• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

DARWIN ANTONI MANURUNG NIM. 8116172003

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

DARWIN ANTONI MANURUNG. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model Pembelajaran Langsung. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: (1) apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran langsung. (2) apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran langsung. (3) bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah mengenai kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan pembelajaran langsung. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 7 Pematangsiantar. Kemudian secara acak dipilih dua kelas berjumlah 61 orang. Kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran langsung. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan pemecahan masalah matematis, (2) tes kemampuan komunikasi matematis. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,714 dan 0,846 berturut-turut untuk kemampuan pemecahan masalah matematis dan komunikasi matematis. Analisis data dilakukan dengan analisis uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari hasil analisis uji statistik untuk Thitung =2,817 lebih besar Ttabel adalah 1,671 dan hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh ̅ kelas eksperimen 72,75 dan ̅ kelas kontrol 65,69. (2) kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari hasil analisis uji statistik untuk Thitung = 4,108 lebih besar Ttabel adalah 1,671 dan hasil postes kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh ̅ kelas eksperimen 76,08 dan ̅ kelas kontrol 63,75. (3) Proses penyelesaian jawaban siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik (bervariasi) dibandingkan dengan pembelajaran langsung.

Pada penelitian ini ada temuan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis masalah ini sangat baik dilaksanakan dalam proses pembelajaran, dan kepada guru disarankan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa.

(8)

ABSTRACT

DARWIN ANTONI MANURUNG. The Difference of Students’ Problem Solving and Mathematical Communication Ability between Problem-Based Learning and Direct Learning Model. Thesis. Medan: Mathematics Education Study Program of Post Graduate Medan State University, 2016

The purposes of this research are to know: (1) if mathematical problem solving ability in problem-based learning (PBL) model class is better than in direct learning model class. (2) if mathematical communication ability in problem-based learning model class is better than in direct learning model class. (3) how students’ solution in solving problems which concern mathematical problem solving and mathematical communication ability by using PBL and direct learning model is.

The population of this research is all students class VII SMP Negeri 7 Pematangsiantar. The sample consisted of two classes. Experimental class used PBL, whereas control class used direct learning model. The used instruments consisted of (1) mathematical problem solving ability test; (2) mathematical communication ability test. Those instruments were qualified contents validity. Reliability coefficient is 0,714 for mathematical problem solving ability and 0,846 for mathematical communication ability test. Data analysis was done by using t-test. The result of research indicated that: (1) mathematical problem solving ability in PBL class is better than direct learning model class. It can be seen that tcalculation = 2,817 > ttabel = 1,671. Average of experiment class is 72,75 and control class is 65,69. (2) mathematical communication ability in PBL class is better than direct learning model class. It can be seen that tcalculation = 4,108 > ttabel = 1,671. Average of experiment class is 76,08 and control class is 63,75. (3) Students’ solution in solving problems which concern mathematical problem solving and mathematical communication ability by using problem-based learning is better than direct learning model.

In this research, there were found that problem-based learning model can be increased teacher and students’ activities in learning process. Furthermore, problem-based learning is advised to be implemented in learning process and teacher can be increased students’ problem solving ability and mathematical communication by this model.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan Berkat dan Karunia-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul: ”Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model Pembelajaran Langsung”. Dalam proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd sebagai Pembimbing I dan Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.Pd sebagai Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini. 2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan sekaligus juga sebagai narasumber I dan Bapak Dr. Mulyono, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si sebagai narasumber II dan Bapak Dr. W. Rajagukguk, M.Pd, sebagai narasumber III yang telah banyak memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. 3. Bapak Dapot Tua Manullang, SE, M.Si sebagai Staf Program Studi

Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah banyak memberikan semangat dan membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, sebagai Rektor Universitas Negeri Medan.

5. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

(10)

7. Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si, Bapak Dr. KMS. M. Amin Fauzi, M.Pd, Ibu Dra. Lusi K. Basar, M.Si, Bapak Rudol Barmen Manurung, M.Pd, dan

Bapak Restar Revolita Tambunan, M.Pd sebagai validator yang banyak memberikan masukan dan bimbingan.

8. Bapak Halomoan Naibaho, S.Pd, sebagai Kepala SMP Negeri 7 Pematangsiantar beserta seluruh dewan guru yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

10. Bapak St. J.M. Manurung dan Mamak tersayang A.E.br.Sitompul, Mertuaku J.Pasaribu dan M.br.Tarigan, Istri tercinta Maria Priscillya Pasaribu, S.Pd yang selalu memberikan dukungan dan semangat tiada hentinya, dan buat Anakku tersayang Rio Santo Mikhael Manurung yang setiap gerakan dan suaramu memberi semangat buat Papa serta Adik-adik saya Ariani Verawaty Manurung, S.Pd (Mak Lukas) dan Keluarga, Yusmida Manurung, S.Pd (Mak Lioni) dan Keluarga, Sartika Manurung, S.Pd, dan Sari Manurung yang selalu mendoakan dan turut membantu dalam proses seminar, penelitian sampai dengan selesainya tesis ini.

