POTENSI EKONOMI PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT
BAMBU DESA PONDOK BULUH, KECAMATAN
PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
Oleh:
Asnita Octavia Ritonga 051201035 Manajemen Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVESITAS SUMATERA UTARA
2010
ABSTRAK
Bambu merupakan salah satu komoditi usaha perhutanan rakyat yang memiliki potensi yang sangat banyak baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Akan tetapi potensi tersebut kurang dimaksimalkan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan, budidaya, potensi tanaman, bentuk pemasaran serta potensi ekonomi dan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun. Data diambil dengan melakukan inventarisasi hutan rakyat bambu dan wawancara terhadap petani bambu. Lalu dihitung pendapatan petani dari sektor bamboo, margin pemasaran dan margin keuntungan dari data yang telah diperoleh. Data dianalis secara tabulasi.
Jenis bambu yang dimanfaatkan di Desa Pondok Buluh yaitu bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja), dengan potensi 117 rumpun/ Ha. Produk bamboo yang dihasilkan oleh petani di Desa Pondok Buluh adalah bambu belah. Pemasaran produk hutan rakyat bambu yang berupa bambu terdiri dari 5 pola distribusi.
Abstract
Asnita Octavia Ritonga: The Economy Potency and Implementation of Bamboo Forest in Pondok Buluh Village, District of Dolok Panribuan, Simalungun. Supervised by Oding Affandi, S.Hut, MP and Ridwanti Batubara, S.Hut, MP.
Bamboo is one of forest commodity that have many good potency in economy and ecology. Unfortunately the potency was not utilized optimally by people. This research proposed to determined the management, the plant potency, the marketing of bamboo product with the economic potencyand the contribution to people’s income in Pondok Buluh Village, District of Dolok Panribuan, Simalungun. The data retrieved by taking inventory of bamboo forest and bamboo farmer’s interviewed. Then the income of bamboo farmers, the marketing margin and the profit margin from the obtained data were calculated. Data were analyzed in tabulation.
Types of bamboo that being used was Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja), with 117 potential clumps/ Ha. The bamboo products that were produced by farmers in Pondok Buluh Village is bamboo. The marketing of bamboo forest product consist of 5 distribution patterns.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Adapun judul penelitian ini adalah “Potensi Ekonomi Pengusahaan Hutan
Rakyat Bambu di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan,
Kabupaten Simalungun”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Oding Affandi, S.Hut, MP dan Ibu Ridwanti Batubara S. Hut, MP selaku Dosen
Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Kiranya penelitian yang saya lakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat,
dunia ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata,
penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, Juli 2010
DAFTAR ISI
5. Jenis- Jenis Bambu Bernilai Ekonomi ... 19
Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Bambu ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ... Potensi dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu ... 40
Pola Pengelolaan dan Pengolahan Hutan Rakyat Bambu ... 48
Nilai Pendapatan dari Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu ... 55
Lembaga Tataniaga pada Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu 56 Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu ... 57
Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengumpul... 60
Analisis Margin Tataniaga dan Margin Keuntungan ... 61
Kendala Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu... 69
KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... 71
Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Hutan Bambu ... 9
2. Bentuk Jalur Inventarisasi Bambu ... 34
3. Bambu Andong ... 41
4. Bambu Apus... 42
5. Bambu Betung... 44
6. Bambu Kuning ... 46
7. Keadaan Hutan Rakyat Bambu di Desa Pondok Buluh ... 50
8. Bambu yang Telah Siap Untuk Dipanen ... 51
9. Proses Pembelahan Bambu Bulat Menjadi Bambu Belah ... 53
DAFTAR TABEL
1. Jenis-Jenis Bambu dan Penggunaannya ... 20
2. Matrik metodologi yang digunakan dalam penelitian ... 38
3. Biaya Pengusahaan Tanaman Bambu Andong ... 52
4. Kontribusi Tanaman Bambu untuk Menambah Pendapatan
Masyarakat Tahun 2008 (Rp/tahun) ... 55
5. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengumpul II ke Petani, Pedagang Pengumpul I dan Pedagang Pengumpul III ... 61
6. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengumpul III ke Petani, dan Pedagang Pengumpul I ... 61
7. Biaya Tataniaga Bambu Pada Berbagai Pola Distribusi (Rp./lembar) 62
8. Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Bambu Belah (Pola 1) ... 63
9. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Bambu Belah (Pola 1) ... 63
10.Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Bambu Belah (Pola 2) ... 64
11.Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Bambu Belah (Pola 2) ... 64
12.Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Bambu Belah (Pola 3) ... 65
13.Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Bambu Belah (Pola 3) ... 65
14.Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Bambu Belah
(Pola 4) ... 66
15.Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Bambu Belah (Pola 4) ... 66
16.Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Bambu Belah (Pola 5) ... 67
LAMPIRAN
Hal.
1. Data Potensi Hutan Rakyat Bambu di Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun (tahun 2009) ... 73
2. Sumber Pendapatan Masyarakat Desa Pondok Buluh dari Sektor
Bambu (tahun 2008) ... 74
3. Produksi Bambu Olahan Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun (tahun 2008) ... 75
Bambu merupakan salah satu komoditi usaha perhutanan rakyat yang memiliki potensi yang sangat banyak baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Akan tetapi potensi tersebut kurang dimaksimalkan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan, budidaya, potensi tanaman, bentuk pemasaran serta potensi ekonomi dan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun. Data diambil dengan melakukan inventarisasi hutan rakyat bambu dan wawancara terhadap petani bambu. Lalu dihitung pendapatan petani dari sektor bamboo, margin pemasaran dan margin keuntungan dari data yang telah diperoleh. Data dianalis secara tabulasi.
Jenis bambu yang dimanfaatkan di Desa Pondok Buluh yaitu bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja), dengan potensi 117 rumpun/ Ha. Produk bamboo yang dihasilkan oleh petani di Desa Pondok Buluh adalah bambu belah. Pemasaran produk hutan rakyat bambu yang berupa bambu terdiri dari 5 pola distribusi.
Abstract
Asnita Octavia Ritonga: The Economy Potency and Implementation of Bamboo Forest in Pondok Buluh Village, District of Dolok Panribuan, Simalungun. Supervised by Oding Affandi, S.Hut, MP and Ridwanti Batubara, S.Hut, MP.
Bamboo is one of forest commodity that have many good potency in economy and ecology. Unfortunately the potency was not utilized optimally by people. This research proposed to determined the management, the plant potency, the marketing of bamboo product with the economic potencyand the contribution to people’s income in Pondok Buluh Village, District of Dolok Panribuan, Simalungun. The data retrieved by taking inventory of bamboo forest and bamboo farmer’s interviewed. Then the income of bamboo farmers, the marketing margin and the profit margin from the obtained data were calculated. Data were analyzed in tabulation.
Types of bamboo that being used was Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja), with 117 potential clumps/ Ha. The bamboo products that were produced by farmers in Pondok Buluh Village is bamboo. The marketing of bamboo forest product consist of 5 distribution patterns.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada saat ini kawasan hutan mengalami kerusakan yang serius akibat
tekanan penduduk dan konflik kepentingan yang tidak lagi mempertimbangkan
kelestarian. Untuk mengurangi tekanan tersebut adalah dengan mengembangkan
hutan rakyat, salah satunya adalah hutan rakyat bambu. Hutan rakyat diartikan
sebagai suatu lapangan yang berada diluar kawasan hutan negara yang
bertumbuhan pohon-pohonan, sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya, yang pemilik
lahannya adalah rakyat. Berdasarkan pengertian tersebut, maka ciri khas hutan
rakyat adalah tidak perlu merupakan suatu kawasan hutan yang kompak (dapat
berpencar-pencar), dapat juga dipadukan dengan sistem agroforestry, dan berupa
tanaman yang cepat memberikan hasil serta fungsi bagi kesejahteraan pemiliknya
(Alrasyid, 1979).
