• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit Sapi"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

STUDI EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN GELATIN TIPE B DARI KULIT SAPI

Oleh HASAN F24101107

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Hasan. F24101107. Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit Sapi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Ir. Irshan Zainudin,M.Si.

ABSTRAK

Gelatin merupakan molekul polipeptida dengan bobot molekul tinggi yang berasal dari kolagen yang merupakan komponen utama penyusun jaringan hewan (kulit, tulang, dan tendon). Gelatin umumnya digunakan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil sistem emulsi mengingat kemampuannya dalam berikatan dengan air dan lemak. Produk pangan yang umumnya diproduksi dengan tambahan gelatin antara lain permen, es krim, jelly, dan daging kaleng. Kemampuan gelatin untuk meningkatkan nilai guna suatu produk dimanfaatkan oleh industri pangan, industri farmasi, kosmetika dan kimia. Industri farmasi umumnya menggunakan gelatin sebagai bahan baku dalam pembuatan kapsul sedangkan industri kimia menggunakan gelatin dalam pembuatan perekat (lem) dan film untuk fotografi

Salah satu proses penting dalam pembuatan gelatin adalah ekstraksi. Proses ekstraksi termasuk dalam proses utama dikarenakan selama proses ini berlangsung terjadi denaturasi serat kolagen menjadi gelatin. Semakin efektif dan efisien proses ekstraksi yang dilakukan maka akan semakin baik pula kualitas gelatin yang akan didapatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hal-hal yang dapat memaksimalkan proses ekstraksi. Penelitian ini menggunakan metode perendaman (liming) bahan baku kulit sapi dalam kondisi basa. Hal ini didasarkan pada kondisi kulit yang dijadikan sebagai bahan baku. Kulit diperoleh dari sapi dewasa (2-3 tahun) dengan kondisi kolagen yang sudah tua (US Patent 5877287). Kolagen yang tua mempunyai susunan ikatan triple helix yang lebih rapat dan kompleks akibatnya membutuhkan basa agar proses hidrolisis kolagen menjadi gelatin lebih optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan perbandingan kulit-air serta pemberian interval agitasi yang berbeda pada proses pembuatan gelatin tipe B dari kulit sapi menggunakan metode ekstraksi basa. Karakteristik produk gelatin hasil penelitian yang diukur antara lain; rendemen, kadar air, kadar abu, warna, kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi.

Ekstraksi dilakukan pada 4 tingkat perbandingan kulit-air yaitu ; 1 :1, 1:2, 1:3, dan 1: 4 dengan interval agitasi di tiap 10, 20, dan 30 menit. Agitasi dilakukan dengan kecepatan putaran 50 rpm dan lama putaran 3 menit setiap kali berputar. Ekstraksi dilakukan dengan 5 tahap dengan suhu dan lama masing-masing: tahap I (55 OC, 5 jam), tahap II (65 OC, 4 jam), tahap III ( 75 OC, 3 jam), tahap IV (85 OC, 2 jam) , dan tahap V (95 OC, 1 jam). Pengamatan pengaruh kedua perlakuan (perbandingan kulit-air serta interval agitasi) terhadap beberapa parameter gelatin menunjukkan bahwa kedua perlakuan tidak memberikan pola kecenderungan tertentu. Dengan kata lain tidak ada tren khusus (naik atau turun) pada parameter yang diamati akibat dari peningkatan atau penurunan kuantitas perlakuan yang diberikan.

(3)

didapatkan kisaran notasi L 55,49-58,90 (cerah) dan notasi b 39,74-41,68 (kuning). Nilai kadar air gelatin hasil penelitian berada pada kisaran 8,82-12,74 % dengan nilai kadar abu berada pada kisaran 2,89-3,89 (% bk). Pengukuran nilai kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi gelatin hasil penelitian didapatkan nilai masing-masing berada pada kisaran 115– 280 bloom, 5 – 18 cP dan 50,71-59,62%.

Mutu gelatin hasil penelitian jika dinilai berdasarkan United States Patent (1999), yang termasuk gelatin kualitas tinggi adalah sampel gelatin A1B2, A2B3, dan A4B1. Sampel gelatin yang termasuk gelatin kualitas sedang adalah A1B1, A1B3, A2B1, A2B2, A3B1, A3B2, A3B3, dan A4B2. Terdapat satu sampel yang termasuk gelatin kualitas rendah yaitu sampel A4B3. Penilaian ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel gelatin merupakan gelatin dengan kualitas sedang.

(4)

STUDI EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN GELATIN TIPE B DARI KULIT SAPI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh HASAN F24101107

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

STUDI EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN GELATIN TIPE B DARI KULIT SAPI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh HASAN F24101107

Dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1982 di Jakarta

Tanggal Lulus : 27 Desember 2006

Menyetujui,

Bogor , April 2007

Dr. Ir. Sugiyono, MApp.Sc Ir. Irshan Zainudin,M.Si Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Dahrul Syah, MSc

(6)

RIWAYAT HIDUP

HASAN lahir di Jakarta, 14 Februari 1982. Penulis merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara pasangan

Bapak H. Abdul Hamid (alm) serta Ibu Hasanah. Pendidikan

dari sekolah dasar hingga sekolah menengah umum diselesaikan

di Jakarta yaitu SDN 05 Pagi Jakarta Utara, SLTPN 244 Jakarta

Utara, dan SMUN 52 Jakarta Utara.

Tahun 2001 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Institut Pertanian Bogor melalui UMPTN. Selama menempuh pendidikan, penulis

aktif mengikuti organisasi kemahasiwaan di Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat

Persiapan Bersama IPB (BEM TPB IPB 2001-2002), Pendiri UKM Klip (2002),

Badan Pengawas HIMITEPA (2002-2003), staf divisi profesi HIMITEPA

(2003-2004), menjadi asisten mata kuliah Pengawasan Mutu dan Mata Kuliah

Pendidikan Agama Islam. Penulis menyelesaikan kuliah di IPB dengan skripsi

berjudul ” Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta’ala Rabb Semesta Alam atas

nikmat Iman, nikmat Islam, dan nikmat sehat wal afiat sehingga penulis bisa

merampungkan amanah besar ini. Shalawat serta salam penulis sampaikan pada

Guru Besar dalam ilmu penghambaan pada sang Khalik, junjungan seluruh umat

manusia, dialah Muhammad Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam. Shalawat

serta salam juga penulis sampaikan pada seluruh keluarga Beliau, Sahabat,

Tabi’in serta seluruh umat manusia yang mengikuti ajarannya sampai hari akhir

kelak.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala

dukungan, arahan, dan doa sehingga skripsi ini akhirnya bisa diselesaikan. Terima

kasih penulis sampaikan pada;

1. Almarhum Ayahanda dan Ibunda, serta semua Kakak serta Adikku anggota

Keluarga Besar Hamid (Muliani, Abdullah, Nurbani,. Jihan, Husain,

Rahmatiah, Muslim, dan Mei Muna). Semoga Allah Ta’alla selalu

memberikan rasa kasih dan sayang diantara kita semua serta menjaga kita

semua dari siksaan api neraka.

