• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN

TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RSUD CUT

MEUTIA KABUPATEN ACEH UTARA

TESIS

Oleh

MARTINA

087024023/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EFFECT ON THE QUALITY OF HEALTH HOSPITAL PATIENT

SATISFACTION CUT MEUTIA HOSPITAL

DISTRICT NORTH ACEH

T H E S I S

BY

MARTINA

087024023/SP

MASTER STUDIES DEVELOPMENT PROGRAM FACULTY OF

SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

MEDAN

(3)

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN

TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RSUD CUT

MEUTIA KABUPATEN ACEH UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Dalam Program Studi Pembangunan Pada Fakultas

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARTINA

087024023/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH KUALITAS PELAYANAN

KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RSUD CUT MEUTIA

KABUPATEN ACEH UTARA Nama Mahasiswa : Martina

Nomor Pokok : 087024023

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si) (Drs. Kariono, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. Drs. Kariono, M.Si

2. Drs. Bengkel Ginting, M.Si 3. Drs. Agus Suriadi, M.Si

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RSUD CUT MEUTIA

KABUPATEN ACEH UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 18 Februari 2011 Penulis

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tiada tara sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Proses penulisan ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M. Sc (CTM), Sp. A(k).

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M, Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Studi Pembangunan SPs. Universitas Sumatera Utara.

4. Bpk. Prof. R. Hamdani Harahap, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Pembangunan SPs. Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Penguji.

6. Bpk. Drs. Kariono, M.Si, selaku Pembimbing dan Penguji.

7. Bpk. Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku Pembanding dan Penguji.

8. Bpk. Agus Suriadi, M.Si, selaku Pembanding dan Penguji.

(8)

10.Suamiku tercinta yang selalu mendampingi penulis baik suka maupun duka.

11.Saudaraku tersayang Anton, Aprilia, Juwanda dan Naifa Syakira yang selalu memberi doa dan motivasi untuk penulis

12.Bapak dan Ibu Dosen/Staf pengajar di Program Studi Pembangunan SPs Universitas Sumatera Utara.

13.Rekan-rekan mahasiswa khususnya Angkatan XIII Program Studi Pembangunan SPs USU, Siswati Saragi, Annisa, Rahmat dkk, serta staf administrasi Program Studi Pembangunan SPs USU.

14.Rekan-rekan mahasiswa FKM yang selalu memberi dukungan dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap keluarga yang telah memberikan doa dan motivasi, baik selama perkuliahan sehingga penyelesaian tesis ini.

Penulis berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi tambahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 18 Februari 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Martina

NIM : 087024023

Tempat/Tgl. Lahir : Lhokseumawe/ 4 Maret 1982

Alamat : Jl. Pelita Tempok Teungoh Kota Lhokseumawe

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Status Perkawinan : Kawin

Nama Suami : Saifuddin, S.STP, MSP. Nama Orang Tua :

Bapak : Alm. Marzuki Ibrahim Ibu : Hj. Nursiah Latief S.Pd

Pendidikan : 1. SDN Tumpok Teungoh, Lhokseumawe (1994) 2. SLTPN 1 Lhokseumawe (1997)

3. SMUN 1 Lhokseumawe (2000) 4. STPDN, Jatinangor (2004)

(10)

ABSTRAK

RSUD Cut meutia Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu rumah sakit di Propinsi Aceh yang masih mengalami permasalahan dengan kualitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Cut Meutia, dalam 3 (tiga) tahun terakhir (2007-2009) terjadi pasang surut jumlah kunjungan pasien rawat inap dan masih banyak keluhan dari masyarakat yang menyatakan kualitas pelayanan di RSUD Cut Meutia masih belum memenuhi harapan.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan tipe explanatoty research untuk menganalis pengaruh kualitas pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien rawat inap RSUD Cut Meutia. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di RSUD Cut Meutia pada bulan April sampai Juni 2010. Sampel berjumlah 95 orang diambil secara sistematic random. Data dianalisis menggunakan regresi linear berganda.

Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa semua variabel kualitas pelayanan kesehatan (tangibility, realibility, responsiveness, assurance dan empaty) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan pasien adalah variabel empaty .

Disarankan kepada RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara agar meningkatkan pelayanan yang berkualitas dengan berorientasi pada kebutuhan pasien. Selain itu upaya perbaikan yang berkesinambungan perlu dilakukan dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan tentang pelayanan prima, memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan akurat serta meningkatkan komitmen dalam bekerja. Sarana, prasarana dan kesehatan lingkungan terus ditingkatkan, memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada serta meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan kesehatan.

(11)

ABSTRACT

Cut Meutia Hospital of North Aceh District is one of the hospitals in the Province of Aceh are still experiencing problems with the quality of health services. Based on the preliminary survey conducted in hospitals Cut Meutia, within 3 (three) years (2007-2009) the number of visits occurred tidal inpatients and many complaints from people who claim the quality of care in hospitals Cut Meutia still do not meet expectations.

This research was a type explanatoty research to analyze the influence of quality health services on the satisfaction of inpatients Cut Meutia Hospital. The population in this study were inpatients in hospitals Cut Meutia in April until June 2010. The sample amounted to 95 people taken in sistematic random. The data were analyzed using multiple linear regression.

The result of multiple linear regression analysis showed that all the variable quality of health services (tangibility, realibility, responsiveness, assurance and empaty) significant effect on patient satisfaction. Variables of the most dominant influence on patient satisfaction are variable empaty

Suggested to Cut Meutia Hospital of North Aceh district to improve the quality of service is oriented to the needs of patients. In addition, continuous improvement efforts need to be done by implementing education and training for service excellence, providing a fast, precise and accurate and to increase commitment in the work. Facilities, infrastructure and environmental health continues to improve, maintain and improve existing facilities and to improve the supervision of health service activities

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran... 9

1.6 Hipotesis... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. ... 12

2.1 Rumah Sakit ... 12

2.2 Konsep Kepuasan... 13

2.3 Kualitas Pelayanan Kesehatan ... 15

2.3.1 Konsep Pelayanan ... 15

2.3.2 Konsep Kualitas Pelayanan... 16

2.3.3 Konsep Pelayanan Kesehatan ... 24

(13)
(14)

4.1.6.9 Kepuasan Pasien dari Aspek Assurance ... 56

4.1.6.10 Kepuasan Pasien dari Aspek Empaty... 56

4.2 Analisis Data ... 58

4.2.1 Uji Parsial (Uji t)... 58

4.2.2 Uji F………. ... 60

4.2.3 Koefisien Determinasi (R2) ………... 61

4.2.4 Analisis Regresi Berganda………. ... 62

4.3 Pembahasan... 63

4.3.1 Pengaruh Empaty Terhadap Kepuasan Pasien... 63

4.3.2 Pengaruh Reliability Terhadap Kepuasan Pasien ... 65

4.3.3 Pengaruh Assurance Terhadap Kepuasan Pasien ... 68

4.3.4 Pengaruh Responsiveness Terhadap Kepuasan Pasien 70

4.3.5 Pengaruh Tangibility Terhadap Kepuasan Pasien... 72

4.3.6 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien ... 74

BAB V PENUTUP... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Saran... 77

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Data Jumlah kunjungan Pasien RSUD Cut Meutia