Kekayaan hasil hutan bukan kayu (hhbk) merupakan bagian dari kekayaan
sumber daya hutan di Indonesia dapat menjadi salah satu alternatif pengurangan
penggunaan kayu di hutan yang semakin terbatas keberadaannya. Bambu salah
satu diantaranya, saat ini sangat berkembang penggunaannya. Pada awalnya hanya
sebagai perlengkapan rumah tangga, kini makin berkembang menjadi berbagai
macam keperluan industri, sehingga bagi masyarakat di pedesaan dikategorikan
sebagai penunjang utama perekonomian mereka (Widjaja, 1985).
Bambu merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek cukup
menjanjikan bila dikembangkan dalam skala luas di sektor kehutanan. Suatu hal
sekali saja, mudah tumbuh pada habitat yang sesuai dan selanjutnya tinggal
memanen saja. Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk
dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi
masyarakat masih menganggap bambu sebagai tanaman yang kurang komersial
sehingga pengusahaan bambu kurang diminati. Permasalahan-permasalahan yang
sering dihadapi oleh para petani bambu diantaranya adalah permodalan dan
pemasaran komoditi bambu tersebut (Diniaty dan Sofia, 2000).
Bambu dapat dimanfaatkan oleh manusia sesering mungkin karena
kecepatannya untuk tumbuh. Lain halnya dengan pepohonan penghasil kayu yang
baru bisa dimanfaatkan pada umur 7-10 tahun, maka pemanfaatan bambu yang
sangat luas untuk berbagai hal seperti makanan (rebung/tunas bambu), kerajinan,
konstruksi, dll, maka tanaman bambu layak untuk dijadikan komoditas industri di
masa yang akan datang. Dalam pertumbuhannya tentunya tidak terlepas dari
pengaruh kondisi lingkungan tempat tumbuh, pola tanam dan teknik pemeliharaan
yang sesuai sehingga dengan demikian faktor-faktor lingkungan penting untuk
diketahui agar dapat berproduksi secara optimal (Diniaty dan Sofia, 2000).
Secara Geografis hutan bambu Pondok Buluh terletak diantara 99o 56’BT
s/d 99o 00’BT dan antara 2o43’LU s/d 2o 47’ LU. Berdasarkan administratif
pemerintahan, areal hutan diklat Pondok buluh berada di Kecamatan Dolok
Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, sedangkan
berdasarkan wilayah pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan wilayah
Resort Polisi Hutan Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun.
Kawasan diklat Pondok Buluh juga dekat dengan lokasi wisata Danau Toba, yaitu
Peningkatan penggunaan beberapa jenis bambu menyebabkan tanaman
bambu rakyat tereksploitasi secara tidak terkendali tanpa diimbangi dengan
tindakan pembudidayaan. Belum membudayanya usaha pelestarian terhadap
bambu disebabkan karena tegakan-tegakan bambu yang umumnya hidup pada
lahan-lahan rakyat nampaknya masih dianggap cukup. Selain itu informasi dan
pengetahuan tentang budidaya jenis-jenis bambu masih sangat kurang demikian
pula pengenalan terhadap jenis-jenis bambu yang ada di Indonesia serta
pemanfaatannya. Untuk itu diperlukan suatu penelitian tentang sarana
pengembangan dan potensi pengusahaan hutan rakyat bambu, khususnya pada
jenis-jenis yang umumnya telah digunakan maupun yang belum dikenal oleh
masyarakat (Widjaja,1985).
Perumusan Masalah
Bambu merupakan salah satu komoditi usaha perhutanan rakyat yang
memiliki posisi penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar
hutan. Salah satu permasalahan yang terjadi pada hutan rakyat bambu adalah
belum membudayanya usaha pelestarian terhadap bambu disebabkan karena
tegakan-tegakan bambu yang umumnya hidup pada lahan-lahan rakyat
nampaknya masih dianggap cukup, kurangnya bentuk pengusahaan dan
pengelolaan hutan rakyat bambu mengakibatkan pengusahaan bambu dari aspek
ekonomis kurang. Masyarakat masih menganggap bambu sebagai tanaman yang
kurang komersial sehingga pengusahaan bambu kurang diminati.
Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh para petani bambu diantaranya adalah
permodalan dan pemasaran bambu tersebut. Karena manfaatnya sangat banyak
semakin berkurang karena deforestasi, kebakaran, penebangan liar, dll, maka
budidaya bambu sangat perlu untuk dikembangkan karena teknis budidayanya
yang relatif mudah dilaksanakan. Selain itu informasi pengenalan terhadap
jenis-jenis bambu yang ada di Indonesia serta pemanfaatannya dan pengusahaannya
sangat kurang. Untuk itu diperlukan suatu sarana pengusahaan potensi ekonomi
tanaman bambu sebelum maupun setelah diolah, khususnya pada jenis-jenis yang
umumnya telah digunakan maupun yang belum dikenal oleh masyarakat.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengelolaan dan budidaya hutan rakyat bambu di Desa
Pondok Buluh, Kecamatan Panribuan, Kabupaten Simalungun.
2. Untuk mengetahui potensi tanaman hutan rakyat bambu di Desa Pondok
Buluh, Kecamatan Panribuan, Kabupaten Simalungun.
3. Untuk mengetahui bentuk- bentuk pemasaran hutan rakyat bambu di Desa
Pondok Buluh, Kecamatan Panribuan, Kabupaten Simalungun.
4. Untuk mengetahui potensi ekonomi dan kontribusinya terhadap
pendapatan rumah tangga di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Panribuan,
Kabupaten Simalungun.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi potensi
ekonomi hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Panribuan,
pengusahaan hutan rakyat bambu sehingga tercapai hasil yang lestari bagi
masyarakat Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Hutan dan Hutan Rakyat
Menurut UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan merupakan sumber kekayaan alam yang
sangat berperan penting dalam pembangunan aspek kehidupan dan peradapan
manusia. Hutan memiliki berbagai aspek manfaat bagi kehidupan berupa manfaat
langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan
diperoleh bila manfaat dan fungsi hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat
berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial dari hutan
akan memberikan peran nyata apabila pengelolaan sumberdaya hutan seiring
dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan (Dephut,
1989).
Hutan rakyat pada dasarnya hutan milik baik secara perorangan,
kelompok, marga maupun badan hukum yang merupakan hutan buatan yang
terletak di luar kawasan hutan negara. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di
atas tanah yang dibebani hak milik, baik secara perorangan maupun kelompok
dengan status di luar kawasan hutan Negara. Biasanya luas minimum adalah 0,25
hektar dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau
pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Menurut
berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dengan demikian hutan hak
dapat disebut sebagai hutan rakyat/tanaman rakyat (Dephut, 1989).
Pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur)
atau beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha
kombinasi berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Dewasa ini kayu
yang dihasilkan dari hutan rakyat semakin banyak diminati oleh para pengusaha
sebagai bahan baku industri seperti pulp dan kayu pertukangan karena mempunyai
kualitas kayu yang baik (Darusman dan Hardjanto, 2006).
