PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN (Studi Kasus di Bank HSBC Wilayah Medan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
ARIEF REZANA DISLAN 050200255
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN (Studi Kasus di Bank HSBC Wilayah Medan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
ARIEF REZANA DISLAN 050200255
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
Menyetujui,
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Prof.Dr. Tan Kamelo,S.H.,M.S. NIP. 1962044211988031004
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof.Dr. Tan Kamelo,S.H.,M.S.M.Husni,SH.,M.Hum NIP. 196204211988031004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih serta Maha penyayang atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang merupakan sebagian syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum.
Penulisan ini bertujuan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam
menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum jurusan Hukum Keperdataan dengan program
Kekhususan Perdata Dagang di Universitas Sumatera Utara. Adapun Skripsi ini berjudul
“Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan(Studi Pada Bank
HSBC Wilayah Medan). Pemilihan judul ini didasari oleh rasa ketertarikan penulis tentang
perjanjian kredit dengan jaminan fidusia khususnya masalah Jaminan Fidusia yang tidak
didaftarkan.
Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan manfaat bukan hanya pada penulis sendiri,
tetapi juga bagi masyarakat umumnya, dan bagi mahasiswa khususnya yang berada di lingkungan
pendidikan hukum. Pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak, demikian juga dengan
penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena penulis adalah manusia biasa dan tak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan serta masukan
dari Bapak dan Ibu Dosen, oleh karena itu sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih
yakni kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Unversitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak M. Husni, SH, MH, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Pembimbing II.
5. Bapak Prof Tan Kamelo, SH, MS, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan dan
sekaligus Dosen Pembimbing I.
6. Ibu Megarita SH, CN, selaku Dosen Wali semasa perkuliahan.
7. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
Dalam kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungannya baik moril maupun materil bagi penulis
perjuangan, suka dan duka ini yaitu kepada :
1. Kedua orang tua penulis yang tercinta yaitu Surya Dislan dan Aniar Rahman yang telah
memberikan segalanya bagi penulis baik dukungan moril maupun materil sehingga
penulis dapat melangkah sampai sekarang ini.
2. Abang dan adik-adik yang sangat ku cintai Adhi Pradana Dislan, Ditha Amelia Dislan
dan Dhinda Hafidzah Dislan.
3. Keluarga Besar Bank HSBC terutama kepada Pak Budi Ragayang telah membantu demi
terselesaikannya skripsi ini.
4. Sahabat-sahabatku Tezar, Febriza, Edo,Ilham, Saboen, Botol, Apin, Laklek, Jipenk,
Anggi Aang, Ghenta, Mely yang juga memberikan dorongan supaya penulis semangat
menyelesaikan studi ini.
5. Teman-teman terdekatku Said, Wahyu, Lydia, Pt, Dimas, Imam, Olyn dan semua
angkatan 2005 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Kiranya tidaklah cukup kata-kata yang penulis sampaikan kepada mereka yang telah
mendorong dan memberikan nasihat dan bimbingan dalam menghadapi perjuangan hidup ini.
Kiranya Tuhan yang akan membalas kebaikan mereka.
Akhirnya penulis mohon kepada Tuhan agar skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan juga bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Puji dan syukur, penulis panjatkan
kepada Allah SWT, karena kehadirat Dia-lah, skripsi ini dapat selesai dengan baik pada waktunya.
Medan, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……… i
DAFTAR ISI ………. iv
ABSTRAK ………...vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1
B. Perumusan Masalah ……… 10
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 10
D. Keaslian Penulisan ……….. 11
E. Tinjauan Kepustakaan ………. 12
F. Metode Penulisan ……… 18
G. Sistematika Penulisan ………. 20
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT 1. Pengertian Perjanjian Kredit ……… 22
2. Syarat-Syarat Dalam Pemberian Kredit ……….. 24
3. Unsur-Unsur Perjanjian Kredit ……… 29
4. Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit ………. 30
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Latar Belakang Jaminan Fidusia ……… 34
B. Sifat dan Objek Jaminan Fidusia ……… 36
C. Pembebanan Jaminan Fidusia ………. 43
D. Pendaftaran Jaminan Fidusia ………. 46
E. Hapusnya Jaminan Fidusia ……… 50
F. Eksekusi Jaminan Fidusia ……….. 53
B. Upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian Kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan pada Bank HSBC ……….. 58
BAB V KESIMPULAN
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus Pada Bank HSBC Wilayah Medan). Penelitian ini dilatarbelakangi karena banyaknya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dan adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dalam lingkup Departemen Kehakiman dan HAM. Kewajiban tersebut diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Namun, kenyataannya tidak semua jaminan fidusia didaftarkan. Penulis memilih Bank HSBC wilayah Medan sebagai objek penelitian.
Permasalahan utama yang ingin dijawab dengan penelitian ini adalah apakah factor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia, serta bagaimanakah upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, mengingat bahwa yang akan diungkap adalah masalah aturan dan norma yakni mengenai jaminan fidusia yang tidak didaftarkan padahal secara yuridis mewajibkan jaminan fidusia didaftarkan serta bagaimana upaya penyelesaiannya apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap subjek penelitian sebagai responden serta studi pustaka.
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus Pada Bank HSBC Wilayah Medan). Penelitian ini dilatarbelakangi karena banyaknya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dan adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dalam lingkup Departemen Kehakiman dan HAM. Kewajiban tersebut diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Namun, kenyataannya tidak semua jaminan fidusia didaftarkan. Penulis memilih Bank HSBC wilayah Medan sebagai objek penelitian.
Permasalahan utama yang ingin dijawab dengan penelitian ini adalah apakah factor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia, serta bagaimanakah upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, mengingat bahwa yang akan diungkap adalah masalah aturan dan norma yakni mengenai jaminan fidusia yang tidak didaftarkan padahal secara yuridis mewajibkan jaminan fidusia didaftarkan serta bagaimana upaya penyelesaiannya apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap subjek penelitian sebagai responden serta studi pustaka.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat, baik itu perorangan maupun badan hukum, memerlukan dan yang besar untuk mendukung berbagai usaha-usaha dan keperluan dalam rangka pembangunan ini. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan akan dana. Sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh salah satunya melaluikegiatan kredit dari Bank.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka peningkatkan taraf hidup rakyat banyak.Salah satu bentuk penyaluran dana adalah dengan memberikan kredit kepada masyarakat. Dalam pemberian fasilitas kredit kepada masyarakat. Bank sebagai jaminan dalam pemberian kredit berdasarkan keyakinan, di samping melakukan penilaian terhadap debitur berdasarkan 5C yaitu : Watak (Character), Kemampuan (Capacity), Modal (Capital), Jaminan (Collateral), Keadaan (Condition). Bank juga selalu
meminta jaminan atau agunan. Bentuk pengamanan kredit dalam praktik
perbankan adalah dilakukan dengan pengikatan jaminan.1
Jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai yang mudah diuangkan, yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dan kewajiban debitur yang ada. Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan
1
adanya jaminan kredit.Adapun jenis-jenis jaminan yang sering dipakai oleh Bank seperti jaminan berupa gadai, Hak Tanggungan, hipotik, dan fidusia.