11.Serta teman-teman mahasiswa angkatan XX kelas B eksekutif yang sudah wisuda maupun yang belum wisuda dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, November 2016 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

1.2 Identifikasi masalah ... 18

1.3 Batasan Masalah ... 19

1.4 Rumusan Masalah ... 19

1.5 Tujuan Penelitian ... 20

1.6 Manfaat Penelitian ... 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 23

2.2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... ...29

2.3. Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ... ... 36

2.4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... ... 38

2.4.1. Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... ...41

2.4.2. Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... ...42

2.4.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 43

2.4.4. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 44

2.5. Model Pembelajaran Langsung ...46

2.5.1. Ciri-ciri Model Pembelajaran Langsung ... ...46

2.5.2. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Langsung... 49

2.6. Perbedaan Pedagogik Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model Pembelajaran Langsung………..50

2.7. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 52

2.8. Hasil Penelitian yang Relevan ... ...56

2.9. Kerangka Konseptual ... ... 57

2.9.1.Terdapat Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa yang mendapat Pembelajaran Langsung ... 57

2.9.2.Terdapat Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Siswa yang Mendapat Pembelajaran Langsung ... 59

2.9.3. Proses Penyelesaian Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan Masalah pada Pembelajaran Berbasis Masalah Lebih Baik (Bervariasi) daripada Pembelajaran Langsung………...61

(12)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 64

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 64

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 65

3.4 Defenisi Operasional ... 67

3.5 Prosedur dan Desain Penelitian ... 68

3.5.1. Prosedur Penelitian... 68

3.5.1.1. Studi Pendahuluan ... 69

3.5.1.2. Validasi Perangkat dan Instrumen Penelitian ... 70

3.5.1.3. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen ... 75

3.5.1.4. Tahap Pelaksanaan Model pembelajaran Berbasis Masalah ... 78

3.5.2. Desain Penelitian ... 79

3.6 Variabel Penelitian... 81

3.7 Instrumen Penelitian ... 82

3.7.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 82

3.7.2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 85

3.8 Teknik Pengumpulan Data ...87

3.9 Teknik Analisis Data ...87

3.9.1. Analisis Statistik Deskriptif ...88

3.10 Proses Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah ... 90

3.11 Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis ... 91

3.12 Analisis Statistik Inferensial ... 93

3.12.1. Tes Normalitas ... 93

3.12.2. Tes Homogenitas ... 93

3.12.3. Tes Hipotesis ... 94

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 98

4.1.1. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 98

4.1.1.1. Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 98

4.1.1.2. Perbedaan Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 100

4.1.1.3. Pengujian Hipotesis ...103

4.1.1.4. Uji Normalitas ...103

4.1.1.5. Uji Homogenitas ...104

4.1.2. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ...107

4.1.2.1. Postest Kemampuan Komunikasi Matematis ...107

4.1.2.2. Perbedaan Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ...109

4.1.2.3. Pengujian Hipotesis ...111

4.1.2.4. Uji Normalitas ...111

4.1.2.5. Uji Homogenitas ...112

4.1.3. Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ...115

4.1.3.1. Proses Jawaban Siswa pada Tes KemampuanPemecahan Masalah .116 4.1.3.2. Proses Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Komunikasi ...136

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ...149

4.2.1. Faktor Pembelajaran...149

(13)

4.2.3. Faktor Kemampuan Komunikasi Matematis ...156

4.2.4. Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ...157

4.3 Keterbatasan Penelitian ...158

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ...160

5.2 Implikasi ...161

5.3 Saran ...162

DAFTAR PUSTAKA……….. 165

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Nilai Ujian Matematika Siswa Kelas VII SMPN.7 P.Siantar ... 4

2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... ...43

2.2 Sintaks Model Pembelajaran Langsung... 48

2.3 Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung... ...51

3.1 Klasifikasi Koefisien Validitas ... ...72

3.2 Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 73

3.3 Interpretasi Tingkat Kesukaran... 74

3.4 Interpretasi Daya Pembeda ... 75

3.5 Hasil Ujicoba Perangkat Pembelajaran ... 76

3.6 Rangkuman Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 77

3.7 Rangkuman Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77

3.8 Desain Penelitian ... 79

3.9 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 83

3.10 Penyekoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 84

3.11 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 85

3.12 Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis ... 86

3.13 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah ... 90

3.14 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis ... 92

3.15 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistik ... 96

4.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen Secara Kuantitatif ... 99

