PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP
PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA
PENGHUNI PANTI ASUHAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
INGRID REMENIA A.
041301016
FAKULTAS PSIKOLOGI
ABSTRAKSI Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Desember 2008
Ingrid Remenia Agnatasia : 041301016
Judul : Pengaruh Konsep Diri terhadap Penyesuaian Diri pada Remaja Penghuni Panti Asuhan
x ; 71 halaman ; 14 daftar tabel ; 1 gambar ; lampiran Bibliografi : 34 (1964-2008)
Remaja dapat didefenisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Padan masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. Remaja akan berusaha untuk menyesuaikan diri untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang dibentuk melalui pengelaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungan. Penyesuaian diri adalah suatu proses interaksi yang mencakup respon mental dan tingkah laku yang merupakan usaha individu untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh konsep diri terhadap penyesuaian diri pada remaja penghuni panti asuhan, dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat korelasional. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sumbangan efektif variabel konsep diri terhadap penyesuian diri adalah sebesar 61% dan nilai β=0,81 dengan signifikansi p=0.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang dianugerahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini yang berjudul ”Pengaruh Konsep Diri terhadap Penyesuaian Diri pada Remaja Penghuni Panti Asuhan” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Chairul Yoel, Sp. A (K), selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Lili Garliah, M.Si, selaku dosen pembimbing yang tetap sabar dalam membimbing penulis dan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini dan senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Elvi Andriani, M.Si, selaku dosen penguji skripsi yang telah berbaik hati
meluangkan waktu untuk menguji penulis.
5. Ibu Prof. DR. Irmawati, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama berada di Psikologi,
6. Ibu Eka Ervika, M.Si.,Psikolog, dan Kak Ade selaku bagian Departemen Psikologi Perkembangan yang turut berpartisipasi dalam mengurus izin sidang penulis.
7. Dosen-dosen Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama berada di Psikologi. Semoga ilmu-ilmu tersebut dapat berguna dan diterapkan dengan baik oleh penulis.
8. Seluruh staf pegawai Psikologi Universitas Sumatera Utara yang membantu penulis dalam hal administrasi.
9. Seluruh remaja penghuni panti asuhan yang telah bersedia menjadi sampel, baik untuk uji coba penelitian maupun untuk penelitian asli.
10.Pimpinan Panti Asuhan Al-Wasliyah, Panti Asuhan Puteri Aisyiyah Kota Medan, Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Ar-Ridhoi, Panti Asuhan Pembangunan Didikan Islam Indonesia.
12.B’Fritz Fernando yang tetap memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13.Eva yang telah memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis.
14.Vera, teman seperjuangan yang telah memberi informasi bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
15.K’Dwi dan Rahmadaini, teman satu bimbingan yang telah banyak memberi informasi yang berguna bagi penyusunan skripsi ini.
16.Teman-teman seperjuangan angkatan 2004 lainnya dan seluruh mahasiswa Psikologi Universitas Sumatera Utara.
17.Semua pihak yang terlibat di dalam penelitian ini dan telah banyak membantu namun tidak tersebutkan namanya. Terima kasih atas semuanya.
Penulis memohon maaf bila dalam usaha menyelesaikan skripsi ini, penulis telah melakukan kesalahan dan menyakiti perasaan pihak yang terkait. Penulis juga memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini karena penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.
Medan, Desember 2008
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian………. 8
D. Manfaat Penelitian………... 8
1.Manfaat Teoritis ... 8
2.Manfaat Praktis ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. LANDASAN TEORI ... 11
A. Konsep Diri ... 11
1. Pengertian Konsep Diri ... 11
2. Jenis-jenis Konsep Diri ... 12
3. Aspek-Aspek Konsep Diri ... 13
B. Penyesuaian Diri ... 15
2. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 17
3. Proses Penyesuaian Diri ... 19
4. Aspek-aspek Penyesuaian Diri ... 21
5. Faktor-f aktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 23
C. Remaja………. . 25
1. Definisi Remaja ... 25
2. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja ... 26
3. Ciri-ciri Masa Remaja ... 27
4. Perkembangan Sosial Remaja ... 29
5. Perkembangan Konsep Diri Remaja ... 31
D. Panti Asuhan ... 33
E. Pengaruh Konsep Diri terhadap Penyesuaian Diri pada Remaja Penghuni Panti Asuhan ... 35
E. Hipotesa ... 37
BAB III. METODE PENELITIAN ... 38
A. Identifikasi Variabel Penelitian………... 38
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 38
1. Konsep Diri ... 39
2. Penyesuaian Diri ... 39
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 40
1. Populasi dan Sampel ... 40
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 40
1. Skala Konsep Diri ... 42
2. Skala Penyesuaian Diri ... 43
E. Daya Beda Aitem, Validitas, dan Reliabilitas ... 46
1. Daya Beda Aitem ... 46
2. Validitas ... 46
3. Reliabilitas ... 47
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 48
a. Skala Konsep Diri ... 48
b. Skala Penyesuaian Diri ... 49
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 50
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 50
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 52
3. Tahap Pengolahan Data ... 52
G. Metode Analisa Data ... 53
1. Uji Normalitas Sebaran ... 53
2. Uji Linieritas Hubungan ... 54
3. Analisa Regresi ... 54
BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 55
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 55
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55
2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 56
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas ... 56
1. Uji Asumsi ... 57
2. Hasil Analisa Data ... 59
3. Deskripsi Data Penelitian ... 60
C. Pembahasan ... 63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
1. Saran Metodologis ... 66
2. Saran Praktis ... 67
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blueprint Skala Konsep Diri Saat Uji Coba ... 43
Tabel 2. Blueprint Skala Konsep Diri Saat Uji Coba ... 45
Tabel 3. Blueprint Skala Konsep Diri Setelah uji Coba ... 48