2. Bapak Dr. Ir Sugiyono, M.App Sc selaku dosen pembimbing pertama yang

sudah dengan sabar memberikan arahan, dukungan, serta ilmu selama penulis

menempuh studi di almamater ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan

Bapak dengan sesuatu yang lebih baik.

3. Bapak Ir. Irshan Zainuddin, Msi selaku dosen pembimbing kedua atas semua

dukungan moril, motivasi, serta pembiayaan selama penulis menyelesaikan

penelitian ini.

4. Bapak Dr. Ir. Djoko Hermanianto yang telah bersedia menjadi dosen penguji

pada ujian skripsi penulis

5. Bapak Ir. Harianto Msi, Ir. Suharjito MSi, dan Bapak Ir. M. Jusuf Djafar MM

selaku tim proyek penelitian gelatin BPPT.

6. Bapak Ir. Gigih Atmaji selaku Kepala Laboratorium Teknologi Agroindustri

(8)

7. Mbak Tuti, Mas Dedi, Mas Budi, Mas Sofyan, Kak Encep yang telah

menemani dan membantu secara teknis penelitian di laboratorium.

8. Fajri Helmi “Adjie” (Hortikultura 41) yang banyak membantu dalam

penyediaan fasilitas kepada penulis.

Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, April 2007

(9)

Hasan. F24101107. Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit Sapi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Ir. Irshan Zainudin,M.Si.

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perlakuan perbandingan

kulit-air sertal pemberian interval agitasi yang berbeda pada proses pembuatan

gelatin tipe B dari kulit sapi menggunakan metode ekstraksi basa. Beberapa

parameter yang diamati antara lain; rendemen, warna, kadar air, kadar abu,

kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi. Alat ekstraksi yang digunakan

adalah ekstraktor yang didesain oleh Laboratorium Teknologi Agroindustri Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTA-BPPT) Serpong.

Ekstraksi dilakukan pada 4 tingkat perbandingan kulit-air yaitu ; 1 :1, 1:2,

1:3, dan 1: 4 dengan interval agitasi di tiap 10, 20, dan 30 menit. Agitasi

dilakukan dengan kecepatan putaran 50 rpm dan lama putaran 3 menit setiap kali

berputar. Ekstraksi dilakukan dengan 5 tahap dengan suhu dan lama

masing-masing: tahap I (55 OC, 5 jam), tahap II (65 OC, 4 jam), tahap III ( 75 OC, 3 jam),

tahap IV (85 OC, 2 jam) , dan tahap V (95 OC, 1 jam).

Pengamatan pengaruh kedua perlakuan (perbandingan kulit-air serta

interval agitasi) terhadap beberapa parameter gelatin menunjukkan bahwa kedua

perlakuan tidak memberikan pola kecenderungan tertentu. Dengan kata lain tidak

ada tren khusus (naik atau turun) pada parameter yang diamati akibat dari

peningkatan atau penurunan kuantitas perlakuan yang diberikan.

Kisaran nilai rendemen yang didapatkan dari penelitian ini adalah 6,46 –

13,11%,. Pengukuran warna gelatin hasil penelitian menggunakan chromameter

didapatkan kisaran notasi L 55,49-58,90 (cerah) dan notasi b 39,74-41,68

(kuning). Nilai kadar air gelatin hasil penelitian berada pada kisaran 8,82-12,74 %

dengan nilai kadar abu berada pada kisaran 2,89-3,89 (% bk). Pengukuran nilai

kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi gelatin hasil penelitian didapatkan

nilai masing-masing berada pada kisaran 115– 280 bloom, 5 – 18 cP dan

50,71-59,62%.

Mutu gelatin hasil penelitian jika dinilai berdasarkan United States Patent

(10)

dan A4B1. Sampel gelatin yang termasuk gelatin kualitas sedang adalah A1B1,

A1B3, A2B1, A2B2, A3B1, A3B2, A3B3, dan A4B2. Terdapat satu sampel yang

termasuk gelatin kualitas rendah yaitu sampel A4B3. Penilaian ini menunjukkan

(11)

SKRIPSI

STUDI EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN GELATIN TIPE B DARI KULIT SAPI

Oleh HASAN F24101107

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Hasan. F24101107. Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit Sapi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Ir. Irshan Zainudin,M.Si.

ABSTRAK

Gelatin merupakan molekul polipeptida dengan bobot molekul tinggi yang berasal dari kolagen yang merupakan komponen utama penyusun jaringan hewan (kulit, tulang, dan tendon). Gelatin umumnya digunakan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil sistem emulsi mengingat kemampuannya dalam berikatan dengan air dan lemak. Produk pangan yang umumnya diproduksi dengan tambahan gelatin antara lain permen, es krim, jelly, dan daging kaleng. Kemampuan gelatin untuk meningkatkan nilai guna suatu produk dimanfaatkan oleh industri pangan, industri farmasi, kosmetika dan kimia. Industri farmasi umumnya menggunakan gelatin sebagai bahan baku dalam pembuatan kapsul sedangkan industri kimia menggunakan gelatin dalam pembuatan perekat (lem) dan film untuk fotografi

Salah satu proses penting dalam pembuatan gelatin adalah ekstraksi. Proses ekstraksi termasuk dalam proses utama dikarenakan selama proses ini berlangsung terjadi denaturasi serat kolagen menjadi gelatin. Semakin efektif dan efisien proses ekstraksi yang dilakukan maka akan semakin baik pula kualitas gelatin yang akan didapatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hal-hal yang dapat memaksimalkan proses ekstraksi. Penelitian ini menggunakan metode perendaman (liming) bahan baku kulit sapi dalam kondisi basa. Hal ini didasarkan pada kondisi kulit yang dijadikan sebagai bahan baku. Kulit diperoleh dari sapi dewasa (2-3 tahun) dengan kondisi kolagen yang sudah tua (US Patent 5877287). Kolagen yang tua mempunyai susunan ikatan triple helix yang lebih rapat dan kompleks akibatnya membutuhkan basa agar proses hidrolisis kolagen menjadi gelatin lebih optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan perbandingan kulit-air serta pemberian interval agitasi yang berbeda pada proses pembuatan gelatin tipe B dari kulit sapi menggunakan metode ekstraksi basa. Karakteristik produk gelatin hasil penelitian yang diukur antara lain; rendemen, kadar air, kadar abu, warna, kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi.

Ekstraksi dilakukan pada 4 tingkat perbandingan kulit-air yaitu ; 1 :1, 1:2, 1:3, dan 1: 4 dengan interval agitasi di tiap 10, 20, dan 30 menit. Agitasi dilakukan dengan kecepatan putaran 50 rpm dan lama putaran 3 menit setiap kali berputar. Ekstraksi dilakukan dengan 5 tahap dengan suhu dan lama masing-masing: tahap I (55 OC, 5 jam), tahap II (65 OC, 4 jam), tahap III ( 75 OC, 3 jam), tahap IV (85 OC, 2 jam) , dan tahap V (95 OC, 1 jam). Pengamatan pengaruh kedua perlakuan (perbandingan kulit-air serta interval agitasi) terhadap beberapa parameter gelatin menunjukkan bahwa kedua perlakuan tidak memberikan pola kecenderungan tertentu. Dengan kata lain tidak ada tren khusus (naik atau turun) pada parameter yang diamati akibat dari peningkatan atau penurunan kuantitas perlakuan yang diberikan.

