• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Atas Perjanjian Jual Beli Rumah Melalui Pengembang Pada PT. Indo Mega Sentosa Di Kota Batam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Atas Perjanjian Jual Beli Rumah Melalui Pengembang Pada PT. Indo Mega Sentosa Di Kota Batam"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

JOHN KELANA PUTRA

097011143/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JOHN KELANA PUTRA

097011143/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Nama : JOHN KELANA PUTRA

NIM : 097011143

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS ATAS PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH MELALUI PENGEMBANG PADA PT. INDO MEGA SENTOSA DI KOTA BATAM

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya

saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya

tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi

sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya

tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat

Medan,

Yang Membuat Pernyataan

Nama : JOHN KELANA PUTRA

(6)

beli tanah dan bangunan. Dalam pelaksanaannya PT Indo Mega Sentosa melakukan perjanjian baku yang tumbuh sebagai perjanjian tertulis. Perbuatan hukum sejenis yang selalu terjadi berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang lalu timbul kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian itu terlebih dahulu kemudian dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah yang banyak, sehingga selalu tersedia setiap saat, ketika terjadi transaksi jual beli. Mengenai pertanggung jawaban atas kerugian yang disebabkan oleh adanya wanprestasi maka pengembang wajib untuk menanggung kerugian yang timbul karena wanprestasi tersebut.

Untuk menjawab permasalahan dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Perjanjian pengikatan jual beli rumah. PT Indo Mega Sentosa menggunakan perjanjian baku, dimana seluruh perjanjian dibuat terlebih dahulu pada pihak pengembang, tanpa menjelaskan kewajiban Pengembang lebih lanjut dan isi perjanjian. Sedangkan didalam peralihan status hak kepemilikan dari pengembang kepada konsumen biasanya rumah tersebut masih masih dalam masa pemeliharaan dan tanggungjawab pengembang. Banyak pengembang wanprestasi ketika konsumen mengajukan keluhan-keluhan akan mutu bangunan tersebut yang asal jadi saja. Sedangkan di dalam pengikatan jual beli rumah antara pengembang dengan konsumen di PT. Indo Mega Sentosa berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan pengembang telah mempersiapkan terlebih dahulu perjanjian yang akan ditandatangani konsumen, walaupun ada beberapa konsumen yang kurang mengerti isi perjanjian tersebut, tetapi banyak konsumen juga yang tidak berfikir panjang dan langsung menandatangani saja. Didalam pelaksanaan hendaknya Pemerintah dan Lembaga terkait seperti REI (Real Estate Indonesia) dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) membuat suatu perjanjian yang baku dan terkini, sehingga diharapkan kedudukan masing-masing pihak berimbang dalam perjanjian tersebut dan perjanjian pengikatan jual beli rumah tersebut dilakukan dihadapan notaries atau PPAT karena akta yang dibuat dihadapan Notaris atau PPAT lebih menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.

(7)

transaction of land and building. In its implementation, PT. Indo Mega Sentosa conducts the standard contract which later becomes a written contract. This legal action occur repeatedly and orderly and involves many people so that it is necessary to prepare the content of the contract first; then it is standardized and printed in a Regarding the responsibility for the loss, due to the breach of the contract, the developer must suffer the loss due to the default.

In order to answer the problems, a study was conducted descriptively, using judicial normative approach. The data were obtained by gathering primary and secondary data. The primary data were obtained by conducting interviews, while the secondary data were obtained by conducting library research and then analyzed qualitatively.

In the housing sell-purchase contract, PT. Indo Mega Sentosa uses a standard contract, in which the clauses of the contract are made by the developer without explaining the developer’s responsibility and the content of the contract although in the process of transferring the property rights from the developer to the consumers, the houses are still in the process of maintenance and repair and in the developer’s responsibility. Many developers breach the contract when the consumers file the complaints on the bad quality of the houses. However, the housing sell-purchase contract between the developer and the consumers at PT. Indo Mega Sentosa runs smoothly since the developer has prepared the contracts which will be signed by the consumers although some consumers do not understand the content of the contracts and many of them do not even think too much and sign the contracts instantly. It is recommended that the government and the committees concerned such as REI (Indonesiaan Real Estates) and YLKI (the Foundation of Indonesian Consumers Board) should make a standard and up-to-date contract which is signed before a notary or a PPAT (official empowered to draw up land deeds) so that legal justice and legal certainty can be guaranteed for both parties.

(8)

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH MELALUI PENGEMBANG PADA PT. INDO MEGA SENTOSA DI KOTA BATAM”.

Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan penuh kesadaran bahwa tiada satupun yang sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan keterbatasan kemampuan, baik dari segi penyajian teknik penulisan maupun materi.

Penulisan tesis ini tidaklah mungkin akan menjadi sebuah karya ilmiah tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah ikut serta baik langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan tesis ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menjadi mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Pembimbing Pertama yang telah memberikan perhatian dengan penuh ketelitian, mendorong serta membekali Penulis dengan nasehat dan ilmu yang bermanfaat dalam penyelesaian studi.

(9)

dalam menyelesaikan studi.

6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum selaku dosen penguji Penulis ucapkan terima kasih untuk kritikan dan nasehat ilmu yang membekali penulis dalam penulisan yang lebih baik.

7. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MHum selaku dosen penguji untuk bimbingan, nasehat dan saran yang diberikan kepada Penulis bagi perbaikan penulisan. 8. Seluruh Staff Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada Penulis selama menuntut ilmu pengetahuan selama di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Pimpinan dan Staf di PT. INDO MEGA SENTOSA yang telah memberikan kesempatan dan informasi dalam rangka penyelesaian penulisan tesis ini.

10. Seluruh Staf Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh teman-teman Mahasiswa Regular Dan Khusus Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung dan memberikan semangat penulis serta kekompakkannya.

(10)

rahmat dan berkatnya. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Januari 2012 Penulis

(11)

Nama : JOHN KELANA PUTRA Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 4 Juni 1974 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Kawin

Agama : Kristen Protestan

II. KELUARGA

Nama Istri : RONIKA SARI PERANGIN-ANGIN, Amd Nama Anak Kandung : 1. ABIGAIL NATALIA BUKIT

2. GLORY TABITHA BUKIT

III. PENDIDIKAN

1. SDN Bekasi Pasar 1 : Tamat Tahun 1986 2. SMP Strada Budi Luhur Bekasi : Tamat Tahun 1989 3. SMAN 2 Bekasi : Tamat Tahun 1992 4. S-1 Fakultas Ekonomi STIE Indonesia Jakarta : Tamat Tahun 1998 5. S-1 Fakultas Hukum Universits Batam : Tamat Tahun 2009 6. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan : Tamat Tahun 2012

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Kerangka Konsepsi ... 29

G. Metode Penelitian... 32

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 32

2. Sumber Data ... 33

3. Teknik Pengumpulan Data ... 34

4. Analisis Data... 34

BAB II BENTUK PERJANJIAN JUAL BELI PENGEMBANG DENGAN KONSUMEN PADA PT. INDO MEGA SENTOSA 36 A. Pengertian Perjanjian ... 36

