang kepada apa yang dinyatakan.
3) Teori kepercayaan (Vetrouwenstheorie)
Teori yang sekarang dianut, juga oleh yurisprudensi adalah teori kepercayaan, di mana menurut teori ini kata sepakat terjadi jika ada pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya.
4) Teori ucapan (Uitingstheorie)
14
Menurut teori ini bahwa persetujuan terjadi pada saat orang yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban bahwa ia menyetujui penawaran tersebut. Kelemahan teori ini adalah bahwa sulit untuk menentukan saat terjadinya persetujuan dan selain itu jawabannya setiap saat masih dapat berubah.
5) Teori pengiriman (Verzendingstheorie)
Menurut beberapa sarjana, terjadinya persetujuan adalah pada saat dikirimkannya surat jawaban. Diterangkan selanjutnya bahwa dengan dikirimkannya surat tersebut si pengirim kehilangan kekuasaan atas surat tersebut dan lagi pula saat pengiriman dapat ditentukan secara tepat.
6) Teori pengetahuan (Vernemeningstheorie)
Teori ini mengemukakan bahwa persetujuan terjadi setelah orang yang menawarkan mengetahui bahwa penawarannya disetujui. Sehubungan dengan itu timbul pertanyaan, apakah persetujuan tidak akan terjadi jika sekiranya surat tersebut tidak dibuka atau jika surat tersebut hilang? Selain itu sulit untuk menentukan saat diketahuinya isi surat tersebut.
6) Teori penerimaan (Ontvangstheorie)
Menurut teori ini, bahwa persetujuan terjadi pada saat diterimanya surat jawaban penerimaan penawaran oleh orang yang menawarkan.15
1) Orang-orang yang belum dewasa
ad. b Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Orang yang membuat suatu perjanjian harus “cakap” menurut hukum.
Pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian jika oleh
undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap (Pasal 1329 KUHPerdata).
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah
cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan orang-orang
yang tidak cakap untuk membuat suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu:
Pasal 330 KUHPerdata menentukan orang yang belum dewasa adalah orang
yang belum berumur genap 21 tahun serta belum menikah.
2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
15
Orang-orang yang dungu, sakit otak atau mata gelap harus diletakkan di
bawah pengampuan walaupun kadang-kadang cakap mempergunakan
pikirannya. Demikian pula orang yang di bawah pengampuan ini sama
kedudukannya dengan orang-orang yang belum dewasa, di mana anak yang
belum dewasa harus diwakili orangtuanya atau walinya. Maka orang dewasa
yang berada di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau
kurator.
3) Orang-orang perempuan
Dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya
semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
persetujuan-persetujuan tertentu. Orang-orang perempuan yang bersuami
cakap bertindak dalam hukum sepanjang tindakan hukum tersebut tidak
melampaui kekuasaan mereka. Bila tindakan hukum yang mereka lakukan
melampaui kekuasaan hukum, maka tindakan hukum tersebut batal demi
hukum (Pasal 1446 KUHPerdata).
Yang merupakan tindakan yang tidak melampaui kekuasaan perempuan yang
bersuami adalah tindakan hukum sebagaimana yang dikemukakan dalam Pasal
109 KUHPerdata, misalnya perjanjian yang dilakukan istri guna keperluan
segala yang berkenaan dengan pembekalan rumah tangga sehari-hari. Untuk
itu istri tidak perlu memperoleh izin suami.
Berbeda dengan Pasal 108 KUHPerdata yang menyatakan istri harus
memperoleh izin yang tegas dari suami untuk membuat suatu akta. Demikian
juga Pasal 110 KUHPerdata menyatakan bahwa istri tidak boleh menghadap
dimuka pengadilan tanpa bantuan suami. Hal ini menunjukkan istri tidak
Akan tetapi, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963
tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi di seluruh Indonesia ternyata, Mahkamah Agung menganggap Pasal
108 dan 110 KUHPerdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan
perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau
bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi. Demikian juga dengan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 31 ayat 1
menyatakan hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama
dengan masyarakat. Pasal 31 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
menyatakan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
ad. c Suatu hal tertentu
Pasal 1320 KUHPerdata ini menentukan bahwa objek perjanjian harus
sesuatu hal tertentu (een pepaalde onderwerp). Suatu hal tertentu merupakan
pokok perjanjian, merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian,
merupakan objek perjanjian.16
16
Abdul Kadir Muhammad 1, Op.Cit, hlm. 93
Sekurang-kurangnya objek perjanjian tersebut
harus mempunyai jenis tertentu sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1333
KUHPerdata. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya,
jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan. Adapun inti
sari dari perjanjian itu adalah prestasi di mana kreditur berhak atas prestasi dan
debitur wajib melaksanakan prestasi. Jika seluruh objek perjanjian (voorwerp)
tidak tentu, maka dengan sendirinya perjanjian yang sedemikian itu tidak sah.
ukuran rumah, letak rumah maupun jenis bangunannya, maka perjanjian ini tidak
mempunyai kekuatan hukum (krachteloos).
ad. d Suatu sebab yang halal
Undang-Undang tidak memberi pengertian causa atau sebab. Yang
dimaksud dengan causa bukan hukum dan akibat, tetapi isi atau maksud dari
perjanjian.