Tahun (2007-2009) ... 6

Tabel 4.4 Distribusi Kualitas Pelayanan Kesehatan Tentang Aspek Tangibility ... .. 48

Tabel 4.5 Distribusi Kualitas Pelayanan Kesehatan Tentang Aspek Reliability... .. 49

Tabel 4.6 Distribusi Kualitas Pelayanan Kesehatan Tentang Aspek Responsiveness... .. 50

Tabel 4.7 Distribusi Kualitas Pelayanan Kesehatan Tentang Aspek Assurance... .. 51

Tabel 4.8 Distribusi Kualitas Pelayanan Kesehatan Tentang Aspek Emphaty ... .. 52

Tabel 4.9 Distribusi Variabel Kualitas Pelayanan Kesehatan... .. 52

Tabel 4.10 Distribusi Kepuasan Pasien Tentang Aspek Tangibility. .. 53

Tabel 4.11 Distribusi Kepuasan Pasien Tentang Aspek Reliability.. .. 54

Tabel 4.12 Distribusi Kepuasan Pasien Tentang Aspek Responsiveness 55

Tabel 4.13 Distribusi Kepuasan Pasien Tentang Aspek Assurance.. .. 56

Tabel 4.14 Distribusi Kepuasan Pasien Tentang Aspek Emphaty .... .. 57

Tabel 4.15 Distribusi Variabel Kepuasan Pasien ... .. 57

Tabel 4.16 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial... .. 58

(16)

Tabel 4.18 Analisis Koefisien Determinasi (R2)... .. 61 Tabel 4.19 Hasil Analisis Regresi Berganda Variabel Kualitas

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner Penelitian...………... 84

2. Master Data Kualitas Pelayanan Kesehatan... 89

4. Master Data Kepuasan Pasien... 93

5. Tabel Distribusi Frekuensi ... 97

(19)

ABSTRAK

RSUD Cut meutia Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu rumah sakit di Propinsi Aceh yang masih mengalami permasalahan dengan kualitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Cut Meutia, dalam 3 (tiga) tahun terakhir (2007-2009) terjadi pasang surut jumlah kunjungan pasien rawat inap dan masih banyak keluhan dari masyarakat yang menyatakan kualitas pelayanan di RSUD Cut Meutia masih belum memenuhi harapan.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan tipe explanatoty research untuk menganalis pengaruh kualitas pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien rawat inap RSUD Cut Meutia. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di RSUD Cut Meutia pada bulan April sampai Juni 2010. Sampel berjumlah 95 orang diambil secara sistematic random. Data dianalisis menggunakan regresi linear berganda.

Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa semua variabel kualitas pelayanan kesehatan (tangibility, realibility, responsiveness, assurance dan empaty) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan pasien adalah variabel empaty .

Disarankan kepada RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara agar meningkatkan pelayanan yang berkualitas dengan berorientasi pada kebutuhan pasien. Selain itu upaya perbaikan yang berkesinambungan perlu dilakukan dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan tentang pelayanan prima, memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan akurat serta meningkatkan komitmen dalam bekerja. Sarana, prasarana dan kesehatan lingkungan terus ditingkatkan, memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada serta meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan kesehatan.

(20)

ABSTRACT

Cut Meutia Hospital of North Aceh District is one of the hospitals in the Province of Aceh are still experiencing problems with the quality of health services. Based on the preliminary survey conducted in hospitals Cut Meutia, within 3 (three) years (2007-2009) the number of visits occurred tidal inpatients and many complaints from people who claim the quality of care in hospitals Cut Meutia still do not meet expectations.

This research was a type explanatoty research to analyze the influence of quality health services on the satisfaction of inpatients Cut Meutia Hospital. The population in this study were inpatients in hospitals Cut Meutia in April until June 2010. The sample amounted to 95 people taken in sistematic random. The data were analyzed using multiple linear regression.

The result of multiple linear regression analysis showed that all the variable quality of health services (tangibility, realibility, responsiveness, assurance and empaty) significant effect on patient satisfaction. Variables of the most dominant influence on patient satisfaction are variable empaty

Suggested to Cut Meutia Hospital of North Aceh district to improve the quality of service is oriented to the needs of patients. In addition, continuous improvement efforts need to be done by implementing education and training for service excellence, providing a fast, precise and accurate and to increase commitment in the work. Facilities, infrastructure and environmental health continues to improve, maintain and improve existing facilities and to improve the supervision of health service activities

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan kesehatan

yang mempunyai peran sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional dan mengemban tugas untuk memberikan

pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, karena pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan pada tujuan nasional

dibidang kesehatan.

Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan

pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Untuk mempertahankan pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu menjaga kepercayaan konsumen secara cermat dengan memperhatikan

(22)

mengharapkan pelayanan di rumah sakit, bukan saja mengharapkan pelayanan medik

dan keperawatan tetapi juga mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan hubungan harmonis antara staf rumah sakit dan pasien, dengan demikian perlu

adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Berangkat dari kesadaran tersebut, rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia baik milik pemerintah maupun swasta, selalu berupaya untuk memberikan

pelayanan yang terbaik kepada pasien dan keluarganya. Baik melalui penyediaan peralatan pengobatan, tenaga medis yang berkualitas sampai pada fasilitas pendukung

lainnya seperti tempat penginapan, kantin, ruang tunggu, apotik dan sebagainya. Hal ini juga dilakukan melihat kenyataan semakin kecilnya tingkat kepercayaan masyarakat untuk berobat di dalam negeri. Budiarto (2004) dalam penelitiannya

tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di 14 rumah sakit yang tersebar pada sepuluh propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa kualitas pelayanan rumah sakit yang mencakup ketersediaan fasilitas medik dan

fasilitas-fasilitas lain yang menunjang pelayanan medik disamping sumber daya manusia berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

Pandangan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun. Pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri terus meningkat. Sebuah data dari salah satu situs menyebutkan di Singapore saja setiap tahunnya

sekitar 300.000 pasien internasional datang berobat. Sekitar 7200 orang di antaranya merupakan warga Indonesia ( website Komunikasi Dokter Pasien edisi 13 Mei 2009).

(23)

ini sudah melampaui yang ke Singapore. Data lainnya menyebutkan jumlah pasien

Indonesia yang berobat di RS Lam Wah Ee Malaysia mencapai 12.000 pertahun atau sekitar 32 pasien perhari. Di RS Adventist Malaysia jumlah pasien Indonesia yang

terdata mencapai 14.000 pertahun atau sekitar 38 pasien perhari. Bahkan sedikitnya seribuan pasien dari Aceh dan sekitarnya dilaporkan terpaksa pergi ke luar negeri setiap bulannya, terutama ke Penang, Malaysia, untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan yang prima. Kecenderungan ini datang karena mereka kurang puas dengan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit-rumah sakit yang ada di Aceh

dan sekitarnya. (Serambi On Line 14 Juli 2007). Tingginya minat masyarakat berobat keluar negeri seperti Malaysia dan Singapura secara umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi harapan

pasien.