Fungsi dan Manfaat Hutan Rakyat
Menurut Sardjono (1995), bahwa pada awalnya manusia hidup sebagai
pengumpul makanan (food-gatherer) melalui cara berburu binatang, memancing
ikan dan mengumpulkan buah-buahan dan bahan-bahan tanaman lainnya. Seiring
dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan manusia, maka
pemanfaatan hutan semakin intensif. Hutan-hutan memberikan banyak manfaat
dan keuntungan, dalam berbagai bidang kehidupan dan perekonomian. Manfaat
dan keuntungan tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung yaitu
melalui fungsi-fungsi produksi, proteksi dan konservasinya (Awang dkk, 2001).
Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat
langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan
tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi
secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan
seiring dengan upaya pelestarian guna pembangunan nasional berkelanjutan
(Arief, 2001).
Menurut Sardjono (2004), ketergantungan masyarakat desa khususnya
yang berada di sekitar hutan (forest community), terhadap sumber daya alam
tersebut hingga saat ini masih sangat besar, baik menyangkut hasil hutan kayu
(timber) dan non kayu (non timber forest Product) maupun lahan hutan untuk
pertanian. Lebih lanjut dikatakan John dan Kathy (1993), bahwa setiap penduduk
pedesaan ditentukan oleh tingkat ketergantungan mereka terhadap hutan untuk
pakan ternak, kayu bakar, bahan bangunan dan hasil hutan lainnya. Sedangkan
menurut Akhdiyat et all (1998) dalam Sujarhito (2000) pencaharian penduduk
bersumber dari hutan yang dapat dinilai adalah berupa produk kayu bakar, hasil
hutan non kayu (binatang buruan, sarang burung walet, dan sedikit rotan), ladang,
kebun karet, kebun buah-buahan sebagai upaya pemanfaatan lahan hutan
(Suharjito, 2000).
Kondisi Pengelolaan Hutan Rakyat
Secara rasional, pengembangan hutan rakyat dimulai sejak digalakkannya
Program Penghijauan pada tahun 1960-an. Meskipun program tersebut bersifat
nasional, namum pengembangan hutan rakyat sampai saat ini masih terkonsentrasi
di Pulau Jawa. Pengembangan hutan rakyat di Luar Jawa belum mendapatkan
perhatian serius baik dari pemerintah maupun dari masyarakat sendiri. Data
mengenai luas dan status hutan rakyat belum memadai, bahkan dalam
konflik-konflik kewilayahan dengan HPH dan penggunaan lahan lainnya, hutan-hutan
Hutan rakyat sendiri memang tidak pernah dibangun untuk menghasilkan
produk tunggal. Baik di Jawa maupun di Luar Jawa, hutan rakyat dikembangkan
untuk tujuan-tujuan yang multiproduk, bukan hanya menghasilkan kayu
melainkan juga produk non kayu. Sementara itu, Haeruman (2001) dalam Awang
dkk (2001), menyatakan bahwa hutan milik masyarakat yang memiliki fungsi
banyak bentuk, dapat berfungsi material dan penghasil jasa lingkungan (Awang,
2001).
Hutan Bambu
Gambar 1. Hutan Bambu
Bambu merupakan tanaman yang secara botanis dapat digolongkan pada
famili Gramineae (rumput). Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi
tanah dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan
3800 m di atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar
rimpang, yaitu semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu
memiliki ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran
akar-akar yang memungkingkan untuk memperbanyak tanaman dari
potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya (Widjaja, 1985).
Hutan rakyat bambu tanamannya hidup merumpun, kadang-kadang
ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang
identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu di
sekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu
bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan
oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong
dan bambu hitam (Widjaja, 1985).
Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas
tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan
buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga pada bambu
dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap
ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya (Widjaja, 1985).
Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari
benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi.
Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja,
lemari, alat musik angklung, sayur (rebung), kertas, dan bahan bangunan.
Kegunaan ini tidak hanya dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di
Tinjauan Bambu
Subfamilia:
Super tribus:
Bambuseae
1. Kondisi Tempat Tumbuh
Topografi
Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak
semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat,
namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah
hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di
tebing-tebing yang curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4
tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal dimana jumlah rumpun
sudah dapat mecapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm (Nur dan
Rahayu, 1995).
Secara umum di lokasi pengembangan bambu bentuk topografi mulai dari
berombak sampai bergunung. Satuan topografi mulai dari berombak sampai
bergunung. Satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3 – 8%,
Iklim
Umumnya tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar di
mana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan
iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan
kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka di
mana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga
proses fotosintesis dapat berjalan lancar, selain itu juga dapat mencegah
tumbuhnya cendawan yang akan mengganggu kesuburan tanaman bambu dan
dapat berakibat merubah warna bambu tersebut menjadi kurang baik.
Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah bersuhu 8,8 - 36°C. Type
iklim mulai dari A, B, C, D sampai E (mulai dari iklim basah sampai kering),
semakin basah type iklim makin banyak jenis bambu yang dapat tumbuh. Ini
disebabkan tanaman bambu termasuk tanaman yang banyak membutuhkan air
yaitu curah hujan minimal 1020 mm/tahun dan kelembaban minimum 76% (Nur
dan Rahayu, 1995).
Tanah
Jenis tanah di lokasi praktek mulai dari tanah berat sampai ringan dan
mulai dari tanah subur sampai kurang subur. Karena topografi lokasi peta
bergelombang sampai berbukit, maka lembah merupakan tempat yang subur,
sedangkan pada bagian-bagian bukit yang didominasi oleh pasir yang rata-rata
kandungan haranya sangat rendah menyebabkan pada bagian ini kurang subur.
Sifat fisik tanah pada lokasi praktek dengan pH 5,11 dan memiliki kandungan
unsur hara makro (N dan K) dalam kondisi rata-rata rendah sedangkan P yang
sangat rendah yang rata-rata 1,81 %. Rata-rata suhu pada siang hari waktu musim
penghujan adalah 21°C dengan kelembaban mencapai 75,1 % sedangkan pada
musim kemarau rata-rata suhu pada siang hari dapat mencapai 25,83°C dan
kelembaban udara rata 61 % (Nur dan Rahayu, 1995).
2. Karakteristik bambu
Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga
Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh)
yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa
pada umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku,
beruas-ruas berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat
mata tunas atau cabang. Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan
beruas, pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh
menjadi batang (Widjaja, 1985).
3. Aspek Budidaya Bambu
Bambu kadang ada yang menganggap 'mengganggu' lingkungan rumah,
yang kemudian membabatnya. Padahal keberadaan pohon bambu tersebut juga
dibutuhkan. Selain dapat sebagai konservasi penahan erosi, keberadaan pohon
bambu juga memiliki fungsi ekonomi yang sangat tinggi. Jika budi daya tanaman
bambu benar-benar diperhatikan, serta pemanfaatannya dimaksimalkan, akan
mampu mendongkrak nilai ekonomis bambu itu sendiri, sekaligus meningkatkan
penghasilan masyarakat pengguna bambu. Bahkan, tanaman bambu dapat
dijadikan alternatif untuk mengganti tanaman kayu yang tidak diboleh ditebang
Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang
peranan sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki
sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata,
keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan
sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan
dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman
pedesaan. Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan. Bambu
adalah tanaman yang sangat cepat tumbuh, paling tidak dalam 3 tahun menjadi
tanaman yang tinggi dan lebat. Kedua, menghasilkan oksigen 35%lebih banyak
dibandingkan tanaman biasa, maka apabila ingin menghasilkan target jumlah
oksigen untuk suatu wilayah atau kota, dapat tercapai lebih cepat karena
pertumbuhannya yang cepat dibandingkan tanaman biasa. Ketiga, selain
menghasilkan oksigen lebih banyak, bambu juga menyerap karbondioksida lebih
banyak, sehingga patut dipikirkan untuk menanam tanaman bambu hias lebih
banyak di daerah perkotaan untuk mengurangi efek polusi yang menjadi-jadi yang
sebagian besar diakibatkan kendaraan bermotor. Keempat, tanaman bambu dapat
meningkatkan muka air tanah dan meningkatkan penyerapan air oleh tanah. Oleh
karenanya perlu dimanfaatkan untuk ditanam di daerah yang sulit air baik karena
tanahnya cenderung kering atau karena dalamnya permukaan air tanah. Kelima
dapat menahan longsor tanah lebih baik dibandingkan pepohoanan biasa, ini
dikarenakan karena akar bambu tipe akar serabut, sama halnya dengan pohon
kelapa (namun bambu masih dalam golongan rerumputan) (Diniaty dan Sofia,
Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi
seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta
alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai,
reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Beberapa jenis bambu akhir-akhir ini mulai
banyak digunakan sebagai bahan penghara industri supit, alat ibadah, serta barang
kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain
(Frick, Heinz, 2004).