Dengan demikian yang dimaksud dengan sebab (oorzaak/causa) bukanlah
mengenai sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian tetapi isi
perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian itu harus memuat sebab atau causa yang
diperbolehkan (geoorloofde oorzak).
Melalui syarat ini, di dalam praktek memberi peluang bagi hakim untuk
dapat mengawasi perjanjian tersebut. Hakim dapat menilai apakah isi perjanjian
tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan
(Pasal 1337 KUHPerdata). Undang-undang mengatur isi perjanjian dalam Pasal
1329 dan Pasal 1327 KUHPerdata. Dari sini disimpulkan bahwa isi perjanjian
terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:
1) Isi perjanjian ialah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak di
dalam perjanjian itu.
2) Kepatutan adalah ulangan dari kepatutan yang terdapat dalam Pasal 1338
KUHPerdata.
3) Kebiasaan adalah yang diatur Pasal 1339 KUHPerdata yaitu kebiasaan yang
bersifat umum sedang yang diatur dalam Pasal 1327 KUHPerdata itu
kebiasaan yang hidup di tengah masyarakat.
Jadi apa yang menjadi objek atau isi dan tujuan prestasi yang melahirkan
benar-benar sesuatu yang mungkin dapat dilaksanakan. Suatu sebab yang halal ini
mengacu pada Pasal 1337 KUHPerdata, artinya isi perjanjian itu tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan maupun ketertiban umum.
Bila suatu perjanjian dibuat tanpa sebab atau dibuat karena sesuatu sebab
yang palsu ataupun terlarang, maka perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan
hukum. Itu sebabnya bila syarat akan adanya sebab yang halal ini tidak dapat
dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Dari uraian keempat syarat sahnya perjanjian di atas, harus dibedakan
antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Dalam hal syarat objektif, kalau
syarat itu tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, dari
semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu
perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk
melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada
dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan
bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.
Dalam hal suatu syarat subjektif, jika syarat itu tidak dipenuhi,
perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak
untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta
pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan
sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat
itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak
yang berhak meminta pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian
seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak yang
3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian
Syarat-syarat objektif sebagaimana yang diuraikan pada bagian yang
terdahulu merupakan isi perjanjian yang memuat hak dan kewajiban para pihak.
Masing-masing pihak dalam perjanjian mempunyai hak dan kewajiban sendiri.
Kewajiban pihak pertama merupakan hak pihak kedua, dan sebaliknya hak pihak
pertama merupakan kewajiban bagi pihak kedua. Itu sebabnya dikatakan bahwa
intisari atau objek dari perjanjian adalah prestasi itu sendiri.
Menurut pasal 1234 KUH Perdata, prestasi yang dijanjikan itu adalah:
a) Untuk memberi sesuatu (to geven)
b) Untuk berbuat sesuatu ( to doen)
c) Untuk tidak berbuat sesuatu (of nien to doen)
Prestasi ini menimbulkan adanya hak dan kewajiban para pihak. Misalnya,
prestasi berupa memberikan sesuatu (to geven) maka pihak yang satu
berkewajiban untuk menyerahkan atau melever (levering) sesuatu/benda dan
pihak yang lain berhak menerima benda tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal
1235 KUHPerdata. Dengan demikian, pemenuhan prestasi merupakan kewajiban.
Prestasi tidak hanya memberikan hak kepada satu pihak lalu kewajiban kepada
pihak lain, tetapi prestasi memberikan hak sekaligus kewajiban pada
masing-masing pihak.
Sebagaimana telah dinyatakan kalau satu pihak memberikan sesuatu
(kewajibannya) maka pihak yang lain menerima (hak) demikian sebaliknya pihak
yang sudah memenuhi kewajibannya tersebut akan memperoleh haknya dan
melakukan kewajibannya. Dengan demikian perjanjian itu menimbulkan hak dan
Di sinilah letak keseimbangan dari suatu perjanjian itu karena sudah
menjadi tabiat manusia untuk hidup saling tergantung. Tidak ada manusia yang
rela hidup hanya melaksanakan kewajiban tetapi tidak pernah menerima hak.
Perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak secara sah itu menjadi tolak ukur
hubungan mereka dalam pelaksanaan hak dan kewajiban di mana apa yang
mereka sepakati bersama berlaku sebagai undang-undang baginya dan perjanjian
atau kesepakatan itu mengikat para pihak tidak hanya untuk hal-hal yang
dituliskan atau dinyatakan dengan tegas tetapi juga untuk segala sesuatu yang
menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan
undang-undang.