Berbagai macam alasan yang memicu banyaknya masyarakat berobat dan memeriksakan kesehatannya keluar negeri, diantaranya pelayanan prima dan

ketepatan waktu, mereka cepat mendapatkan kepastian diagnosa sehingga tidak membuat pasien cemas atau bosan karena menunggu hasil diagnosa yang tidak

kunjung datang serta masih banyak keunggulan yang bisa mereka dapatkan disana. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa pada saat ini, jumlah pasien yang berobat ke luar negeri yaitu Singapura dan Malaysia, didominasi oleh pasien

asal Indonesia. Hal ini merupakan sebuah masalah yang serius, mengingat selain berhubungan dengan masalah kepercayaan terhadap pelayanan di Indonesia, juga

(24)

sakit. Data tahun 2006 menyebutkan jumlah devisa negara yang tersedot ke rumah

sakit luar negeri mencapai US $ 600 juta setiap tahunnya.

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan dari berbagai aspek

pelayanan seperti peningkatan kualitas fasilitas kesehatan, peningkatan kualitas profesionalisme sumber daya manusia dan peningkatan kualitas manajemen rumah sakit. Pelayanan yang berkualitas harus dijaga dengan melakukan pengukuran secara

terus menerus, agar diketahui kelemahan dan kekurangan dari jasa pelayanan yang diberikan dan dibuat tindak lanjut sesuai prioritas permasalahannya.

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten ini memiliki sebuah Rumah Sakit Umum Daerah yaitu RSUD Cut Meutia yang merupakan Rumah Sakit Umum Daerah tipe C.

Sebagai institusi jasa kesehatan masyarakat, RSUD Cut Meutia memiliki visi menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, manusiawi dengan bernuansa Islami dan terjangkau oleh masyarakat Kabupaten Aceh Utara. RSUD Cut

Meutia tidak hanya dituntut untuk memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat dengan baik, akan tetapi juga harus mampu bersaing untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya dengan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Tuntutan ini mutlak agar tercipta sebuah loyalitas konsumen yang kelak akan menjadi aset yang berharga bagi RSUD Cut Meutia di masa depan nanti. Oleh

karena itu, diperlukan suatu konsep berwawasan pelanggan di mana rumah sakit memusatkan perhatian penuh terhadap kebutuhan dan keinginan pasien. Sudarwanto

(25)

”Rumah sakit merupakan suatu tempat untuk melakukan upaya meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan. Masyarakat telah menganggap bahwa rumah sakit adalah harapan terakhir bagi orang yang sedang sakit. Bahkan ada sebagian masyarakat yang berperilaku untuk cepat-cepat berobat ke rumah sakit, jika mereka menderita suatu penyakit tertentu. Agar dicapai tingkat pelayanan kesehatan yang berkualitas, rumah sakit mengupayakan itu dengan meningkatkan berbagai fasilitas pelayanan”.

Dikatakan demikian karena kualitas pelayanan rumah sakit merupakan issue yang sangat penting karena kualitas merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dan juga merupakan bagian dari standart kualitas pelayanan publik.

Secara umum ada dua macam pelayanan perawatan yang diberikan rumah sakit yaitu rawat jalan (out patient) dan rawat inap (in patient). Ruang rawat inap dari

rumah sakit merupakan bagian terpenting dari rumah sakit. Biasanya banyak masalah dan keluhan yang muncul dari pengguna/pasien rawat inap, hal ini disebabkan pelayanan rumah sakit yang tidak memberi kepuasan terhadap pasien, namun dilain

pihak pengguna/pasien rawat inap merupakan konsumen yang memberikan pemasukan yang terbesar bagi rumah sakit. Secara umum pengukuran tingkat

pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan ditunjukkan dengan jumlah kunjungan pasien ke unit rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan. Mengingat pentingnya peran ruang rawat inap mengharuskan pengelolaannya dilakukan secara serius untuk

menghindari menurunnya jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit akibat pelayanan yang kurang memuaskan mereka, karena salah satu indikator yang dapat dilihat untuk

(26)

ke rumah sakit. Rais (2003) dalam penelitiannya menguji pengaruh kualitas

pelayanan, fasilitas rumah sakit, biaya berobat rawat inap, dan afiliasi agama terhadap keputusan konsumen dalam memilih rumah sakit untuk berobat rawat inap di RS

PKU Muhammadiyah. Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam memilih rumah sakit untuk berobat rawat inap. Hal ini sejalan dengan penelitian Tihar (2008) yang

menunjukkan adanya pengaruh signifikan mutu pelayanan (administrasi, dokter, perawat, sarana dan lingkungan pelayanan) terhadap persepsi pasien dalam

pemanfaatan rawat inap di RSUD Porsea.

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada bulan Januari 2010, jumlah kunjungan pasien rawat inap di RSUD Cut Meutia dalam tiga

tahun terakhir (2007-2009) menunjukkan mengalami pasang surut, kadang-kadang naik atau sebaliknya. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan ketidakpuasan pasien dengan pelayanan yang diberikan oleh RSUD Cut Meutia.

Tabel 1.1. Data Jumlah Kunjungan Pasien RSUD Cut Meutia (2007-2009)

No Kunjungan Pasien Pertahun 2007 (orang)

2008 (orang)

2009 (orang) 1 Pelayanan Rawat Jalan 115.541 108.609 116.944

2 Pelayanan Rawat Inap 9631 7740 8.988

Sumber Data: Catatan Rekam Medik RSUD Cut Meutia, 2009

(27)

banyaknya dijumpai keluhan tentang pelayanan yang lamban, adanya perilaku

petugas perawat yang kurang ramah dan tidak komunikatif. Zuhar (2008) dalam penelitiannya di RSUD Kota Sabang melihat adanya pengaruh mutu pelayanan yang

terdiri dari bukti fisik/tangibility, kehandalan/reliability, ketanggapan/responsiveness, jaminan/assurance dan perhatian/empaty yang sangat signifikan terhadap kepuasan pasien di RSUD Kota Sabang. Adapun keluhan masyarakat terhadap pelayanan

RSUD Cut Meutia dapat dilihat dalam Tabel 1.2:

Tabel 1.2. Masalah/keluhan masyarakat

Masalah/Keluhan Masyarakat

1. Pelayanan lambat dan terlalu berbelit belit

2. Kurang tanggapnya staf terhadap keluhan pasien

3. Dokter/tenaga medis tidak ada pada saat dibutuhkan

4. Aparat tidak ramah

5. Kurangnya dokter spesialis dalam pengoperasian peralatan kesehatan yang ada.

Sumber Data: Serambi Indonesia.

Dari data pada Tabel 1.2, terdapat keluhan atau ketidakpuasan masyarakat

akan hasil pelayanan, jelas terlihat bahwa keluhan masyarakat akan menunjukkan kualitas pelayanan yang diberikan, sebab inti dari pelayanan publik bermuara kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan yang

(28)

terhadap penyelengaraan pelayanan mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan yang

didapatkan belum sesuai dengan harapan.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah langkah yang penting untuk membatasi masalah

yang akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan suatu penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah ”Apakah kualitas pelayanan kesehatan berpengaruh

terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSUD Cut Meutia?”