1. Jenis-Jenis Perjanjian... 41

2. Pengertian Jual Beli dan Saat Terjadinya Jual Beli ... 46

3. Subjek dan Objek Jual Beli... 48

(13)

A. Pengertian Wanprestasi ... 59

B. Hak Dan Kewajiban Konsumen Yang Pengembang Wanprestasi ... 62

C. Kepemilikan Atas Tanah dan Bangunan Yang Diikat Dengan Perjanjian... 74

BAB IV PELAKSANAAN PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH ANTARA PENGEMBANG DENGAN KONSUMEN DI PT. INDO MEGA SENTOSA ... 86

A. Prosedur Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli ... 86

B. Sistem Pembayaran Perjanjian Pengikatan Antara Pengembang Dengan Konsumen ... 91

C. Perlindungan Pembeli Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

(14)

beli tanah dan bangunan. Dalam pelaksanaannya PT Indo Mega Sentosa melakukan perjanjian baku yang tumbuh sebagai perjanjian tertulis. Perbuatan hukum sejenis yang selalu terjadi berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang lalu timbul kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian itu terlebih dahulu kemudian dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah yang banyak, sehingga selalu tersedia setiap saat, ketika terjadi transaksi jual beli. Mengenai pertanggung jawaban atas kerugian yang disebabkan oleh adanya wanprestasi maka pengembang wajib untuk menanggung kerugian yang timbul karena wanprestasi tersebut.

Untuk menjawab permasalahan dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Perjanjian pengikatan jual beli rumah. PT Indo Mega Sentosa menggunakan perjanjian baku, dimana seluruh perjanjian dibuat terlebih dahulu pada pihak pengembang, tanpa menjelaskan kewajiban Pengembang lebih lanjut dan isi perjanjian. Sedangkan didalam peralihan status hak kepemilikan dari pengembang kepada konsumen biasanya rumah tersebut masih masih dalam masa pemeliharaan dan tanggungjawab pengembang. Banyak pengembang wanprestasi ketika konsumen mengajukan keluhan-keluhan akan mutu bangunan tersebut yang asal jadi saja. Sedangkan di dalam pengikatan jual beli rumah antara pengembang dengan konsumen di PT. Indo Mega Sentosa berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan pengembang telah mempersiapkan terlebih dahulu perjanjian yang akan ditandatangani konsumen, walaupun ada beberapa konsumen yang kurang mengerti isi perjanjian tersebut, tetapi banyak konsumen juga yang tidak berfikir panjang dan langsung menandatangani saja. Didalam pelaksanaan hendaknya Pemerintah dan Lembaga terkait seperti REI (Real Estate Indonesia) dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) membuat suatu perjanjian yang baku dan terkini, sehingga diharapkan kedudukan masing-masing pihak berimbang dalam perjanjian tersebut dan perjanjian pengikatan jual beli rumah tersebut dilakukan dihadapan notaries atau PPAT karena akta yang dibuat dihadapan Notaris atau PPAT lebih menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.

(15)

transaction of land and building. In its implementation, PT. Indo Mega Sentosa conducts the standard contract which later becomes a written contract. This legal action occur repeatedly and orderly and involves many people so that it is necessary to prepare the content of the contract first; then it is standardized and printed in a Regarding the responsibility for the loss, due to the breach of the contract, the developer must suffer the loss due to the default.

In order to answer the problems, a study was conducted descriptively, using judicial normative approach. The data were obtained by gathering primary and secondary data. The primary data were obtained by conducting interviews, while the secondary data were obtained by conducting library research and then analyzed qualitatively.

In the housing sell-purchase contract, PT. Indo Mega Sentosa uses a standard contract, in which the clauses of the contract are made by the developer without explaining the developer’s responsibility and the content of the contract although in the process of transferring the property rights from the developer to the consumers, the houses are still in the process of maintenance and repair and in the developer’s responsibility. Many developers breach the contract when the consumers file the complaints on the bad quality of the houses. However, the housing sell-purchase contract between the developer and the consumers at PT. Indo Mega Sentosa runs smoothly since the developer has prepared the contracts which will be signed by the consumers although some consumers do not understand the content of the contracts and many of them do not even think too much and sign the contracts instantly. It is recommended that the government and the committees concerned such as REI (Indonesiaan Real Estates) and YLKI (the Foundation of Indonesian Consumers Board) should make a standard and up-to-date contract which is signed before a notary or a PPAT (official empowered to draw up land deeds) so that legal justice and legal certainty can be guaranteed for both parties.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan Nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia baik material maupun spiritual, yaitu dengan tersedianya kebutuhan pokok sandang, pangan (makanan) dan papan (perumahan) yang layak, sebagai wujud dari pembangunan yang berperi kemanusiaan sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak memperoleh hidup yang layak bagi kemanusiaan. Untuk memperoleh hidup yang layak bagi kemanusiaan itu, diperlukan penyediaan kebutuhan akan barang dan jasa dalam jumlah yang cukup dan berkualitas.”1

Untuk memenuhi akan hal tersebut diatas, pembangunan Nasional telah menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan industri barang baik berskala besar maupun kecil, dapat dilihat dari perkembangan perumahan yang semakin lama semangkin meningkat dan menjadi suatu kebutuhan hidup dari masyarakat.

Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena tanah mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai sosial asset dan sebagai capital asset. Sebagai sosial asset, tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial dikalangan

1Janus Sidabalok,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, ( Medan : Paulinus

(17)

masyarakat Indonesia. Sebagai capital asset, tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting, tidak saja sebagai bahan perniagaan tapi juga sebagai obyek spekulasi. Disatu sisi tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan disisi lain harus dijaga kelestariannya.2

Hal ini merupakan efek dari perkembangan zaman yang merubah pola hidup manusia dari hidup berpindah-pindah hingga membangun rumah dan lingkungan tempat tinggal sendiri secara menetap, tetapi pada dasarnya manusia menjadikan cenderung untuk membeli rumah siap huni yang dibangun oleh pengembang (developer). Karena tingginya kebutuhan untuk memiliki bangunan rumah yang siap huni untuk dipergunakan sebagai tempat tinggal.

Hal ini dapat menjadi peluang yang timbul bagi para pengusaha untuk melakukan pengembangan-pengembangan yang membutuhkan modal kerja yang sangat besar dalam hal pembangunan maka hal ini yang menjadi kendala bagi para developerkhususnya didaerah Kota Batam.

Dalam hal ini Pengembang (PT Indo Mega Sentosa) dimana penulis melakukan penelitian, Untuk mencari modal kerja kitika akan melakukan awal pembangunan pada umumnya pengembang akan mengambil inisiatif mengumpulkan modal dengan cara meminta uang muka kepada konsumen dan kemudian melakukan pengikatan jual beli dengan konsumen untuk rumah yang akan dijualnya.

2Achmad Rubaie,Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang,

(18)

Pengikatan jual beli yang dilakukan antara pengembang dengan pembeli, pada umumnya dilakukan dengan cara pembeli melakukan pembeyaran secara bertahap sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Sebaliknya para pengembang mengikatkan dirinya kepada pembeli untuk menyelesaikan pembangunan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama pula.