Fidusia lahir sebagai jaminan kebendaan yang pada asasnya merupakan perkembangan dari lembaga gadai, oleh karena itu yang menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan.2
2
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003 hlm, 416
Fidusia memiliki manfaat bagi debitur dan
kreditur. Bagi debitur, karena dapat membantu usaha debitur dan tidak
memberatkan, debitur juga masih dapat menguasai barang jaminannya
untuk keperluan usahanya karena yang diserahkan adalah hak miliknya,
sedangkan benda masih dalam penguasaan si penerima kredit (debitur). Hal
demikian ini senada dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa fidusia adalah pengalihan
hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda. Sedangkan keuntungannya bagi kreditur, dengan
menggunakan prosedur pengikatan fidusia lebih praktis karena Bank tidak
perlu menyediakan tempat khusus untuk penyimpanan barang jaminan
fidusia seperti pada lernbaga gadai.Perjanjian jaminan fidusia bersifat
acessoir, artinya perjanjian jaminan fidusia. merupakan perjanjian yang lahir
jaminan fidusia tidak mungkin adatanpa didahului oleh suatu perjanjian lain yang disebut perjanjian pokok.3
Adanya ketentuan Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia dikatakan bahwa kreditur atau penerima fidusia memiliki kelebihan yaitu mempunyai hak yang didahulukan (preferent), adanya kedudukan sebagai kreditur preferent pada kreditur atau penerima fidusia ini dimaksudkan adalah bahwa penerima fidusia mempunyai hak didahulukan untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi debitur atau pemberi fidusia. Ini berarti terdapat perlindungan hak bagi penerima fidusia dan atau kreditur berdasarkan objek jaminan fidusia dari suatu perjanjian kredit yang diadakan antara kreditur dengan debitur, terhadap kemungkinan terjadinya wanprestasi oleh debitur. Setelah permohonan kredit disetujui dan disepakati para pihak, wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara
Perjanjian jaminan fidusia dalam hal ini
adalah perjanjian yang munculkarena adanya perjanjian kredit Bank.
Maksudnya apabila nasabah debitur wanprestasi atas perikatan yang telah
ada yaitu perjanjian utang atau perjanjian kredit dengan Bank, maka Bank
dapat mengambil pelunasan ulang dari hasil penjualanbarang jaminan fidusia tersebut.
3
tertulis.4
Kemudian untuk perjanjian kredit yang menggunakan jaminan fidusia,prosedur yang wajib ditempuh dalam pembebanan jaminan dengan fidusia menurut ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia, yaitu didasarkan atas perjanjian kredit yang telah dibuat (atas hutang yang telah ada atau hutang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu) atau hutang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok. Dalam pelaksanaannya pembebanan benda dengan jaminan fidusia tersebut harus dibuat dengan akta notaris dan dikenal dengan Akta Jaminan Fidusia, yang harus memuat sekurang-kurangnya : identitas pihak-pihak pemberi dan penerima fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Pasal 11 ayat (1) Undang Undang Jaminan Fidusia mengatur bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Artinya, terhadap benda yang telah dibebani jaminan fidusia seperti yang termuat dalam Akta Jaminan Fidusia berdasarkan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit, maka untuk selanjutnya, wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Adanya kata-kata wajib dalam ketentuan pasal tersebut, berarti adanya keharusan bahwa objek jaminan fidusia didaftarkan. Kata "wajib" dalam ketentuan pasal tersebut, dapat diartikan
Bentuk dan format dari perjanjian kredit dalam prektek perbankan, diserahkan sepenuhnya kepada Bank yang bersangkutan.
4
bahwa sebenarnya Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak bermaksud untuk menghapus lembaga lembaga jaminan fidusia yang selama ini kita kenal, yang didasarkan atas hukum kebiasaan dan yurisprudensi. Dan, karena tidak ada satu pun ketentuandalam Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengatakan bahwa fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak sah, maka ketentuan tersebut diatas (mengenai kewajiban umuk mendaftarkan benda jaminan fidusia) kita tafsirkan, bahwa "untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka harus dipenuhi syarat, bahwa benda jaminan fidusia itu didaftarkan".5
Dari penjelasan pasal tersebutdapat disimpulkan, pentingnya pendaftaran jaminan fidusia itu Ietaknya ada pada ketentuan-ketentuan yang memberikan keuntungan atau keistimewaan bagi kreditur atau penerima fidusia dalam hal debitur wanprestasi, yang diatur dan dijamin dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Contohnya, mempunyai hak yang
Fidusia yang tidak didaftarkan, tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan atau kelebihan dari ketentuan yang ada dan dijamin di dalam Undang-Undang jaminan fidusia, hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 37 ayat (3) Undang--Undang Jaminan Fidusia. Yang bunyinya: "Berdasarkan ketentuan ayat ini, maka perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferent) baik didalam maupun diluar kepailitan dan atau likuidasi”.
5
didahulukan (preferent) baik didalam maupun diluar kepailitan atau likuidasi debitur, dengan hak ini kreditur diberikan haknya (dibandingkan dengan kreditur lainnya) untuk didahulukan pelunasan hutangnya dari hasil penjualan benda jaminan fidusia tersebut. Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 27dengantegas menyatakan bahwa diberikan hak preferensi tersebut kepada penerima fidusia dan tidak harus karena adanya kepailitan dan likuidasi debitur. Selainitu, dengan pendaftaran jaminan fidusia, berdasarkan adanya irah-irah pada sertifikat jaminan fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang memberikan hak kepada penerima fidusiauntuk mengeksekusi jaminan fidusia secara parate eksekusi, yakni menjual benda yang menjadi jaminan fidusia tersebut atas kekuasaanya sendiri tanpa perlu memperoleh putusan pengadilan. Hal itu juga merupakan konsekuensi dari dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia. Terhadap jaminan fidusia yang tidak didaftarkan berarti kreditumya tidak memiliki hak yang diistimewakan sebagaimana yang dijamin dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Pendaftaran Fidusia Di Setiap Ibukota Provinsi Di Wilayah Negara Republik Indonesia. Sedangkan untuk tata cara Pendaftaran, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, mengenai tata cara mengajukan permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia(Pasal 2 s/d Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia)
Dari uraian singkat diatas, ada bebarapa hal yang menjadi perhatian dan harus dilakukan sehingga jaminan fidusia tersebut benar-benar dapat memberikan perlindungan hukum dan hak bagi para pihak (debitur dan kreditur) juga informasi bagi pihak ketiga. Masalah pendaftaran misal pendaftaran atas objek jaminan fidusia masih perlu dicermati, padahal dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia ini mengatur bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan. Karena hakikat pendaftaran merupakan perlindungan hukum bagi pihak kreditur. Untuk menimbulkan kepastian hukum, dengan pendaftaran jaminan fidusia menyebabkan jaminan fidusia tersebut memenuhi unsur publisitas, sehingga mudah dilakukan kontrol. Hal ini akan menghindari timbulnya hal-hal yang tidak sehat dalam praktek, seperti adanya fidusia dua kali tanpa sepengetahuan krediturnya, adanya pengalihan barang fidusia tanpa sepengetahuan kreditur, dan lain-lain.6
6
Munir Fuady, jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 29
tersebut, dengan pendaftaran diharapkan agar pihak debitur terutama debituryang nakal, tidak dapat lagi mengelabui krediturnya.