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien rawat inap RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti, dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan terhadap

kondisi riil dilapangan yang terkait dengan pengaruh kualitas pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien rawat inap RSUD Cut Meutia.

b. Bagi RSUD Cut Meutia, Sebagai input atau bahan masukan dan sumbangan

(29)

pasien, sehingga dapat menentukan langkah-langkah selanjutnya yang diambil

dalammengukur kebijaksanaan dimasa yang akan datang.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pilihan masyarakat membuat rumah sakit dewasa ini tidak hanya berfikir tentang penyediaan pelayanan jasa kesehatan saja, tapi rumah sakit juga harus

berfikir tentang pelayanan kesehatan yang paling diperlukan serta cara-cara bagaimana pelayanan tersebut dapat diberikan sebaik mungkin, dengan memperhatikan kebutuhan, keinginan dan nilai-nilai yang dirasakan pasien. Faktor

kepuasan pasien merupakan hal yang penting diperhatikan pihak rumah sakit, dikarenakan pemakai jasa rumah sakit sudah sangat kritis, mereka tidak mau

menerima begitu saja pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit.

Dimensi kualitas pelayanan kesehatan merupakan suatu kerangka pikir yang

dapat digunakan dalam menganalisis kualitas layanan kesehatan yang sedang dihadapi

dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Menurut

Parasuraman, et.al.(1998), untuk menentukan sejauh mana kualitas pelayanan maka dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:

1. Tangibility (berwujud), fasilitas dan peralatan fisik serta penampilan karyawan yang profesional

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan apa yang telah dijanjikan dengan handal(segera), akurat dan memuaskan.

3. Responsiveness (ketanggapan), kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang segera (tanggap).

4. Assurance (jaminan), pengetahuan dan kesopanan karyawan, serta kemampuannya untuk mendapatkan kepercayaan dan keyakinan

(30)

Kualitas pelayanan kesehatan dapat diamati melalui beberapa aspek yaitu: kehandalan, tanggap, keyakinan, empati, dan berwujud. Berdasarkan hasil telaahan

pustaka, disusunlah sebuah skema kerangka konsep penelitian sbb:

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Kualitas Pelayanan

(X1)

Tangibility (Berwujud)

(X1.1)

Reliability (Kehandalan)

(X1.2)

Responsiveness (Ketanggapan)

(X1.3)

Assurance (Jaminan)

(X1.4)

Empaty (Perhatian)

(X1.5)

Kepuasan Pasien Rawat Inap

(31)

1.6 Hipotesis

Berdasarkan rumusan permasalahan dan telaah kepustakaan di atas, penulis bermaksud merumuskan hipotesis penelitian ini yaitu;

Terdapat pengaruh positif kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Dengan demikian berarti ;

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang

Rumah Sakit menjelaskan bahwa:

”Rumah sakit merupakan sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.”

Dahulu fungsi rumah sakit hanya untuk menyembuhkan orang sakit, namun pada perkembangannya saat ini telah menjadi suatu pusat kesehatan. Hai ini juga dikemukakan oleh Sudarwanto dalam Joeharno (1995):

”Rumah sakit merupakan suatu tempat untuk melakukan upaya meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan. Masyarakat telah menganggap bahwa rumah sakit adalah harapan terakhir bagi orang yang sedang sakit. Bahkan ada sebagian masyarakat yang berperilaku untuk cepat-cepat berobat ke rumah sakit, jika mereka menderita suatu penyakit tertentu. Agar dicapai tingkat pelayanan kesehatan yang berkualitas, rumah sakit mengupayakan itu dengan meningkatkan berbagai fasilitas pelayanan.”

Tidak jauh berbeda pula dengan apa yang dikatakan oleh Sini dalam Jeliteng Pribadi dan Faisal Matriadi (1996):

(33)

penderitaan pasien. Namun, rumah sakit modern saat ini telah berubah fungsi menjadi sebuah fasilitas untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kualitas kesehatan.”

Dengan munculnya kebutuhan akan kesinambungan pelayanan dengan

perkembangan ilmu, dan teknologi kedokteran, maka fungsi rumah sakit pada saat ini juga telah mencakup pendidikan dan penelitian, (Azwar, 2006). Rumah sakit merupakan lembaga yang dapat menerapkan prinsip bisnis dengan tidak melanggar

etika kedokteran dan melindungi orang miskin.

2.2. Konsep Kepuasan

Kepuasan konsumen sendiri tidak mudah didefinisikan. Ada berbagai macam

pengertian yang diberikan oleh para pakar. Menurut Engel, et al (1992):

”Kepuasan konsumen merupakan evaluasi paska beli dimana alternatif yang dipilh sekurang-kurangnya memberi hasil (outcome) sama atau melampui harapan konsumen, sedang ketidakpuasan timbul bila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan konsumen. Kepuasan konsumen dipandang sebagai konsep multidimensional yang melibatkan biaya, kemudahan sarana, aspek tekhnis, dan interpersonal serta hasil akhir.”

Sedangkan menurut Kotler (1997) :

(34)

Cadotte, dkk (Tjiptono & Chandra, 2005) mendefinisikan kepuasan sebagai

perasaan yang timbul setelah mengevaluasi pengalaman pemakaian produk. Day dalam Tjiptono & Chandra (2005) mendefinisikan bahwa kepuasan pasien merupakan

respon pasien atas evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian.

Kepuasan pasien menjadi bagian yang integral dan menyeluruh dari kegiatan

jaminan kualitas pelayanan kesehatan artinya pengukuran tingkat kepuasan pasien harus menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran kualitas layanan

kesehatan. Satisfaction adalah kata dari bahasa latin, yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang

dicari oleh konsumen sampai tingkat cukup (Irawan, 2003). Selanjutnya Anief (2000) mengemukakan bahwa.

”Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Kepuasan pasien atau konsumen adalah merupakan faktor yang menentukan. Salah satu faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan konsumen yaitu kualitas pelayanan pada pasien.”

Rumah sakit terutama rumah sakit milik pemerintah harus dapat menjadi

sarana kesehatan bagi masyarakat luas, oleh karena itu pelayanan yang diberikan harus berkualitas agar dapat memuaskan masyarakat sebagai konsumen. Bagi pasien

(35)

sebaliknya ketidakpuasan akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang

diperoleh tidak sesuai (Pohan, 2007). Kepuasan yang dirasakan oleh pasien bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya. Kepuasan terjadi karena harapan-harapan

yang ada pada diri pasien terpenuhi. Kepuasan pasien merupakan dambaan setiap rumah sakit selaku tempat penyedia jasa pelayanan kesehatan. Kepuasaan akan menumbuhkan loyalitas pasien dalam menggunakan jasa rumah sakit. Kepuasan

pasien yang tinggi akan menimbulkan kepercayaan pada rumah sakit sehingga pasien tidak akan pindah ke rumah sakit yang lain apabila mereka mengalami kondisi yang

mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit.

2.3. Kualitas Pelayanan Kesehatan

2.3.1. Konsep Pelayanan

Salah satu kunci untuk menggapai sukses dalam berbagai kegiatan jasa adalah

dengan meningkatkan kualitas pelayanan, oleh karena itu perusahaan atau produsen sangat memerlukan suatu sistem pelayanan yang baik dan berkualitas, namun untuk

menerapkan suatu pelayanan yang baik dan berkualitas tidaklah semudah membalikkan telapak tangan oleh karena itu diperlukan upaya yang ekstra keras untuk dapat mewujudkan suatu sistem pelayanan yang dapat memuaskan semua

pihak.