Tabel 4. Blueprint Skala Konsep Diri yang Digunakan Saat penelitian ... 49
Tabel 5. Blueprint Skala Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba ... 49
Tabel 6. Blueprint Skala Penyesuaian diri yang Digunakan Saat penelitian ... 50
Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 56
Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas ... 56
Tabel 10. Uji Sebaran Normal Variabel dengan Tes Kolmogorov-Smirnov .. 58
Tabel 11. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Konsep Diri ... 61
Tabel 12. Kategorisasi Konsep Diri Berdasarkan Mean Hipotetik ... 61
Tabel 13. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Penyesuaian Diri ... 62
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
DATA TRY OUT RELIABILITAS LAMPIRAN B
DATA MENTAH LAMPIRAN C
HASIL OLAH DATA SPSS LAMPIRAN D
SKALA KONSEP DIRI
SKALA PENYESUAIAN DIRI LAMPIRAN E
ABSTRAKSI Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Desember 2008
Ingrid Remenia Agnatasia : 041301016
Judul : Pengaruh Konsep Diri terhadap Penyesuaian Diri pada Remaja Penghuni Panti Asuhan
x ; 71 halaman ; 14 daftar tabel ; 1 gambar ; lampiran Bibliografi : 34 (1964-2008)
Remaja dapat didefenisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Padan masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. Remaja akan berusaha untuk menyesuaikan diri untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang dibentuk melalui pengelaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungan. Penyesuaian diri adalah suatu proses interaksi yang mencakup respon mental dan tingkah laku yang merupakan usaha individu untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh konsep diri terhadap penyesuaian diri pada remaja penghuni panti asuhan, dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat korelasional. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sumbangan efektif variabel konsep diri terhadap penyesuian diri adalah sebesar 61% dan nilai β=0,81 dengan signifikansi p=0.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan keluarga. Anak-anak panti asuhan diasuh oleh pengasuh yang menggantikan peran orang tua dalam mengasuh, menjaga dan meberikan bimbingan kepada anak agar anak menjadi manusia dewasa yang berguna dan bertanggung jawab atas dirinya dan terhadap masyarakat di kemudian hari (Santoso, 2005)
Panti asuhan merupakan salah satu lembaga perlindungan anak yang berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak (pedoman perlindungan anak, 1999). Pada umumnya, panti asuhan di kota-kota besar mencoba berusaha mengatasi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi pada anak dimana panti asuhan tersebut menampung anak-anak yang mengalami berbagai permasalahan (Muchti, 2000).
Penghuni panti asuhan bukan saja anak-anak, tetapi mulai dari anak-anak hingga dewasa. Penghuni panti asuhan tersebut adalah orang-orang yang mengalami berbagai permasalahan sosial (Muchti, 2000). Sensus penduduk yang dilakukan pemerintah pada tahun 2004 tercatat sebanyak 5,2 juta anak yang mengalami permasalahan sosial dan sebagian besar adalah remaja.
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini, individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai juga dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu, remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Agustiani, 2006).
lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain (Agustiani, 2006).
Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai inidividu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap sekitarnya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat (Hutagaol, 2008).
Menurut Rumini (2004), remaja sebagaimana warga masyarakat pada umumnya juga harus mengadakan penyesuaian diri. Perubahan yang terjadi pada diri remaja, juga menuntut individu untuk melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dipengaruhi oleh sifat/pribadi yang dimiliki. Setiap individu secara herediter telah memiliki potensi yang khas namun sepanjang kehidupan terus mengalami perkembangan. Calhoun (1999) juga menuliskan bahwa semua orang yang hidup pasti menghadapi perubahan-perubahan dalam hidup, untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri. Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003), penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia.
hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas pengertian ini, dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya (Mu’tadin, 2002).
Remaja yang tinggal di panti asuhan akan mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan di luar panti asuhannya dan cenderung melakukan penyesuaian diri yang salah. Hal tersebut dikarenakan setiap harinya remaja tersebut berinteraksi dengan sesama anak asuh yang sama-sama memiliki permasalahan, dan anak asuh menganggap dirinya berbeda dengan anak-anak yang tidak tinggal di panti asuhan (Lukman, 2000).
salah yang terjadi pada remaja yang sedang duduk dibangku sekolah adalah menyontek, bolos, dan melanggar peraturan sekolah.
Menurut peneliti, konsep diri merupakan bagian dari kepribadian. Kepribadian merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri. Remaja yang lebih mampu menyesuaikan diri memiliki konsep diri yang positif, sedangkan remaja yang kurang mampu menyesuaikan memiliki konsep diri yang negatif. Apabila remaja mampu menyesuaikan diri, maka remaja tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungannya (Partosuwido, 1993).
Dalam perkembangan kepribadian remaja mempunyai arti yang khusus. Dikatakan demikian karena remaja tidak memiliki tempat yang jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang (Monks, Knoers, & Haditono, 1999). Oleh karena itu, agar remaja menjadi seseorang yang berhasil dalam kepribadiannya, maka remaja harus banyak belajar untuk dapat memperoleh tempat di masyarakat. Tetapi banyak remaja yang tidak berhasil dalam kepribadiannya. Hal tersebut dapat disebabkan faktor ekonomi, ditinggal orang tua karena meninggal ataupun permasalahan keluarga sehingga remaja mengalami permasalahan-permasalahan sosial (Hurlock, 1999). Oleh sebab itu, panti asuhan mencoba untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh remaja tersebut.
1990). Akibat sedikitnya perhatian yang diberikan oleh ibu dan bapak pengasuh, maka penilaian remaja terhadap dirinya sendiri cenderung dipengaruhi oleh pergaulan teman seasramanya, yang disebabkan karena seringnya remaja tersebut melakukan kegiatan secara bersama-sama di panti asuhan.