4.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Kontrol Secara Kuantitatif ... 99

4.3 Hasil Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 99

4.4 Hasil Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis pada Kedua Kelas Berdasarkan Indikator ... 101

4.5 Hasil Uji Normalitas Nilai Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 104

4.6 Hasil Uji Homogenitas Nilai Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Eksperimen dan Kontrol... 105

4.7 Rata-Rata Nilai Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 106

4.8 Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Uji-t ... 106

4.9 Hasil Postest Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 108

(15)

4.11 Hasil Uji Normalitas Nilai Postest Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 112 4.12 Hasil Uji Homogenitas Nilai Postest Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 113 4.13 Rata-rata nilai postest kemampuan komunikasi matematis siswa

(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman 1.1 Jawaban Siswa pada Tes Pendahuluan Pemecahan Masalah ... …...9 1.2 Jawaban Siswa pada Tes Pendahuluan Komunikasi Matematis ... ...12 3.1. Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 80 4.1 Grafik rata-rata Postest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 100 4.2 Grafik Rata-rata Postest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Indikator ... 101 4.3 Grafik rata-rata Postest Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 108 4.4 Grafik Rata-rata Postest Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan Indikator ... 110 4.5 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Butir Soal 1 Eksperimen

Pemecahan Masalah ... 118 4.6 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Butir Soal 1 Kontrol Pemecahan

(17)
(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu ilmu yang diperlukan dalam kehidupan

manusia, karena melalui pembelajaran matematika siswa dilatih agar dapat

berpikir kritis, logis, sistematis, dan dapat menyelesaikan masalah yang

dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Cornelius (Abdurahman,2009:253)

mengemukakan alasan perlunya belajar matematika yaitu (1) sarana berpikir yang

jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari (3)

sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana

untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran

terhadap perkembangan budaya. Oleh karena itu, matematika merupakan salah

satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) dan

matematika juga merupakan pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN).

Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa “Mata pelajaran

matematika menumbuh kembangkan kemampuan bernalar, yaitu berfikir

sistematis, logis dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan matematika”.

Dengan matematika diharapkan mampu membuat seseorang mempunyai daya

nalar dan kemampuan berpikir kritis. Hasratuddin (2015:27) mengatakan bahwa

“Matematika adalah suatu sarana atau cara untuk menemukan jawaban terhadap

masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi,

menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan

(19)

2

memikirkan dalam diri manusia itu sendiri untuk melihat dan menggunakan

hubungan-hubungan.

Soedjadi (1991:33) mengemukakan bahwa “Matematika tidak cukup lagi

hanya membekali siswa dengan keterampilan menyelesaikan soal Ujian Nasional

(UN)”. Pendidikan matematika harus diarahkan kepada menumbuhkembangkan

kemampuan yang transferabel dalam kehidupan siswa kelak. Demikian pula

matematika juga merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk menunjang

keberhasilan dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi, bahkan diperlukan

oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari.

Matematika ilmu yang berkembang sesuai dengan perkembangan

teknologi informasi, yang menyebabkan matematika dipandang sebagai suatu

ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu

tentang cara berfikir serta memahami dunia sekitar dan matematika juga

merupakan ilmu yang deduktif, bahasa simbol dan bahasa numerik. Untuk

menjawab berbagai tantangan dan dunia saat ini, kemampuan berfikir tingkat

tinggi siswa seperti kemampuan memecahkan masalah, berargumentasi secara

logis, bernalar, menjelaskan dan menjustifikasi, memanfaatkan sumber-sumber

informasi, berkomunikasi, berkerjasama, menyimpulkan dari berbagai situasi,

pemahaman konseptual, dan pemahaman prosedural adalah menjadi prioritas

dalam pembelajaran matematika.

Ansari (2009:17) menjelaskan bahwa "Pembelajaran matematika bertujuan

untuk mengembangkan keterampilan dan memandirikan siswa dalam belajar,

(20)

3

pengetahuannya sendiri". Kemudian National Council of Teacher of Mathematics

(NCTM, 2000) menyatakan bahwa tujuan umum pembelajaran matematika

adalah: (1) Belajar untuk berkomunikasi (mathematical communicatiori), (2)

Belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), (3) Belajar untuk memecahkan

masalah (mathematical problem solving), (4) Belajar untuk mengaitkan ide

(mathematical connections), (5) Pembentukan sikap positif terhadap matematika

(positive attitudes toward mathematics). Semua tujuan tersebut dinamakan dengan

daya matematika (mathematical power).

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus dilakukan baik secara

konvensional maupun inovatif. Namun, mutu pendidikan belum menunjukkan

hasil yang sebagaimana yang diharapkan. Kenyataan ini terlihat dari hasil belajar

yang diperoleh siswa masih sangat rendah, khususnya mata pelajaran matematika.