Maka dalam hal ini merupakan suatu kewajiban bagi pembeli untuk membayar pada jadwal yang telah ditentukan, juga dapat ditetapkan dengan cara menjanjikan suatu syarat yang bersifat timbal balik, contohnya apabila pengembang telah menyelesaikan tugasnya maka pihak pembeli melakukan pembayaran.

Dimana yang dijanjikan oleh penjual adalah penyerahan atau pemindahan hak miliknya atas barang yang ditawarkan, sedangkan yang dijanjikan oleh pihak lain adalah pembayaran harga yang telah disetujui, meskipun telah ada disebut dalam suatu Pasal 1457 KUH Perdata, namun sudah semestinya bahwa harga itu harus berupa sejumlah uang, karena jika berupa barang maka bukan jual beli yang terjadi tetapi tukar menukar.

Penyerahan menurut KUH Perdata ada 3 (tiga) macam yaitu : “1. Penyerahan barang bergerak

2. Penyerahan barang tidak bergerak 3. Penyerahan piutang atas nama”

(19)

Barang yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur kewajiban pihak-pihak dan peralihan hak milik atas barang.

Jika pengembang memenuhi kewajiban untuk membangun rumah yang telah dijanjikan dan pembeli dapat memenuhi kewajiban untuk membayar uang yang telah dijanjikan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, maka terhadap perikatan yang telah mereka buat tersebut akan dilanjutkan dengan perjanjian pengikatan jual beli.

Perjanjian jual beli adalah perjanjian dimana dikatan bahwa penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak miliknya atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga. Undang-Undang membedakan antara “Sell”dan “Agreement to Sell” Sell adalah jual beli dan hak milik atas barang seketika berpindah kepada pembeli, misalnya dalam jual beli tunai, sedangkan agreement to sell adalah jual beli barang dimana pihak-pihak setuju barangnya berpindah kepada pembeli pada suatu waktu yang akan datang.3

Kewajiban penjual menyerahkan barang dan menanggungnya, adalah merupakan jaminan bagi pembeli bahwa barang yang diberinya dapat dinikmati sesuai dengan kegunaannya. Dilema jual beli ini selanjutnya diatur mengenai hak dan kewajiban, ini yang mengisyaratkan bahwa jual beli dilindungi oleh undang-undang, dan karena jual beli merupakan suatu persetujuan, maka jual beli harus dilakukan sesuai dengan syarat-syarat sahnya suatu persetujuan.

(20)

Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, menentukan untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 syarat yaitu4:

“1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Sebab halal tertentu”

Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, artinya setiap perjanjian yang sah, hal ini berarti bahwa seluruh perjanjian harus memenuhi keempat syarat tersebut yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Dari keempat tersebut dapat dibedakan atas 2 golongan yaitu :

1. Syarat pertama dan kedua tersebut sebagai syarat subjektif, karena menyangkut orang atau person yang melakukan perjanjian

2. Syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif, karena mengenai perbuatan yang diperjanjikan.

Dari penggolongan diatas, tidaklah dapat dikatakan bahwa syarat objektif lebih penting dari pada syarat subjektif atau sebaliknya syarat subjektif lebih bernilai dibandingkan syarat objektif, karena pada dasarnya keempat syarat itu merupakan hal yangessensialdi dalam setiap persetujuan atau perjanjian.

4Keempat syarat tersebut lazim dipahami sebagai syarat umum, berarti berlaku untuk semua

(21)

Penyerahan barang yang paling tepat saatnya oleh penjual, adalah saat pembeli membayar harga barang tersebut. Dalam Penyerahan barang terdapat perjanjian yang tidak terlaksanakan sesuai dengan isi yang telah dijanjikan akan mengakibatkan salah satu pihak melakukan pembuatan ingkar janji (wanprestasi).

Dimana jika pembeli yang ingkar janji semata-mata tidak terlalu merugikan pengembang sebab pihak pengembang telah menerima uang muka (down payment) tetapi ketika pengembang yang ingkar janji dalam ketetapan waktu atau pun hal lainnya, sangat merugikan konsumen.

Dari penjelaskan diatas, maka didalam penelitian ini penulis tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang perjanjian pengikatan jual beli rumah antara pengembang dengan konsumen yang menyangkut hak dari konsumen selaku pembeli dan tanggung jawab pihak pengembang.

Hal ini yang mendorong penulis mengkaji masalah Perjanjian Jual Beli Rumah Melalui PT Indo Mega Sentosa di Kota Batam dan menjadikan sebuah judul tesis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraian diatas, maka penulis melakukan penelitian di PT Indo Mega Sentosa daerah Kota Batam, rumusan masalahnya sebagai berikut :

(22)

2. Bagaimana status kepemilikan tanah dan bangunan yang diikat dengan pengikatan jual beli dibawah tangan apabila pengembangnya wansprestasi? 3. Bagaimana pelaksanaan pengikatan jual beli rumah antara pengembang dengan

konsumen pada PT Indo Mega Sentosa di Kota Batam?

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan itu pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai, demikian halnya dengan penulisan tesis ini. Adapun tujuan penulisan dalam hal ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk dan isi perjanjian jual beli rumah antara pengembang dengan konsumen pada PT Indo Mega Sentosa di Kota Batam.

2. Untuk mengetahui status kepemilikan tanah dan bangunan yang diikat dengan pengikatan jual beli dibawah tangan apabila pengembangnya wansprestasi. 3. Untuk mengetahui pelaksanaan pengikatan jual beli rumah antara pengembang

dengan konsumen pada PT Indo Mega Sentosa di Kota Batam.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari dua sisi baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

a. Secara Teoritis

(23)

pembaca dapat semangkin mengetahui tentang isi Perjanjian Jual Beli Rumah Melalui Pengembang di PT Indo Mega Sentosa.

b. Secara Praktis

Secara Praktis, Pembahasan dalam tesis ini diharapkan sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan dalam melakukan perlindungan terhadap konsumen dan juga diharapkan bermanfaat bagi konsumen dalam melakukan perjanjian jual beli rumah di PT Indo Mega Sentosa.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran dan pemeriksaan yang telah dilakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara Medan, dan sepanjang yang diketahui, penelitian tentang “Analisis Yuridis Atas Perjanjian Jual Beli Rumah Melalui Pengembang pada PT Indo Mega Sentosa di Kota Batam” belum perna dilakukan, oleh karena itu penelitian ini adalah asli. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini. Namun ada penelitian yang mendekati dengan penelitiannya yaitu :

(24)

1. Bagaimanakah bentuk dan isi perjanjian jual beli antara developer dengan pembeli?

2. Bagaimana Bentuk Hukum terhadap pembeli apabila developer ingkar janji (wansprestasi)?

3. Bagamakah status kepemilikan tanah dan bangunan yang diikat dengan perjanjian pengikatan jual beli apabila developer ingkar janji(wanperstasi). B. Yang dilakukan : Emmy Saragih, 077011018/MKn yang berjudul ; “Perlindungan

Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembelian Perumahan Pada PT. Prima Sarana Mandiri” Adapun perumusan masalah yang dikaji adalah :

1. Bagaimana praktek pelaksanaan perjanjian pembelian perumahan antara pengembang dengan konsumen?

2. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa antara konsumen dengan pengembang dalam perjanjian pembelian perumahan?