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat (Rini, 2002).
Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku individu. Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut sepanjang kehidupan manusia. Persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif (Agustiani, 2006).
Menurut Lukman (2000), remaja panti asuhan berpotensi untuk memiliki konsep diri yang negatif karena adanya pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan asrama, yaitu pergaulan antar sesama anak asuh. Pengaruh dari lingkungan teman seasrama kemungkinan menyebabkan sebagian remaja kurang dapat menempatkan diri dalam pergaulan. Selain itu, anak asuh memiliki konsep diri yang cenderung negatif karena keberadaannya di panti asuhan dapat menjadikan penghambat terbesar dalam perkembangan konsep diri anak asuh dan anak asuh panti asuhan telah mendapat label anak-anak yang perlu dikasihani. Artinya, label yang muncul secara internal dan juga didukung oleh pandangan lingkungan sosialnya menjadikan anak asuh harus tarik ulur dalam menilai dirinya sendiri.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh konsep diri terhadap penyesuaian diri pada remaja penghuni panti asuhan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh konsep diri terhadap penyesuaian diri pada remaja pada remaja penghuni panti asuhan.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pekembangan, terutama mengenai pengaruh konsep diri terhadap penyesuaian diri pada remaja penghuni panti asuhan.
2. Manfaat praktis
b. Memberikan tambahan informasi pada masyarakat dalam mendukung remaja penghuni panti asuhan agar memiliki penyesuaian diri yang baik dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat lebih memperhatikan kesejahteraan remaja penghuni panti asuhan.
c. Memberikan tambahan informasi bagi remaja tentang pentingnya konsep diri dalam membantu penyesuaian diri remaja.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan berisikan intisari dari: Bab I: Pendahuluan
Berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: Landasan Teori
Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori tentang perilaku agresi, emosi dasar negatif dan remaja, serta hipotesa penelitian.
Bab III: Metode Penelitian
Berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, daya beda aitem, validitas dan reliabilitas, prosedur penelitian serta metode analisa data.
Berisi tentang gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan deskripsi data penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KONSEP DIRI
1. Pengertian Konsep Diri
Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri sendiri. Konsep tentang diri merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu karena konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi (Calhoun & Acoccela, 1990).
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Dacey & Kenny, 1997), konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Keliat, 1992). Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pengintegrasian kepribadian, memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan tercapai kesehatan mental. Konsep diri dapat didefinisikan sebagai gambaran yang ada pada diri individu yang berisikan tentang bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut dengan pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan penilaian diri sendiri serta bagaimana individu menginginkan diri sendiri sebagai manusia yang diharapkan.
2. Jenis-Jenis Konsep Diri
Menurut Calhoun & Acoccela (1990), dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.
a. Konsep diri positif
untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas.
b. Konsep diri negatif
Calhoun & Acoccela membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu: 1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak
memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya.
2) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.
3. Aspek-Aspek Konsep Diri
dimiliki individu untuk dirinya sendiri, serta penilaian mengenai dirinya sendiri (Calhoun & Acoccela, 1990).
a. Pengetahuan
Dimensi pertama konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan mengenai individu adalah apa yang diketahui individu mengenai dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas, seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, dan lain-lain dan sesuatu yang merujuk pada istilah kualitas, seperti individu yang baik hati, egois, tenang, dan bertemperamen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimiliki individu tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut atau dengan cara merubah kelompok pembanding.
b. Harapan
Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, individu juga mempunyai satu set pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan menjadi apa dimasa mendatang (Rogers dalam Calhoun & Acoccela, 1990). Singkatnya, individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu.
c. Penilaian
Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya. Ditambahkan pula menurut Centi (1993) bahwa penilaian yang dilakukan individu adalah bagaimana individu merasa tentang dirinya sebagai pribadi yang dipikirkannya.
B. PENYESUAIAN DIRI 1. Pengertian Penyesuaian Diri
Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor lain.
Menurut Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri dapat ditiinjau dari tiga sudut pandang, yaitu :
a. Penyesuaian sebagai adaptasi
sehingga ada kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang terabaikan.
b. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas
Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
c. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan
Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan untuk merencakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi, dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamik dalam interaksi individu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang mencakup respon-respon mental dan perilaku untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari luar diri individu.
2. Karakteristik Penyesuaian Diri
Tidak selamanya individu berhasil melakukan penyesuaian diri, karena terkadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Ada individu-individu yang mampu melakukan penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah (Sunarto & Hartono, 2006).
a. Penyesuaian Diri Secara Positif
Individu yang mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut (Sunarto & Hartono, 2006):
1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional
2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis 3) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi
4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri 5) Mampu dalam belajar
Individu akan melakukan penyesuaian diri secara positif dalam berbagai bentuk, antara lain (Sunarto & Hartono, 2006):
1) Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung, yaitu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya dan melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi individu.
2) Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan), yaitu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalah individu.
3) Penyesuaian dengan trial and error (coba-coba), yaitu melakukan tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan.
4) Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti)
5) Penyesuaian dengan menggali kemampuan diri, yaitu individu menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam diri, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri.
6) Penyesuaian dengan belajar, yaitu menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari belajar untuk membantu penyesuaian diri.
7) Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri, yaitu memilih tindakan yang tepat dan mengendalikan diri secara tepat dalam melakukan tindakannya.
b. Penyesuaian Diri yang Salah
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah, yang ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya. ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah, yaitu (Sunarto & Hartono, 2006):
1) Reaksi Bertahan (Defence reaction), yaitu individu berusaha untuk memperthankan dirinya, seolah-olah tidak mengahadapi kegagalan dan selalu berusaha untuk menunjukkan dirinya tidak mengalami kegagalan dengan melakukan rasionalisasi, represi, proyeksi, dan sebagainya.