(13)

didapatkan kisaran notasi L 55,49-58,90 (cerah) dan notasi b 39,74-41,68 (kuning). Nilai kadar air gelatin hasil penelitian berada pada kisaran 8,82-12,74 % dengan nilai kadar abu berada pada kisaran 2,89-3,89 (% bk). Pengukuran nilai kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi gelatin hasil penelitian didapatkan nilai masing-masing berada pada kisaran 115– 280 bloom, 5 – 18 cP dan 50,71-59,62%.

Mutu gelatin hasil penelitian jika dinilai berdasarkan United States Patent (1999), yang termasuk gelatin kualitas tinggi adalah sampel gelatin A1B2, A2B3, dan A4B1. Sampel gelatin yang termasuk gelatin kualitas sedang adalah A1B1, A1B3, A2B1, A2B2, A3B1, A3B2, A3B3, dan A4B2. Terdapat satu sampel yang termasuk gelatin kualitas rendah yaitu sampel A4B3. Penilaian ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel gelatin merupakan gelatin dengan kualitas sedang.

(14)

STUDI EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN GELATIN TIPE B DARI KULIT SAPI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh HASAN F24101107

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

STUDI EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN GELATIN TIPE B DARI KULIT SAPI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh HASAN F24101107

Dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1982 di Jakarta

Tanggal Lulus : 27 Desember 2006

Menyetujui,

Bogor , April 2007

Dr. Ir. Sugiyono, MApp.Sc Ir. Irshan Zainudin,M.Si Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Dahrul Syah, MSc

(16)

RIWAYAT HIDUP

HASAN lahir di Jakarta, 14 Februari 1982. Penulis merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara pasangan

Bapak H. Abdul Hamid (alm) serta Ibu Hasanah. Pendidikan

dari sekolah dasar hingga sekolah menengah umum diselesaikan

di Jakarta yaitu SDN 05 Pagi Jakarta Utara, SLTPN 244 Jakarta

Utara, dan SMUN 52 Jakarta Utara.

Tahun 2001 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Institut Pertanian Bogor melalui UMPTN. Selama menempuh pendidikan, penulis

aktif mengikuti organisasi kemahasiwaan di Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat

Persiapan Bersama IPB (BEM TPB IPB 2001-2002), Pendiri UKM Klip (2002),

Badan Pengawas HIMITEPA (2002-2003), staf divisi profesi HIMITEPA

(2003-2004), menjadi asisten mata kuliah Pengawasan Mutu dan Mata Kuliah

Pendidikan Agama Islam. Penulis menyelesaikan kuliah di IPB dengan skripsi

berjudul ” Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta’ala Rabb Semesta Alam atas

nikmat Iman, nikmat Islam, dan nikmat sehat wal afiat sehingga penulis bisa

merampungkan amanah besar ini. Shalawat serta salam penulis sampaikan pada

Guru Besar dalam ilmu penghambaan pada sang Khalik, junjungan seluruh umat

manusia, dialah Muhammad Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam. Shalawat

serta salam juga penulis sampaikan pada seluruh keluarga Beliau, Sahabat,

Tabi’in serta seluruh umat manusia yang mengikuti ajarannya sampai hari akhir

kelak.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala

dukungan, arahan, dan doa sehingga skripsi ini akhirnya bisa diselesaikan. Terima

kasih penulis sampaikan pada;

1. Almarhum Ayahanda dan Ibunda, serta semua Kakak serta Adikku anggota

Keluarga Besar Hamid (Muliani, Abdullah, Nurbani,. Jihan, Husain,

Rahmatiah, Muslim, dan Mei Muna). Semoga Allah Ta’alla selalu

memberikan rasa kasih dan sayang diantara kita semua serta menjaga kita

semua dari siksaan api neraka.

2. Bapak Dr. Ir Sugiyono, M.App Sc selaku dosen pembimbing pertama yang

sudah dengan sabar memberikan arahan, dukungan, serta ilmu selama penulis

menempuh studi di almamater ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan

Bapak dengan sesuatu yang lebih baik.

3. Bapak Ir. Irshan Zainuddin, Msi selaku dosen pembimbing kedua atas semua

dukungan moril, motivasi, serta pembiayaan selama penulis menyelesaikan

penelitian ini.

4. Bapak Dr. Ir. Djoko Hermanianto yang telah bersedia menjadi dosen penguji

pada ujian skripsi penulis

5. Bapak Ir. Harianto Msi, Ir. Suharjito MSi, dan Bapak Ir. M. Jusuf Djafar MM

selaku tim proyek penelitian gelatin BPPT.

6. Bapak Ir. Gigih Atmaji selaku Kepala Laboratorium Teknologi Agroindustri

(18)

7. Mbak Tuti, Mas Dedi, Mas Budi, Mas Sofyan, Kak Encep yang telah

menemani dan membantu secara teknis penelitian di laboratorium.

8. Fajri Helmi “Adjie” (Hortikultura 41) yang banyak membantu dalam

penyediaan fasilitas kepada penulis.

Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, April 2007

(19)

Hasan. F24101107. Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit Sapi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Ir. Irshan Zainudin,M.Si.

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perlakuan perbandingan

kulit-air sertal pemberian interval agitasi yang berbeda pada proses pembuatan

gelatin tipe B dari kulit sapi menggunakan metode ekstraksi basa. Beberapa

parameter yang diamati antara lain; rendemen, warna, kadar air, kadar abu,

kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi. Alat ekstraksi yang digunakan

adalah ekstraktor yang didesain oleh Laboratorium Teknologi Agroindustri Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTA-BPPT) Serpong.

Ekstraksi dilakukan pada 4 tingkat perbandingan kulit-air yaitu ; 1 :1, 1:2,

1:3, dan 1: 4 dengan interval agitasi di tiap 10, 20, dan 30 menit. Agitasi

dilakukan dengan kecepatan putaran 50 rpm dan lama putaran 3 menit setiap kali

berputar. Ekstraksi dilakukan dengan 5 tahap dengan suhu dan lama

masing-masing: tahap I (55 OC, 5 jam), tahap II (65 OC, 4 jam), tahap III ( 75 OC, 3 jam),

tahap IV (85 OC, 2 jam) , dan tahap V (95 OC, 1 jam).

Pengamatan pengaruh kedua perlakuan (perbandingan kulit-air serta

interval agitasi) terhadap beberapa parameter gelatin menunjukkan bahwa kedua

perlakuan tidak memberikan pola kecenderungan tertentu. Dengan kata lain tidak

ada tren khusus (naik atau turun) pada parameter yang diamati akibat dari

peningkatan atau penurunan kuantitas perlakuan yang diberikan.

Kisaran nilai rendemen yang didapatkan dari penelitian ini adalah 6,46 –

13,11%,. Pengukuran warna gelatin hasil penelitian menggunakan chromameter

didapatkan kisaran notasi L 55,49-58,90 (cerah) dan notasi b 39,74-41,68

(kuning). Nilai kadar air gelatin hasil penelitian berada pada kisaran 8,82-12,74 %

dengan nilai kadar abu berada pada kisaran 2,89-3,89 (% bk). Pengukuran nilai

kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi gelatin hasil penelitian didapatkan

nilai masing-masing berada pada kisaran 115– 280 bloom, 5 – 18 cP dan

50,71-59,62%.