Dari hasil Third in International Mathematics and Science Study (TIMMS) skor

siswa-siswi SMP kelas 2 di bidang studi matematika berada di bawah rata-rata

internasional, pada tahun 2007 Indonesia berada di peringkat ke-36 dengan 49

negara dengan skor rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional 500.

Sedangkan pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat ke-38 dengan 42

negara dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata internasional 500.

Keluhan terhadap rendahnya hasil belajar matematika siswa dari jenjang

pendidikan terendah sekolah dasar sampai perguruan tinggi tidak pernah hilang.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa tampak pada ketidaklulusan siswa yang

sebagian besar disebabkan tidak tercapainya nilai batas lulus yang telah

(21)

4

Pematangsiantar. Secara rata-rata bahwa hasil belajar siswa masih dibawah KKM.

Hal ini dapat dilihat dari nilai ujian matematika siswa kelas VII pada semester

ganjil tahun ajaran 2015/2016 pada Tabel 1.1.

Tabel 1. 1. Nilai Ujian Matematika Siswa Kelas VII SMP N. 7 P.Siantar

No KELAS Ulangan Harian 1 Ulangan Harian 2 NILAI RATA-RATA KKM

1 VII – 1 65 65 70

Sumber : Daftar Nilai Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Pematangsiantar

Rendahnya hasil belajar matematika dapat ditinjau dari lima aspek dalam

pembelajaran matematika secara umum yang dirumuskan oleh National Council

of Teachers of Mathematic (NCTM : 2000):

Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang

namanya masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam

pembelajaran matematika. Utari (1994) menyatakan bahwa “Pemecahan masalah

(22)

5

pengajaran matematika bahkan sebagai jantungnya matematika, lebih

mengutamakan proses daripada hasil”. Tidak semua pertanyaan merupakan suatu

masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu

menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur

rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Apabila kita menerapkan pengetahuan

matematika, keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan suatu dilema atau

situasi yang baru atau yang membingungkan, maka kita sedang memecahkan

masalah. Untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, siswa

membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah

dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata.

Karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu

dilatihkan dan dibiasakan kepada siswa sedini mungkin. Kemampuan ini

diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan

masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini seperti yang

dikemukakan Ruseffendi (1991:291) bahwa “Kemampuan memecahkan masalah

amatlah penting bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami

matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari”.

Aktivitas yang tercakup dalam kegiatan pemecahan masalah, meliputi:

mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang

diperlukan, merumuskan masalah matematika, menerapkan strategi untuk

menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar

(23)

6

menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan

menggunakan matematika secara bermakna.

Polya (1985) menyebutkan “Empat langkah dalam penyelesaian masalah,

yaitu: 1) memahami masalah; 2) merencanakan pemecahan; 3) melakukan

perhitungan; dan 4) memeriksa kembali”. Sedangkan Russeffendi (1991:341)

menyatakan bahwa “Penyelesaian persoalan pemecahan masalah terdapat

langkah-langkah sebagai berikut: (1) merumuskan permasalahan dengan jelas, (2)

menyatakan kembali persoalannya dalam bentuk yang dapat diselesaikan, (3)

menyusun hipotesis (sementara) dan strategi pemecahannya, (4) melaksanakan

prosedur pemecahan, (5) melakukan evaluasi terhadap penyelesaian.

Lebih lanjut, Utari (1994) menjelaskan bahwa “Pemecahan masalah dalam

pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang harus dicapai”.

Sebagai pendekatan, pemecahan masalah digunakan untuk menemukan dan

memahami materi atau konsep matematika. Sedangkan sebagai tujuan, diharapkan

agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan serta

kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah dari situasi sehari-hari

dalam matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah

(sejenis dan masalah baru) dalam atau diluar matematika, menjelaskan atau

menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, menyusul model matematika

dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara

bermakna (meaningful). Sebagai implikasinya maka kemampuan pemecahan

(24)

7

Sesuai dengan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

menyelesaikan soal pemecahan masalah siswa perlu memperhatikan empat

langkah fase penyelesaian, yaitu : (1) Memahami dan merumuskan masalah, (2)

menyusun rencana penyelesaian, (3) melakukan rencana penyelesaian, (4)

melakukan pengecekan kembali.

Namun kenyataan di lapangan proses pembelajaran matematika yang

dilaksanakan pada saat ini belum memenuhi harapan para guru sebagai

pengembang strategi pembelajaran di kelas. Siswa mengalami kesulitan dalam

belajar matematika, khususnya dalam menyelesaikan soal yang yang berhubungan

dengan kemampuan pemecahan masalah matematika sebagaimana diungkapkan

Sumarmo (1993) bahwa ”Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika pada umumnya belum memuaskan”. Kesulitan yang dialami siswa

paling banyak terjadi pada tahap melaksanakan perhitungan dan memeriksa hasil

perhitungan.