3. Bagaimana prosedur upaya hukum yang tersedia bagi konsumen perumahan bila terjadi sengketa hukum dengan pengembang?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,5 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.6

5 J.J.J.M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I,

(25)

Oetje Salman dan Anton F Susanto menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat berbagai ahli yaitu sebagai berikut :

“Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi prisial bagi seluruh teori yang lebih umum.”7

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dan oleh karena itu kerangka teori yang diarahkan secara khas ilmu huku, dimana penelitian ini berusaha untuk memahami masalah yang timbul dari perjanjian yang dikemukakan pengembang kepada konsumen pada PT Indo Mega Sentosa di Kota Batam.

Kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini yaitu mengenai Analisis Yuridi Atas Perjanjian Jual Beli Rumah melalui Pengembang Pada PT Indo Mega Sentosa di Kota Batam. Dalam hal ini teori yang dipergunakan adalah teori keseimbangan, hal ini dipergunakan untuk memperoleh kepastian hukum terhadap pemberian kewenangan hukum dan hak-hak atas tanah terhadap masyarakat yang diberikan oleh pemerintah.8

Penelitian,(Bandung : CV. Mandar Maju,1994), hal.27 Menyebutkan bahwa teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun menyakinkan, tetapi harus didukung oleh empiris untuk fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

6

Ibid,hal. 16

7

HR.Oetje Salman S dan Anton F Susanto,Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama,2005) hal. 22

(26)

Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Aristoteles dimana ia menyatakan bahwa hukum harus diluruskan penegakannya sehingga memberikan keseimbangan yang adil terhadap orang-orang yang mencari keadilan. Dalam teori keseimbangan ini semua orang mempunyai kedudukan yang sama dan diperlakukan sama pula (seimbang) dihadapan hukum.9

Dalam sistem hukum pertanahan dibangun berdasarkan asas-asas hukum, Mariam Darus mengemukakan bahwa sistem hukum merupakan kumpulan asas-asas hukum terpadu diatas mana dibangun tertib hukum.10

Dalam hukum Perjanjian ada beberapa asas umum (general principle) yang harus diindahkan oleh setiap orang yang terlibat didalamnya antara lain :

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini merupakan salah satu asas yang sangat terkenal dalam hukum kontrak. Berdasarkan asas ini antara pihak bebas untuk menentukan apa-apa saja yang diinginkan untuk dicantumkan dalam perjanjian. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup :

“ 1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian

2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa dia ingin membuat perjanjian

3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih klausa dari perjanjian yang akan dibuatnya

9Satjipto Raharo,ibid, hal 87

(27)

4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian 5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian

6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional(Aanvullend)”

Namun asas kebebasan berkontrak bukan tanpa batas. Asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan, keadilan, dan itikad baik serta kepatuhan. Artinya sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan, keadilan dan itikad baik serta kepatuhan.11

b. Asas Konsesualitas

Berdasarkan asas konsesualitas ini, perjanjian sejak tercapainya konsesi atau kesepakatan antara kedua pihak yang melakukan perjanjian.

Dengan kata lain perkataan, asas konsensualitas ini mensyaratkan bahwa perjanjian ini telah sah jika tercapai sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidak membutuhkan lagi formalitas.

Sistem hukum perdata ini berbeda dengan hukum adat, karena hukum adat tidak mengenai asas konsesualitas melainkan asas konkrit, yang berarti untuk terjadinya perjanjian masih diperlakukan lagi adanya tindak lanjut konkrit setelah adanya kesepakatan itu misalnya panjar, menyerahkan barang yang dijual kepada

11Sutan Remi Syahdeni,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para

(28)

pembeli dan lain-lain. Asas konsensualitas ini tercermin dalam unsur pertama dari Pasal 1320 KUH Perdata.12

c. Asas Itikad Baik

Berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Yang dimaksud dengan itikad baik adalah niat dari pihak atau pihak-pihak dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan kepentingan umum.

Niat adalah suatu pola sikap batin seseorang yang menjadi dasar perbuatan yang akan dilakukan kemudian. Niat tersebut harus merupakan niat yang jujur untuk tidak merugikan mitra janjinya.13

Ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata tersebut mengandung pengertian bahwa dalam arti unsur subjektif ini, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus dengan jalan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Jadi yang dimaksud itikad baik disini adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian itu. Artinya pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan diatasrelyang benar, yaitu harus menghindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.

12 Asas konsesnsualitas dapat ditemukan dalam pasal 1320 dan pasal 1338 KUH Perdata

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata penyebutnya tegas sedangkan dalam pasal 1338 KUH Perdeta ditemukan dalam istilah “semua” kata-kata semua menunjukan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (wil), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian,ibid,hal. 13

13Bandingkan dengan pandapat Salin HS, yang menyatakan asas itikad baik dibagi menjadi

(29)

Dengan kata lain, sekalipun para pihak telah sepakat untuk dimuatnya suatu ketentuan dalam perjanjian yang bersifat berat sebelah sehingga dirasakan tidak adil, namun tetap saja ketentuan itu tidak dapat diberlakukan karena bertentangan dengan asas itikad baik.

d. AsasPacta Sunt Servanda

Asas ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata sebagaimana bunyinya dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tersebut, asas tersebut berarti “Semua perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”. Jadi orang yang ingkar janji dalam pandangan asas ini, diartikan sebagai pengingkaran terhadap undang-undang. Asas pacta sunt servada (janji itu mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh.

Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak sahnya semua perjanjian asal memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana tersebut pada Pasal 1320 KUH Perdata, mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.14

14 Bandingkan dengan Salim HS yang menyatakan asas pacta sunt servada disebut juga

(30)

e. Asasforce majeur

Dengan asas ini debitur dibebaskan dari kewajiban untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian karena sesuatu kejadian atau keadaan yang terjadi setelah perjanjian yang dibuat yang berada diluar daya atau menghindari atau kemampuan debitur untuk dapat menghentikan, menghindari atau mengendalikan kejadian, atau keadaan yang menyebabkan tidak mungkin dilaksanakannya kewajiban tersebut.

Dengan demikian pandangan ini menunjukan arti sistem hukum dari segi substantif, asas hukum perjanjian adalah suatu pikiran mendasar tentang kebenaran (waarheid truth) untuk menupang norma hukum dan menjadi elemen yuridis dari suatu sistem hukum pertanahan.