Mutu gelatin hasil penelitian jika dinilai berdasarkan United States Patent

(20)

dan A4B1. Sampel gelatin yang termasuk gelatin kualitas sedang adalah A1B1,

A1B3, A2B1, A2B2, A3B1, A3B2, A3B3, dan A4B2. Terdapat satu sampel yang

termasuk gelatin kualitas rendah yaitu sampel A4B3. Penilaian ini menunjukkan

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN PENELITIAN... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. KULIT... 4

B. KOLAGEN... 4

C. GELATIN... 6

D. PERUBAHAN KOLAGEN MENJADI GELATIN... 10

E. PERUBAHAN GELATIN MENJADI GEL ... 11

F. PROSES PEMBUATAN GELATIN ... 12

III. METODOLOGI ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. WAKTU DAN TEMPAT ... 16

C. METODE PENELITIAN ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 22

B. PENELITIAN UTAMA ... 23

1. Rendemen ... 23

2. Warna ... 24

3. Kadar Air Gelatin Kering... 28

4. Kadar Abu ... 30

5. Kekuatan Gel ... 31

6. Viskositas ... 34

(22)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. KESIMPULAN ... 38

B. SARAN ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data impor gelatin Indonesia tahun 1998 – 2005 ... 1

Tabel 2. Jumlah pemotongan sapi dan potensi kulit split ... 2

Tabel 3.Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia ... 5

Tabel 4. Perbedaan sifat gelatin berdasarkan tipe ... 7

Tabel 5. Standar mutu gelatin berdasarkan Standar Nasional Indonesia

No. 06-3735 tahun 1995 dan British Standard : 757

tahun 1975 ……….. 8

Tabel 6. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat dalam

menghasilkan gelatin ... 13

Tabel 7. Suhu dan waktu yang digunakan di setiap tahap ekstraksi

penelitian pendahuluan ... 16

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Susunan molekul tropokolagen pada fibril kolagen... 5

Gambar 2. Perubahan kolagen menjadi gelatin ... 11

Gambar 3. Ekstraktor ... 15

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan gelatin dari kulit split... 18

Gambar 5. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

rendemen gelatin sampel... 23

Gambar 6. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

notasi L sampel gelatin ... 25

Gambar 7. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

notasi b sampel gelatin ... 27

Gambar 8. Bubuk Sampel Gelatin ... 28

Gambar 9. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

kadar air sampel gelatin ... 29

Gambar 10. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

kadar abu sampel gelatin ... 31

Gambar 11. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

kekuatan gel sampel gelatin ... 33

Gambar 12. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

viskositas sampel gelatin ... 34

Gambar 13. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

stabilitas emulsi sampel gelatin ... 36

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Nilai Rata-Rata Rendemen (%) Pada Setiap Perlakuan... 43

Lampiran 2. Diagram Kromatisitas ... 43

Lampiran 3. Nilai Rata-Rata Notasi L Pada Setiap Perlakuan... 44

Lampiran 4. Nilai Rata-Rata Notasi b Pada Setiap Perlakuan... 44

Lampiran 5. Nilai Rata-rata Kadar Air (%bk) Pada Setiap Perlakuan ... 44

Lampiran 6. Nilai Rata-Rata Kadar Abu (%) Pada Setiap Perlakuan... 45

Lampiran 7. Nilai Rata-Rata Kekuatan Gel (bloom)

Pada Setiap Perlakuan ... 45

Lampiran 8. Nilai Rata-Rata Viskositas (cP) Pada Setiap Perlakuan... 45

Lampiran 9. Nilai Rata-Rata Stabilitas Emulsi (%)

(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gelatin merupakan molekul polipeptida dengan bobot molekul tinggi

yang berasal dari kolagen yang merupakan komponen utama penyusun

jaringan hewan (kulit, tulang, dan tendon). Gelatin umumnya digunakan

sebagai bahan pengemulsi dan penstabil sistem emulsi mengingat

kemampuannya dalam berikatan dengan air dan lemak. Produk pangan yang

umumnya diproduksi dengan tambahan gelatin antara lain permen, es krim,

jelly, dan daging kaleng. Kemampuan gelatin untuk meningkatkan nilai guna

suatu produk dimanfaatkan oleh industri pangan, industri farmasi, kosmetika

dan kimia. Industri farmasi umumnya menggunakan gelatin sebagai bahan

baku dalam pembuatan kapsul sedangkan industri kimia menggunakan gelatin

dalam pembuatan perekat (lem) dan film untuk fotografi.

Selama ini untuk menutupi kebutuhan gelatin dalam negeri, industri

pangan mendapatkannya melalui impor dari negara-negara Eropa, China, dan

Amerika. Mulai tahun 1998 sampai tahun 2001 jumlah impor gelatin

cenderung meningkat. Pada tahun 2002 nilai impor menurun dan kembali

meningkat pada tahun 2003. Data impor gelatin di Indonesia dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Data impor gelatin Indonesia tahun 1998 - 2005

Tahun Bobot (kg) Nilai (US $)

1998 1. 851. 328 6. 781. 735

1999 2. 371. 738 9. 059. 440

2000 3. 418. 383 10. 555. 489

2001 4. 291. 579 10. 749. 199

2002 2. 144. 372 6. 801. 882

2003 2. 145. 916 8. 001. 714

2004 2. 630. 692 8. 063. 802

Jan- Mei 2005 1. 213. 111 4. 215. 779

Sumber : BPS (2005)

Ketergantungan Indonesia terhadap gelatin impor setiap tahun pada

(27)

melimpah. Jumlah ini berasal dari industri penyamakan kulit yang ada di

Indonesia. Industri penyamakan kulit menghasilkan limbah industri yang

cukup besar, khususnya limbah yang tergolong pada kelompok kulit split.

Kulit split adalah kulit yang telah mengalami proses splitting yaitu

pembelahan kulit menjadi dua lapisan atau lebih untuk memperoleh tebal yang

dikehendaki. Hasil samping kulit dari proses ini bisa mencapai sampai 11,5 %

dari bahan baku kulit mentah yang diproses (BPS, 1998). Jumlah pemotongan

sapi di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 1.789.849, sehingga ketersediaan

jumlah kulit split dari sapi potong di Indonesia tahun 2003 adalah sebesar

4.322.485,33 kg (BPS, 2003). Data pemotongan sapi dan potensi kulit split

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah pemotongan sapi dan potensi kulit split

Tahun Jumlah Pemotongan (ekor) Bobot Kulit Split (Kg) *

1999 1. 664. 396 4. 019. 516, 34

2000 1. 695. 374 4. 094. 328, 21

2001 1. 784. 036 4. 308. 446, 94

2002 1. 662. 833 4. 015. 741, 69

2003 1. 789. 849 4. 322. 485, 33

Keterangan : * Data diperoleh dari bobot sapi (300 Kg) x 7 % x 11.5 % Sumber : Badan Pusat Statistik (2003)

Selain itu, ketergantungan terhadap impor gelatin dapat memberikan

beberapa konsekuensi, antara lain harga gelatin impor yang beredar di pasaran

menjadi relatif mahal serta status kehalalannya yang masih belum jelas. Lebih

dari 80 % gelatin yang diproduksi di luar negeri adalah berasal dari daging

babi dan ditegaskan oleh Glicksmann (1969) bahwa umumnya gelatin yang

diproduksi oleh Amerika Serikat adalah dari daging babi yang dibekukan dan

diproduksi secara asam.