Dari hasil observasi dan wawancara dengan siswa dan guru bidang studi

matematika SMP Negeri 7 Pematangsiantar, peneliti mendapatkan kesulitan siswa

dalam menyelesaikan soal dalam bentuk pemecahan masalah dan komunikasi

matematis siswa. Salah satu materi yang dirasa sulit oleh siswa adalah segi empat.

Kebanyakan siswa tidak memahami soal yaitu tidak mengetahui apa yang

diketahui dan apa yang ditanya pada soal dan rumus apa yang harus digunakan

dalam menyelesaikan soal. Ini menunjukkan bahwa segi empat masih salah satu

(25)

8

menyelesaikan masalah apapun yang terdapat pada pelajaran matematika dan

dapat menghubungkannya dengan kehidupan nyata siswa.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti (tanggal 15 Januari

2016) berupa pemberian tes diagnosis kepada siswa kelas VII-1 SMP Negeri 7

Pematangsiantar menunjukkan bahwa 26 orang (83,87%) dari jumlah siswa

kesulitan mengerjakan soal penerapan rumus-rumus segi empat, 24 orang

(77,42%) kesulitan mengerjakan soal cerita bentuk aplikasi rumus segi empat

yang berkaitan dengan dunia nyata, sedangkan 27 orang (87,10%) kesulitan dalam

menyelesaikan soal dalam bentuk pemecahan masalah terkait dunia nyata. Proses

penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah matematika juga tidak

sempurna dan tidak bervariasi.

Sebagai contoh, kebun Pak Andi berbentuk persegi panjang berukuran

panjang (2a + 4) meter dan lebarnya (2a – 2) meter. Jika keliling kebun Pak Andi

28 meter, maka tentukan persamaan kebun Pak Andi dan selesaikan, kemudian

tentukan panjang dan lebarnya kebun pak Andi tersebut? Kebanyakan siswa tidak

mengetahui cara penyelesaian yang terdapat pada soal aplikasi diatas, mereka

hanya mengetahui panjang, lebar dan keliling berturut-turut yaitu (2a + 4) meter,

(2a – 2) meter, 28 meter, dari 31 siswa ternyata 8 orang siswa mampu menghitung

dengan mengunakan rumus keliling persegi panjang tetapi masih bingung untuk

menentukan panjang dan lebar kebun Pak Andi. Sedangkan 23 orang siswa tidak

bisa memahami masalah yaitu apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari

(26)

9

Dari permasalahan tersebut siswa akhirnya tidak mampu menyelesaikan

masalah tersebut yaitu menentukan persamaan kebun Pak Andi dan menghitung

panjang beserta lebar kebun Pak Andi, sehingga dapat kita katakan bahwa

kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih sangat rendah.

Contoh kesalahan lain yang dilakukan siswa dalam pemecahan masalah

matematika dapat di lihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Jawaban siswa pada tes pendahuluan pemecahan masalah

Dari hasil jawaban siswa di atas dapat kita lihat bahwa siswa tersebut tidak

memberikan pendapat mereka tentang apa saja yang mereka pahami dari soal.

Siswa juga tidak merencanakan terlebih dahulu tentang apa yang akan mereka

lakukan. Mereka langsung melakukan proses perhitungan untuk menyelesaikan

masalah tersebut. Oleh karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam proses

pembelajaran matematika harus sering diberikan kepada siswa supaya siswa dapat

terlatih dan terbiasa, serta mampu menyelesaikan masalah-masalah yang mereka

(27)

10

Selain kemampuan pemecahan masalah, siswa juga dituntut untuk

memiliki kemampuan komunikasi matematis sebab kemampuan pemecahan

masalah memiliki hubungan yang erat dengan kemampuan siswa dengan menjalin

komunikasi dengan sesama atau dengan lingkungannya. Oleh karena itu

dibutuhkan kurikulum yang dapat menjadi acuan dalam mengembangkan

kemampuan komunikasi matematis siswa. Mulyasa (2003:21) mengatakan bahwa

"Acuan kurikulum berbasis kompetensi menjadikan sosok manusia Indonesia

dalam jenjang pendidikan menengah salah satunya adalah memiliki kemampuan

berkomunikasi".

Siswa dapat dikatakan memiliki kemampuan komunikasi matematis jika

siswa tersebut mampu menyajikan dan menafsirkan gagasan matematika secara

lisan, tulisan, gambar, diagram, serta dapat mendemonstrasikannya di depan kelas.