Dengan kewajiban didaftarkannya jaminan fidusia tersebut, maka menurut penjelasan Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia, kreditur atau penerima fidusia mempunyai hak yang didahulukan (preferent) baik didalam maupun di luar kepailitan dan likuidasi. Karena kepada penerima fidusia atau kreditur juga akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang didalamnya terdapat kata-kata atau irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Yang maksudnya adalah sertifikat tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial
samaseperti putusan pengadilan, yang mempunyai kekuatan hukumtetap
dan mengikat. Artinya dengan didaftarkannya jaminan fidusia dan telah memperoleh Sertifikat Jaminan Fidusia, apabila debitur wanprestasi, maka
Bank dalam hal ini sebagai kreditur atau penerima fidusia rnempunyai hak
untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri dan mempunyai hak untuk didahulukan mengambil pelunasan atas piutangnya dan hasil penjualan barang jaminan fidusia tersebut berdasarkan
hak preferent yang melekat pada kreditur atau penerima fidusia. Sehingga
berdasarkan kekuatan eksekutorial sertifikat tersebut, pihak kreditur
mendapatkan kemudahan dalam pengeksekusian atas benda jaminan karena
dapat langsung dilaksanakan tanpa perlu memperoleh putusan atau fiat
pengadilan. Tentu saja karena sertifikat tersebut rnempunyai kekuatan
mendaftarkan benda jaminan pada Kantor Pendaftaran Fidusia sebagai
satu-satunya instansi yang berwenang mengeluarkan Sertifikat tersebut, seperti
yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Sebab menurut Pasal 14
ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka dengan akta jaminan fidusia
yang dibuat oleh notaris, fidusia dianggap belum lahir. Lahirnya fidusia
tersebut adalah pada saat didaftarkandi Kantor Pendaftaran Fidusia. Karenaitu pula, jika ada alat bukti sertifikat jaminan fidusia, dan sertifikat
tersebut sah, maka alat bukti lain dalam bentuk apapun harusditolak7
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan mencoba merangkumkan dalam bentuk skripsi
. Idealnya, setiap jaminan fidusia wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di Departemen Kehakiman dan HAM oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya. Namun pada realitanya, masih ada Bank yang tidak mendaftarkan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia ini, artinya walaupun Undang - Undang telah mengatur bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan, ternyata masih ada benda jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Dari fakta tersebut, penulis tertarik unluk mengelahui faktor-faktor apa yang menjadi alasan Bank mengapa tidak mendaftarkan jaminan fidusia tersebut. Dan, bagaimana upaya penyelesaiannya apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusianya tidak didaftarkan.
7
yang diberi judul "Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus Di Bank HSBC)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, maka berkaitan dengan hal tersebut beberapa masalah yang perlu dicari pemecahannya yaitu:
1. Apa faktor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Bank HSBC ?
2. Bagaimana upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan pada Bank HSBC ?
C. Tujuan dan manfaat Penulisan
Adapun yang hendak dicapai dalam penulisan ini:
a. Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Bank HSBC.
didaflarkan pada Bank HSBC.
Sedangkan manfaat yang dicapai dari penulisan skripsi ini adalah :
a. Secara teoritis
Agar skripsi ini dapat dipergunakan sebagai salah satu referensi atau bahan pertimbangan tentang perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.
b. Secara praktis
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat umum, pemerintah dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini adalah hasil pemikiran sendiri. Skripsi ini belumpernah ada ataupun belum pernah diangkat sebelumnya. Kalaupun sudah ada, penulisan yakin bahwa substansi penulisannya berbeda.
Dalam skripsi ini, pembahasannya diarahkan kepada penggunaan jaminan fidusia yang tidak di daftarkan sebagai suatu jaminan perjanjian kredit di suatu
Bank.
E. Tinjauan Kepustakaan
berarti kepercayaan.8
“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara pihak Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, perjanjian diatur dalam buku III, tetapi Undang – Undang itu sendiri tidak menyebutkan dengan istilah perjanjian, akan tetapi menggunakan istilah “persetujuan”. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu prestasi dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Seseorang atau badan yang mcmberikan kredit (kreditur) percaya bahwa si penerima kredit (debitur) di masa yang akan datang dapat memenuhi apa yang telah diperjanjikan, yang dapat berupa uang, barang, atau jasa.Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 TentangPerbankan mendifinisikan kredit sebagai berikut :
9
8
Mariam Darus Badzrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Ctk. Kelima, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1991 hlm. 23
9
Subekti, Hukum Perjanjian, ctk. Keempat, intermasa, Jakarta, 1979, hlm. 1
hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman sebagai hubungan hukum antara keduanya dan bersifat konsensuil obligatoir yang dikuasai oleh KUHPerdata. Istilah bank disini adalah dimaksudkan membedakan dengan perjanjian pinjam-meminjam uang yang pemberi pinjamannya adalah bukan Bank.10
Istilah jaminan berasal darikata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.
Dalam pemberian kredit, kreditur menanggung beban resiko yang sangat besar, dimana salah satu diantaranya adalah kemungkinan timbulnya wanprestasi dari debitur. Menghadapi debitur yang wanprestasi, kreditur harusbertindak hati-hati sebab secara teknis masalah ini berkaitan dengan analisis kredit yang dilakukan oleh pihak kreditur, terutama yang berkaitan dengan benda yang digunakan scbagai jaminan.
11
"segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan,''Berdasarkan pernyataan pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa segala harta benda baik benda bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang sudah ada maupun yang akan ada adalah menjadi jaminan bagi semua hutang-hutangnya.
Sebenarnya mengenai jaminan ini telah diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, yang berbunyi:
10
Mariam Darus Badrulzaman, op. cit, hlm 23.
11
Menurut Oey Hoey Tiong, bilamana di samping perikatan yang telah ada
diantara kreditur dan debitur itu, pihak kreditur tidak mengadakan suatu perjanjian tambahan apapun dengan debitur, maka kreditur yang bersangkutan bukanlah kreditur yang diistimewakan menurut Pasal 1139 dan 1149 KUHPerdata.12
Dalam Pasal 1132 KUHPerdata, pembuat Undang-Undang meletakkan prinsip persamaan kedudukan dari para kreditur (paritas creditorium). Namun, sebagai perkecualian dari pasal tersebut Dalam Pasal 1133 KUHPerdatamengatakan bahwa hak preferent atau hak untuk didahulukan dari kreditur hanya diberikan berdasarkan hak istimewa (privilege),hak gadai dan hak hipotik.13
Perjanjian kredit yang menggunakan jaminan kredit berupa juminan fidusia seyogyanya didaftarkan agar memperoleh perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Sedangkan Fidusia lahir sebagai jaminan dari perikatan yang telah ada yaitu perjanjian kredit, sebagai pengaman kredit serta melindungi hak kreditur dalam hal debitur wanprestasi, dan kreditur fidusia mempunyai hak istimewa yaitu hak preferentatau hak yang didahulukan dari kreditur-kreditur lain dari seorang debitur.