Dalam hal ini hukum mengatur tentang perjanjian jual beli barang sebahagian besar dihimpun dalam Undang-Undang jual beli yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur kewajiban pihak-pihak dan peralihan hak milik atas barang. Perjanjian jual beli adalah perjanjian bahwa penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak miliknya atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga.15

Dari pengertian ini didapat bahwa adanya suatu perjanjian yang diatur pada pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan suatu perjanjian adalah sesuatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dilihat dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang berbunyi “jual beli dianggap telah

(31)

terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.

Dalam hal ini yang diserahkan oleh penjual kepada pembeli hak milik atas barang. Jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang tersebut, yang harus dilakukan adalah penyerahan (Levering) secara yuridis.16

Penyerahan menurut KUHPerdata ada 3 (tiga) macam yaitu : 1. Penyerahan barang bergerak

2. Penyerahan barang tidak bergerak 3. Penyerahan piutang atas nama

Dari pasal 1233 KUHPerdata mengatakan, perikatan itu dapat muncul dari perjanjian atau karena undang-undang. Dua pengertian ini sangat mempengaruhi perlindungan dan penyelesaian sengketa hukum yang melibatkan kepentingan konsumen didalamnya.17

16Kadang-kadang para pihak yang mengadakan perjanjian setelah lahirnya hak dan kewajiban

menganggap dirinya sudah mempunyai status yang lain, artinya sudah menganggap dirinya sebagai pemilik atas barang-barang yang diperjanjikan itu, sebenarnya belum, pembeli baru menjadi pemilik atas barang semenjak diadakannya penyerahan atau sudah diadakan penyerahan. Jadi kalau belum diadakan penyerahan, maka pembeli belum menjadi pemilik barang tersebut. Pemilikan baru berganti setelah adanya pemindahan hak milik atas barang yang dibeli itu. Ini berarti sekali pun sudah membayar harga barang dan pembayaran itu sudah diterima si penjual si pembeli belum berstatus sebagai pemilih barang sebelum diadakan “penyerahan”. Kalau barang bergerak penyerahannya cukup dilakukan penyerahan secara nyata saja atau penyerahan dari tangan ketangan atau penyerahan yang menyebabkan seketika sipembeli menjadi pemilik barang. Penyerahan ini dilakukan berdasarkan Pasal 612, 613, dan 616 KUHPerdata, ini sudah ditegaskan dalam Pasal 1459 KUHPerdata yang menentukan”hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan pada Pasal 612, 613, 616, Qiram Syamsuddin Meliala, Op. Cit, Hal.40

(32)

Jika seseorang sebagai konsumen mempunyai hubungan hukum berupa perjanjian dengan pihak lain, dan pihak lain itu melanggar perjanjian yang disepakati bersama, maka konsumen berhak menggugat lawannya berdasarkan dalih melakukan wanprestasi (cidera/ingkar janji).

Jika sebelumnya tidak ada perjanjian, konsumen tetap saja memiliki hak untuk menuntut secara perdata, yakni melalui ketentuan perbuatan melawan hukum. Dalam konsepsi perbuatan melawan hukum, seseorang diberi kesempatan untuk menggugat, sepanjang melawan hukum, seseorang diberi kesempatan untuk menggugat, sepanjang dipenuhi tiga unsur, yaitu adanya unsur kesalahan (dilakukan pihak lain/tergugat), unsur kerugian (diderita si penggugat), hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian itu.18

Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan oleh undang-undang tentang perlindungan konsumen dan sifat perdata dari hubungan antara pelaku usaha dan konsumen maka setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertangung jawaban dari pelaku yang merugikan serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen.

Sedangkan dalam Pasal 1365 juncto Pasal 1366 juncto 1367 KUH Perdata, intisari menyatakan bahwa:

“ Tiap perbuatan melanggar hukum, kelalaian atau kurang hati-hatinya seseorang atau orang lain yang menjadi tanggungannya, yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang tersebut yang karena salahnya

(33)

atau kesalahanya orang yang menjadi tanggungannya tersebut menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Seseorang juga diwajibkan mengganti kerugian kepada orang lain yang disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasanya.”19

Suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga ia diakui oleh hukum. Syarat-syarat ini yang telah ditentukan sebenarnya sebagai isi perjanjian, karena dari syarat-syarat itulah dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.

Dari syarat-syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, artinya setiap perjanjian yang sah, hal ini berarti bahwa seluruh perjanjian harus memenuhi keempat syarat tersebut yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Suatu perjanjian dapat batal apabila jual beli rumah yang telah dibeli telah dipesan orang lain, hal ini dapat dilakukan pergantian biaya apabila pembeli tidak mengetahui bahwasannya barang yang dijual belikan adalah kepunyaan orang lain.

Disamping itu sulit untuk meneliti keamanan dan keselamatan barang, sebelum di konsumsi atau digunakan oleh pembeli atau konsumen, maka kewajiban untuk menjamin keamanan suatu produk dibebankan pada pengembang sebagaimana diketahui bahwa pengembang yang mengetahui komposisi dan masalah yang menyangkut keamanan suatu produk tertentu dan keselamatan didalam mengkonsumsi/menggunakan produk tertentu.

Pada umumnya ganti rugi merupakan suatu bentuk cacat barang itu sendiri dimana itu merupakan tanggung jawab penjual. Pasal 1491 KUHPerdata meletakkan

19 Makna Intisari yang didapatkan oleh penulis dari Pasal 1365,1366, dan juga 1367

(34)

tanggung jawab atas penjual mengenai cacat tersembunyi benda atau keadaan benda yang dijualnya demikian rupa cacat sehingga menerbitkan alasan untuk membatalkan pembelian benda itu akibat diketahui adanya hal yang kurang dalam benda tersebut dan menimbulkan ketidak nyamanan konsumen atas barang yang dibeli.

Kewajiban penjual ketika ada cacat tersembunyi seperti dijelaskan pada pasal 1504 yang menyatakan “si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu sehingga, seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang”.

Tanggung jawab penjual untuk produk yang menyebabkan sakit, cedera atau matinya konsumen pemakai produk tertentu, dapat diterapkan ketentuan yang terdapat pada pasal 1367 ayat 1 KUHP perdata yang menyebutkan

“ seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya”.

(35)

Dalam hal ini ditekankan adanya kesalahan penjual. Bahwa pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan hal kesengajaan dari hal kurang berhati-hati melainkan hanya mengatakan, bahwa harus ada kesalahan atau perbuatan yang melanggar hukum agar si pembuat itu dapat diwajibkan menunggung/membayar ganti kerugian. Menurut Wirjono tidak perlu dihiraukan apa ada kesengajaan atau kurang berhati-hati.