Sebagaimana Greenes dan Schulman (Ansari, 2009:10) mengatakan bahwa

kemampuan komunikasi matematis dapat terjadi ketika siswa (1) menyatakan ide

matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara

visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide

yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, (3)

mengkonstruksikan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan

hubungannya.

Hal senada juga dikemukakan Hasratuddin (2015) yang menyatakan

tentang perlunya para siswa belajar matematika dengan alasan bahwa matematika

merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.

(28)

11

siswa kepada pemahaman matematika yang mendalam tentang konsep

matematika yang dipelajari dan juga mengerti tentang manfaat matematika.

Menurut Collins (1998) bahwa salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam

pembelajaran matematika adalah memberi kesempatan yang seluas-luasnya

kepada siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan

berkomunikasi melalui lisan maupun tulisan, modeling speaking, writing, talking,

drawing, serta mempersentasikan apa yang telah dipelajari.

Dewi (2008 : 40) menjelaskan bahwa “Ada dua alasan penting mengapa

komunikasi dalam matematika perlu ditumbuh kembangkan di kalangan siswa”.

Pertama, matematika sebagai bahasa berarti matematika dapat digunakan

sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan

ringkas. Kedua, matematika sebagai aktivitas social berarti matematika dapat

digunakan sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran, seperti interaksi antara

siswa dengan siswa. Selanjutnya Baroody (1993) mengatakan “Bagi anak-anak,

matematika penting dijadikan bahasa keduanya”. Jika pembelajaran matematika

hanya mengingat rumus atau menghafal rumus daripada mengkomunikasikan

ide-ide matematika, maka matematika menjadi suatu domain yang sulit untuk dilalui.

Oleh karena itu komunikasi dalam matematika perlu untuk ditumbuh kembangkan

untuk mempercepat pemahaman matematika siswa.

Sebagai contoh soal yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi

matematis siswa masih rendah dapat kita lihat dari salah satu jawaban tes

(29)

12

Gambar 1.2. Jawaban siswa pada tes pendahuluan komunikasi matematis Berdasarkan Gambar 1.2 dapat diambil kesimpulan bahwa siswa sudah

mengetahui berapa besar sudut lurus, tapi siswa ternyata tidak bisa

mengkomunikasikan apa yang menjadi masalah dari soal dan bagaimana cara

menentukan penyelesaian masalah tersebut.

Untuk mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah tentang

segiempat seperti soal yang telah diberikan untuk mengukur kemampuan

pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa, hendaknya

siswa terlebih dahulu menguasai materi prasyarat yang digunakan. Prasyarat ini

merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki siswa. Materi operasi bilangan

bulat dan pecahan merupakan prasyarat yang dibutuhkan.

Dari permasalahan ini, betapa permasalahan tentang komunikasi

matematis siswa ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera

ditangani, Aryan (2007) menjelaskan bahwa "Tanpa komunikasi dalam

matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang

pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika". Untuk itu

(30)

13

dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan

proses matematika yang mereka lakukan sehingga tujuan pembelajaran

matematika dapat tercapai.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan kepada siswa kelas VII-1 SMP

Negeri 7 Pematangsiantar, selama proses pembelajaran dan perbincangan lepas di

luar kelas, diketahui bahwa siswa "menganggap" mata pelajaran matematika

merupakan mata pelajaran yang kurang disenangi dan matematika merupakan

pelajaran yang sulit, terutama menyelesaikan soal-soal yang berbentuk masalah

dalam kehidupan sehari-hari dengan alasan soal tersebut tidak sama yang

diberikan oleh guru sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar matematika.

Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa hanya menjadi pendengar saja, jawaban

siswa yang benar yang diterima, sedikit tanya jawab, dan siswa mencatat dari

papan tulis, dan mengerjakan latihan dan hasilnya ditulis di papan tulis.

Hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang terjadi di dalam

kelas adalah guru melakukan model pembelajaran langsung, guru hanya

memfokuskan pada penghafalan konsep, memberikan rumus-rumus dan

langkah-langkah serta prosedur matematika guna menyelesaikan soal. Dalam proses

pembelajaran juga guru kurang mengaitkan fakta real dalam kehidupan nyata

dengan persoalan matematika dan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas

berpusat pada guru (teacher oriented) dan tidak berorientasi pada membangun

konsep matematika dari siswa itu sendiri dan tidak melatih siswa untuk

berkomunikasi secara matematis. Pembelajaran yang terjadi di kelas lebih tertuju

(31)

14

mengerjakan latihan-latihan yang ada pada buku dan guru hanya menyampaikan

materi yang ada di buku paket. Pelaksanaan pembelajaran matematika

sesunguhnya tidak relevan dengan karakteristik dan tujuan pembelajaran

matematika, guru memberikan konsep dan prinsip matematika secara langsung

kepada siswa, guru belum berupaya secara maksimal untuk memampukan siswa

memahami berbagai konsep dan prinsip matematika, menunjukkan kegunaan

konsep dan prinsip matematika serta memampukan siswa untuk berkomunikasi

secara matematis dalam memecahkan masalah. Proses pembelajaran" yang sering

dilakukan guru membuat siswa terlihat kurang bersemangat dalam belajar,

sehingga komunikasi matematis semakin berkurang.