12
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, 2004, hlm. 55
13
terhadap kreditur dari perjanjian kredit dengan jaminan berupa jaminan fidusia yang tidak diikat dengan perjanjian tambahan yaitu perjanjian jaminan fidusia. Maka, dalam hal terjadi debitur lalai atau wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya dalam perikatan itu dan harta kekayaan debitur tidak mencukupi untuk melunasi semua hutang-hutangnya terhadap beberapa kreditur. Maka, KUHPerdata memberikan penyelesaian berupa krediturkekayaan debitur tidak mencukupi untuk melunasi semua hutang-hutangnya terhadap beberapa kreditur. Maka, KUHPerdata memberikan penyelesaian berupa kreditur tersebut beserta kreditur yang lain bertindak sebagai kreditur konkuren, yang berarti bahwa semua kreditur dari seseorang debitur mempunyai kedudukan yang sama,seimbang dan masing-masing kreditur memperoleh pembayaran seimbang dengan besarnya piutang masing-masing. Artinya dengan perhitungan pembayaran menurut KUHPerdata seperli diatas dapat mengakibatkan kreditur tidak memperoleh kembali seluruh piutangnya dari debitur secara penuh. Olehkarena itu, terhadap perjanjian pokok seperti perjanjian kredit dengan menggunakan objek jaminan kebendaan berupa jaminan fidusia, harus dilakukan dengan pengikatan berupa perjanjian tambahan yaitu perjanjian jaminan fidusia, agar hak kreditur terlindungi apabila debitur wanprestasi dengan memiiliki kedudukan sebagai kreditur preferen atau kreditur yang diistimewakan.
diperjanjikan. Hal demikian seperti yang telah diatur dalam Al Qur'an Sural Al Maidah ayat 1 yang berarti “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu".
Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Hal ini mempunyai maksud bahwa dengan pendaftaran, akan diterbitkan sertifikat jaminan fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial sama dengan putusan hakim dalam putusan pengadilan. Yang akibatnya dengan berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang ada pada kreditur, hak kreditur terlindungi. Apabila terjadi wanprestasi oleh debitur, kreditur atau penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Hal ini berarti juga bahwa pengeksekusian jaminan fidusia dapat langsung dilakukan tanpa perlu memperoleh putusan pengadilan dan dapat dilakukan kapan saja.
menjadi objek jaminan fidusia. Artinya jaminan fidusia akan meliputi juga kiaim asuransi, yang kemudian menjadi hak serta bagi penerima jaminan fidusia dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan.
Dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia, menyatakan bahwabenda yarg dibebani dengan jaminan fidusia wajib untuk didaftarkan. Kemudian dalam Pasal 12 pendaftaran yang dimaksud dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang dibentuk pada tiap-tiap ibukota provinsi yang merupakan lingkup tugas Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja Kantor wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada provinsi yang bersangkutan. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia,kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran JaminanFidusia. Pernyataan pendaftaran tersebut memuat:
1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia
2. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, tempat kedudukan notarisyang memuat akta jaminan fidusia
3. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
4. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia 5. Nilai penjaminan; dan
6. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia
penerimaan pendaftaran. Dan Kantor pendaftaran Fidusia akan menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Maka Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan fidusia dalam BukuDaftar Fidusia.
Dalam Pasal 15 Undang-Undang Jaminan Fidusia, mengatakan bahwa dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan irah-irah atau kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" yang maksudnya adalah Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Akibatnya, apabila debitur wanprestasi maka penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tadi atas kekuasaannya sendiri. Dengan diberikan hak didahulukan dan kreditur lainnya atau berdasarkan hak yang diistimewakan sebagai kreditur preferent untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut. Adapun hak didahulukan pada penerima fidusia tersebut tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.
F. Metode Penulisan
1. a. Objek Penulisan
Yaitu pihak-pihak yang akan dimintai keterangannya, yaitu ; pimpinan Bank, pegawai-pegawai Bank, dan pihak-pihak yang berkompeten.
2. Sumber Data
a. Data Primer : ialah berupa data yang diperoleh dari dan selama
penelitian di Iapangan (field research}
b. Data Sekunder : ialah berupa data yang diperojeh dari penelitian
kepustakaan(library research} yang terdiri atas :
i) Sebagai hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan
ii) Bahan hukum sekunder, berupa rancangan peraturanperundang-undangan, literatur, jurnal serta hasil penelitianterdahulu
iii) Bahan hukum tersier, berupa kamus. ensiklopedia, dan leksikon
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer
Dilakukan dengan cara:
A. Wawancara, yang bisa berupa wawancara bebas maupun terpimpin
b. Data Sekunder
Dilakukan dengan cara :
a. Studi kepustakaan, yakni dengan mengkaji berbagai pcraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
b. Studi dokumentasi, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen resmi institusional yang berupa putusan pengadilan, risalah sidang dan iain-lain yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
4. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adaiah yuridis normatif yaitu menganalisis permasalahan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara Deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisiskualitatif (convert analisys).
G. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan umum mengenai perjanjian kredit. Bab ini berisikan tentang pengertian perjanjian kredit, syarat-syarat dalam pemberian kredit, unsur-unsur perjanjian kredit serta perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok.
BAB III : Tinjauan umum tentang jaminan fidusia. Dalam bab ini berisi tentang Latar belakang jaminan fidusia, sifat dan objek jaminan fidusia, pembebanan jaminan fidusia, pendaftaran jaminan fidusia, hapusnya jaminan jaminan fidusia, serta eksekusi jaminan fidusia.
BAB IV : Perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak di daftarkan.Bab ini berisi tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dan upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak di daftarkan
kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
1. Pengertian Perjanjian Kredit
seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri
dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, pada Pasal 1 angka 11 yang memberikan pengertian :
“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan-persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga”.
Maka, dengan adanya permohonan kredit seperti yang dimaksud di atas oleh nasabah, Bank
sendiri akan menganalisa dan mempertimbangkan permohonan kredit tersebut. Dan apabila Bank
tersebut menganggap bahwa permohonan kredit itu layak untuk diberikan kepada nasabah. Maka,
agar hal itu dapat terlaksana, perlu adanya suatu persetujuan atau kesepakatan. Persetujuan atau
kesepakatan ini dapat dituangkan dalam bentuk tertulis yang biasanya berupa perjanjian kredit atau
pengakuan hutang antara nasabah pemohon kredit dengan Bank.
Mengetahui pengertian dari suatu perjanjian kredit, Mariam Badrulzaman membedakan
pengertian tersebut kedalam 2 (dua) hal, yaitu: 14
a. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pendahuluan
Artinya bahwa, perjanjian kredit adalah “perjanjian pendahuluan” dari penyerahan uang.
Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima perjanjian
mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian tersebut bersifat konsensual
obligatoir (perjanjian yang timbul atau berbentuk, bersifat mengikat).
Penyerahan uangnya sendiri, adalah bersifat riil. Jadi pada saat penyerahan uang dilakukan,
barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit kedua pihak. Dengan
terjadinya penyerahan uang barulah dapat dikatakan perjanjian kredit terjadi.
Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrafendo). Maksudnya
adalah perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang (pinjam meminjam). Sedangkan
perjanjian hutang piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian
1
kredit.15
b. Perjanjian kredit sebagai perjanjian standar
Artinya bahwa, perjanjian yang bentuk dan isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh
kreditur, lantas kemudian disodorkan kepada debitur.
Dalam praktek perbankan, biasanya Bank sudah menyediakan blanko akta, yang sudah dibuat
tetap. Jadi nasabah langsung mengisi blanko akta yang disiapkan oleh Bank tersebut.