4. Pemanfaatan Bambu
Kegunaan dan manfaat bambu bervariasi mulai dari perabotan rumah,
perabotan dapur dan kerajinan, bahan bangunan serta peralatan lainnya dari yang
sederhana sampai dengan industri bambu lapis, laminasi bambu, maupun industri
kertas yang sudah modern. Dari sekilas gambaran manfaat tersebut menyiratkan
suatu harapan, bahwa kebutuhan terhadap bambu akan terus meningkat sejalan
dengan perkembangan masyarakat (Diniaty dan Sofia,2000).
Bambu merupakan salah satu tanaman ekonomi yang digolongkan dalam
hasil hutan non kayu. Meskipun demikian, manfaat bambu dalam kegiatan
konservasi sangat baik untuk menahan erosi dan sedimentasi, terutama di daerah
bantaran sungai yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Magelang. Dalam
konteks tata air, bambu juga efektif untuk menahan run off air, sehingga banyak
berfungsi di daerah tangkapan air. Bambu juga memiliki kemampuan peredam
suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam di
pusat pemukiman dan pembatas jalan raya (Diniaty dan Sofia,2000).
Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis, antara lain, bila
dibandingkan dengan komoditas kayu, tanaman bambu mampu memberikan
yaitu 4-5 tahun. Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk bambu baik
berupa bahan baku sebagai pengganti kayu maupun produk jadi antara lain berupa
sumpit (chop stick); barang kerajinan (furniture); bahan lantai (flooring); bahan
langit-langit (ceiling) masih sangat terbuka untuk memenuhi kebutuhan domestik
maupun ekspor. Dari sisi ekologis, tanaman bambu memiliki kemampuan
menjaga keseimbangan lingkungan karena sistem perakarannya dapat mencegah
erosi dan mengatur tata air serta dapat tumbuh pada lahan marginal (Diniaty dan
Sofia,2000).
Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi
kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, kelopak, bahkan
rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Untuk lebih
jelasnya berikut ini diuraikan manfaat bambu ditinjau dari setiap bagian
tanamannya (Dephut, 2004).
a. Akar
Akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi guna
mencegah bahaya banjir. Tak heran bila beberapa jenis bambu yang banyak
tumbuh di pinggir sungai atau jurang sesungguhnya berperan penting
mempertahankan kelestarian tempat tersebut. Dengan demikian bambu
mempunyai arti yang penting dalam pelestarian lingkungan hidup (Dephut,
2004).
Akar tanaman bambu juga dapat berperan dalam menangani limbah
beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring air yang
terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarnya. Selain itu akar
bambu mampu melakukan penampungan mata air sehingga bermanfaat
b. Batang
Batang bambu memang merupakan bagian yang paling banyak diusahakan
untuk dibuat berbagai macam barang untuk keperluan sehari-hari. Batang
bambu baik yang masih muda maupun yang sudah tua dapat digunakan untuk
berbagai macam keperluan. Namun, ada juga jenis bambu yang dapat dan
tidak dapat dimanfaatkan (Dephut, 2004).
c. Daun
Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus, misalnya
makanan kecil seperti uli dan wajik. Selain itu di dalam pengobatan tradisional
daun bambu dapat dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati demam
panas pada anak-anak. Hal ini disebabkan daun bambu mangandung zat yang
bersifat mendinginkan. Dengan demikian panas dalam dapat dengan mudah
dihalau (Dephut, 2004).
Daun bambu muda yang tumbuh diujung cabang dan berbentuk runcing
juga sering digunakan sebagai obat. Bahan ini sangat mujarab bagi mereka
yang tidak tenang pikiran atau malam hari kurang tidur. Dalam perkembangan
terakhir di luar negeri, cairan bambu diketahui sangat bermanfaat untuk
menyembuhkan lumpuh badan sebelah yang diakibatkan tekanan darah tinggi.
Untuk lumpuh badan sebelah ini obat yang terbaik pada saat sekarang adalah
ramuan bambu yang digabungkan dengan benalu. Bagi penyakit yang belum
begitu berat, obat tersebut dapat membebaskan saluran pembekuan otak yang
d. Rebung
Rebung, tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan kuncup
bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizome
maupun buku-bukunya. Umumnya rebung masih diselubungi oleh pelepah
buluh yang ditutupi oleh miang. Rebung ada yang berbentuk ramping sampai
agak membulat, terdiri dari batang-batang yang masif dan pendek. Pada
umumnya rebung diselebungi oleh pelepah buluh hingga mencapai tinggi
sekitar 30 cm. Selanjutnya pelepah buluh tersebut pada jenis bambu tertentu
akan gugur (Dephut, 2004).
Rebung dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong ke
dalam jenis sayur-sayuran. Namun, tidak semua jenis bambu dapat
dimanfaaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena rasanya ada yang pahit.
Rebung bambu dari Indonesia semakin digemari oleh masyarakat di Jepang
Korea Selatan, dan RRC. Hal ini dibuktikan oleh permintaan ekspor dari
negara tersebut yang banyak tetapi belum dapat dipenuhi (Dephut, 2004).
e. Tanaman Hias
Tanaman bambu banyak pula yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias.
Mulai dari jenis bambu kecil, batang kecil, lurus, dan pendek yang banyak
ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Selain itu terdapat jenis-jenis
bambu hias lain yang dapat dimanfaatkan untuk halaman pekarangan yang
Bambu hias sekarang ini tengah banyak dicari konsumen. Alasannya
penampilan tanaman bambu unik dan menawan. Tak heran jika bambu pun
banyak ditanam sebagai elemen taman. Apalagi makin disukainya taman
bergaya jepang atau tropis yang memasukkan unsur bambu sebagai salah satu
daya tariknya. Jenis bambu yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias
antara lain bambu kuning, bambu cendani, bambu sian, bambu macan, bambu
jepang, bambu perling, bambu talang, bambu uncue, bambu loleba, dan
lain-lain. Untuk pemanfaatan di halaman pekarangan yang luas jenis bambu besar
bisa digunakan, misalnya bambu tutul, bambu ampel yang berwarna hijau
mengkilap, bambu ater, bambu hitam, bambu nigra (Phyllostachys nigra), dan
bambu berlekuk (Bambusa ventricosa). Untuk pekarangan yang terbatas dapat
digunakan jenis kecil, yaitu bambu pagar, bambu uncue (P. aurea), bambu
jepang, bambu nigra; jenis kerdil yaitu bambu pagar varietas elegans, dan
bambu Phylostachys sp; jenis bambu yang dapat dipangkas atau dibentuk
yaitu bambu pagar, bambu T. siamensis, dan bambu ampel. Untuk ditanam di
dalam pot dapat digunakan jenis bambu pagar, bambu berlekuk, bambu ampel,
bambu T. siamensis, bambu talang janis kuning, bambu uncue, dan bambu
jepang (Dephut, 2004).