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis

dikuasai oleh siswa, sementara temuan di lapangan bahwa kedua kemampuan

tersebut masih rendah dan kebanyakan peserta didik terbiasa melakukan kegiatan

belajar berupa menghafal tanpa dibarengi pengembangan memecahkan masalah

dan komunikasi matematika. Pola pengajaran yang selama ini digunakan guru

belum mampu membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk

masalah, mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk

mengemukakan ide dan pendapat mereka, dan bahkan para siswa masih enggan

untuk bertanya pada guru jika mereka belum paham terhadap materi yang

disajikan guru. Disamping itu juga, guru senantiasa dikejar oleh target waktu

untuk menyelesaikan setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan kompetensi

(32)

15

Untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis, guru harus mengupayakan pembelajaran dengan

menggunakan model-model belajar yang dapat memberi peluang dan mendorong

siswa untuk melatih kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis

siswa. Perlu diketahui bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda

dalam memahami matematika. Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa “Dari

sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang

memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah”. Perbedaan kemampuan yang

dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga dapat

dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar

khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan

artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat mengakomodasi kemampuan

matematika siswa yang heterogen sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar

siswa.

Ada banyak model pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam upaya

menumbuhkembangkan kedua kemampuan tersebut, salah satu model

pembelajaran yang diduga akan sejalan dengan karakteristik matematika dan

harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah model pembelajaran berbasis

masalah. Model ini merupakan pendekatan pembelajaran peserta didik pada

masalah autentik (nyata) sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya

sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan inkuiri,

memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan dirinya (Trianto,

(33)

16

Menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, pelajar menghadapi

masalah dan berusaha menyelesaikannya dengan informasi yang mereka sudah

miliki memungkinkan mereka untuk menghargai apa yang telah mereka ketahui.

Mereka juga mengidentifikasi apa yang mereka perlu belajar untuk lebih

memahami masalah dan bagaimana mengatasinya (Barrows, 2003).

Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah salah

satu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.

Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah

dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan

keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan

konsep yang esensi dari materi pelajaran. Masalah kontekstual yang diberikan

bertujuan untuk memotivasi siswa, membangkitkan gairah belajar siswa,

meningkatkan aktivitas belajar siswa, belajar terfokus pada penyelesaian masalah

sehingga siswa tertarik untuk belajar, menemukan konsep yang sesuai dengan

materi pelajaran, dan dengan adanya interaksi berbagi ilmu antara siswa dengan

siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungan siswa diajak untuk

aktif dalam pembelajaran.

Salah satu ciri utama model pembelajaran berbasis masalah yaitu berfokus

pada keterkaitan antar disiplin ilmu, dengan maksud masalah yang disajikan

dalam pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran

tertentu tetapi siswa bisa meninjau masalah tersebut dari banyak segi atau

mengaitkan dengan disiplin ilmu yang lain untuk menyelesaikannya. Dengan

(34)

17

secara aktif, penuh semangat dan siswa akan semakin terbuka terhadap

matematika, serta siswa akan menyadari manfaat matematika karena tidak hanya

terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari.

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah diupayakan dapat

menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

matematika siswa mulai bekerja dari permasalahan yang diberikan, mengaitkan

masalah yang akan diselidiki dengan meninjau masalah itu dari banyak segi,

melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap

masalah nyata, membuat produk berupa laporan, model fisik untuk

didemonstrasikan kepada teman-teman lain, bekerja sama satu sama lain untuk

mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Penelitian ini sangat penting dilakukan yaitu untuk melihat perbedaan

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa yang mendapat

pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang mendapat pembelajaran langsung.

Dengan mengetahui bahwa kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

matematis siswa yang lebih baik jika pembelajaran menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah, maka pembelajaran berbasis masalah akan sangat

cocok diterapkan oleh guru di dalam pembelajaran matematika.

Penelitian dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah

diteliti oleh Abbas (2006) yang menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan

model pembelajaran berbasis masalah dengan penilaian portofolio dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Demikian juga Hasanah (2004) dalam

(35)

18

mengajar menyimpulkan pemahaman siswa yang memperoleh model

pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pembelajaran biasa, dan

kemampuan pemahaman matematika dengan model pembelajaran berbasis

masalah lebih baik daripada pembelajaran langsung. Analisis terhadap

penelitiannya mengimplikasikan bahwa model pembelajaran berbasis masalah

dengan menekankan representasi matematik dapat dijadikan guru sebagai salah

satu alternatif untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis.