Sunu (1999) mengungkapkan bahwa ”pelayanan merupakan suatu kegiatan

(36)

Soetopo (1999) menyatakan ”pelayanan merupakan suatu usaha untuk membantu

menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan oleh orang lain”. Sedangkan Handayaningrat (1992) mendefinisikan pelayanan sebagai suatu aktifitas yang

dilakukan untuk memberikan jasa-jasa dan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat atau orang lain.

Sementara itu Lukman (1999) menyatakan bahwa pelayanan merupakan suatu

kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan bagi pelanggan. Selanjutnya

Siagian (1992) mengemukakan bahwa pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan untuk memberikan jasa-jasa dan kemudahan bagi masyarakat. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu usaha atau kegiatan

yang dilakukan dengan memberikan kemampuan seseorang guna menunjang kelancaran kegiatan operasional baik berinteraksi langsung dengan orang lain atau mesin secara fisik dan mampu menyediakan kepuasan bagi pelanggan.

2.3.2. Konsep Kualitas Pelayanan

Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam upaya untuk menemukan definisi penilaian kualitas. Parasuraman, et.al.(1998) mendefinisikan

penilaian kualitas pelayanan sebagai pertimbangan global atau sikap yang berhubungan dengan keunggulan dari suatu pelayanan. Dengan kata lain, penilaian

(37)

perusahaan. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa penilaian kualitas pelayanan

adalah tingkat dan arah perbedaan antara persepsi dan harapan pelanggan.

Parasuraman, et.al.(1998) juga mengutarakan bahwa untuk menentukan

sejauh mana kualitas pelayanan, maka dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:

1. Tangibility (berwujud), fasilitas dan peralatan fisik serta penampilan karyawan yang profesional

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan apa yang telah dijanjikan dengan handal(segera), akurat dan memuaskan.

3. Responsiveness (kepekaan), kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang segera (tanggap).

4. Assurance (jaminan), pengetahuan dan kesopanan karyawan, serta kemampuannya untuk mendapatkan kepercayaan dan keyakinan

5. Empaty (perhatian), tingkat perhatian terhadap para pelanggan dan memahami kebutuhan pelanggan.

Selanjutnya Tjiptono (2005) juga menjelaskan bahwa :

”Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan atau kebaikan sebuah produk/jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk/jasa dengan persyaratan atau spesifikasi kualitas yang ditetapkan sebelumnya.”

Menurut Ovreveit dalam Ester Saranga (2000):

”Kualitas dalam jasa kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas professional (yang berkaitan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan yang didiagnosa oleh para professional) dan kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan peraturan lainnya).”

Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa. Hal

(38)

untuk mengukur kinerja organisasi jasa (Hope dan Muhlemann, 1997). Oleh karena

itu, kualitas pelayanan harus mendapat perhatian yang serius dari manajemen organisasi jasa. Untuk menetapkan kualitas pelayanan yang ingin dicapai oleh sebuah

organisasi jasa, terlebih dahulu organisasi tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas.

Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2005), Kualitas merupakan suatu kondisi

dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Beberapa contoh pengertian kualitas menurut

Tjiptono (1997) adalah :

1. Kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan; 2. Kecocokan untuk pemakaian;

3. Perbaikan berkelanjutan; 4. Bebas dari kerusakan/cacat;

5. Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat; 6. Melakukan segala sesuatu secara benar;

7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

Vincent Gaspersz (2003) mengatakan kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik.

Definisi Konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: Performansi (Performance), keandalan (Reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. Definisi

strategik kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

(39)

berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari

perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual. Namun kualitas pelayanan dan kepuasan dibentuk dari hal yang berbeda. Selanjutnya disebutkan

”Bahwa pengertian yang paling umum dari perbedaan kualitas pelayanan dan kepuasan adalah bahwa kualitas pelayanan merupakan satu bentuk sikap, penilaian dilakukan dalam waktu lama, sementara kepuasan merupakan ukuran dari transaksi yang spesifik. Perbedaan antara kualitas pelayanan dan kepuasan mengarah pada cara diskonfirmasi yang dioperasionalkan. Dalam mengukur kualitas pelayanan yang dibandingkan adalah apa yang seharusnya didapatkan, sementara dalam mengukur kepuasan yang diperbandingkan adalah apa yang pelanggan mungkin dapatkan.” (Parasuraman, et.al, 1998).

Kualitas jasa pelayanan sangat dipengaruhi oleh harapan konsumen. Harapan konsumen dapat bervariasi dari konsumen satu dengan konsumen lain walaupun

pelayanan yang diberikan konsisten. Kualitas mungkin dapat dilihat sebagai suatu kelemahan kalau konsumen mempunyai harapan yang terlalu tinggi, walaupun dengan suatu pelayanan yang baik. Menurut Wyckof dalam Lovelock yang dikutip

dari Nursya’bani Purnama (2006 ) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, Menurut

Gronroos dalam Nursya’bani Purnama (2006 ) menyatakan kualitas layanan meliputi: 1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri

dari: dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses dan service mindedness.

2. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output.

(40)

Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan

adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen/pelanggan yang diberikan oleh suatu organisasi.

Kualitas mengandung banyak arti dan makna, beberapa pakar yang berbeda

akan mengartikannya secara berlainan. Upaya mendefinisikan kualitas dalam organisasi jasa tertentu bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Berikut Tjiptono

(1997) mendefinisikan kualitas yang dikemukan oleh empat guru kualitas :

1. Josep M. Juran

Strategi perbaikan kualitas Juran menekankan implementasi proyek-proyek dan rangkaian tahap terobosan. Ia juga menegaskan pentingnya identifikasi dan pemecahan/eliminasi penyebab suatu masalah. Menurutnya, langkah ini sangat kursial, karena bila mencari jalan pintas dari gejala langsung diberikan solusi, maka sumber persoalan sesungguhnya belum diatasi dan sewaktu-waktu bisa terulang lagi. Juran mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan.

2. Philip B. Crosby

Pendekatan Crosby menaruh perhatian besar pada transformasi budaya kualitas. Ia mengemukakan pentingnya melibatkan setiap orang dalam organisasi pada proses, yaitu dengan jalan menekankan kesesuaian individual terhadap persyaratan/tuntutan. Pendekatan Crosby merupakan proses top-down.

3. W. Edwards Deming

Strategi Deming didasarkan pada alat-alat statistik. Strategi ini cenderung bersifat bottom-up. Penekanan utama strategi ini adalah perbaikan dan pengukuran kualitas secara terus-menerus. Strategi Deming berfokus pada proses untuk mengeliminasi variasi, karena sebagaian besar variasi (kurang lebih 92%) dapat dikendalikan manajemen. Deming sangat yakin bahwa bila karyawan diberdayakan untuk memecahkan masalah (dengan catatan manajemen menyediakan alat-alat yang cocok), maka kualitas dapat disempurnakan terus-menerus.