Salah satu proses penting dalam pembuatan gelatin adalah ekstraksi.

Proses ekstraksi termasuk dalam proses utama dikarenakan selama proses ini

(28)

dan efisien proses ekstraksi yang dilakukan maka akan semakin baik pula

kualitas gelatin yang akan didapatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian tentang hal-hal yang dapat memaksimalkan proses ekstraksi.

Penelitian ini menggunakan metode perendaman (liming) bahan baku

kulit sapi dalam kondisi basa. Hal ini didasarkan pada kondisi kulit yang

dijadikan sebagai bahan baku. Kulit diperoleh dari sapi dewasa (2-3 tahun)

dengan kondisi kolagen yang sudah tua (US Patent 5877287). Kolagen yang

tua mempunyai susunan ikatan triple helix yang lebih rapat dan kompleks

akibatnya membutuhkan basa agar proses hidrolisis kolagen menjadi gelatin

lebih optimal.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan perbandingan kulit-air serta pemberian interval agitasi yang berbeda pada

proses pembuatan gelatin tipe B dari kulit sapi menggunakan metode ekstraksi

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KULIT (Hides)

Kulit merupakan hasil samping dari pemotongan hewan yang berupa

organ tubuh bagian terluar yang dipisahkan dari tubuh pada saat proses

pengulitan. Kulit tersebut merupakan bahan mentah kulit samak, berupa

tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup (Djojowidagdo,

1981). Kulit mentah dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok kulit yang

berasal dari hewan besar seperti sapi, kerbau, dan lain-lain, yang dalam istilah

asing disebut hides, dan kelompok kulit yang berasal dari hewan kecil seperti

kambing, kelinci, dan lain-lain yang dalam istilah asing disebut skins

(Purnomo, 1985). Kulit hewan besar lebih banyak mengandung protein,

lemak, dan khitin dibanding kulit hewan kecil (Akademi Teknologi Kulit,

1984).

Komposisi kimia kulit hewan segar terdiri atas 64 % air, 33% protein,

2 % lemak, 0.5% mineral, dan 0.5% substansi lain. Protein kulit sebesar 33%

disusun oleh 29 % kolagen, 2% keratin, 0.3% elastin, 1% albumin, dan

globulin serta 0.7% mucin dan mucoid (Sharphouse, 1978).

Komposisi kimia kulit hewan pada umumnya secara kimia dapat dibagi

atas dua golongan, yaitu bagian non protein dan protein. Bagian non protein

terdiri dari lipid, karbohidrat, enzim, vitamin dan mineral. Bagian protein dapat

dibedakan dalam dua bentuk, yaitu protein yang berbentuk serat (fibrous

protein) dan protein yang tidak berbentuk serat (globular protein). Protein yang

tidak berbentuk serat adalah albumin dan globulin, sedangkan protein yang

berbentuk serat adalah kolagen, elastin dan keratin (Purnomo, 1985).

B. KOLAGEN

Kolagen merupakan komponen struktural utama pada serat-serat

jaringan pengikat, berwarna putih dan terdapat di dalam semua jaringan dan

organ hewan dan berperan penting dalam penyusun bentuk tubuh. Pada

(30)

lainnya. Jumlahnya mencapai 30% dari jumlah protein total yang terdapat

dalam hewan vertebrata dan invertebrata (Ward dan Courts, 1977).

Kandungan kolagen di setiap bagian tubuh mamalia disajikan pada Tabel 3,

dengan bagian kulit sebagai bagian yang mengandung kolagen tertinggi,

mencapai 89% dibandingkan jenis jaringan lainnya.

Tabel 3. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia Jenis jaringan Kolagen (%) Jenis jaringan Kolagen (%)

Kulit 89 Usus Besar 18

Tulang 24 Lambung 23

Tendon 85 Ginjal 5

Aorta 23 Hati 2

Otot 2

Sumber : Ward dan Courts (1977)

Unit dasar penyusun kolagen adalah tropokolagen yang diperkirakan

terdiri atas tiga rantai heliks polipeptida (Gambar 1) yang saling mengelilingi

(berpilin) satu sama lain membentuk sebuah coil (gulungan), memiliki

panjang dan diameter, masing-masing 3.000 Ǻ dan 14 Ǻ (Glicksman, 1969).

Gambar 1. Susunan molekul tropokolagen pada fibril kolagen (Lehninger, 1993)

Disamping pelarut alkali, kolagen juga larut dalam pelarut asam,

sehingga kedua pelarut ini dimungkinkan untuk digunakan dalam proses

(31)

tampak sebagai serat putih buram yang dikelilingi oleh protein lain dan

mucopolysaccharida (Poppe, 1992). Perlakuan alkali dan asam menyebabkan

kolagen mengembang dan menyebar. Pemanasan kolagen secara bertahap

akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah. Bentuk

konformasi larutan kolagen sangat sensitif terhadap perubahan temperatur

yang dapat menghancurkan makromolekulnya (Wong, 1989).

C. GELATIN

Gelatin adalah protein dari kolagen kulit, membran, tulang dan bagian

tubuh berkolagen lainnya. Jika gelatin mendapat perlakuan perendaman dalam

air maka gelatin akan mengembang dan menjadi lunak, dan berangsur-angsur

menyerap air 5-10 kali bobot gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan jika

didinginkan (48 OC ) akan membentuk gel (Anonim, 1978).

Menurut Carley (1982), gelatin merupakan senyawa turunan yang

dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung yang dihidrolisis dengan

asam atau basa. Ditambahkan oleh Imeson (1985), bahwa gelatin merupakan

salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai bahan pembentuk gel

(gelifying agent), bahan pengental (thickening agent), atau bahan penstabil

(stabilizer). Gelatin berbeda dengan hidrokoloid lainya karena pada umumnya

hidrokoloid adalah merupakan polisakarida sedangkan gelatin sendiri adalah

senyawa protein. Hal inilah yang menjadikan gelatin mempunyai kemampuan

untuk reversibel.

Gelatin termasuk kedalam zat yang bersifat amfoter, mempunyai gugus

asam (karboksil) dan gugus basa (amina). Gelatin mudah larut dalam gliserol,

manitol, dan propilen. Gelatin tidak larut dalam alkohol, aseton, dan pelarut

non polar lainnya (King di dalam Glicksmann, 1969).

Gelatin bukanlah merupakan protein lengkap. Hal ini disebabkan karena

tidak adanya asam amino esensial triptofan. Namun gelatin mengandung

sejumlah kecil asam amino yang jarang yaitu hidroksilisin. Secara kimiawi

komposisi asam amino gelatin mamalia hampir tetap. Perbedaan karakteristik

(32)

Gelatin hasil perlakuan basa (tipe B) dan perlakuan asam (tipe A) mengalami

perbedaan hidrolisis gugus amida primer yang dibentuk.