Oleh karena itu agar segala upaya dapat memberikan jaminan akan kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lainnya yang juga dimaksudkan dan masih berlaku untuk memberikan perlindungan hukum bagi konsumen, baik dalam bidang hukum Privat (Perdata), maupun hukum Publik ( Hukum Pidana dan Hukum Administrasi Negara).20

Bagi para pengembang yang dikatakan suatu persaingan selalu ditemui didalam tengah-tengah masyarakat, tetapi dalam hal ini persaingan haruslah berjalan dengan secara benar dan tidak ada kecurangan-kecurangan, sehingga mengakibatkan kalangan pengembang tidak saja meningkat pendapatannya, bahkan dapat mati usahanya.21

Sekalipun diakui persaingan merupakan suatu yang biasa terjadi didalam dunia usaha, tetapi persaingan antara kalangan pelaku usaha itu haruslah sehat dan terkendali. Tetapi jika konsumen merasa dirugikan, maka akan timbul suatu masalah

20Janus Sidabalok,Op Cit,hal 1

21Lihat Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999Tentang Larangnya Praktek Monopoli Dan

(36)

baru yang dapat terjadi seperti merasa dirugikan pada pihak pengembang yang tidak memberikan kepuasan pada konsumen dalam transaksi di awal perjanjian.

Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 syarat, yaitu :

1. Adanya kata sepakat

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Sebab yang halal

Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, artinya setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin menjadi perjanjian yang sah. Hal ini berarti bahwa seluruh perjanjian harus memenuhi keempat syarat tersebut yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata.

Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subjek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subjektif. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian oleh karena itu disebut syarat objektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai berikut :

1. Kata sepakat

(37)

pihak tersebut harus sepakat, setuju, seiya-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu.22

Namun untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu perjanjian telah ditentukan oleh pasal 1321 KUH Perdata ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak harus diberikan secara bebas atau tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan penipuan. Menurut Subekti yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik).23

Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian.

Dalam hal kekhilafan, yang dapat batal demi hukum adalah mengenai sari pokok atau hal essensial dalam persetujuan tersebut. Hal ini dilihat dari Pasal 1322 KUH Perdata yang berbunyi :

“Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selainnya apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat bareng yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai

22 Kedua belah pihak dala suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk

mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. Kemauan yang bebas untuk suatu perjanjian yang sah dianggap tidak ada jika perjanjian itu telah terjadi karena paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling) atau penipuan (bedrog), Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT Internasa,2001) hal. 134

(38)

dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud suatu persetujuan. Kecuali jika persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut.”

Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga sendainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinannya.

Dengan demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan, penipuan maka perjanjian itu dikemudian hari dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.

2. Kecakapan Untuk Membuat Perjanjian

Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian.

Selajutnya dilihat dalam Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian :

“1. Orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

(39)

Mengenai orang yang belum dewasa yang dimaksud dalam hal ini adalah seperti yang ditunjuk oleh Pasal 1330 KUH Perdata, dinyatakan bahwa “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin”.

Namun dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 39 dan 40 dinyatakan untuk penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah. Maka dari itu apabila seorang yang belum berusia genap 21 tahun tetapi telah menikah, hal ini menimbulkan konsekuensi menjadi cakap bertindak.

Dengan demikian dasar usia cakap untuk bertindak yang dipakai dua puluh satu tahun atau telah menikah berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata.

Dalam hal pengampuan/perwalian telah diatur pada Pasal 433 KUH Perdata yang berbunyi:

“ Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh dibawa pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikiranya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh dibawah pengampuan karena keborosannya.24”

24Bandingkan dengan pendapat A. Qiran Syamsuddin Meliala yang menyatakan, orang yang

(40)

Dan juga diatur pada Pasal 345 KUH Perdata yang berbunyi :

“Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang masih hidup terlama, sekedar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuan nya”.

Selanjutnya untuk penjelasan tentang orang perempuan/istri dalam hal telah ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan – persetujuan tertentu, diatur pula dalam pasal 108 KUH Perdata disebutkan bahwa seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yakni Pasal 31 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan :

“Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.”

Selanjutnya dala Pasal 31 ayat 2 KUH Perdata yang sama kembali menegaskan bahwa : “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Subekti menjelaskan bahwa dari sudut keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menyikapi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu.

(41)

Dalam hal ini undang-undang menentukan bahwa objek yang diperjanjikan haruslah dapat ditentukan, paling tidak jenisnya. Lebih lanjut dilihat Pasal 1333 KUH Perdata ayat 1 yang berbunyi :“ bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.”

Dengan demikian dapat dimengerti, agar perjanjian itu memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai dan mempunyai kekuatan yang mengikat, prestasi yang menjadi obyek perjanjian harus tertentu sekurang-kurangnya jenis obyek itu harus ditentukan25.

4. Suatu Sebab Yang Halal

Suatu sebab yang halal disini tidak lain dari pada perjanjian itu sendiri, sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian, pada dasarnya tidak diperdulikan oleh undang-undang. Sedangkan sebagaimana yang dikemukakan Subekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain dari pada isi perjanjian.

Pada pasal 1337 KUH Perdata yang berbunyi “ Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.” Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum.

25

(42)

Dalam bahasa yang praktis dapat dikatakan, menurut undang-undang suatu sebab yang halal itu apabila tidak bertentangan dan dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan. Dengan kata lain sebab atau kausa yang melahirkan perjanjian adalah suatu sebab ataucausayang sah dan halal.26

e. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian

Subyek yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian disebut sebagai subyek hukum ini ada dua yaitu orang pribadi dan badan hukum.27

Pihak-pihak dalam perjanjian diatur secara sporadis di dalam KUH Perdata, yaitu Pasal 1315,1317,1318 dan 1340. Mengingat bahwa hukum harus dipelajari sebagai satu sistem, maka adalah penting untuk mencari kaitan-kaitan diantara pasal-pasal tersebut.

Subyek perjanjian ialah pihak-pihak yang terkait dengan diadakannya suatu perjanjian. KUH Perdata membedakan 3 (tiga) golongan yang tersangkut pada perjanjian yaitu28:

”1. Para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

26 Bandingkan dengan pendapat Wiryono Prodjodikoro yang menyatakan, kausa dalam

perjanjian adalah isi dan tujuan suatu persetujuan yang menyebabkan adanya persetujuan itu. Dengan suatu penentuan arti kata dari kausa bahwa tidak mungkin ada suatu persetujuan yang tidak mempunyai kausa oleh karena kausa sebenarnya isi dari persetujuan, dan tiap-tiap persetujuan tentu mempunyai isi, bagaimanapun sedikit atau kecilnya. Suatu persetujuan bukanlah suatu tempat yang diisi, melainkan berupa isi itu sendiri, Wiryono Prodjodikoro,Ibid., hal. 35

27Hubungan hukum harus terjadi antara dua orang atau lebih, Pihak yang berhak atas prestasi,

pihak yang aktif adalah kreditur atau si berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi pihak yang pasif adalah debitur atau si berhutang. Mereka ini yang disebut Subyek Prikatan, Mariam Darus Badrulzaman,Op.Cit., hal. 3

(43)

2. Pada ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya 3. Pihak ketiga”

Pada pasal 1315 KUH Perdata,” Pada umumnya tak dapat mengatakan perjanjian diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”.

Pasal 1317 KUH Perdata, “Lagipun diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukan kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti itu”. Siapa yang telah memperjanjiakan suatu seperti itu tidak menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan kehendak mempergunakannya.

Pasal 1318 KUH Perdata. “ Jika seseorang meminta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggaplah bahwa itu adalah untuk ahli waris-ahli warisnya dan orang-orang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat persetujuannya tidak sedemikian maksudnya”.