5. Jenis- jenis dan kualitas tanaman bambu
Pada Tabel 1 diuraikan beberapa jenis bambu yang mempunyai manfaat
Tabel 1. Jenis- jenis Bambu dan Penggunaannya :
Batang bambu apus berbatang kuat, liat, dan lurus.
Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan
bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya
yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang
menggunakannya untuk alat musik.
2 Bambu Ater
(Gigantochloa atter)
Batang bambu ater biasanya digunakan orang
untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah
tangga, kerajinan tangan dan ada juga yang
menggunakan untuk alat musik
3 Bambu Andong
(Gigantochloa verticillata
/Gigantochloa pseudo
arundinacea)
Batang bambu andong banyak digunakan untuk
bahan bangunan, chopstick, dan untuk membuat
berbagai jenis kerajinan tangan.
4 Bambu Betung
(Dendrocalamus asper)
Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk
bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan
ruasnya panjang. Dapat dimanfaatkan untuk
saluran air, penampung air aren yang disadap,
dinding rumah yang dianyam, (gedek atau bilik),
dan berbgai jenis barang kerajinan.
5 Bambu Kuning
(Bambusa vulgaris)
Bambu kuning dapat dimanfaatkan untuk mebel,
bahan pembuat kertas, untuk kerajinan tangan dan
dapatditanam di halaman rumah karena cukup
menarik sebagai tanaman hias serta untuk obat
penyakit kuning atau lever.
6 Bambu Hitam
(Gigantochloa atroviolacea)
Bambu hitam sangat baik untuk dibuat alat musik
seperti angklung, gambang, atau calung dan dapat
juga digunakan untuk furniture dan bahan
kerajinan tangan.
7 Bambu Talang
(Schizostachyum
brachycladum)
Bambu talang banyak digunakan untuk bahan
atap, dinding, dan lantai rumah adat Toraja. Selain
itu bambu talang juga digunakan untuk rakit,
ukiran dan anyaman.
8 Bambu Tutul
(Bambusa vulgaris)
Bambu tutul banyak digunakan untuk peralatan
rumah tangga seperti tirai, meja, kursi, dinding,
dan lantai rumah, serta untuk kerajinan tangan.
9 Bambu Cendani
(Bambusa multiplex)
Batang bambu cendani dapat digunakan untuk
tangkai payung, pipa rokok, kerajinan tangan
seperti tempat lampu, vas bunga, rak buku, dan
berbagi mebel dari bambu.
10 Bambu Cangkoreh
(Dinochloa scandens)
Bambu cangkoreh dapat digunakan untuk
anyaman atau tempat jemuran tembakau dan
untuk obat misalnya obat tetes mata dan obat
cacing.
11 Bambu Perling
(Schizostachyum zollingeri)
Batang bambu perling dapat digunakan untuk
membuat dinding, tali, tirai, dan alat memancing
12 Bambu Tamiang
(Schizostachyum blumei)
Bambu tamiang paling cocok digunakan untuk
sumpit, suling, alat memancing, dan kerajinan
tangan.
13 Bambu Loleba
(Bambusa atra)
Bambu loleba dapat digunakan untuk dinding
rumah, tali tongkat, bahan anyaman dan sebagai
tanaman hias.
14 Bambu Batu
(Dendrocalamus strictus)
Batang bambu batu sangat kuat dan dapat
digunakan untuk bahan baku kertas dan untuk
bahan anyaman.
15 Bambu Belangke
(Gigantochloa pruriens)
Jenis bambu dengan batang lurus, kuat, dan ringan
ini banyak digunakan sebagai galah untuk panen
kelapa sawit, selain itu juga untuk bahan
bangunan.
16 Bambu Sian
(Thyrsostachys siamensisi)
Bambu ini baik digunakan untuk tangkai payung,
dan sebagai tanaman hias karena rumpunnya
mempunyai tajuk melebar dengan daun kecil-kecil
yang banyak.
17 Bambu Jepang
(Arundinaria japonica)
Bambu jepang banyak digunakan sebagai tanaman
hias.
18 Bambu Gendang
(Bambusa ventricosa)
Karena bentuk batangnya yang unik dan cukup
tanaman hias.
19 Bambu Bali
(Schizostachyum
brachycladum)
Oleh karena penampilan tanamannya unik dan
menarik maka bambu ini biasa digunakan sebagai
tanaman hias.
20 Bambu Pagar
(Bambusa glaucescens)
Bambu ini juga menarik sebagai tanaman hias
yang dipangkas dengan berbagai bentuk.
Pembagian berdasarkan penggunaan akhir ke dalam konstruksi dan non
konstruksi disebabkan oleh banyaknya penggunaan bambu di bidang konstruksi.
Di Indonesia sekitar 80 % batang bambu dimanfaatkan untuk bidang konstruksi.
Selebihnya dimanfaatkan dalam bentuk lainnya seperti kerajinan, furniture,
chopstick, industri pulp dan kertas, serta keperluan lainnya (Dephut, 2004).
Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Bambu
Tanaman bambu baik dalam skala kecil maupun besar mempunyai nilai
ekonomi yang meyakinkan. Budaya masyarakat menggunakan bambu dalam
berbagai aktivitas kehidupan sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai
multipurpose free species (MPTS = jenis pohon yang serbaguna). Pada umumnya
jenis-jenis bambu yang diperdagangkan adalah jenis bambu yang berdiameter
besar dan berdinding tebal. Jenis-jenis tersebut diwakili oleh warga Bambusa (3
jenis), Dendrocalalamus (2 jenis) dan Gigantochloa (8 jenis) (Widayati dan
Riyanto, 2005). Dari jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal untuk
menunjang industri kertas, chopstick, flowerstick, ply bamboo, particle board dan
papan semen serat bambu serta kemungkinan dikembangkan bangunan dari bahan
Selain itu, secara ekonomis bambu juga memiliki nilai ekonomi cukup
tinggi.Di Indonesia terdapat lebih kurang 125 jenis bambu (Dephut, 2004).
Produk Olahan Bambu
1. Bambu Lapis
Seperti halnya kayu diolah menjadi kayu lapis maka bambu juga
digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. Berbagai macam produk bambu lapis
dibuat baik dari sayatan bambu maupun pelepuh bambunya. Jenis yang umum
dipakai untuk bambu lapis adalah bambu tali (Gigantocloa apus).
2. Bambu Lamina
Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan
potongan-potongan dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang
selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisannya umumnya 2-5 lapis.
Banyaknya lapisan tergantung ketebalan yang diinginkan dan penggunaannya.
Kualitas bambu lamina ini sangat ditentukan oleh bahan perekatnya. Dengan
bahan perekat yang baik maka kekuatan bambu lamina dapat disejajarkan dengan
kekuatan kayu kelas III.
3. Papan Semen
Papan semen bambu terbuat dari bambu, semen dan air kapur. Bambu
terlebih dahulu diserut, kemudian direndamkan dalam air selama dua hari.
Selanjutnya dicampur ketiga bahan tersebut dan kemudian dibentuk papan pada
suhu 56 0C dengan waktu selama 9 jam.