4. Taguchi

(41)

Strategi Taguchi difokuskan pada loss function, yang mendefinisikan setiap penyimpangan dari target sebagai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu produk bagi masyarakat setelah produk tersebut dikirim, selain kerugian-kerugian yang disebabkan fungsi intrinsik produk.

Tak satupun definisi dari para guru kualitas tersebut yang sempurna. Akan

tetapi, definisi-definisi tersebut merupakan usaha mereka untuk menunjukkan bahwa setiap orang memerlukan definisi operasional mengenai kualitas. Definisi operasional merupakan deskripsi dalam ukuran-ukuran yang dapat dikuantifikasikan mengenai

apa yang diukur dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengukurnya secara konsisten. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menentukan kinerja aktual

proses tersebut.

Vincent Gaspersz (2003) mengatakan kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik.

Definisi Konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: Performansi (performance), keandalan (reliability), mudah

dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. Definisi strategik kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Berdasarkan definisi tentang

(42)

1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung

maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu.

2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Feigenbaum dalam Nasution (2004) menyatakan, bahwa ”kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suatu produk berkualitas apabila dapat memberi

kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk”. Sementara itu Garvin dan Davis dalam Nasution

(2004) menyatakan kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

Berdasarkan pengertian tentang kualitas dimaksud tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer focussed quality). Dengan demikian

produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kualitas pelanggan, maka suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas

apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta dihasilkan dengan cara yang baik dan benar. Dengan demikian, kualitas pelayanan

(43)

sebuah harapan dengan kenyataan sesuai dengan komitmen yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Rendahnya kualitas pelayanan, akan mengakibatkan terjadinya pemborosan

baik berupa dana, waktu, alat dan sumber daya yang lainnya. Selain itu, bagi pemerintah, pelayanan yang buruk akan menurunkan citra pemerintah, sedangkan pelayanan yang baik dari pemerintah akan menimbulkan image bahwa pemerintahan

sudah dikelola dengan baik. Untuk itu sesuai dengan pendapat Lukman (1999) yang menyatakan bahwa dalam menghadapi tuntutan pelanggan akan kualitas pelayanan,

diperlukan adanya peningkatan kualitas mulai dari perencanaan sampai dengan kontrol terhadap pelayanan.

Selain itu Albert dan zemke dalam Ratminto (2006) mengemukakan bahwa

organisasi-organisasi yang berhasil yang bergerak dibidang pelayanan memiliki tiga kesamaan yaitu :

1. Disusunnya strategi pelayanan yang baik

2. Orang di garis depan yang berorientasi pada pelanggan/konsumen 3. Sistem pelanggan yang ramah

Dari berbagai pendapat tentang kualitas pelayanan di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi kualitas pelayanan secara umum adalah bahwa kualitas harus memenuhi harapan-harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka. Namun demikian

meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak berarti bahwa dalam menentukan kualitas pelayanan penyedia jasa harus menuruti semua keinginan

(44)

harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan, juga

tersedianya sumberdaya dalam perusahaan.

2.3.3. Konsep Pelayanan Kesehatan

Keadaan sosial-ekonomi dan pendidikan masyarakat yang makin berkembang

menyebabkan orientasi sistem nilai dalam masyarakatpun ikut berubah. Masyarakat semakin menginginkan pelayanan umum yang lebih baik, termasuk pelayanan kesehatan. Tuntutan dan harapan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu

semakin terasa. Namun disadari bahwa ada perbedaan antara persepsi kualitas antara konsumen dan provider layanan. Konsumen mengartikan pelayanan berkualitas

apabila pelayanan tersebut ramah, nyaman dan menyenangkan. Sedangkan provider mengartikan kualitas apabila pelayanan sesuai dengan standar. Perbedaan persepsi tersebut sering mengakibatkan keluhan akan pelayanan.

Pelayanan kesehatan Menurut Levey dan Loomba dalam Azwar (1996) adalah suatu upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat.

Hod Getts dan Cascio dalam Azwar (1996) membedakan bentuk dan jenis pelayanan kesehatan atas 2 (dua) macam yaitu:

1. Pelayanan Kedokteran (Medical Service)

(45)

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, sasarannya terutama untuk perorangan atau kelompok.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Public Health service)

Merupakan suatu pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.

Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan kesehatan masyarakat, namun untuk dapat disebut suatu pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus

memiliki berbagai persyaratan, yaitu: 1. Tersedia dan berkesinambungan 2. Dapat diterima dan wajar 3. Mudah dicapai

4. Mudah dijangkau 5. Berkualitas

Berdasarkan persyaratan diatas maka unsur-unsur yang harus diperhatikan

dalam pelayanan kesehatan terdiri dari 4 (empat) unsur pokok, yaitu:

1. Unsur masukan; yaitu semua hal yang dibutuhkan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan. Unsur masukan tersebut adalah tenaga kesehatan (man), sarana (material) dan dana (money).

2. Unsur proses; yaitu semua tindakan yang dilakukan. Unsur proses disini adalah tindakan medis (medical procedure) dan tindakan nonmedis (non-medical procedure).

3. Unsur lingkungan; yaitu keadaan sekitar yang mempengaruhi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Untuk institusi kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah kebijakan (policy), organisasi (organization), manajemen (management) dari institusi kesehatan tersebut.

(46)

menunjukkan pada tingkat kesempurnaan aspek nonmedis pelayanan kesehatan, (Azwar, 1996).

Pelayanan kesehatan menyeluruh dan terpadu ada 2 (dua) macam yang dikemukakan oleh Somen dan Somers dikutip dalam Azwar (1996), yaitu:

1. Pelayanan kesehatan yang berhasil memadukan berbagai upaya kesehatan yang ada di masyarakat yakni pelayanan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan yang menyeluruh dan terpadu apabila kelima jenis pelayanan ini diselenggarakan secara bersama.

2. Pelayanan kesehatan yang merupakan pendekatan yang menyeluruh, jadi tidak hanya memperhatikan keluhan penderita saja, tetapi juga berbagai latar belakang sosial ekonomi, sosial budaya, sosial psikologi dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila pendekatan yang dipergunakan memperhatikan berbagai aspek kehidupan dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan.

Selanjutnya Green dalam Notoatmodjo (1996) menggambarkan bahwa ada 3

(tiga) faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, ketiga faktor tersebut adalah :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

(47)

2.3.4. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas pelayanan kesehatan merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu kualitas dan pelayanan kesehatan. Lebih lanjut Wijono (1999) menjelaskan:

”Kualitas pelayanan kesehatan diterima dan didefinisikan dalam banyak pengertian. Kualitas pelayanan kesehatan dapat semata-mata dimaksudkan adalah dari aspek teknis medis yang hanya berhubungan langsung antara pelayanan medis dengan pasien saja, atau kualitas pelayanan kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk manajemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya.”

Tracendi (1988) mengemukakan bahwa salah satu isu yang paling kompleks

dalam dunia pelayanan kesehatan adalah penilaian kualitas. Ruang lingkupnya sangat luas, mulai dari kemungkinan derajat kesempurnaan (perfectability) teknik intervensi klinik sampai peranannya dalam menurunkan angka mortalitas. Ada yang

berpendapat bahwa kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat dinilai dari mortalitas operasi atau dari angka infeksi nosokomial. Ada pula yang berpegang dari derajat pemanfaatan tempat tidur atau jumlah kunjungan ke poliklinik.