2. Syarat- Syarat Dalam Pemberian kredit
Untuk dapat terjadinya suatu kredit pada Bank, maka sebelum hal itu terjadi harus ada
suatu permohonan untuk adanya hal tersebut oleh calon nasabah. Kemudian setelah permohonan
kredit diajukan calon nasabah, bank akan mencoba menganalisa permohonan kredit itu terlebih
dahulu. Analisis yang dilakukan oleh bank meliputi:
1. Latar belakang nasabah atau perusahaan nasabah.
2. Prospek usaha yang akan dibiayai.
3. Jaminan yang diberikan (kekayaan debitur).
4. Hal – hal lain yang ditentukan oleh Bank.
Tujuan analisis ini adalah untuk meyakinkan Bank bahwa kredit yang dimohonkan itu
adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak fiktif.
Dari hasil analisis ini, Bank kemudian memberikan pertimbangan dengan hati-hati apakah
permohonan yang diajukan oleh nasabah tersebut adalah layak atau tidak. Untuk melakukan
pertimbangan-pertimbangan ini, pada dasarnya Bank mengggunakan konsep dasar, yaitu konsep
5C, yaitu:
a. Watak (Character)
Ini digunakan untuk mengetahui itikad baik nasabah calon debitur untuk
membayar kembali kredit yang diterimanya dan untuk mengetahui kemauannya
untuk membayar.
Penilaian ini meliputi moral, sifat, perilaku, tanggung jawab, dan kehidupan
15
pribadi calon debitur yang sangat berpengaruh terhadap pelunasan kredit.
b. Kemampuan (Capacity)
Ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon debitur untuk membayar
kembali kredit erta bunganya. Penilaian itu dilihat dari kegiatan usaha dan
kemampuan mengelola usaha yang akan dibiayai melalui kredit.
c. Modal (Capital)
Ini dilakukan guna mengetahui jumlah modal yang dimiliki calon debitur
cukup untuk memodali dalam menjalankan usahanya.
Makin besar jumlah modal yang ditanam oleh calon debitur ke dalam usaha
yang akan di biayai dengan kredit, makin menunjukkan keseriusancalon debitur
menjalankan usahanya.
d. Jaminan (Collateral)
Ini dilakukan untuk mengetahui nilai barang jaminan yang diserahkan calon
debitur untuk menutupi resiko kegagalan pengembalian kredit yang akan
diperolehnya. Barang jaminan berfungsi sebagai pengaman terhadap kemungkinan
ketidakmampuan calon debitur melunasi kredit yang diterimanya.
e. Keadaan (Condition)
Ini dilakukan untuk mengetahui kondisi atau keadaan pada suatu saat disuatu
daerah yang mungkin akan mempengaruhi kelancaran usaha calon debitur.
Perjanjian kredit ini dibuat oleh kedua pihak yaitu antara debitur dan kreditur dikarenakan
adanya kesepakatan diantara mereka. Dengan ditandatanganinya perjanjian kredit, melahirkan hak
dan kewajiban bagi masing-masing pihak tersebut. Dalam tahap membuat perjanjian kredit ini ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur, yaitu:
1. Syarat Penandatangan
Syarat ini merupakan syarat-syarat yang diharuskan oleh Bank untuk dipenuhi oleh debitur
sebelum melakukan penandatanganan perjanjian kredit, diantaranya:
a. Telah mengembalikan Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit (SPPK) yang telah
b. Telah membayar atau menyetor uang tunai yang dipergunakan untuk:
1. Profisi/ commitment fee kredit,
2. Titipan cadangan biaya notaris untuk pengikatan hak tanggungan
3. Titipan cadangan biaya asuransi
c. Menyerahkan surat persetujuan persero komanditer (perusahaan debitur) atas tindakan
persero aktif perusahaan mengajukan permohonan kredit dan menjaminkan harta
kekayaan perusahaan serta menandatangani perjanjian kredit beserta addendumnya
(termasuk accesoir –nya)
d. Menyerahkan surat permohonan kredit yang ditandatangani persero aktif dengan persero
komanditer (sesuai AD/ART perusahaan debitur) dan persetujuan isteri bagi perusahaan
perorangan diatas materai atas tindakan direksi untuk melaksanakan hal-hal sebagai
berikut:
i. Menyetujui hubungan kredit denagn Bank dan menyetujui syarat-syarat umum
perjanjian kredit.
ii. Menandatangani perjanjian kredit beserta accesoirnya di Bank.
e. Menyerahkan surat pernyataan diatas materai, yang menyatakan bahwa apabila
dikemudian hari dalam pelaksanaan pengikatan jaminan kredit atau tindakan lain dalam
rangka pelaksanaan penjaminan kredit mengalami barang jaminan kredit yang ditawarkan
dengan barang jaminan kredit lain yang nilainya minimal sama dengan jaminan kredit
semula dan dapat diikat secara yuridis sempurna sesuai ketentuan dan
perundang-undangan yang berlaku.
f. Menyerahkan copy legalitas perusahaan (diikuti denagn pembuktian keaslian dengan cara
menunjukkan aslinya) berupa perizinan antara lain: NPWP, SIUP, TDP, izin HO, Surat
Keterangan Domisili Perusahaan dan perizinan lainnya dari instansi terkait.
g. Menyerahkan pas foto terbaru dari debitur dengan ukuran 6 x 6 cm masing-masing
sebanyak 3 lembar yang ditempelkan di atas kertas tebal disertai nama, kabatan, alamat
rumah dan ditandatangani yang bersangkutan serta dilampiri foto copy KTP yang masih
2. Syarat lain-lain.
Syarat ini harus disanggupi oleh debitur yang akan menerima kredit dari Bank, yaitu
berupa kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi debitur, seperti:
1. Selama kredit belum lunas, debitur berkewajiban untuk:
a. menyampaikan laporan kegiatan usaha dalam kuantum dan nilai yaitu pembelian,
produksi, persediaan penjualan dan piutang dagang/usaha setiap bulan paling lambat telah
diterima Bank akhir periode laporan.
b. Menyampaikan laporan keuangan in-house setiap triwulan (3 bulan) paling lambat telah
diterima bank 60 hari setelah akhir periode laporan, dan laporan keuangan tahunan
unaudited atau audited paling lambat diterima Bank 180 hari setelah akhir periode
laporan.
c. Menyalurkan seluruh aktifitas keuangan perusahaan/usaha melalui cabang Bank.
d. Menggunakan fasilitas kredit sesuai dengan tujuan penggunaan kredit.
e. Mengijinkan pihak yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan usaha dan aktifitas
keuangan debitur.
f. Memelihara rasio laporan keuangan.
2. Selama kredit belum lunas, tanpa persetujuan Bank terlebih dahulu debitur tidak
diperkenankan:
a. Memindahkan barang jaminan.
b. Memperoleh fasilitas kredit atau pinjaman lain dari pihak ketiga kecuali dalam rangka
transaksi yang wajar.
c. Mengikat diri sebagai penjamin hutang atau menjaminkan harta kekayaan perusahaan
kepada pihak lain.
3. Bank berhak untuk menangguhkan dan/atau membatalkan realisasi/pencairan kredit yang
belum ditarik jika ternyata debitur menggunakan dana kredit secara tidak wajar dan/atau
menyimpang dari tujuan semula.