Pembuatan arang dari bambu dilakukan dengan cara destilasi kering dan
cara timbun skala semi pilot. Bambu yang sudah dicobakan adalah bambu tali,
bambu ater, bambu andong dan bambu betung. Nilai kalor arangnya rata-rata 6602
kal/gr, dan yang paling baik dijadikan arang adalah bambu ater dimana sifat
arangn yang dihasilkan relatif sama dengan sifat arang dari kayu bakau.
5. Pulp
Pabrik kertas sangat potensial dalam memanfaatkan bambu sebagai bahan
kertas. Cara pembuatan bahan kertas dari bambu mula-mula bambu dipotong dan
diserpih dengan ukuran 25 mm x 25 mm x 1 mm. Dengan tekanan dan suhu
tertentu serpihan bambu tersebut dimasak selama 1,5 jam. Kemudian pulp dicuci
dan disaring. Kemudian pulp diurai dengan pengaduk 3-4 jam. Hasil uraian
disaring, dicuci dan diputihkan. Setelah dicuci pulp dibuat lembaran sebagai bahn
pembuat kertas.
Bambu memiliki kandungan selulosa yang sangat cocok untuk dijadikan
bahan kertas dan rayon. Pemanfaatan bambu sebagai bahan kertas di Indonesia
telah diterapkan pada industri di Gowa dan Banyuwangi. Namun industri ini
memiliki kendala dari segi bahan baku sehingga dibuat modifikasi yaitu campuran
pulp bambu dengan perbandingan 70 % : 30 %.
6. Kerajinan dan Handicraft
Berbagai kerajinan dan handycraft dibuat dari bambu antara lain : tempat
pulpen, gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, topi dan lain-lain. Dalam hal
ini yang dibutuhkan adalah keterampilan dan kreativitas dalam memanfaatkan
bambu.
Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup
kebutuhan peralatan makan berupa supit, tusuk sate dan tusuk gigi.
Perkembangannnya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila
dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan
supit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk supit
bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah
ditebang sebaiknya jangan langsung diproses tetapi dikeringkan terlebih dahulu
selama kurang lebih 4 hari.
8. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga
Bambu yang dipergunakan untuk mebel harus memenuhi beberapa syarat.
Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni
yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias,
seperti pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan
alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena disamping
tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun.
Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara
lain: meja, kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian dan lemari hias.
Disamping itu bambu juga banyak dipakai menjadi peralatan rumah tangga dan
assesoris penghias rumah.
9. Komponen Bangunan dan Rumah
Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan
lebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minngu
kemudian dikeringkan. Kadand-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar
kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, ter juga sering dipergunakan
untuk menutup pori-pori buluh.
Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak
digunakan pada pemabngunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan
harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka
pengembangan rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat
ayng berpenghasilan rendah, terutanma di daerah yang mempunyai ketersediaan
bambu. Penggunaan bambu oleh masyarakat sebagai bahan bangunan perumahan
selain mudah didapat, bahan bambu dipercaya oleh masyarakat sebagi bahan yang
kuat dan awet dengan catataan penggunaan terhindar untuk berhubungan langsung
dengan air.
10.Rebung
Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung.
Jenis-jenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali
tidak ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan
gijinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.
11.Bahan Alat Musik Tradisional
Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu
dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang
khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna
memperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup, alat
musik gesek maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling,
angklung, gambang, calung, kentongan, dll. Pembuatan alat musik dari bambu
pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen,
bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat
kerangkanya. Waktu penebangan bambu harus cukup umur (2-3 tahun) tepat
waktunya yakni pada musim kemarau. Pengeringan dilakukan dalam ruang, tidak
boleh langsung dengan sinar matahari. Setelah bambu dibentuk, kemudian distem
Teori Pemasaran
Perkembangan pengusahaan bambu batangan, rebung maupun
produk-produk bambu lain ditentukan oleh pertumbuhan masing-masing pasarnya.
Analisis pertumbuhan pasarnya menyangkut bukan saja permasalahan mengenai
hubungan antara volume penjualan (pemasaran) dengan harga dan faktor-faktor
lain, tetapi juga menyangkut permasalahan mengenai kondisi segmen pasarnya
yang meliputi perilaku dan lokasi (individu atau kelompok) pembeli dan penjual.
Hubungan-hubungan yang terjadi antara penjual dan pembeli membentuk struktur
pasar dan tataniaga tertentu. Tingkat efisiensi tataniaga ditentukan oleh struktur
pasar yang terbentuk. Misalnya, struktur pasar monopoli cenderung menyebabkan
tingkat efisiensi tataniaga yang rendah, dan sebaliknya, struktur pasar bersaing
cenderung menyebabkan tingkat efisiensi tataniaga yang tinggi. Oleh sebab itu,
pengetahuan mengenai struktur biaya, margin dan distribusi keuntungan dari
rantai tataniaga yang terbentuk menjadi unsur-unsur informasi yang krusial dalam
menganalisis pertumbuhan pasar masing-masing produk bambu yang dikaji
(Rahayu dkk, 2004).
Berdasarkan skala usahanya, industri bambu dapat dikelompokkan
menjadi industri skala besar, menengah dan kecil atau industri rumah tangga
(home industry). Dalam uraian ini, perhatian ditujukan hanya kepada pemasaran
dari industri bambu skala kecil dan menengah. Yang dimaksud industri skala kecil
disini adalah industri yang tidak mempekerjakan tenaga kecuali tenaga keluarga
yang hidup bersama dalam satu rumah dengan pemilik industri seperti kepala
keluarga, istri dan anak-anak (home industry). Sedangkan industri bambu skala
keluarga selain (mungkin) tenaga kerja keluarga yang hidup dalam satu atap
dengan pemilik. Industri skala menengah dibedakan dari industri besar darijumlah
tenaga kerja yang diserap. Batasan industri skala menengah di sini adalah industri
yang mempekerjakan tenaga kerja di bawah 50 orang termasuk (bila ada) anggota
keluarga pemilik (Frick, Heinz, 2004).
Efisiensi pemasaran adalah kemampuan jasa-jasa pemasaran untuk dapat
menyampaikan suatu produk dari produsen ke konsumen secara adil dengan
memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat untuk suatu produk yang
sama. Kriteria efisiensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: margin
pemasaran, share petani (produsen), distribusi keuntungan, dan volume penjualan
( Zain, 1998).
Margin Pemasaran
Margin pemasaran atau margin tataniaga menunjukkan selisih harga dari
dua tingkat rantai pemasaran. Perbedaan nilai ini juga direpresentasikan sebagai
jarak vertikal dan jarak antara kurva permintaan atau antara kurva penawaran.
Margin tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan
konsumen dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak menunjukkan jumlah
kuantitas produk yang dipasarkan. Margin tataniaga merupakan penjumlahan
antara biaya tataniaga dan margin keuntungan. Nilai margin pemasaran adalah
perbedaan harga di kedua tingkat sistim pemasaran dikalikan dengan kuantitas
produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah
(value added). Pengertian ekonomi nilai margin pemasaran adalah harga dari
sekumpulan jasa pemasaran/tataniaga yang merupakan hasil dari interaksi antara
pemasaran dibedakan menjadi dua yaitu marketing costs dan marketing charges.