Dengan demikian, Pasal 1339 KUHPerdata ini memungkinkan munculnya
hak dan kewajiban bagi para pihak di luar yang disetujui tetapi dianggap sebagai
hak maupun kewajiban berdasarkan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang
yang ada. Ini membuka peluang bagi hakim untuk menimbang dan memutuskan
apakah suatu perjanjian itu sesuai dengan kepatutan maupun kebiasaan yang
hidup di masyarakat serta dengan undang-undang yang ada.
Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa adanya hak dan kewajiban para
pihak merupakan akibat hukum dari perbuatan mengadakan perjanjian. Dan
membatalkan hak dan kewajiban berarti membatalkan perjanjian dan itu harus
dengan kesepakatan para pihak (Pasal 1339 KUHPerdata).
4. Asas-Asas Hukum Perjanjian
Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas
yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah:
a) Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract);
c) Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda);
d) Asas itikad baik (good faith); dan
e) Asas kepribadian (personality).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud:
a) Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
Hukum benda menganut sistem tertutup, sedangkan hukum perjanjian
menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas
dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa,
sedangkan hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.17
Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang
menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian. Mereka diperbolehkan mengatur
sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Pasal-pasal dari hukum perjanjian
merupakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal itu
boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu
perjanjian.
Asas ini dalam hukum perjanjian dikenal dengan asas kebebasan berkontrak
(contractvrijheid).
Asas kebebasan berkontrak ini mempunyai hubungan yang erat dengan
asas konsensualisme dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam Pasal
1338 Ayat (1) KUHPerdata. Ketentuan ini berbunyi:
“Semua Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk:
1) membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
“Semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya
dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang. Asas kebebasan
berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan
menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang
diperbuat sesuai Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat. Dengan
demikian maka kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting
di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak
bebas, pancaran hak asasi manusia.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham
individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan
oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui
antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J.
Rosseau.19
19
Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 9
Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh
apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam
“kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible
hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah
sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi di dalam kehidupan sosial
kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak
yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada
dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de
homme par l’homme.
Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham
individualisme mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II.
Paham ini kemudian tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan
pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu,
kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif
dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak
semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Pemerintah
sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan
individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh
pemerintah maka terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Oleh
karena itu, melalui intervensi pemerintah inilah terjadi pemasyarakatan
(vermastchappelijking) hukum kontrak/perjanjian.
b) Asas konsensualisme (concensualism)
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.
Dalam Pasal 1320 KUHPerdata penyebutannya tegas sedangkan dalam Pasal 1338
KUHPerdata ditemukan dalam istilah “semua”. Kata-kata semua menunjukkan
bahwa setiap orang diberi ke semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi
kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasakannya baik untuk
menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan
mengadakan perjanjian.
”Asas konsesualisme mengandung arti bahwa dalam suatu perjanjian
cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu, tanpa
diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat
formal.20
c) Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda) ”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, perjanjian itu sudah mengikat
sejak tercapainya kata sepakat mengenai pokok perjanjian. Dalam Pasal 1320 ayat
(1) KUHPerdata ditentukan bahwa perjanjian atau kontrak tidaklah sah apabila
dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya.
Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak
diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah
pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang
dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum
Romawi dan hukum Jerman. Di dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas
konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian
formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara
nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal
adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik
berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal
istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa
terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas
konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk
perjanjian.
20
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda
merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Demikianlah seterusnya dapat ditarik kesimpulan di dalam perjanjiaan
terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian
itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan akan tetapi juga
terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan
serta moral.
Demikianlah sehingga asas-asas moral, kepatutan dan kebiasaan yang
mengikat para pihak. Asas kekuatan mengikat atau asas facta sun servanda ini
dapat diketahui di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan
bahwa:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Adapun maksud dari asas ini tidak lain untuk mendapatkan kepastian
hukum bagi para pihak, maka sejak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian sejak
saat itu perjanjian mengikat para pihak seperti undang-undang.
Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja
itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak
yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna
bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan
perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum,
yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan
formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata
sepakat saja.
d) Asas itikad baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang
berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Asas itikad baik ini sangat mendasar dan penting untuk diperhatikan
terutama di dalam membuat perjanjian, maksud itikad baik di sini adalah
bertindak sebagai pribadi yang baik. Itikad baik dalam pengertian yang sangat
subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseoraang, yaitu apa yang terletak
pada seseorang pada waktu diaadakan perbuatan hukum. Sedangkn itikad baik
dalam pengertian objektif yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus
didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan yang
patut dalam masyarakat.21
”Rumusan dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata tersebut mengidentifikasikan bahwa sebenarnya itikad baik bukan merupakan syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Unsur itikad baik hanya diisyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak, bukan pada “pembuatan” suatu kontrak. Sebab unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu kontrak sudah dapat dicakup oleh unsur “kausa yang legal” dari Pasal 1320 KUHPerdata tersebut.
Kemudian menurut Munir Fuady:
22
Berdasarkan asas ini, para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang ”
21
Ibid, hlm. 19
22