4. Syarat lainnya sesuai yaitu Syarat-syarat Umum Perjanjian Kredit Bank.
Dari beberapa pengetian-pengertian perjanjian kredit yang diuraikan sebelumnya tadi, dapat
digambarkan adanya unsur-unsur yang terkandung di dalam suatu perjanjian kredit. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perjanjian kredit itu adalah sebagai berikut:
a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan
debitur, yang disebut dan dituangkan dengan perjanjian kredit.
b. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan
pinjaman, seperti Bank. Dan pihak debitur yang merupakan pihak yang
membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa.
c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur akan dan
mampu membayar kreditnya.
d. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur
kepada pihak kreditur.
e. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur
kepada debitur.
f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak
debitur kepada pihak kreditur, disertai dengan pemberian imbalan atau
bunga atau pembagian keuntungan.
g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dan
pengembalian kredit oleh debitur.
h. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu
tadi, semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula
resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.16
4. Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit
Begitu
pula sebaliknya, semakin singkat, semakin kecil resikonya.
Kata “wanprestasi” berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk didalam suatu
perjanjian. Salah satu pihak dapat dianggap melakukan wanprestasi jika:
1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi atau dilaksanakan atau;
16
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan tidak sebagaimana mestinya.
3. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Untuk menilai serta mengetahui bahwa sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu
dilihat apakah dalam perjanjian itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan atau pemenuhan
prestasi atau tidak. Jika dalam hal tenggang waktu pemenuhan prestasi telah ditentukan, maka
debitur dianggap lalai atau wanprestasi dengan telah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan
dalam perjanjian tetapi debitur belum memenuhi kewajibannya. Tetapi jika tenggang waktu
pemenuhan prestasi tidak ditentukan, maka debitur perlu diperingatkan.
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata, yang berbunyi:
“ Si berhutang adalah lalai apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu
telah dinyatakan lalai atau demi periktannya sendiri. Ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Maka tata cara memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasinya dilaksanakan
dengan memberi peringatan tertulis yang isinya mengatakan bahwa debitur wajib memenuhi
prestasi dalam waktu yang telah ditentukan. Jika dalam waktu tersebut debitur tidak memenuhi,
maka debitur dinyatakan lalai atau wanprestasi. Peringatan tertulis dapat dilakukan melalui
Pengadilan Negeri yang berwenang yang disebut somatie. Kemudian Pengadilan Negeri dengan
perantara juru sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur yang disertai berita
acara penyampaiannya. 17
Tidak mudah dalam praktek atau pada kenyataannya, untuk menentukan suatu prestasi telah
dilaksanakan atau belum. Namun untuk hal itu, Hardiyan Rusli menyatakan bahwa suatu
perbuatan belum merupakan pemenuhan prestasi secara materi dalam hal :
Untuk peringatan tertulis yang sifatnya tidak resmi. Misalnya, surat
tercatat atau telegram yang disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan tanda terima.
18
A. Pihak yang menderita akan kehilangan keuntungan yang diharapkan
17
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, Hlm. 204-205
18
B. Pihak yang menderita akan mendapatkan penggantian selayaknya atau dari keuntungan
yang hilang.
C. Pihak yang gagal memenuhi atau menawarkan pemenuhan akan terkena denda.
D. Terdapat kemungkinan pihak yang memenuhi atau menawarkan pemenuhan atau
memperbaiki kegagalannya dengan mempertimbangkan semua keadaan termasuk
memastikan secara beralasan.
E. Kelakuan dari pihak yang gagal melakukan atau menawarkan pemenuhan sesuai dengan
itikad baik dan usaha yang adil.
Jika salah satu pihak telah melakukan wanprestasi maka kreditur dapat menuntut kepada
debitur untuk melakukan:
1. Meminta pelaksanaan perjanjian meskipun terlambat.
2. Meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang diderita olehnya karena
perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan.
3. Menuntut pelaksanaan perjanjian, atau;
4. Dalam suatu perjanjian yang melibatkan kewajiban timbal balik atau kelalaian dari
satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta kepada hakim
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA
A. Latar Belakang Jaminan Fidusia
Adapun lahirnya lembaga fidusia didasari karena adanya kebutuhan dalam praktek. Terutama
dalam upaya pembangunan termasuk pengembangan di bidang ekonomi dan bisnis. Kebutuhan
tersebut didasarkan oleh beberapa fakta-fakta, seperti berikut : 19
a. Barang bergerak sebagai jaminan hutang
Sebagaimana diketahui bahwa menurut system hokum kita, dan juga hukum di kebanyakan
Negara-negara Eropa Kontinental, bahwa jika yang menjadi obyek jaminan hutang adalah
bergerak, maka jaminannya diikat dalam bentuk gadai. Objek gadai harus diserahkan kepada
kreditur atau pihak yang menerima gadai. Sebaliknya jika yang menjadi obyek jaminan adalah
benda tidak bergerak atau benda tetap, maka jaminan tersebut haruslah berbentuk hipotik
(sekarang Hak Tanggungan). Dalam hal ini, barang objek jaminan tidak diserahkan kepada
kreditur, tetapi tetap dalam kekuasaan kreditur.
Akan tetapi, terdapat kasus-kasus dimana barang obyek jaminan hutang yang masih tergolong
benda bergerak, tetapi pihak debitur enggan menyerahkan kekuasaan atas barang tersebut kepada
kreditur, sementara itu pihak kreditur tidak mempunyai kepentingan bahkan kerepotan jika barang
tersebut diserahkan kepadanya.
Karena itu, dibutuhkan adanya suatu bentuk jaminan hutang yang objeknya masih tergolong
benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditur.
Akhirnya muncul jaminan baru dimana objeknya berupa benda bergerak, tetapi kekuasaan atas
benda tersebut tidak beralih dari debitur kepada kreditur. Inilah yang disebut dengan jaminan
fidusia.
19
b. Tidak semua hak atas tanah dihipotikkan
Latar belakang yang lain juga memotivasi timbulnya atau berkembangnya praktek fidusia
yaitu adanya hak atas tanah tertentu yang tidak dapat dijaminkan dengan hipotik atau hak
tanggungan. Misalnya, dahulu hak pakai atas tanah tidak dijaminkan dengan hipotik. Sehingga
atas hak paai tersebut diikat dengan jaminan fidusia.
c. Barang Objek jaminan hutang yang bersifat khusus
Ada barang-barang yang sebenarnya masih termasuk barang bergerak, tetapi mempunyai
sifat-sifat seperti barang tidak bergerak sehingga pengikatannya dengan gadai dirasa tidak cukup
memuaskan, terutama karena adanya kewajiban menyerahkan kekuasaan dari benda obyek
jaminan hutang tersebut. Karena itu jaminan fidusia menjadi pilihan. Contohnya, terhadap hasil
panen, yang tidak mungkin diikatkan dengan hipotik.
d. Perkembangan pranata hukum kepemilikan yang baru
Perkembangan kepemilikan atas benda-benda tertentu juga tidak selamanya dapat diikuti oleh
perkembangan hukum jaminan, sehingga ada hak-hak atas barang yang sebenarnya tidak bergerak,
tetapi tidak dapat diikatkan dengan hipotik. Misalnya, tidak dapat diikatkan dengan hipotik atas
strata title atas rumah susun.
e. Barang bergerak objek jaminan hutang tidak dapat diserahkan
Adakalanya pihak kreditur dan pihak debitur sama-sama tidak berkeberatan agar diikatkan
jaminan hutang berupa gadai atas hutang yang dibuatnya, tetapi barang yang dijaminkan karena
sesuatu dan lain hal tidak dapat diserahkan kepemilikannya kepada pihak kreditur. Misalnya,
saham perseroan yang belum dicetak sertifikatnya. Karena itu, timbulnya fidusia saham.