Gelatin tipe A umumnya diperoleh dari bahan baku kulit babi atau

ternak yang masih muda. Babi atau ternak yang masih muda mempunyai

rantai triple helix yang lebih sederhana. Sedangkan gelatin tipe B umumnya

diperoleh dari kulit atau tulang sapi dewasa karena kandungan kolagennya

yang sudah tua. Kolagen yang tua mempunyai rantai triple helix yang lebih

rapat dan kompleks sehingga umumnya digunakan basa saat perendaman agar

hidrolisis kolagen menjadi gelatin lebih optimal. (US Patent 5877287).

Perbedaan sifat gelatin berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan sifat gelatin berdasarkan tipe

Sifat Tipe A Tipe B

Kekuatan gel ( bloom) 50,0 – 300,0 50,0 – 300,0

Viskositas (cP) 1,50 – 7,50 2,00 – 7,50

Kadar abu (%) 0,30 – 2,00 0,50 – 2,00

pH 3,80 – 6,00 5,00 – 7,10

Titik isoelektrik 7,00 – 9,00 4,70 – 5,40

Sumber : GMIA (2001)

Sifat fisik maupun kimia gelatin tergantung dari kualitas bahan baku, pH,

keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu dan konsentrasi (Parker,

1982). Bentuk gelatin yang beredar di pasaran terdiri dari dua bentuk yaitu

gelatin yang tidak memiliki rasa apapun (plain atau unflavoured) dan gelatin

yang memiliki rasa tertentu (flavoured). Gelatin flavoured mengandung

gelatin, gula asam sitrat, rasa tertentu dan warna (Gates, 1981)

Menurut Ward dan Courts (1977), gelatin larut dalam air minimal pada

suhu 49°C, atau biasanya berada pada suhu 60°C sampai 70°C. Gelatin tidak

larut dalam air dingin, tetapi hanya akan mengembang. Perendaman dalam air

dingin menjadikan gelatin lunak dan berangsur-angsur menyerap air 5 sampai

10 kali bobotnya (King, 1969). Ketika gelatin dipanaskan pada suhu di atas

titik lelehnya, gelatin akan mencair dan dapat kembali membentuk gel apabila

didinginkan.

Titik leleh gelatin adalah antara 27°C hingga 34°C dan dapat meleleh di

(33)

pangan (Poppe,1992). Winarno (1997) menambahkan saat pemanasan, daya

tarik menarik antara molekul air berkurang sehingga memberikan energi bagi

untuk mengatasi daya tarik menarik molekul yang larut pada air, dengan

demikian daya larut molekul yang dilarutkan dalam air akan meningkat

dengan meningkatnya suhu air.

Warna gelatin tergantung pada bahan baku yang digunakan, metode

pembuatan dan jumlah ekstraksi. Secara umum, warna gelatin tidak

mempengaruhi kegunaannya (Glicksman,1969). Standar mutu gelatin

[image:33.612.149.507.289.514.2]

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar mutu gelatin berdasarkan standar nasional Indonesia No. 06-3735 tahun 1995 dan British Standard : 757 tahun 1975

Karakteristik SNI No. 06-3735a British Standard 757b

Warna Tidak berwarna sampai kekuningan Kuning pucat

Bau, rasa Normal -

Kadar air Maksimum 16% -

Kadar abu Maksimum 3,25% -

Kekuatan gel - 50-300 bloom

Viskositas - 15-70 mps atau 1,5-7 cP

pH - 4,5-6,5

Logam berat Maksimum 50 mg/kg -

Arsen Maksimum 2 mg/kg -

Tembaga Maksimum 30 mg/kg -

Seng Maksimum 100 mg/kg -

Sulfit Maksimum 1000 mg/kg -

Sumber : a) Dewan Standarisasi Nasional (SNI 06.3735-1995)(1995)

b) British Standard : 757 (1975)

United States Patent (1999) menggolongkan mutu gelatin menjadi tiga

kelas berdasarkan kekuatan gelnya. Gelatin dengan kekuatan gel >240 bloom

termasuk gelatin kualitas tinggi, gelatin dengan kekuatan gel 120-240 termasuk

gelatin kualitas sedang, dan gelatin dengan kekuatan gel < 120 bloom termasuk

gelatin kualitas rendah.

Menurut Fardiaz (1989), molekul-molekul gelatin mengandung tiga

kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu

(34)

basa atau asam, dan seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin dan

hidroksiprolin. Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul

gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena

proporsi yang tinggi dari residu prolin dan hidroksiprolin, molekul-molekul

gelatin tidak mampu untuk berlilit membentuk coil helix seperti halnya pada

kebanyakan molekul protein, sebaliknya molekul-molekul gelatin ini

membentuk molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang sangat

menguntungkan dalam proses pembentukan gel.

Industri pangan dan non pangan menggunakan gelatin untuk berbagai

tujuan. Jones (1977) mengemukakan beberapa kelebihan yang dimiliki oleh

gelatin sehingga digunakan oleh banyak industri makanan. Kemampuan gelatin

untuk memperhalus dan menimbulkan struktur gel yang kenyal digunakan oleh

industri pangan sebagai bahan tambahan pada produk-produk olahan daging

seperti sosis. Kemampuan lain yang dimiliki oleh gelatin adalah mampu

menimbulkan tampilan yang lebih menarik karena adanya lapisan berwarna

bening. Kemampuan gelatin ini dimanfaatkan oleh industri selai.

Produk-produk selai juga memanfaatkan gelatin karena kemampuannya untuk

melindungi produk dari sinar dan oksigen sehingga bisa lebih awet.

Berbagai produk permen dan coklat memanfaatkan gelatin untuk membuat

produk permen dan coklat menjadi lebih lembut dan kenyal. Gelatin

ditambahkan pada produk es krim karena kemampuannya yang mampu

mencegah pembentukan kristal-kristal es yang besar sehingga tekstur es krim

lebih lembut. Industri gelatin menggunakan gelatin sebagai bahan penjernih

dan penyerap zat-zat yang dapat menyebabkan minuman menjadi berembun.

Embun pada produk-produk minuman dapat menimbulkan kesan kotor pada

wadahnya.

Industri non pangan khususnya farmasi menggunakan gelatin pada

produk kapsul yang menjadikan kapsul menjadi lebih mudah ditelan. Produk

lain di dunia farmasi yang menggunakan gelatin antara lain adalah obat tablet.

Gelatin ditambahkan pada obat-obat berbentuk tablet karena kemampuannya

untuk mengawetkan kandungan zat dalam obat tablet tersebut. Industri

(35)

melapisi lembaran film. Kristal perak halida menjadi lebih stabil terhadap sinar

jika dilarutkan terlebih dahulu pada larutan gelatin.

D. PERUBAHAN KOLAGEN MENJADI GELATIN

Prinsip utama dalam transformasi kolagen menjadi gelatin adalah dengan

cara mendenaturasi kolagen yang terlarut. Denaturasi menggunakan suhu

(thermal) dapat dilakukan dengan cara memanaskan kolagen dalam kondisi

netral atau sedikit asam pada suhu 40°C (Poppe, 1992). Menurut Johns dan

Curts (1977), cara paling mudah mengubah kolagen menjadi gelatin adalah

melalui proses denaturasi kolagen pada air bersuhu 40°C.