2) Reaksi menyerang (Aggressive Reaction), yaitu menyerang untuk menutupi kesalahan dan tidak mau menyadari kegagalan, yang tampak dalam perilaku selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, kera kepala dalam perbuatan, menggertak baik dengan ucapan dan perbuatan, menunjukkan sikap permusuhan secra terbuka, dan sebagainya.
3) Reaksi Melarikan Diri, yaitu melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, yang tampak dalam perilaku berfantasi, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, regresi, dan sebagainya.
3. Proses Penyesuaian Diri
a. Motivasi
Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi, sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Ketegangan dan ketidakseimbangan memberikan pengaruh kepada kekacauan perasaan patologis dan emosi yang berlebihan dan kegagalan mengenal pemuasan kebutuhan secara sehat karena mengalami frustasi dan konflik.
Respon penyesuaian diri, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan memelihara keseimbangan yang lebih wajar. Kualitas respon baik itu sehat, efisien, merusak, atau patologis ditentukan oleh kualitas motivasi, disamping hubungan individu dengan lingkungan.
b. Sikap terhadap realitas
Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia disekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang membentuk realitas. Beberapa perilaku seperti sikap antisosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan dan semaunya sendiri, emua itu dianggap sangat mengganggu hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas.
dimanifestasikan ke dalam bentuk sikap dengan tuntutan eksternal dari realitas. Situasi konflik, tekanan dan frustasi akan muncul jika individu tidak tahan terhadap tuntutan-tuntutan tersebut.
c. Pola dasar penyesuaian diri
Terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri dalam penyesuaian diri individu sehari-hari. Individu berusahan mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi atau terhambatnya kebuthan individu.
4. Aspek-Aspek penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri yang baik adalah individu yang dapat memberi respon yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan. Penyesuaian diri yang normal dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
1. Mampu mengontrol emosionalitas yang berlebihan
Penyesuaian diri yang normal dapat ditandai dengan tidak adanya emosi yang relatif berlebihan atau tidak terdapat gangguan emosi yang merusak.individu yang mampu menanggapi situasi atau masalah yang dihadapinya dengan cara yang normal akan merasa tenang dan tidak panik sehingga dapat menentukan penyelesaian masalah yang dibebankan kepadanya.
2. Mampu mengatasi mekanisme psikologis
seperti rasionalisasi, proyeksi, atau kompensasi. Individu mampu menghadapi masalah dengan pertimbangan yang rasional dan mengarah langsung kepada masalah.
3. Mampu mengatasi perasaan frustrasi pribadi
Adanya perasaan frustrasi akan membuat individu sulit atau bahkan tidak mungkin bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah yang dihadapinya. Individu harus mampu menghadapi masalah secara wajar, tidak menjadi cemas dan frustrasi.
4. Kemampuan untuk belajar
Mampu untuk mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
5. Kemampuan memanfaatkan pengalaman
Adanya kemampuan individu untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman merupakan hal yang penting bagi penyesuaian diri yang normal. Dalam menghadapi masalah, individu harus mampu membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain sehingga pengalaman-pengalaman yang diperoleh dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. 6. Memiliki sikap yang realistis dan obyektif
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (dalam Sobur, 2003), faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri adalah :
a. Kondisi Fisik
Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah:
1) Hereditas dan Konstitusi fisik
Temperamen merupakan komponen utama karena temperamen itu muncul karakteristik yang paling dasar dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan penyesuaian diri.
2) Sistem utama tubuh
System syaraf, kelenjar dan otot termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri.
3) Kesehatan fisik
Penyesuaian diri individu akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuaian diri.
b. Kepribadian
Unsur-unsur kepribadian yang penting pengauhnya terhadap penyesuaian diri adalah:
2) Pengaturan diri 3) Realisasi diri 4) Kecerdasan c. Edukasi/Pendidikan
Unsur-unsur penting dalam edukasi/pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu adalah:
1) Belajar 2) Pengalaman 3) Latihan
4) Determinasi diri d. Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi: 1) Lingkungan keluaga 2) Lngkungan masyarakat e. Agama dan budaya
C. REMAJA 1. Defenisi Remaja
Menurut Hurlock (1999) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh menjadi dewasa”. Sedangkan Chaplin (1997) mengatakan bahwa adolescence merupakan masa remaja, yaitu periode antara pubertas dengan masa dewasa.
Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dalam masyarakat dewasa. Sedangkan, Hall (dalam Dacey & Kenny, 2004) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu tahap perkembangan yang dikarakteristikkan sebagai “storm and stress’, tahap dimana remaja sangat dipengaruhi oleh mood dan remaja tidak dapat
dipercaya.
Menurut Calon (dalam Monks, 2001), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Menurut Monks (2001), batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Lebih lanjut, Hurlock (1999) mengatakan bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13/14 tahun sampai 16/17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16/17 tahun sampai 18, yaitu usia matang secara hukum.
remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Masa remaja dimulai dari usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Pada masa ini, individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai juga dengan berkembangnya kapasitas reproduktif.
2. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa remaja, yaitu:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya
f. Mempersiapkan karir ekonomi
3. Ciri-Ciri Masa Remaja
Semua periode selama rentang kehidupan adalah sama pentingnya. Namun kadar kepentingannya berbeda-beda dan mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum atau sesudahnya. Adapun ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1999), antara lain:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Pada masa remaja terjadi perkembangan fisik disertai perkembangan mental yang cepat dan penting. Semua perkembangan ini menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Masa remaja merupakan periode dimana seorang anak-anak beralih menjadi dewasa. Remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang berbau kekanak-kanakan dan mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan namun bukan juga orang dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah pada masa remaja menjadi masalah yang sulit untuk diatasi dikarenakan dua alasan. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak diselesaikan oleh orang dewasa, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang dewasa.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Erikson mengatakan bahwa bagaimana individu mencari identitas mempengaruhi tingkah lakunya. Salah satu cara untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk pemilikan barang yang mudah terlihat. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung melihat kehidupan melalui kacamata berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya. Hal ini tampak dari cita-cita yang diciptakan oleh remaja yang tidak realistik dan memandang diri dan orang lain tidak sebagaimana adanya.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Dengan semakin meningkatnya usia kematangan, remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotipe belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, meminum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap perilaku ini memberikan citra yang mereka inginkan.
4. Perkembangan Sosial Remaja
sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock 1999).
Dalam hidup bermasyarakat, remaja dituntut bersosialisasi. Sejak anak-anak, seseorang telah memasuki kelompok teman sebaya. Pada masa remaja, kelompok teman sebaya cenderung terdiri atas satu jenis kelamin yang sama karena secara fisik mempunyai ciri yang berbeda, dan pada masa remaja sudah mulai timbul kesadaran terhadap dirinya (Rumini, 2004).
Dalam proses perkembangan sosial, remaja juga dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta keterampilan mengatasi masalah yang dihadapinya (Ali, 2004).
5. Perkembangan Konsep Diri Remaja
Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain, terutama dengan orang-orang terdekat, maupun yang didapatkan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan. Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat membuat dirinya memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan sebenarnya (Centi, 1993).
Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri.
Menurut Hurlock (1999), terdapat delapan kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja, yaitu:
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang terlambat matang, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
c. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.
d. Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh. e. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.
f. Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.
g. Kreativitas
h. Cita-cita
Bagi remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak relistik, akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan.
D. PANTI ASUHAN
Panti asuhan merupakan salah satu lembaga perlindungan anak yang berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak. Perlindungan terhadap hak-hak anak termasuk didalamnya adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mewujudkan hak anak sehingga terjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya secara optimal baik jasmaniah, rohaniah, maupun sosial terutama melindungi anak dari pengaruh yang tidak kondusif terhadap kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya (Pedoman Perlindungan Anak, 1999).
generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut aktif dalam bidang pembangunan nasional (Departemen Sosial RI, Dirjen Bina Kesejahteraan Sosial, 1997).
Menurut pedoman pembinaan kesejahteraan sosial anak usia dini (1999), yang termasuk sasaran pelayanan panti asuhan adalah:
a. Anak yatim, anak piatu, dan anak yatim piatu
b. Anak terlantar dan keluarganya yang mengalami perpecahan
Anak yang salah satu atau kedua orang tuanya sakit kronis, terpidana, korban bencana, dan lain-lain.
Menurut Badan Pembinaan Koordinasi dan Pengawasan Kegiatan Sosial (BPKPKS), panti asuhan adalah suatu lembaga untuk mengasuh anak-anak, menjaga dan memberikan bimbingan pada anak dengan tujuan agar menjadi manusia dewasa yang cakap dan berguna serta bertanggung jawab atas diri sendiri dan terhadap masyarakat kelak di kemudian hari (Dinas Sosial RI, Dirjen Bina Kesejahteraan Sosial, 1997).
Menurut Pedoman Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Usia Dini (1999), jenis-jenis pelayanan yang diberikan di panti asuhan:
1. Perawatan (care) 2. Makanan (food)
7. Pelayanan perlindungan (protection), meliputi upaya-upaya perlindungan hukum dab advokasi atas:
a. Identitas anak secara jelas b. Kerahasiaan (privasi)
c. Kebebasan dari diskriminasi (freedom for discrimination) d. Penelantaran dan perlakuan salah (abuse and neglect) e. Eksploitasi dalam segala hal (exploitation of all types) f. Media yang berbahaya (harmful media)
g. Perlindungan dari kondisi-kondisi khusus, seperti pengangkatan (adoption), kecacatan (disability), dan lingkungan keluarga yang tidak mendukung (deprivation of family environment)
8. Kebebasan untuk menyatakan diri (affermative freedom), yang meliputi: a. Kebebasan mengemukakn pendapat (free expression of opinion) b. Kebebasan untuk mendapatkan informasi (freedom of information) c. Hak atas waktu bermain dan waktu luang (leisure and recreation) d. Hak atas kerahasiaan (privacy)
e. Hak untuk berkumpul (freedom of association)
f. Kebebasan untuk memeluk agama (freedom of conscience / religion)
E. PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA PENGHUNI PANTI ASUHAN
remaja, apabila unsur-unsur tersebut mendapat pelatihan akan dapat meningkatkan kepribadiannya sehingga mereka lebih mampu menyesuaikan diri. Demikian juga diungkapkan Ali & Asrori (2004) yang mengatakan bahwa remaja yang mempunyai penyesuaian diri yang baik adalah remaja yang telah belajar bereaksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara-cara yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat serta dapat mengatasi konflik mental, frustrasi, kesulitan pribadi dan sosial. Sedangkan remaja memiliki reaksi yang tidak memuaskan, tidak efektif, dan tidak efisisen sering diartikan sebagai penyesuaian yang kurang baik, buruk atau dikenal dengan istilah malasuai (maladjustment).
Partosuwido (1993) mengatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri tinggi lebih mampu untuk menyesuaikan diri, dimana individu dapat menempatkan dirinya di masyarakat maka individu itu akan diterima dengan baik oleh masyarakat, begitu juga sebaliknya. Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya.