B. Sifat dan Objek Jaminan Fidusia
Fidusia memiliki beberapa sifat-sifat, antara lain :20
1. Sifat Accesoir Jaminan Fidusia
Pada Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 4 menyatakan bahwa jaminan fidusia memilki
sifat accesoir. Dikatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian
20
pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Maksudnya
adalah perjanjian jaminan fidusia tidak mungkin dapat berdiri sendiri tanpa perjanjian pokoknya,
karena jaminan fidusia yang mempunyai sifat accesoir mengikuti perjanjian lain yang merupakan
perjanjian pokok, perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit dan jaminan fidusia adalah
perjanjian ikutan yang untuk sah atau tidaknya dan berlaku atau hapusnya jaminan fidusia ini
bergantung pada perjanjian pokoknya, jika perjanjian pokok tidak sah atau hapus dan berakhir
maka jaminan fidusia pun berakhir pula. Dengan kata lain, perjanjian accesoir itu ada dan
hapusnya dipengaruhi oleh perjanjian pokok. Oleh karena itu, konsekuensi dari perjanjian accesoir
adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau
dinyatakan tidak berlaku maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian accesoir juga
akan batal.21
Pasal 15 ayat (3)Undang-Undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa apabila debitur 2. Jaminan Fidusia mempunyai sifat Droit De Suite
Sifat Droit De Suite yang mengikuti hak kebendaan. Maksud dari sifat tersebut yaitu
penerima jaminan fidusia mempunyai hak yang mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Terhadap sifat ini terdapat pengecualiannya yaitu
terhadap benda persediaan, obyek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan, obyek
jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat dijual setiap
saat, karena benda tersebut merupakan benda-benda dari hasil produksi yang memang untuk
diperdagangkan.
3. Jaminan Fidusia memberikan hak preferent
Kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau hak preferent
terhadap kreditur lainnya artinya jika debitur cedera janji maka kreditur penerima fidusia
mempunyai hak untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan fidusia dan kreditur mendapat
hak untuk di dahulukan dalam mendapatkan pelunasan hutang dari hasil eksekusi benda jaminan
tersebut.
4. Jaminan Fidusia Mempunyai Kekuatan Eksekutorial
21
cedera janji, kreditur sebagai penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri. Hak menjual atau hak untuk menjual benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri. Hak menjual atau hak untk mengeksekusi
tersebut merupakan perwujudan dari Sertifikat Jaminan Fidusia yang mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan
pasti. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam Pasal 15 ayat 1,2 dan 3 Undang-Undang Jaminan
Fidusia yang dicantumkan kata-kata atau irah-irah dalam Sertifikat Jaminan Fidusia “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dengan berdasarkan sifat ini, jika terjadi debitur wanprestasi maka kreditur sebagai penerima
fidusia dapat melakukan penjualan benda jaminan secara langsung dengan bantuan kantor lelang
dan tidak perlu meminta fiat pengadilan. Hak kreditur untuk menjual sendiri benda jaminan
dinamakan parate eksekusi.
5. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Spesialitas dan Publisitas
Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci mengenai obyek jaminan fidusia. Benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia harus diuraikan secara jelas dan rinci dengan cara
mengidentifikasikan benda jaminan tersebut, dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya
dalam Akta Jaminan Fidusia.
Sifat publisitasnya adalah berupa pendaftaran Akta Jaminan Fidusia yang merupakan akta
pembebanan atas benda yang dibebani jaminan fidusia. Pendaftaran benda yang dibebani dengan
jaminan fidusia di lakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia tempat dimana pemberi fidusia
berkedudukan. Bagi benda-benda yang berada diluar wilayah Negara Republik Indonesia tetap
didaftarkan di Kantor Pendafaran Fidusia di Indonesia di mana pemberi fidusia berkedudukan.
Dari pelaksanaan pendaftaran banda-benda yang dibebani jaminan fidusia di Kantor
Pendaftaran Fidusia, diharapkan masyarakat dapat mengetahui bahwa suatu benda telah dibebani
jaminan fidusia, sehingga masyarakat akan berhati-hati untuk melakukan transaksi atas benda
tersebut dan sekaligus memberikan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnyamengenai
jaminan fidusia ini untuk memenuhi asas publisitas yaitu sebagai informasi bagi pihak ketiga atau
masyarakat umum mengenai suatu benda yang telah diikat dan dibebani dengan jaminan fidusia
untuk menindaklanjuti pengaturan seperti tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan
Fidusia yang menegaskan bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan.
6. Jaminan Fidusia Berisi Hak Untuk Melunasi hutang
Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan yang menjamin pelunasan hutang,
seperti hak Tanggungan juga memiliki sifat ini. Sifat ini sesuai fungsi setiap jaminan yang
memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil
penjualan jaminan tersebut bila debitur cedera janji bukan untuk dimiliki kreditur. Ketentuan ini
bertujuan untuk melindungi debitur dari tindakan sewenang-wenang kreditur. Apabila debitur
setuju mencantumkan janji bahwa benda yang menjadi obyek jaminan fidusia akan menjadi milik
kreditur jika debitur wanprestasi atau cedera janji maka oleh Undang-Undang janji semacam itu
akan batal demi hukum. Batal demi hukum artinya, sejak semula dianggap tidak pernah ada
sehingga tidak perlu dilaksanakan. Hal tersebut seperti yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal
33 Undang-Undang Jaminan Fidusia.
7. Jaminan Fidusia Meliputi Hasil Benda Yang Menjadi Obyek Jaminan Fidusia dan Klaim
Asuransi
Sifat ini sangat menguntungkan kepentingan kreditur karena obyek jaminan fidusia menjadi
lebih luas bukan hanya benda-benda saja tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan
dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia di asuransikan (menurut penjelasan Pasal 10
Undang-Undang Jaminan Fidusia)
Misalnya obyek jaminan fidusia berupa minibus atau angkot, maka yang menjadi jaminan
fidusia bukan hanya angkotnya saja, tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan
angkot itu yaitu berupa sejumlah uang. Namun dalam penerapannya tentu tidak mudah untuk
mengetahui berapa jumlah uang dari pemanfaatan atau pengelolaan angkot tersebut. Terhadap
permintaan klaim asuransi dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, lebih mudah
disbanding meminta langsung kepada perusahaan yang menutup asuransi agar diserahkan kepada
Obyek jaminan fidusia berupa benda-benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan benda
tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.
8. Jaminan Fidusia Untuk Menjamin Hutang Yang Telah ada atau Akan Ada
Adapun fungsi dari pengikatan benda dengan jaminan fidusia dari perjanjian kredit adalah
untuk menjamin pelunasan suatu hutang yang besarnya sudah diperjanjikan dalam perjanjian
kredit atau perjanjian hutang sebagai perjanjian pokoknya. Hutang yang dijaminkan pelunasannya
dengan fidusia harus memenuhi syarat yang sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Jaminan
Fidusia yaitu :
1. Hutang yang telah ada, artinya besarnya hutang yang ditentukan dalam perjanjian
kredit atau perjanjian lainnya.