Kolagen akan terdisosiasi menjadi unit tropokolagen akibat kehilangan

ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik yang membantu menstabilkan struktur

helix pada kolagen. Langkah selanjutnya dalam hidrolisis kolagen adalah

pemutusan ikatan intramolekul antara tiga rantai dalam struktur helix menjadi

tiga rantai alpha, beta atau gamma.

Perbedaan bentuk utama antara alpha, beta dan gamma terletak pada

bobot molekulnya. Bobot molekul struktur alpha antara 80.000-125.000. Untuk

struktur beta bobot molekul antara 160.000-250.000 dan rantai gamma

memiliki bobot molekul 240.000-375.000 (Poppe, 1992), sedangkan menurut

Lehninger (1993), kolagen akan terputus jika terkena asam kuat dan basa kuat

dan akan mengalami transformasi dari bentuk untaian tidak larut dan tidak

tercerna menjadi gelatin dalam air panas.

Salah satu karakteristik serat kolagen adalah mengkerut/menciut ketika

dipanaskan. Suhu pengerutan (Ts) berbeda untuk sumber kolagen dari spesies

yang berbeda. Suhu pengerutan untuk kolagen dari kulit mamalia berkisar

antara 60-65°C. Ketika kolagen dipanaskan dengan suhu diatas suhu

pengerutannya (T>Ts), maka ikatan silang dari rantai triple helix pada kolagen

akan terputus dalam jumlah yang sangat besar, sehingga struktur kolagen

terpisah menjadi gulungan (coils) secara acak yang larut dalam air dan disebut

(36)

Berdasarkan konsentrasi dan suhu larutan gelatin, perubahan kolagen

menjadi gelatin dan gelatin menjadi gel pada suhu rendah (cooling

[image:36.612.175.460.156.320.2]

temperature) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Perubahan kolagen menjadi gelatin (Belitz dan Grosch, 1999)

Pada saat konsentrasi rendah (C1), struktur intramolekuler gelatin akan

membentuk untaian/ikatan-ikatan tunggal (single-strands). Pada saat

konsentrasi tinggi (C2) dan proses pendinginan berjalan lambat (∆T1), struktur

intramolekuler akan membentuk untaian/ikatan-ikatan seperti semula (pada

kolagen), pada setiap konsentrasi tinggi dan proses berjalan cepat (∆T2), maka

akan dihasilkan segmen-segmen helix dengan ikatan-ikatan secara acak pada

setiap struktur gulungannya (coils) (Belitz dan Grosch, 1999).

E. PERUBAHAN GELATIN MENJADI GEL

Gelatin merupakan suatu hidrokoloid, yaitu suatu polimer larut dalam air

yang mampu membentuk koloid, mengentalkan larutan atau membentuk gel

dari larutan tersebut. Pembentukan gel merupakan suatu fenomena

penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer membentuk jalinan

tiga dimensi yang kontinyu dan kaku yang tahan terhadap aliran di bawah

tekanan. Pada waktu sol dari gelatin mendidih, konsistensinya menjadi lebih

kental, dan selanjutnya akan terbentuk gel yang elastis. Pembentukan kristal,

(37)

dalam sel gelatin. Molekul-molekul secara individu bergabung dalam lebih dari

satu bentuk kristalin membentuk jalinan tiga dimensi yang menjerat cairan

(Fardiaz, 1989).

Gaya untuk mengikat molekul-molekul gelatin di dalam gel ini tidak

diketahui. Meskipun demikian, ikatan-ikatan hidrogen dan gaya van der waals

diperkirakan sebagai pengikatnya, mengingat sifat gel yang mudah mencair

dan membentuk gel kembali dengan adanya perubahan suhu (Fardiaz, 1989).

E. PROSES PEMBUATAN GELATIN

Gelatin dapat dibuat dengan berbagai bahan baku antar lain kulit dan

tulang sapi, kulit domba, kulit sapi, dan tulang (ossein). Tipe gelatin yang

dihasilkan dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A

adalah gelatin yang dihasilkan melalui proses perendaman asam sedangkan

gelatin tipe B berasal dari perendaman basa.

Proses utama pembuatan gelatin dibagi dalam tiga tahapan, yaitu

persiapan bahan baku berupa penghilangan komponen non kolagen dengan

atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen kolagen, konversi kolagen

menjadi gelatin, pemurnian dan perolehan gelatin dalam bentuk kering. Bahan

baku (kulit atau tulang) awalnya dipotong-potong atau diberikan proses

pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran bahan baku diperlukan untuk

memperluas permukaan bahan yang terendam dalam larutan sehingga proses

ekstraksi dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna (Hinterwaldner, 1977).

Proses pengapuran (liming) dilakukan untuk melunakkan kulit dan

menghilangkan albumoid bagian luar seperti globulin, mukopolisakarida,

albumin, karoten dan pigmen-pigmen (Glicksman, 1969). Menurut

Hinterwaldner (1977), proses liming bertujuan untuk merusak atau

memutuskan berbagai ikatan kimia yang masih ada dalam kolagen dan untuk

menghilangkan atau mengurangi material lain yang tidak diinginkan, seperti

protein lain dan karbohidrat. Selama proses liming, lemak dikonversi menjadi

sabun-sabun basa yang terlarut.

Menurut Glicksman (1969), kapur untuk perendaman basa ditambahkan

(38)

% dari bobot bahan sehingga terbentuk larutan kalsium hidroksida. Proses

perendaman kulit dilakukan selama 3-12 minggu atau lebih tergantung pada

jenis bahan baku, suhu liming, perlakuan sebelumnya dan kapur yang

ditambahkan. Hinterwaldner (1977) menambahkan bahwa suhu proses liming

tidak boleh lebih dari 20°C jika ingin menghindari jumlah kolagen yang hilang

lebih banyak. Jika suhu liming terlalu rendah, maka proses liming akan berjalan

lambat sehingga membutuhkan waktu perendaman yang lebih lama.

Proses liming yang tidak dilakukan dengan tepat dapat menyebabkan

kelarutan kolagen dalam basa. Hal ini dapat menurunkan rendemen gelatin

yang dihasilkan (Ward dan Courts, 1977). Hinterwaldner (1977) menyatakan

bahwa gelatin diperoleh dari bahan setelah perlakuan liming. Bahan tersebut

kemudian diekstraksi dengan air pada suhu tertentu. Proses ekstraksi multistage

merupakan salah satu proses produksi gelatin yang penting.