F. HIPOTESA
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian ini meliputi; identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan teknik pengambilan sampel, prosedur penelitian serta metode analisa data (Hadi, 2000). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat korelasional, dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konsep diri terhadap penyesuaian diri pada remaja penghuni panti asuhan. Peneliti juga dapat memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi melalui studi korelasional ini.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah konsep diri dan penyesuaian diri.
B. DEFENISI OPERASIONAL 1. Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, baik yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungan. Skor yang diperoleh dari skala konsep diri menggambarkan skor konsep diri subjek. Semakin tinggi skor konsep diri, semakin positif konsep diri remaja penghuni panti asuhan dan sebaliknya semakin rendah skor konsep diri remaja penguni panti asuhan, semakin negatif konsep diri remaja penghuni panti asuhan.
2. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan suatu proses interaksi yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku yang merupakan usaha individu untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dan tidak melakukan penyesuaian yang salah ketika menghadapi kegagalan.
C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah atau individu yang paling sedikit dan memiliki satu sifat yang sama. Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).
Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang tinggal di panti asuhan. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah remaja penghuni panti asuhan, khususnya remaja madya (15-18 tahun).
Pemilihan subjek dilakukan sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
a. Berusia 15-18 tahun (remaja madya), karena pada masa ini, remaja mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri (Sja’roni, 2008)
b. Tidak cacat fisik, karena kondisi fisik yang tidak sehat dapat menyebabkan perasaan rendah diri dan kurang percaya diri sehingga akan berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuaian diri (Ali & Asrori, 2004).
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan sampel dengan random secara berkelas (clsuter random sampling). Pengambilan sampel menurut kelasnya dan bukan diambil per individu, melainkan dari kelompok-kelompok individu atu cluster. Teknik pengambilan sampling ini dipandang ekonomis, lebih mudah dan lebih murah serta semua subjek memiliki peluang yang sama besar untuk terpilih menjadi sampel (Hadi, 2000).
Prosedur pertama sekali dilakukan terhadap 15 panti asuhan yang ada di Kota Medan dengan mengambil empat panti asuhan. Selanjutnya, dilakukan prosedur random terhadap kelas-kelas yang ada dipanti asuhan yang dipilih.
D. INSTRUMEN YANG DIGUNAKAN
Dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala konsep diri dan skala penyesuaian diri.
1. Skala Konsep Diri
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur konsep diri remaja panti asuhan adalah skala konspdiri yang dirancang oleh peneliti berdasarkan aspek konsep diri yang dikemukakan oleh Calhoun & Acoccela (1990), yaitu:
a. Pengetahuan
Pengetahuan mengenai individu adalah apa yang diketahui individu mengenai dirinya sendiri. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya.
b. Harapan
Selain individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, individu juga mempunyai satu set pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan menjadi apa dimasa mendatang (Rogers dalam Calhoun & Acoccela, 1990).
c. Penilaian
Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.
disajikan dalam bentuk pernyataan favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 4, bobot penilaian untuk pernyataan favorable, yaitu SS= 4, S=3, TS = 2, STS=1. Sedangkan untuk bobot pernyatan unfavorable, penilaiannya adalah SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4.
Jumlah item total untuk skala konsep diri adalah 60 item yang terdiri dari 30 item yang favorable dan 30 item yang unfavorable. Item-item yang terdapat pada skala ini mengungkap 3 aspek konsep diri, yakni: harapan, pengetahuan dan penilaian.
Adapun blue-print yang digunakan dalam penyusunan skala yang mengukur skala penyesuaian diri adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Blueprint Skala Konsep Diri Saat Uji Coba No Aspek Konsep
2. Skala Penyesuaian Diri
a. Mampu mengontrol emosionalitas yang berlebihan
Individu yang mampu menanggapi situasi atau masalah yang dihadapinya dengan cara yang normal akan merasa tenang dan tidak panik sehingga dapat menentukan penyelesaian masalah yang dibebankan kepadanya.
b. Mampu mengatasi mekanisme psikologis
Individu mampu menghadapi masalah dengan pertimbangan yang rasional dan mengarah langsung kepada masalah.
c. Mampu mengatasi perasaan frustrasi pribadi
Individu harus mampu menghadapi masalah secara wajar, tidak menjadi cemas dan frustrasi.
d. Kemampuan untuk belajar
Mampu untuk mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
e. Kemampuan memanfaatkan pengalaman
Dalam menghadapi masalah, individu harus mampu membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain sehingga pengalaman-pengalaman yang diperoleh dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.
f. Memiliki sikap yang realistis dan obyektif
Setiap bentuk diuraikan kedalam butir pernyataan yang mengungkap penyesuaian diri remaja penghuni panti asuhan. Untuk mengukur penyesuaian diri pada remaja, maka pada penelitian ini digunakan skala model Likert. Skala ini terdiri dari pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 4, bobot penilaian untuk pernyataan favorable, yaitu SS= 4, S=3, TS = 2, STS=1. Sedangkan untuk bobot pernyataan unfavorable, penilaiannya adalah SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4.
Jumlah item total untuk skala ini adalah 60 item yang terdiri dari 30 item yang favorable dan 30 item yang unfavorable. Item-item yang terdapat pada skala ini mengungkap aspek-aspek penyesuaian diri, yaitu mampu mengontrol emosionalitas yang berlebihan, mampu mengatasi mekanisme psikologis, mampu mengatasi perasaan frustrasi pribadi, kemampuan untuk belajar, kemampuan memanfaatkan pengalaman, memiliki sikap yang realistis dan obyektif.
Adapun blue-print yang digunakan dalam penyusunan skala yang mengukur skala penyesuaian diri adalah sebagai berikut:
Tabel 2.