Pasal 1340 KUH Perdata, “Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”.

(44)

Apabila seorang membuat perjanjian, maka orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya (Pasal 1318 KUH Perdata). Beralihnya hak kepada ahli waris tersebut adalah akibat peralihan dengan alas hak umum yang terjadi pada ahli warisnya. Beralihnya perjanjian kepada orang-orang yang memperoleh hak berdasarkan atas alas-alas hak khusus, misalnya orang yang menggantikan pembeli mendapat hanya sebagai pemilik. Hak yang terkait kepada suatu kualitas itu dinamakan hak kualitatif.

Menurut Pasal 1340 ayat (2) KUH Perdata, persetujuan-persetujuan tidak dapat membagi rugi kepada pihak ketiga, tak dapat pihak-pihak ketiga, mendapatkan manfaat karenanya, selain dari yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Dengan demikian asas seseorang tidak dapat mengikatkan diri selain atas nama sendiri mempunyai suatu kekecualian, yaitu dalam bentuk yang dinamakan janji untuk pihak ketiga.

Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa janji untuk pihak ketiga itu merupakan suatu penawaran yang dilakukan oleh pihak yang meminta diperjanjikan hak kepada mitranya agar melakukan prestasi kepada pihak ketiga.

2. Kerangka Konsepsi

(45)

ada dalam pikiran. “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realistis.29

Agar menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian saya ini, maka perlu diuraikan pengertian konsepsi yang digunakan, yaitu :

a. Perjanjian jual beli adalah perjanjian bahwa penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak miliknya atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga.30

b. Jual Beli menurut pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain berjanji untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.

c. Penjual adalah Penerimaan yang diperoleh dari pengiriman barang dagangan atau dari penyerahan pelayanan dalam bursa sebagai barang pertimbangan. Pertimbangan ini dapat dalam benuk tunai peralatan kas atau harta lainnya. Pendapatan dapat diperoleh pada saat penjualan, karena terjadi pertukaran, harga jual dapat ditetapkan dan bebannya diketahui.31

29Masri Singarimbun dkk,Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1999) Hal 34 30 Abdulkadir Muhamad,Op,Cit, hal 243

31

(46)

d. Pembeli menurut AZ. Nasution adalah setiap orang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang atau jasa untuk suatu kegunaan tertentu.32

e. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan. Pemukiman adalah bagian lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.33

f. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa.

g. Angsuran adalah penjualan yang dilakukan berdasarkan rencana pembayaran yang ditangguhkan, dimana pihak penjual menerima uang muka (DP) dan sisanya dibayarkan dalam bentuk pembayaran cicilan selama waktu beberapa tahun.

h. Ganti rugi adalah pada umumnya suatu cacat barang yang tersembunyi yang terdapat pada barang yang telah dilakukan transaksi, hal ini yang menjadi pertanggungan jawaban kepada penjual.

32

AZ. Nasution.Konsumen dan Hukum(Jakarta :Pertama Pustaka Sinar Harapan,1995) hal 69

33 Burhan Rizal,Pembagunan kawasan Masa kini (Jakarta, Jayakarta cetakan ke II, 2005),

(47)

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang terdapat dari literatur buku-buku maupun ilmu teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematika, metodologis, dan konsisten. Metodologi yang terapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.34

1. Jenis dan Sifat Penelitian a. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifatdeskriptif analitiskarena menggambarkan gejala-gejala, fakta, aspek-aspek serta upaya hukum yang berkaitan dengan bentuk perjanjian jual beli rumah melalui pengembang di PT Indo Mega Sentosa.

b. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang diterapkan adalah memakai metode pendekatan yuridis normatif untuk mengkaji peraturan-peraturan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perjanjian pengikatan jual beli, sehingga diketahui apakah perjanjian jual beli antar pengembang dengan pembeli serta peraturan hukum yang ada telah memadai untuk mengatur hal tersebut.

Maka dari itu dengan dilakukannya penelusuran terhadap norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen tersebut, dapat dianalisisa kesesuaian antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan

34Soejono Soekanto dan Sri Mulyadji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat,

(48)

perundang-undangan yang lain dalam mengatur hak konsumen dalam perjanjian jual beli rumah antara pengembang dengan konsumen. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru secara teoritis dan praktis.

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini digunakan adalah menggunakan penulusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dibantu dengan data yang diperoleh dari lapangan yang berkaitan dengan objek penelitian ini. Pengumpulan data sekunder dengan menelaah bahan kepustakaan tersebut meliputi :

a. Bahan Hukum Primer yaitu merupakan bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah maupun pengertian tentang fakta yang diketahui mengenai gagagsan, seperti peraturan perundang-undang dan perjanjian-perjanjian tentang perikatan jual beli bangunan yang dibuat dibawah tangan, yang terkait langsung dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan pustaka yang meliputi buku-buku, hasil karya ilmiah kalangan hukum dan berbagai makalah yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli rumah.

(49)

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian adalah dengan mengunakan 2 (dua) metode yakni :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan (Library Research) 35 yaitu menghimpun data dengan melelakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier,36 yaitu berupa perjanjian dan perlindungan hukum itu sendiri maupun peraturan-peraturan, buku, jurnal, majalah, dan lain-lain dalam bentuk tulisan yang terkait dengan penelitian ini.

b. Penelitian lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan (Field Research) Untuk mendapatkan data yang aktual mengenai masalah yang dibahas, maka penelitian yang dipaparkan yang dapat berupa wawancara langsung dengan konsumen dan kepada Pimpinan PT Indo Mega Sentosa. Penelitian ini dilakukan dengan menggambungkan dua metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka/studi pustaka dokumen (documentary study) dan penelitian lapangan (Field Research).

4. Analisis Data

Data diperoleh diklasifikasikan yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik

35Disebut juga dengan studi kepustakaan yang pada dasarnya bertujuan untuk menunjukan

jalan pemecahan permasalahan penelitian. Apabila penelitian mengetahui apa yang telah dilakukan oleh peneliti lain, maka peneliti akan lebih siap dengan pengetahuan yang lebih dalam dan lengkap, Soejono Soekanto,Ibid, hal 115

36Bambang Waluyo,Penelitian Hukum Dalam Praktek,(Jakarta, Sinar Grafika, 1996), Hal

(50)

pula.37 Analisis data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif, maka data yang telah diperoleh akan disusun secara sistematik.38

Dengan demikian penelitian ini akan diharapkan dapat memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.

37

Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2002), hal 106

38Burhan Bungi,Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologi

(51)

BAB II

BENTUK PERJANJIAN JUAL BELI PENGEMBANG DENGAN KONSUMEN PADA

PT INDO MEGA SENTOSA

A. Pengertian Perjanjian

Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut Overeenkomst. Secara yuridis pengertian perjanjian terdapat pada pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana sutu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”.

Ada juga yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan39. Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan persetujuan merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsoverenstemming(persesuaian kehendak/kata sepakat).