Parasuraman, et.all, (Lupiyoadi, 2001), mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas

layanan yang mereka terima. Definisi ini telah diterima dan digunakan secara luas dan umum. Kualitas Pelayanan juga dibangun atas adanya perbandingan dua factor utama yaitu: tanggapan pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima dengan

(48)

Perlu diperhatikan bahwa produk yang berkualitas adalah produk yang

diproduksi secara baik dan benar bermakna bahwa produk tersebut selain mampu memuaskan pelanggan, ia juga harus sesuai dengan standar yang ada dalam proses

produksinya. Hal ini berarti ada perbedaan antara penilaian kualitas yang diberikan oleh customer dengan yang diberikan oleh produsen. Hal ini sejalan dengan pendapat Roberts dan Prevost dalam Azwar (1996) yang menyatakan bahwa ada perbedaan

dimensi dalam penilaian kualitas yaitu :

1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, yaitu mutu pelayanan kesehatan lebih

terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramah tamahan petugas dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita.

2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan yaitu mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi atau otonomi profesi pelayanan kesehatan

sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan yaitu mutu pelayanan yang lebih

terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi kerugiaan penyandang dana pelayanan kesehatan.

(49)

lain tata cara penyelenggaraannya haruslah sesuai dengan kode etik dan standar

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksplanatif (explanatory research) dengan pendekatan kuantitatif, yang merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data yang pokok serta menjelaskan hubungan

kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1995). Alasan dipilih metode explanatory research adalah karena peneliti ingin

menghubungkan variabel-variabel yang ada yaitu variabel pengaruh (kualitas pelayanan kesehatan) dan variabel terpengaruh (kepuasan pasien rawat inap).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan terhadap pasien rawat inap bulan April sampai

dengan bulan Juni 2010 yang menjalani perawatan di RSUD Cut Meutia. Alasan pemilihan lokasi ini dikarenakan RSUD Cut Meutia merupakan salah satu rumah

sakit yang berlokasi di antara dua wilayah yaitu Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. Masyarakat hanya memiliki satu tempat pelayanan kesehatan pemerintah selain rumah sakit milik swasta untuk berobat maupun memeriksa

(51)

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap bulan April – Juni 2010 di RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang berjumlah 2030 orang.

3.3.2. Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002). Untuk menentukan besarnya ukuran sampel yang akan digunakan dalam penelitian

dari suatu populasi dapat digunakan rumus pendekatan Slovin sebagai berikut:

n =

n =

n =

Keterangan:

n = ukuran Sampel N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian 10% (Umar, 2004) N

Ne² + 1 2030 2030 (0,10)² + 1

(52)

Berdasarkan perhitungan sampel diperoleh hasil sebesar 95 orang. Dengan

demikian jumlah sampel penelitian ada 95 orang. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sampel sistematik. Cara ini digunakan karena populasinya homogen dan teknik ini dilakukan dengan membuat kerangka sampling dengan menyediakan daftar dari seluruh unit populasi berikut nomor urutnya. Proses pengambilan sampel, setiap urutan ke ”K" dari titik awal yang dipilih secara random,

dimana:

K =

K = = 21

Kemudian sampel berikutnya ditentukan secara sistematik, yaitu menurut interval yang dipergunakan sampai terpenuhi jumlah atau ukuran sampel yang telah

ditetapkan (sampel minimum).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data

sebagai berikut :

1. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran

kuesioner penelitian yang telah disusun sedemikian rupa dan sederhana kepada responden yang telah ditetapkan sebelumnya dengan bertanya/berdialog langsung

N ( Jumlah anggota populasi) n ( Jumlah anggota sampel)

(53)

kepada mereka. Dalam penelitian ini juga tidak menutup kemungkinan adanya

informan sebagai orang yang dianggap dapat memberi informasi pembanding dan pendalaman terhadap masalah yang diteliti.

2. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data berdasarkan dokumen pendukung yang terkait dengan pelayanan kesehatan di RSUD Cut Meutia, seperti laporan tahunan dan bulanan tentang pelaksanaan pelayanan, peraturan perundang

undangan, serta literatur yang berkaitan langsung dengan variabel penelitian.

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Untuk memberikan kemudahan dalam memenuhi variabel yang akan diukur dalam penelitian ini, perlu dirumuskan pengertian dan istilah yang digunakan untuk memperoleh batasan yang jelas dan memudahkan dalam menentukan indikatornya.

Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Variabel bebas/independen yang akan dilihat adalah (X) Kualitas pelayanan yang

merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat/dependen (Y). Dalam hal ini ada lima dimensi dalam kualitas pelayanan yang memengaruhi: tampilan fisik (tangibility), keandalan (reliability), tanggapan (responsiveness), jaminan

(assurance) dan perhatian (empaty)

2. Variabel terikat/dependen dalam penelitian ini adalah ( Y ) kepuasan pasien

(54)

3.5.2 Definisi Operasional

a. Kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan hasil yang dirasakan dengan harapannya. Aspek

kepuasan pasien meliputi:

- Aspek tangibility yaitu persepsi pasien terhadap tampilan mencakup kondisi fisik fasilitas, peralatan dan tampilan petugas layanan rawat

inap.

- Aspek reliability (kehandalan) yaitu persepsi pasien mengenai kemampuan pemberi layanan rawat inap dalam memberikan pelayanan secara akurat dan handal, dapat dipercaya, memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan.

- Aspek responsiveness (ketanggapan) yaitu persepsi pasien terhadap kemampuan pemberi layanan rawat inap dalam memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat.

- Aspek assurance (jaminan) yaitu persepsi pasien mengenai pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pemberi layanan rawat

inap untuk meyakinkan kesembuhan si pasien.

- Aspek empaty yaitu mengenai persepsi pasien tentang perhatian, motivasi dan keramahan pelayanan yang diberikan.

(55)

Cut Meutia. Kualitas pelayanan diukur dengan lima indikator pelayanan

(bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan, dan perhatian).

- Tangibility, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personilnya. Hal ini berarti bahwa penampilan fisik atau gedung rumah sakit, standar

peralatan, cara berpakaian staf rumah sakit, dan kemampuan berkomunikasi sesuai dengan tipe rumah sakit.

- Reliability, yaitu kepuasan untuk menghasilkan kinerja pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan pasti. Hal ini berarti bahwa pelayanan harus tepat waktu dalam spesifikasi yang sama, tanpa kesalahan, kapanpun pelayanan tersebut diberikan.

- Responsiveness, yaitu kemampuan staf rumah sakit untuk bereaksi terhadap kebutuhan pasien, atau dapat diartikan dengan kemauan

untuk menolong pasien atas keluhan yang dideritanya. Hal ini tidak saja memberi tanggapan terhadap keluhan pasien tetapi juga mampu memberi tanggapan terhadap kebutuhan keluarga pasien.