Hubungan antara elastisitas permintaan di tingkat rantai tataniaga yang berbeda
memberikan beberapa kegunaan analisis. Hubungan bergantung pada perilaku dari
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2009 di
Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun. Secara
Geografis hutan bambu Pondok Buluh terletak diantara 99o 56’BT s/d 99o 00’BT
dan antara 2o43’LU s/d 2o 47’ LU. Berdasarkan administratif pemerintahan, areal
hutan Pondok buluh berada di kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, sedangkan berdasarkan wilayah
pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan wilayah Resort Polisi Hutan
Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kawasan Pondok Buluh
juga dekat dengan lokasi wisata Danau Toba, yaitu sekitar 15 Km atau dapat
ditempuh dalam waktu 20 menit. Di Desa Pondok Buluh masih ditemukan lahan
hutan rakyat bambu yang masih dikelola oleh petani pada lahan milik mereka.
Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun
memiliki luas 2100 ha dan dihuni sekitar 361 KK. Sebagian besar masyarakat
desa bekerja sebagai petani dan didominasi oleh suku Batak. Desa Pondok Buluh
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Dolok Parmonangan
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Girsang Sipangan
Bolon
• Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Jawa
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
(1) Kamera Digital untuk dokumentasi dan visualisasi obyek kegiatan guna
kelengkapan pelaporan.
(2) Alat inventarisasi hutan (pita ukur, tambang, alat pengukur tinggi pohon,
tally sheet, dll).
Bahan yang digunakan adalah:
(1) Objek pengamatan adalah Hutan Rakyat Bambu Pondok buluh Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara.
(2) Peta wilayah kabupaten dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi
studi.
(3) Kuesioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun primer
(4) Laporan-laporan hasil penelitian (individu dan lembaga) terdahulu dan
berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk
melengkapi pengamatan langsung di lapangan.
Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, digunakan data primer dan data sekunder. Data
primer yang dikumpulkan antara lain adalah data hasil inventarisasi bambu, data
sosial ekonomi, bentuk pengelolaan dan hasil pemasaran. Data sekunder yang
dikumpulkan antara lain adalah: kondisi umum lokasi penelitian atau data umum
Dalam pengambilan sampel akan digunakan metode sensus. Dalam
metode sensus, sampel yang diambil adalah seluruh petani hutan rakyat bambu
yang ada di Desa Pondok Buluh.
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian,
sebagai berikut:
1. Inventarisasi tanaman bambu pada hutan rakyat bambu.
2. Melakukan observasi dan analisis pengelolaan di lapangan guna
mengetahui sistem pengelolaan hutan rakyat bambu.
3. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuesioner terhadap para
pelaku (aktor utama atau yang mewakili) dan para pihak pemangku
kepentingan dalam pengelolaan hutan rakyat bambu.
4. Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder yang selanjutnya
ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan
analisis data. Data primer selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai
dengan tujuan penelitian, serta dilakukan analisis para pihak yang terkait
dalam pengelolaan hutan rakyat bambu. Sedangkan data yang bersifat
kuantitatif diolah secara tabulasi.
Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan
dengan wawancara dan dengan pengukuran langsung dilapangan. Informasi yang
diperoleh dari setiap responden diantaranya:
a) Identifikasi diri responden.
c) Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman bambu atau
teknik budidayanya (penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan
pemanenan) serta waktu kegiatan tersebut dilaksanakan.
d) Kebutuhan input untuk kegiatan budidaya dan harga input yang digunakan
(pemupukan, pemberantasan hama penyakit dan lain sebagainya).
e) Metode penjualan hasil pemanenan dan harga jualnya.
Metode Inventarisasi Bambu
Teknik penempatan petak ukur pada inventarisasi bambu dilakukan secara
sistematik. Bentuk satuan contoh tegakan bambu dewasa berupa jalur dengan
lebar 10 meter mengikuti jalur pada setiap jarak 100 meter. Peletakan jalur ukur
pada inventarisasi bambu dilakukan secara purposive.
Teknik penempatan petak ukur untuk tegakan bambu tingkat permudaan
mengikuti jalur ukur pada setiap 100 meter berselang seling dengan ukuran petak
ukur 5 x 5 meter. Secara skematis gambar jalur ukur dan petak ukur dalam
inve ntarisasi bambu dapat dilihat pada Gambar 2.
a1
a2
Hm-1
Gambar 2. Bentuk Jalur Inventarisasi Bambu
Keterangan:
A1, A2, A3 = Petak ukur permudaan (5 x 5 meter)
Hm-1 = Petak ukur tingkat pertumbuhan dewasa (10 x 100 meter)
a1 = Garis sumbu jalur
a2 = Garis tepi
A1
A2
Analisis Data
Hasil Inventarisasi Bambu
Inventarisasi bambu yang dilakukan di lapangan menggunakan metode
jalur. Kemudian data yang di dapat dihitung jumlah batang pada setiap rumpun
bambu menggunakan taksiran jumlah batang tiap rumpun suatu jenis bambu
dengan rumus:
dimana :
Kr = Jumlah batang tiap rumpun suatu jenis bambu
Ri = Jumlah rumpun suatu jenis bambu tiap jalur ke i
Bi = Jumlah batang suatu jenis bambu tiap jalur ke i
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998).
Pendapatan dan Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu
Untuk menghitung besarnya pendapatan masyarakat pada saat penelitian,
baik dari hasil pengelolaan maupun pendapatan di luar pengelolaan dihitung
dengan menggunakan rumus :
I = TR – TC (Rahayu dkk, 2004).
Keterangan :
I = Pendapatan
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Selanjutnya dihitung pendapatan total petani dengan menggunakan rumus:
Kemudian dihitung Persentase besarnya pendapatan masyarakat dengan
menggunakan rumus:
(Rahayu dkk, 2004).
Besarnya pemanfaatan bambu terhadap kontribusi masyarakat yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi, kemudian data-data tersebut dianalisis
dengan analisis deskriptif.
Pengolahan Bambu dan Nilai Tambah Pengolahan
Untuk mengetahui sistem pengolahan bambu dilakukan dengan
wawancara mengenai produk yang dihasilkan oleh masyarakat yang kemudian
dikaitkan dengan harga jual tiap produknya. Sehingga diketahui besarnya nilai
tambah yang diperoleh oleh masyarakat. Kemudian data hasil wawancara dihitung
dengan menggunakan rumus margin pemasaran. Menurut Andayani (2004) dalam
Awang (2005), secara sistematis margin pemasaran yaitu :
Mji = Pr – Pf (Andayani, 2004 dalam Awang, 2005).
Keterangan:
Mji = Margin Pemasaran
Pr = Harga Penjualan Pemasaran di Tingkat Konsumen Pf = Harga Pembelian Pemasaran di Tingkat Produsen
Secara matematis parameter pengukur distribusi keuntungan dan bagian biaya
yang diterima petani dirumuskan sebagai berikut:
% 100 Pr x
ki
Ski= (Andayani, 2004 dalam Awang, 2005).
Keterangan:
Ski = Analisis distribusi keuntungan Ki = Margin keuntungan
% 100 Pr x Pf
Sp= (Andayani, 2004 dalam Awang, 2005).
Keterangan:
Sp = Harga yang diterima petani
Adapun matrik metodologi yang akan digunakan dalam penelitian dan
dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian.
Tujuan Studi Pokok Bahasan Data Kunci Sumber dan
Metoda
Kondisi alam Pustaka, data
statistik, peta,
Kondisi sosekbud Pustaka, data
Tabel 1 (Lanjutan)
Tujuan Studi Pokok Bahasan Data Kunci Sumber dan
Metoda
Faktor Eksternal Sumberdaya alam:
Ketersedian
3. Analisis saluran pemasaran dan kegiatan lain
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu
Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun
memiliki luas 2100 Ha dan memiliki potensi bambu sebesar 7.02 Ha. Hutan
rakyat bambu di Desa Pondok Buluh sudah lama dikembangkan secara turun
temurun. Hutan bambu Pondok Buluh merupakan hasil kerja sama pemilik lahan
dan masyarakat sekitar hutan dengan dinas kehutanan pemerintahan Kab.