Blue Print Skala Penyesuaian Diri Saat Uji Coba
No Aspek Penyesuaian Diri Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable 1 Mampu mengontrol
emosionalitas yang berlebihan
1,13,25,37,49 7,19,31,43,55 10
2 Mampu mengatasi mekanisme psikologis
8,20,32,44,56 2,14,26,38,50 10 3 Mampu mengatasi
perasaan frustrasi pribadi
4 Kemampuan untuk belajar 10,22,34,46,58 4,16,28,40,52 10 6 Memiliki sikap yang
realistis dan obyektif
12,24,36,48,60 6,18,30,42,54 10
Total 60
E. Daya beda Aitem, Validitas dan Reliabilitas
Alat ukur penelitian tersebut sebelum digunakan untuk memperoleh data-data penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba agar diperoleh alat ukur yang memiliki daya aitem tinggi, valid dan reliabel.
1. Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2000).
Daya beda aitem pada penelitian ini dilihat dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan komputerisasi dari program SPSS version 15.0 for windows. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem. Setiap butir aitem dalam skala dikorelasikan dengan skor total skala. Item yang lulus seleksi adalah aitem yang memiliki nilai r 0,3 (Azwar, 2005).
2. Validitas
digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi (content validity), yaitu berkaitan dengan apakah aitem mewakili pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur. Validitas isi merupakan hal utama dalam suatu tes yang biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan pakar (profesional judgement) (Azwar, 2005). Peneliti meminta pertimbangan profesional, yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti dan pihak-pihak lain yang berkompeten dalam memberikan pertimbangan, sebelum menentukan aitem-aitem mana yang dapat dijadikan alat ukur yang sesuai dengan blue print yang ada.
3. Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah (Azwar, 2005).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yaitu single trial administration yang artinya menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan sekali saja pada sekelompok subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar , 2005).
skala Penyesuaian Diri dan skala Konsep Diri dengan prosedur pengujian menggunakan koefisien korelasi r 0,3.
4. Hasil uji coba alat ukur a. Skala konsep diri
Uji coba skala konsep diri dilakukan terhadap 100 orang subjek remaja penghuni panti asuhan. Adapun distribusi hasil uji coba skala dijelaskan pada tabel 3.
Tabel 3. Blueprint Skala Konsep Diri Setelah Uji Coba No Aspek Konsep
Diri
Aitem Jumlah Favorable Unfavorable
1 Pengetahuan 13,19,25,31,43 10,16,22,40,52,58 11
2 Harapan 29, 53 50 3
3 Penilaian 33,39,57 30,42,48 6
Total 20
Berdasarkan blue-print diatas, diketahui setelah uji coba dari 60 aitem skala konsep diri dengan 100 subjek, terdapat 20 aitem yang memiliki koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (r ≥ 0,3) dengan reliabilitas alpha (α) sebesar 0,839. Koefisien determinasi aitem-aitem yang reliabel berkisar antara 0,306 – 0,514.
Tabel 4. Blueprint Skala Konsep Diri yang digunakan saat penelitian No Aspek Konsep
Diri
Aitem Jumlah Favorable Unfavorable
1 Pengetahuan 1,7,10,12,17 4,14,16,18,19,20 11
2 Harapan 5,8 2 3
3 Penilaian 3,13,15 6,9,11 6
Total 20
b. Skala penyesuaian diri
Uji coba skala penyesuaian diri dilakukan terhadap 100 orang subjek remaja penghuni panti asuhan. Adapun distribusi hasil uji coba skala dijelaskan pada tabel 5.
Tabel 5.
Blue Print Skala Penyesuaian diri setelah uji coba
No Aspek Penyesuaian Diri Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable 1 Mampu mengontrol
emosionalitas yang berlebihan
13,49 7,19,43 5
2 Mampu mengatasi mekanisme psikologis
44,56 26,50 4
3 Mampu mengatasi perasaan frustrasi pribadi
27,51 2
4 Kemampuan untuk belajar 10,22,34,46,58 4,28,40 8 5 Kemampuan
memanfaatkan pengalaman
29,41,53 23,35,47,59 7 6 Memiliki sikap yang
realistis dan obyektif
12,24,36,48,60 30,54 7
Total 33 Berdasarkan blue-print diatas, diketahui setelah uji coba dari 60 aitem skala
Pada skala ini dilakukan perubahan pada tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur tidak diikutsertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:
Tabel 6.
Blue Print Skala Penyesuaian diri yang digunakan saat penelitian
No Aspek Penyesuaian Diri Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable 1 Mampu mengontrol
emosionalitas yang berlebihan
1,7 13,18,23 5
2 Mampu mengatasi mekanisme psikologis
14,19 2,8 4
3 Mampu mengatasi perasaan frustrasi pribadi
3,9 2
4 Kemampuan untuk belajar 15,20,24,30,33 4,10,27 8 5 Kemampuan
memanfaatkan pengalaman
5,11,28 16,21,25,31 7 6 Memiliki sikap yang
realistis dan obyektif
17,22,26,29,32 6,12 7
Total 33
F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Persiapan alat ukur
berdasarkan teori aspek-aspek penyesuaian diri dari Schneider (1964). Penyusunan skala ini didahului dengan membuat blue-print yang kemudian dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan yang jumlah iatemnya masing-masing 20 aitem dan 33 aitem.
b. Perizinan
Untuk melakukan penelitian ini, maka terlebih dahulu yang dilakukan adalah proses persiapan dalam hal perizinan untuk melakukan penelitian. Proses perizinan dimulai dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dalam hal ini atas nama koordinator pendidikan Fakultas Psikologi, mengajukan surat permohonan izin kepada pihak Panti Asuhan.