- Assurance, meliputi pengetahuan dan rasa hormat para karyawan dan kemampuan mereka yang berarti adanya jaminan tentang kepastian

pelayanan yang diberikan. Hal ini berarti bahwa staf rumah sakit memiliki sikap dan perilaku yang dapat dipercaya serta mampu memberi keyakinan terhadap pasien atas pemulihan status fisik dan

(56)

- Empaty, yaitu adanya penjiwaan dan perhatian secara pribadi terhadap konsumen. Hal ini berarti bahwa staf rumah sakit memiliki kemampuan dalam pelayanan keperawatan personil yang antara lain

berupa pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien.

3.6 Metode Pengukuran

Mengukur penilain responden terhadap variabel kualitas pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis, paramedis, dan penunjang medis maka model skala

Likert dianggap cocok untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang suatu fenomena. Dengan alternatif jawaban sebagai berikut:

a. sangat baik (nilai 5) b. baik (nilai 4) c. kurang baik (nilai 3)

d. tidak baik (2) e. sangat tidak baik (1)

Demikian juga metode pengukuran untuk variabel kepuasan pasien dengan memberi alternatif jawaban:

a. sangat puas (nilai 5)

b. puas (nilai 4)

c. kurang puas (nilai 3)

(57)

Adapun untuk mengukur beberapa variabel yang diajukan dalam penelitian ini

digunakan teknik penentuan skor menurut skala yang digunakan oleh Likert. Likert’s Summated Ratings (LSR) adalah metode pengukuran sikap/ persepsi yang banyak digunakan karena kesederhanaannya.

Langkah Kerja :

1. Menentukan sikap terhadap permasalahan apa yang akan diukur.

2. Menetukan dimensi yang ada dalam menyusun sikap tersebut. Menurut Likert’s dimensi sikap adalah :

a) Cognitif Domain (Tahu/Tidak tahu)

b) Affective Domain (Perasaan terhadap sesuatu) c) Conative Domain (Tendensi untuk bertingkah laku)

3. Menyusun pertanyaan atau item yang merupakan alat pengukur dimensi yang menyusun sikap dan akan diukur sesuai dengan indikator. Item yang disusun harus terdiri dari item positif dan negatif.

Item positif bila pertanyaan memberi isyarat mendukung permasalahan yang sedang diteliti. Item negatif bila pertanyaan bertentangan dengan

permasalahan penelitian yang diteliti. Likert tidak mengijinkan adanya item yang bersifat netral serta item positif dan negatif dalam kuesioner harus tersebar secara acak.

Catatan:

(58)

b. Banyaknya alternatif jawaban untuk setiap item harus sama atau tetap

dan banyaknya pun harus sama agar mudah dijumlahkan. c. Tingkat pengukuran LSR adalah ordinal.

Teknik penentuan skor yang digunakan berisikan skala ordinal, yaitu ukuran yang diberikan pada objek pengamatan maupun pengertian tingkatan dari yang terendah sampai yang tertinggi. Melalui penyebaran kuesioner yang berisikan

beberapa pertanyaan kepada responden, maka ditentukan skor dari setiap jawaban pertanyaan sebagai berikut :

1) Untuk alternatif jawaban Sangat Baik diberi skor 5 2) Untuk alternatif jawaban Baik diberi skor 4

3) Untuk alternatif jawaban Kurang Baik diberi skor 3 4) Untuk alternatif jawaban Tidak Baik diberi skor 2

5) Untuk alternatif jawaban Sangat Tidak Baik diberi skor 1

Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

Variabel Independen Indikator Kategori Bobot

(59)

Tabel 3.1. (Lanjutan)

Variabel Dependen Indikator Kategori Bobot

Nilai

3.7. Teknik analisis data

3.7.1 Analisis Regresi Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui atau mengukur pengaruh dimensi

kualitas pelayanan (tangibility, reliability, responsiveness, assurance, empaty) terhadap kepuasan pasien rawat inap yang dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik. (Algifari, 1997):

(60)

Keterangan :

(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Aceh

mempunyai luas wilayah 3.266,86 km2 dihuni oleh 488.069 jiwa penduduk di mana 238.434 orang berjenis kelamin pria, selebihnya 240.635 orang wanita. Sebagai salah

satu rumah sakit milik Pemerintah, RSUD Cut Meutia merupakan normalisasi dari ex. Rumah Sakit Perkebunan milik Belanda pada zaman penjajahan dan dialihkan menjadi rumah sakit milik Pemerintah Republik Indonesia. Rumah Sakit Umum Cut

Meutia ditingkatkan klasifikasinya dengan Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor: 303/Menkes/SK/IV/1978 tanggal 30 April 1987 tentang peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Aceh Utara Daerah Kelas D menjadi Rumah Sakit Umum Pemerintah

Kelas C, yang mengharuskan adanya peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dari yang bersifat umum menjadi pelayanan kesehatan dengan paling

(62)

4.1.2. Visi dan Misi RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

Sebagai salah satu instansi pemerintah di wilayah Propinsi Aceh maka RSUD Cut Meutia memiliki visi ”Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang

berkualitas, manusiawi dengan bernuansa Islami dan terjangkau oleh masyarakat Kabupaten Aceh Utara. Untuk mewujudkan visi tersebut maka RSUD Cut Meutia menetapkan misi sebagai berikut (Profil RSUD Cut Meutia, 2010 ):

1. Menjadikan RSUD Cut Meutia sebagai pusat rujukan dan rumah sakit pendidikan untuk daerah Kabupaten Aceh Utara dan sekitarnya;

2. Menjadikan RSUD Cut Meutia sebagai kebanggaan pemerintah daerah dan masyarakat Aceh Utara dan sekitarnya;

3. Menjadikan RSUD Cut Meutia tempat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan di wilayah Aceh Utara.

4.1.3. Ketenagaan RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

Pelayanan kesehatan di RSUD Cut Meutia didukung oleh berbagai jenis ketenagaan yang secara umum terdiri dari tenaga medis, tenaga paramedis non perawatan, tenaga paramedis perawatan dan tenaga non medis, baik yang berstatus

pegawai negeri sipil, pegawai honorer, sukarela, dan tenaga bakti. Data ketenagaan yang dimiliki RSUD Cut Meutia per Maret 2010 adalah sejumlah 608 orang. Secara

Gambar

Tabel 1.1. Data Jumlah Kunjungan Pasien RSUD Cut Meutia (2007-2009)
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
Tabel 3.1. (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian didapati bahwa kualitas pelayanan yang terdiri dari variabel Tangibility, Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, Accesibility dan Affordability

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel tangible, responsiveness, assurance, empathy dan reliability berpengaruh positif dan signifikan

The results of data analysis can be concluded simultaneously that the dimensions of quality of service consisting of tangibles, reliability, responsiveness, assurance,

Dari analisis regresi berganda yang dilakukan dapat diketahui ada pengaruh yang positif dan signifikan antara dimensi kualitas pelayanan ( reliability, responsiveness,

Secara keseluruhan kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Singkil dengan melihat kepada dimensi kualitas pelayanan bukti fisik, daya tanggap,

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah apakah dimensi kualitas pelayanan (tangibility, reliability, responsiveness,.. assurance, dan emphaty)

1) Diduga bukti fisik ( tangibles ), daya tanggap ( responsiveness ), jaminan ( assurance ), empati ( emphaty ), kehandalan ( reliability ) berpengaruh signifikan terhadap

Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh yang diberikan variabel tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan empaty terhadap variabel kepuasan nasabah