Subekti, memberikan rumusan perjanjian, “ Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.40

Dalam hal ini menimbulkan suatu hubungan hukum antara dua orang tesebut yang dinamakan perikatan atau dengan kata lain perjanjian itu menimbulkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya berupa suatu rangkaian perkataan yang

(52)

mengandung janji atau kesanggupan atas apa yang diucapkan atau dituliskan oleh kedua belah pihak yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.41

Abdulkabir Muhamad mengemukakan bahwa definisi perjanjian dalam pasal 1313 KUHPerdata tersebut masih terdapat beberapa kelemahan yakni :

“1. Hanya menyangkut sepihak saja.

Hal ini dapat diketahui dari perumusan : “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikat” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “ saling mengikatkan diri” sehingga terdapatconsensusantara pihak-pihak.42

2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus

Dalam pengertian perbuatan mencakup juga tindakan melaksanakan tugas/pekerjaan orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming). Perbuatan melawan hukum (Onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus seharusnya dipakai kata persetujuan.

3. Pengertian perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan

41Istilah “ Hukum Perjanjian “ mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah “Hukum

Perikatan”.Jadi dengan istilah “ Hukum Perikatan” dimaksudkan untuk mencakup semua bentuk perikatan dalam buku ketiga KUHPerdata, jadi termaksuk ikatan hukum yang berasal dari perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang-undang, maka dengan istilah “Hukum Perjanjian” hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja, Munir Fuady, Hukum Kontrak,(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999). hal. 2

(53)

hukum keluarga. Padalah yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dengan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja43.

Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian atau Verbinteniss mengandung pengertian Suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melunasi prestasi.44

Dari rumusan diatas menerangkan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum yang lahir dari adanya kesepakatan antara dua belah pihak atau lebih, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya pada pihak yang lain untuk memenuhi prestasi yang terletak pada lapangan harta kekayaan dan pihak kedua berhak untuk menuntut prestasi yang disepakati bersama. Sehingga dapat rumusan bahwa unsur-unsur perikatan tersebut adalah :

1. Hubungan Hukum

Dimana hubungan antar pihak haruslah membawa akibat hukum dan dibenarkan oleh undang-undang. Hubungan hukum adalah hubungan-hubungan yang terjadi dalam lalu-lintas kegiatan masyarakat, dimana hukum meletakkan hak pada suatu pihak dan meletakkan kewajiban pada pihak lain.45

43Dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum

sebagai yang dikehendaki atau dianggap dikehendaki oleh para pihak, termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain dalam arti sempit perjanjian hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud dalam buku III KUHperdata, jadi hukum perjanjian sebagai bagian hukum perikatan, sedangkan hukum perikatan adalah bagian dari pada hukum kekayaan, maka hubungan yang timbul antara para pihak didalam perjanjian dalam lapangan hukum kekayaan, J. Satrio,Ibid, hal. 23

(54)

Hal ini berarti bahwa apabila salah satu pihak tidak mematuhi aturan atau melanggar hubungan itu maka hukum akan memaksakan supaya hubungan tersebut terpenuhi atau dipulihkan kembali. Dengan demikian hubungan antara pihak haruslah membawa akibat hukum dan dibenarkan oleh undang-undang.

2. Para Pihak

Pihak yang berhak atas prestasi dan pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak yang pasif atau pihak yang berhutang, mereka ini disebut subjek perikatan.

“Hubungan hukum dalam suatu perjanjian terjadi antara pihak-pihak atau antara dua pihak sebagai subjek hukum, yaitu pihak yang aktif sebagai kreditur yang berhak atas prestasi dan pihak yang pasif sebagai debitur yang berkewajiban memenuhi prestasi. Hukum dalam perjanjian perdata melekat prinsip pemaksaan, dimana apabila debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempunyai hak untuk memaksakan pemenuhan prestasi tersebut. Pemenuhan prestasi dapat dipaksakan melalui alat kekuasaan atau pejabat pengadilan dengan mempergunakan produser yang ditentukan dalam Undang-Undang Hukum Acara Perdata. Dan apabila kreditur ingkar janji, debitur juga mempunyai hak atas apa yang telah diperjanjikan dan mengadakan tuntutan untuk perjanjian yang telah disepakati. Selain itu kedua belah pihak juga dibebani denganschuld yaitu kewajiban melaksanakan prestasi dan haftungyaitu tanggung jawab secara hukum untuk memenuhi prestasi.”46

3. Prestasi

Prestasi merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dan berhak untuk dituntut. Menurut M. Yahya Harahap, bahwa hak yang dilahirkan dari perjanjian itu bersifat hak relatif yang artinya hak atas prestasi baru ada person tertentu, jika hak itu

(55)

didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas perbuatan hukum namun ada pengecualiannya yaitu47:

a Perjanjian bisa terjadi oleh karena suatu keadaan atau suatu kekayan tertentu, sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara kedua orang tertentu misalnya pelanggaran kendaraan.

b. Oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata yang dapat dikonkritisasi sebagai perjanjian sekalipun tidak ada hubungan hukum antara dua orang tertentu.

Dalam pasal 1234 KUH Perdata Prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Kata sesuatu yang terjadi menjadi objek prestasi perjanjian berada pada lapangan hukum kekayaan. Sesuatu itu adalah sesuatu yang abstrak namun inilah yang akan dijadikan dan disepakati dalam isi perjanjian.

Tanpa prestasi hubungan hukum yang dilakukan tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Dari perkataan sesuatu inilah yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan isi perjanjian yang dikenal dengan asas kebebasan berkontrak.

Namun kebebasan dalam membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan norma hukum, ketertiban dan kesusilaan karena ini sangat menentukan keabsahan dari perjanjian tersebut.48

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang melatarbelakangi adanya perilaku yang menyimpang tersebut adalah adanya perbedaan lingkungan pekerjaan, masih rendahnya pengetahuan pemakai mengenai

Apabila persyaratan tersebut di atas telah dipenuhi oleh seorang dokter, misalnya diagnosa, terapi adalah benar, ia melakukan tugas sebagai dokter yang baik,

Proteksi suplemen VCO menggunakan formaldehid memberikan hasil yang lebih baik pada ransum yakni pakan sumber lemak dan protein tidak banyak terdegradasi dalam rumen namun

Artinya sekarang, jika ternyata unit-unit lingual yang digunakan dalam puisi diproses secara berbeda atau lain dari kaidah umum gramatika bahasa Indonesia, akan dikategorisasi

Kegiatan pengabdian pada masyarakat yang berjudul Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Melalui Penyuluhan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Anak-Anak Panti Guna SLB

Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini bertjuan untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan guru-guru mata pelajaran PPKn dalam mengembangkan Media Pembelajaran

Pengguna akan memasukan url domain ke dalam form input kemudian sistem yang ada pada aplikasi akan melakukan analisis terhadap semua parameter dalam satu waktu,

Adapun cara pengelolaan premi yang dibayarkan oleh peserta yang dengan akad tijaroh dengan diinvestasikan dan hasil investasi dibagikan kepada peserta dan