Simalungun dengan tujuan untuk mengurangi lahan kritis di daerah simalungun
khususnya desa Pondok Buluh. Untuk itu dibutuhkan perhatikan dan peranan
pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat unutk kepentingan pengelolaan hutan
dengan baik seperti alat-alat, sarana penampungan hasil industri kerajinan yang
telah dihasilkan masyarakat.
Adapun jenis bambu yang terdapat di desa Pondok Buluh yaitu:
1. Bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja)
2. Bambu betung (Dendrocalamus asper Schult.f)
3. Bambu apus (Gigantochloa apus Bl)
4. Bambu kuning (Bambusa vulgaris Schrad)
Dari berbagai jenis bambu inilah masyarakat desa Pondok Buluh dapat
mengembangkan bambu menjadi salah satu sumber penghasilan yang dominan.
Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja)
Klasifikasi bambu andong :
Gambar 3. Bambu Andong
Nama lokal : Bambu gombong, bambu andong, awi andong
(Sunda),pring gombong, pring surat (Jawa)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili
Genus : Gigantochloa
Batang bambu andong berwarna hijau kekuningan dengan garis kuning
yang sejajar dengan batangnya. Bambu ini membentuk rumpun yang tidak terlalu
rapat. Diameter batangnya sekitar 5-13 cm, panjang ruas rata- rata 40 sampai 60
cm, dan ketebalan dinding batangnya 20 mm. Tanaman ini tingginya sekitar 7- 30
m. Pelepah batang yang muda berwarna hiaju pada bagian atas, bagian dalamnya
licin mengilap dan kaku seperti kertas. Pelepah batang yang kering warnanya abu-
abu dan mudah gugur. Pelepah ini tertutup oleh miang berwarna cokelat tua.
Helaian daunnya berbentuk lanset, tidak berbulu, panjang helaian daun 22- 25 cm,
dan leebarnya 2,5 sampai 5 cm. Batang bambu andong biasa digunakan untuk
bahan bangunan, chopstick, dan untuk membuat berbagai kerajinan tangan.
Rebung bambu andong dapat dimakan tapi rasanya agak pahit, menurut Berlian
dan Estu (1995) bahwa rebung bambu andong rasanya agak pahit, biasanya
direbus dulu sebelum dimakan.
Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz)
Klasifikasi bambu apus :
Nama lokal : Bambu apus, awi tali (Sunda), pring tali (Jawa)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa apus Kurz
Bambu Apus memiliki tinggi mencapai 20 m dengan warna batang hijau
cerah sampai kekuning- kuningan. Batangnya tidak bercabang di bagian bawah.
Diameter batang 2,5- 15 cm, tebal dinding 3- 15 mm, dan panjang ruasnya 45- 65
cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3- 15 mm. Bentuk batang
bambu apus sangat teratur. Bambu apus berbatang kuat, liat dan lurus. Jenis ini
terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena
seratnya yang panjang, kuat, dan lentur, ada juga yang menggunakannya untuk
Bambu Betung (Dendrocalamus asper Schult.f)
Klasifikasi bambu betung :
Gambar 5. Bambu Betung
Nama lokal : Bambu betung, awi bitung (Sunda), pring petung (Jawa),
awo
petung (Bugis), Bambu swanggi (Papua)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili
Genus
Hasil pengukuran di lapangan diperoleh data bahwa bambu betung
mempunyai jenis rumpun yang agak rapat. Warna batang hijau kekuningan-
kuningan. Ukurannya lebih tinggi dan lebih besar daripada jenis bambu lain,
tinggi batang mencapai 20 m dengan diameter batang yang bisa mencapai 20 cm.
Menurut Berlian dan Estu (1995) ruas bambu betung cukup panjang dan tebal,
panjangnya antara 40- 60 cm dan ketebalan dindingnya 1- 1,5 cm. Daun pelepah
buluh sempit dan melipat ke bawah.
Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena
serat-seratnya besar-besar dan ruasnya panjang, dapat dimanfaatkan untuk saluran air,
penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam (gedek atau
bilik), dan berbagai jenis barang kerajinan. Sedangkan rebung bambu betung
terkenal paling enak karena rasanya manis, sehingga masyarakat sekitar desa
Pondok Buluh sering memanfaatkannya sebagai sayuran.
Menurut Berlian dan Estu (1995) tidak semua jenis bambu rebungnya enak
dan dapat dijadikan bahan makanan. Rebung bambu mengandung gula dan pati
selain itu juga mengandung asam sianida (HCN) sehingga beberapa jenis rebung
bambu pahit rasanya, seperti bambu apus. Jenis bambu yang rebungnya enak
dimakan antara lain bambu betung dan bambu ater. Namun, rebung bambu betung
Bambu kuning (Bambusa vulgaris Schrad)
Klasifikasi bambu kuning :
Gambar 6. Bambu Kuning
Nama lokal : Bambu Bambu gading, Trieng meduroi, Meduri, Aor duri,
Bulu duri, Buluh baduri, Buluh batu, Auwe duri, Jajang
ori, pring ori, Dore, pereng duri, Hori, Horwi, Orwi, Aru
kramat, Koaeng tanada, Tomo usi, Tomo ruri,
Tetewanga, Tabadiko gulau.
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae
Genus : Bambusa
Spesies : Bambusa vulgaris Schrad
Bambu kuning hanya terdapat sedikit saja di sekitar lahan hutan rakyat
potensinya. Bambu memiliki banyak manfaat yaitu memiliki keunggulan untuk
memperbaiki sumber tangkapan air yang sangat baik, sehingga mampu
meningkatkan aliran air bawah tanah secara nyata. Memperhatikan manfaat
bambu, beberapa negara asia diantaranya China telah menggunakannya bambu
sebagai tanaman utama konservasi alam selain untuk memperbaiki dan meningkat
sumber tangkapan air, sehingga mampu meningkatkan aliran air bawah tanah juga
pertimbangan budaya dan meningkatkan ekonomi masyarakat melalui aneka
kerajinan serta kebutuhan konstruksi.
Sumatera dan Peneng (2005) menyatakan bahwa Masyarakat Bali Desa
Pakraman Angseri telah sukses menggunakan Bambu sebagai tanaman hutan
rakyat seluas 12 ha, ternyata telah membantu menjaga dan memulihkan aliran air
bawah tanah dan mata air panas, meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar
hutan bamboo untuk usaha kerajinan serta menunjang kehidupan komunitas kera
untuk dijadikan sebagai tempat wisata
Terdapatnya berbagai jenis bambu di lahan masyarakat desa Pondok Buluh
membuat bambu menjadi salah satu sumber penghasilan yang dominan dan cukup
menjanjikan apabila dapat dikembangkan dengan baik. Berdasarkan hasil
wawancara, luas lahan yang dikelola petani sebagai lahan milik dengan pola
kawasan rakyat diperkirakan mencapai 2029,98 Ha (99,66%). Lahan ini
digunakan oleh masyarakat sebagai lahan pemukiman dan lahan pertanian dari
total luas desa. Dari luas lahan milik tersebut berdasarkan hasil wawancara, luas
total lahan yang ditanami bambu mencapai 7,02 Ha (0,34%), dengan luas lahan