Berdasarkan penjelasan di atas dirasakan perlu untuk mengungkapkan

apakah model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran langsung

memiliki perbedaan konstribusi terhadap kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis siswa. Hal itulah yang mendorong untuk dilakukan suatu

penelitian yang memfokuskan diri pada penerapan model pembelajaran berbasis

masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis

siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Oleh karena itu, penelitian ini

berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi

Matematis Siswa Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model

Pembelajaran Langsung”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan, sebagai berikut :

(36)

19

2. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berbentuk

pemecahan masalah.

3. Kemampuan siswa dalam berkomunikasi matematis masih rendah.

4. Guru kurang melibatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika.

5. Model pembelajaran yang digunakan guru belum bervariasi.

6. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam pemecahan masalah belum

bervariasi.

7. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam komunikasi belum bervariasi.

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka

perlu adanya pembatasan masalah agar penelitian ini lebih terfokus pada

permasalahan yang akan diteliti. Peneliti hanya meneliti masalah tentang:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa

3. Proses penyelesaian jawaban siswa

Penelitian ini meneliti perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran berbasis

masalah dan model pembelajaran langsung, serta proses penyelesaian jawaban

siswa pada masing-masing model pembelajaran pada materi bangun datar segi

(37)

20

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi perhatian penulis untuk

dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat

pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat

pembelajaran langsung?

2. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat

pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat

pembelajaran langsung?

3. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung?

1.5. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran

tentang perbedaan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran

langsung terhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis

siswa. Namun secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang

mendapat pembelajaran langsung.

2. Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang

mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang

(38)

21

3. Untuk mengetahui proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan

masalah matematika pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran

langsung.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi dalam memperbaiki

proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran

berbasis masalah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Untuk Guru Matematika dan Sekolah

Memberi alternatif atau variasi model pembelajaran matematika untuk

dikembangkan agar menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara

memperbaiki kelemahan dan kekurangannya dan mengoptimalkan pelaksanaan

hal-hal yang telah dianggap baik sehingga dapat menjadi salah satu upaya

untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika

secara umum dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis secara khusus.

2. Untuk Kepala Sekolah

Memberikan izin kepada setiap guru untuk mengembangkan model-model

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis siswa pada khususnya dan hasil belajar matematika

(39)

22

3. Untuk Siswa

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah selama penelitian pada

dasarnya memberi pengalaman baru dan mendorong siswa terlibat aktif dalam

pembelajaran agar terbiasa melakukan keterampilan-keterampilan melakukan

pemecahan masalah dan komunikasi matematis serta hasil belajar siswa

meningkat dan juga pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna dan

bermanfaat.

4. Bagi Peneliti

Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang bagaimana

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis

Gambar

Tabel                                                                                                          Halaman  1.1
Tabel 1. 1. Nilai Ujian Matematika Siswa Kelas VII SMP N. 7 P.Siantar
Gambar 1.1. Jawaban siswa pada tes pendahuluan pemecahan masalah
Gambar 1.2. Jawaban siswa pada tes pendahuluan komunikasi matematis

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan kondisi belajar di sekolah SMP Negeri 15 Medan tentang hasil belajar siswa di sekolah tersebut sehingga peneliti ingin memberikan solusikepada sekolah dan

Sebagai pemegang amanat orang tua dan sebagai salah satu pelaksana pendidikan Islam, guru agama tidak hanya bertugas memberikan pendidikan ilmiah saja, tetapi tugas

disebabkan karena Jepang memberikan komitmen penuh pada mode 3 dan mode 4 baik di kolom pembatasan akses pasar maupun di kolom perlakuan nasional. Adapun Indonesia

[r]

Kondis dacrah Pacitan yang belum memiliki stadion olah raga mendorong pihak Pemerintah Daerah Pacitan untuk membangun sarana yang nantinya akan digunakan untuk

Paso 6: Configure una contraseña encriptada para proporcionar un acceso seguro al modo privilegiado.. La contraseña de enable se debe reemplazar por una nueva contraseña

penelitian ini adalah, "Bagaimanakah Merancang dan Membuat Movabb Display Case Untuk Perbaikan Sistem Penyimpanan dan Pemajangan Buah Apel serta Pengaruh Penyimpanan

Pemisahan berkas perkara pencurian yang dilakukan oleh penuntut umum didasarkan pada Pasal 142 KUHAP yang menjelaskan, bahwa dalam hal penuntut umum menerima satu