2. Hutang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah
tertentu. Hutang yang akan timbul di kemudian hari atau yang akan ada ini misalnya
hutang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan
debitur dalam rangka pelaksanaan Bank Garansi.
3. Hutang yang ada pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan
perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.
9. Jaminan Fidusia Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Hutang
Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia pada Pasal 8 menegaskan bahwa jaminan fidusia
dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa ataupun kepada wakil
dari penerima fidusia tersebut. Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 8 tersebut, maka benda
jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa kreditur. Bahkan dari penjelasan
Pasal tersebut, yang dimaksud lebih dari penerima fidusia atau lebih dari satu kreditur hanya
berlaku dalam rangka pembiayaan kredit secara konsorsium atau sindikasi. Artinya seorang
kreditur secara bersama-sama dengan kreditur lain memberikan kredit kepada seorang debitur
dalam satu perjanjian kredit. Jaminan fidusia yang diberikan debitur digunakan untuk menjamin
kepada semua kreditur itu secara bersama. Antara kreditur satu dengan kreditur lainnya
mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan fidusia, tidak ada kreditur yang memiliki
Apa saja yang menjadi objek jaminan fidusia dalam Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia
mengatur tentang objek jaminan fidusia, ketentuan tersebut dapat ditemui dalam Pasal 1 ayat 4,
Pasal 9, Pasal 20 dan Pasal 31. Yang dapat menjadi objek jaminan fidusia tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan di alihkan secara hukum.
2. Benda tersebut dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, termasuk
piutang.
3. Yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Artinya objek jaminan fidusia bias berupa
benda bergerak tidak atas nama (benda bergerak tidak terdaftar), seperti mesin dan lain
lain. Dan bisa juga berupa benda bergerak terdaftar, seperti kendaraan bermotor.
4. Benda tersebut dapat berupa benda bergerak ataupun tidak bergerak dapat diikat dengan
Hak Tanggungan, serta benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotik.
5. Baik atas benda yang sudah ada maupun benda yang akan diperoleh kemudian.
6. Dapat atas satu satuan atau jenis benda.
7. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.
8. Meliputi juga hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia.
9. Dapat juga berupa benda perdagangan atau efek yang dapat dijual dipasar atau bursa
(Pasal 31 Undang-Undang Fidusia).
10. Dapat juga terhadap hak milik atas satuan rumah susun (Undang-Undang Nomor 16
Tahun Tentang Rumah Susun), jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.
11. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan di
asuransikan, maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia
tersebut (penjelasan Pasal 25 ayat (2)).
12. Benda persediaan (Inventory, stok perdagangan) dapat juga menjadi jaminan fidusia.
C. Pembebanan Jaminan Fidusia
Mengenai pengaturan tentang pembebanan jaminan fidusia, telah diatur dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 4 dikatakan, bahwa jaminan
bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Prestasi yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan
uang.
Tahapan-tahapan pembebanan jaminan fidusia secara garis besar terbagi dalam 3 (tiga)
tahapan;
Tahapan pertama, dimulai dengan dibuatnya perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit
atau perjanjian hutang. Perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit dapat dibuat dengan akta
dibawah tangan, artinya dibuat oleh para pihak (debiyur dan kreditur) atau dengan akta otentik
yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Tahapan ini merupakan perwujudan dari sifat jaminan
fidusia yang bersifat accesoir, yang berarti pembebanan jaminan fidusia merupakan ikutan dari
perjanjian pokoknya. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia,
dikatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi.22
a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Identitas meliputi nama lengkap,
agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin, status perkawinan dan pekerjaan.
Tahapan kedua, adalah tahap pembebanan benda dengan jaminan fidusia. Dalam Pasal 5
Undang-Undang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa “ Pembebanan banda dengan jaminan fidusia
dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia “. Akta
notaris tersebut merupakan Akta Jaminan Fidusia yang didalamnya mencantumkan hari, tanggal
dan waktu pembuatan akta tersebut. Dalam Akta Jaminan Fidusia ini sekurang-kurangny harus
memuat :
b. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia. Yang dimaksud data
perjanjian pokok adalah mengenai jenis perjanjian dan hutang yang dijamin
dengan fidusia.
22
c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Uraian mengenai
benda yang menjadi objek jaminan fidusia cukup dilakukan dengan
mengidentifikasikan benda tersebut dan dijelaskan mengenai bukti
kepemilikannya.
d. Nilai penjaminan, maksudnya adalah kreditur sebagai penerima fidusia harus
menentukan berapa nilai penjaminan yang harus ditetapkan dalam Akta
Jaminan Fidusia. Nilai penjaminan adalah penetapan jumlah hutang dengan
jaminan fidusia, yang tercantum dalam Akta Jaminan Fidusia yang di tetapkan
oleh kreditur, dengan memperhitungkan jumlah hutang pokok, bunga, denda
dan biaya-biaya lainnya.
e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Benda-benda yang menjadi
objek jaminan fidusia harus ditentukan berapa nilainya atau harganya.
Tahapan ketiga, tahap pendaftaran jaminan fidusia. Akta Jaminan Fidusia
kemudian didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan
pemberi fidusia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Jaminan
Fidusia yang menetukan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia.
D. Pendaftaran Jaminan Fidusia
1. Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia
Menurut Undang-Undang Fidusia, pendaftaran ini dilakukan pada KPF (Kantor Pendaftaran
Fidusia). Dan untuk pertama kalinya, KPF didirikan di Jakarta yang berada dalam lingkup tugas
Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia yaitu pada Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan HAM dengan wilayah kerja mencakup
seluruh wilayah Negara Republik Indonesia (lihat Pasal 12 Undang-Undang Jaminan Fidusia).
Sebagai petunjuk pelaksanaan dari pasal tersebut dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kehakiman
dan HAM Nomor M.08.PR.07.01 Tahun 2000 Tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia,
yang menyatakan:
Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia dan
mulai efektif operasional terhitung sejak tanggal 30 Oktober 2000.
Demi mempermudah dan efektifitas dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia ini bagi
pihak yang berkepentingan, dikeluarkanlah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139
Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota propinsi di
wilayah Negara Republik Indonesia. Berdasarkan isi keputusan presiden tersebut, Kantor
Pendaftaran Fidusia untuk selanjutnya berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan
HAM yang ada di setiap ibukota propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Hal tersebut
berdasarkan pada ketentuan Pasal 1,2 dan 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139
Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota di wilayah
Negara Republik Indonesia.
Wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia tersebut meliputi wilayah kerja Kantor Wilayah
(Kanwil) Departemen Kehakiman dan HAM di profinsi yang bersangkutan di tiap-tiap propinsi di
wilayah Negara Republik Indonesia, yang meliputi juga daerah-daerah tingkat II pada propinsi
yang bersangkutan dalam hal jika didaerah tingkat II di propinsi tersebut belum dibentuk Kantor
Pendaftaran Fidusia (lihat Pasal 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun
2000). Dengan dibentuknya Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota profinsi, maka wilayah
kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk
masing-masing propinsi, dialihkan menjadi wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Kehakiman
dan HAM di profinsi yang bersangkutan (Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000)
dan mulai melakukan penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia paling lambat 6
(enam) bulan sejak Keputusan Presiden ini ditetapkan. Selanjutnya, Pasal 4 (Keputusan Menteri