Setelah diperoleh data mengenai panti asuhan-panti asuhan yang terdapat di Kota Medan, maka dipilih beberapa panti asuhan yang akan menjadi sampel dalampenelitian ini. Pihak Fakultas Psikologi atas nama koordinator pendidikan Fakultas Psikologi, mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada pihak panti asuhan dan kemudian peneliti meminta izin kepada pihak panti asuhan yang terpilih menjadi sampel untuk melakukan penelitian di panti asuhan tersebut, yaitu Panti Asuhan Al-Wasliyah, Panti Asuhan Puteri Aisyiyah Kota Medan, Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Ar-Ridhoi, dan Panti Asuhan Pembangunan Didikan Islam Indonesia.
c. Uji coba alat ukur
Sebelum skala konsep diri dan penyesuaian diri dijadikan alat ukur yang sebenarnya dalam penelitian,maka terlebih dahulu skala tersebut diuji cobakan kepada sejumlah remaja penghuni panti asuhan. Setelah diujicobakan, maka data tersebut diolah untuk menentukan aitem-aitem mana yang dapat dijadikan sebagai aitem dalam penelitian yang sebenarnya.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diadakan dengan mulai menyebarkan skala konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja penghuni panti asuhan yang memenuhi karakteristik populasi yang telah ditentukan sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada remaja penghuni Panti Asuhan Al-Wasliyah pada tanggal 11 November 2008, Panti Asuhan Puteri Aisyiyah Kota Medan pada tanggal 16 November 2008, Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Ar-Ridhoi pada tanggal 16 November 2008, Panti Asuhan Pembangunan Didikan Islam Indonesia pada tanggal 19 November 2008.
3. Tahap Pengolahan Data
G. METODE ANALISA DATA
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik dengan bantuan komputerisasi program SPSS 15.0 for Windows. Alasan yang mendasari dipakainya analisa statistik ini seperti dikemukakan oleh Hadi (2000) adalah dikarenakan :
1. statistik bekerja dengan angka 2. statistik bekerja objektif, dan 3. bersifat universal
Metode analisa data yang akan digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik uji analisa regresi sederhana dengan bantuan program SPSS 15.0 for windows. Peneliti menggunakan analisa statistik uji analisa regresi karena dalam penelitian ini peneliti ingin melihat sumbangan efektif (SE) Konsep Diri terhadap Penyesuaian Diri. Teknik analisa data yang digunakan meliputi:
1. Uji Normalitas sebaran
Konsep Diri dan Penyesuaian Diri mengikuti sebaran normal. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai p > 0,01 (Hadi, 2000).
2. Uji Linieritas Hubungan
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel bebas (Konsep Diri) berkorelasi secara linier terhadap data variabel tergantung (Penyesuaian Diri). Uji linieritas pada penelitian ini dilakukan melalui uji regresi linier dengan menggunakan teknik scatter plot dengan bantuan seri program statistik SPSS 15.0 for windows dan uji F untuk linieritas. Data variabel dikatakan linier jika p < 0,01.
3. Analisa Regresi
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan mnguraikan analisa data dan interpretasi hasil sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian.
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja penghuni panti asuhan di Kota Medan. Subjek penelitian ini adalah remaja Panti Asuhan Al-Wasliyah, Panti Asuhan Puteri Aisyiyah Kota Medan, Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Ar-Ridhoi dan Panti Asuhan Pembangunan Didikan Islam Indonesia yang dipilih secara random yang berjumlah 120 orang yang memenuhi karakteristik populasi penelitian.
Melalui 120 orang yang terpilih, maka diperoleh gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kelas.
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 7.
Tabel. 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Pria 42 35
Wanita 78 65
Total 120 100
Berdasarkan data pada tabel 7, jumlah subjek yang berjenis kelamin pria sebanyak 42 orang (35%) dan subjek yang berjenis kelamin wanita sebanyak 78 orang (65%).
2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 8.
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Jumlah (N) Persentase (%)
Berdasarkan data pada tabel 8, jumlah subjek yang berusia 15 tahun sebanyak 46 orang (38,3%), subjek yang berusia 16 tahun sebanyak 28 orang (23,3%), subjek yang berusia 17 tahun sebanyak 26 orang (21,7%), subjek yang berusia 18 tahun sebanyak 20 orang (16,7%).
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas
Berdasarkan kelas subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 9.
Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas
Berdasarkan data pada tabel 9, jumlah subjek yang duduk di kelas 8 sebanyak 26 orang (21,7%), subjek yang duduk di kelas 9 sebanyak 30 orang (25%), subjek yang duduk di kelas 10 sebanyak 24 orang (20%), subjek yang duduk di kelas 11 sebanyak 40 orang (33,3%).
B. HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi
Jumlah skala yang disebarkan kepada subjek penelitian adalah 130 skala dan dari 130 skala, hanya 120 skala yang semua pernyataan dijawab oleh sampel penelitian yang memenuhi kriteria populasi.
Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan, yaitu uji asumsi normalitas sebaran pada kedua variabel penelitian, baik variabel bebas (Konsep Diri) dan variabel tergantung (Penyesuaian Diri). Uji liniearitas juga perlu dilakukan untuk mengetahui bentuk korelasi antara masing-masing variabel. Pengujian asumsi dan analisa data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 15.0 for windows.
a. Uji Normalitas Sebaran
2. Berdasarkan uji normalitas variabel penyesuaian diri diperoleh sebaran normal Z=1,235 dengan p>0,01 (p=0,95), dengan demikian dapat dikatakan variabel penyesuaian diri mengikuti sebaran normal. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Uji Sebaran Normal Variabel Dengan Tes Kolmogorov-Smirnov No. Variabel Kolmogorov-Smirnov
Z
Signifikansi P
Keterangan 1 Konsep Diri 0,994 0,276 Terdistribusi
normal 2 Perilaku Agresi 1,235 0,95 Terdistribusi
normal
b. Uji Liniearitas Hubungan