Mutu gelatin yang diperoleh dipengaruhi oleh proses konversi (jenis

bahan baku dan lama proses ekstraksi). Metode yang digunakan untuk

pemutusan ikatan hidrogen dalam ekstraksi gelatin yaitu meningkatkan suhu

hingga titik penyusutan dicapai dan merendam kolagen dalam larutan pemutus

ikatan hidrogen pada suhu ruang. Proses ekstraksi dilakukan pada suhu 50 oC

hingga 100 oC. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat menjadi

gelatin disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat dalam menghasilkan gelatin

Ekstraksi Waktu (jam) Suhu (°OC) Rendemen (%)

1 4-9 55-65 5-10

2 4-9 65-75 3-6

3 4-6 75-85 3-6

4 4-6 85-95 2-4

5 2-4 95-100 1-2

Total 14-28

Sumber : Glicksman (1969)

Menurut Hinterwaldner (1977) ekstraksi pertama biasanya dilakukan

pada suhu 50 oC sampai 60 oC, dimana untuk ekstraksi-ekstraksi selanjutnya

suhu ekstraksi dinaikkan 5-10oC hingga ekstraksi terakhir suhunya mencapai

(39)

tutup. Gillespie (1960) menambahkan degradasi gelatin terjadi sangat lambat

pada suhu 30-40°C, dengan peningkatan suhu (suhu di atas 40°C) akan

meningkatkan degradasi dan reaksi berlangsung sangat cepat. Menurut The

United Stated Patent (1993), total waktu ekstraksi pada keseluruhan ekstraksi

biasanya dilakukan pada kisaran waktu 10 sampai 20 jam. Namun sebaiknya

dilakukan pada waktu 16 jam atau kurang.

Cara yang digunakan untuk menghilangkan zat-zat lain yang tidak larut

yang dapat mengurangi kemurnian gelatin adalah dengan melakukan

penyaringan. Filtrasi atau penyaringan larutan koloidal dapat dilakukan dengan

pemisahan secara kimiawi maupun pemisahan dengan penyaring. Pemisahan

secara kimiawi tidak biasa digunakan karena prosesnya mahal dan dapat

menyebabkan kerusakan kualitas larutan gelatin. Proses penyaringan lebih

efisien dengan memperhatikan sifat fisiko kimia, endapan-endapan partikel dan

suhu. Di bawah suhu 32°C gelatin membentuk gel rigid sehingga kekakuan

meningkat dengan peningkatan kandungan padatan filtrasi dilakukan pada suhu

tersebut atau di atasnya (Hinterwaldner, 1977).

Hinterwaldner (1977) menyatakan bahwa evaporasi gelatin harus

memenuhi ketentuan seperti suhu evaporasi rendah (40-80 oC) , waktu kontak

antara larutan gelatin dengan panas singkat dan mencegah pembentukan buih.

Suhu yang digunakan harus di atas titik lelehnya dengan menggunakan

vacuum.

Menurut Ward dan Courts (1977), proses pengeringan gelatin dapat

dilakukan dengan spray maupun roller dryer. Suhu pengeringan dilakukan

pada suhu 38 oC hingga 70 oC. Pengeringan merupakan proses yang dilakukan

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit sapi sisa

(kulit split) hasil samping industri penyamakan kulit dari PT. Muhara

Dwitunggal Laju yang berada di kecamatan Citeureup, Bogor. Bahan kimia

yang digunakan antara lain kapur tohor (CaO) untuk proses liming, NH3SO4

untuk netralisasi dan bahan-bahan lain untuk prosedur analisa karakter mutu.

Sebagai bahan pembanding pada analisa mutu gelatin digunakan gelatin

komersial (impor) tipe B yang diperoleh dari toko Setia Guna di Bogor

Peralatan yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Peralatan untuk produksi

Terdiri dari drum, alat pemotong kulit, mollen, ekstraktor (Gambar

3), filter vakum, evaporator vakum, chiller, alat ekstrusi, alat pengering, dan

blender.

Gambar 3. Ekstraktor

2. Peralatan untuk analisa

Peralatan yang digunakan antara lain desikator, pH meter,

chromameter tipe Minolta CR 300, viscometer, termometer, rheoner RE

3305, dan alat-alat lainnya yang digunakan pada prosedur analisa karakter

(41)

B. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2005 hingga bulan Februari

2006. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Agroindustri Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTA-BPPT) yang terletak di kawasan

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK), Serpong,

Tangerang; dan PT. Muhara Dwitunggal Laju, Kecamatan Citeureup, Bogor.

C. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan

Aktivitas yang dilakukan pada penelitian pendahuluan adalah

menentukan banyaknya tahap, waktu, serta suhu di tiap tahap ekstraksi.

Dasar dari penentuan banyaknya tahap ekstraksi adalah pendapat

Glicksman (1969) yang menyatakan bahwa proses ekstraksi kolagen

menjadi gelatin dilakukan secara bertingkat. Ekstraksi yang dilakukan

pada penelitian ini adalah dengan cara mencampur air dengan kulit sapi

dengan perbandingan 1: 2. Campuran air dan kulit sapi dimasukkan dalam

ekstraktor kemudian dipanaskan secara bertahap.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan dua alternatif metode.

Suhu dan waktu yang digunakan di setiap tahap ekstraksi dapat dilihat di

[image:41.612.166.509.523.623.2]

Tabel 7.

Tabel 7. Suhu dan waktu yang digunakan di setiap tahap ekstraksi penelitian pendahuluan

Tahap ekstraksi

Metode I Metode II

Suhu (0C) Waktu (jam) Suhu (0C) Waktu (jam)

Tahap 1 55 5 55 4

Tahap 2 65 4 65 4

Tahap 3 75 3 75 4

Tahap 4 85 2 85 4

Tahap 5 95 1 95 4

Melalui dua alternatif metode ini dicari metode yang menghasilkan

rendemen gelatin yang tertinggi. Pemberian agitasi dilakukan dengan

(42)

2. Penelitian Utama

Aktivitas yang dilakukan pada penelitian utama adalah mengolah

kulit sapi yang sudah disiapkan kemudian diproses hingga didapatkan

bubuk gelatin kering. Langkah pertama dalam mengolah kulit sapi adalah

melakukan pengecilan ukuran. Proses pengecilan ukuran (7 x 10 cm2)

dilakukan untuk memudahkan proses pencucian dan perendaman kulit.

Proses perendaman (liming) dilakukan agar serabut-serabut kolagen

berubah menjadi serat-serat yang lebih kecil sehingga kulit menjadi

longgar. Proses perendaman dilakukan selama enam minggu melalui

perendaman kulit di dalam 300 % air. Hal ini berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan oleh Harijatmoko (2004), proses perendaman enam

minggu dengan dosis kapur tohor 15 % dapat menghasilkan rendemen

gelatin terbaik.

Langkah berikutnya adalah proses deliming yang dilakukan

dengan cara merendam kulit selama tiga jam di dalam 300 % air dan

amonium sulfat 2 % (persentase dihitung berdasarkan bobot kulit split

basah yang telah dilakukan pengecilan ukuran). Proses deliming dilakukan

untuk menghilangkan kapur yang telah terikat dengan kulit secara kimia

dan untuk menghilangkan pembekuan akibat dari pengapuran.

Langkah selanjutnya adalah proses ekstraksi bertingkat.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan metode ekstraksi yang

digunakan adalah metode pertama yang dilakukan dalam lima tahap

dengan suhu dan waktu masing-masing; 55 OC - 5 jam, 65 OC - 4 jam, 75

O

C - 3 jam, 85 OC - 2 jam, dan 95 OC - 1 jam. Ekstraksi dilakukan dengan

empat perbedaan perbandingan kulit-air; 1:1, 1:2, 1:3, dan 1:4, serta tiga

interval agitasi yang berbeda yaitu tiap 10 menit, 20 menit, dan 30 menit,

dengan kecepatan serta lama berputar masing-masing 50 rpm dan 3 menit.

Filtrat diperoleh melalui filtrasi vakum secara bertahap dengan

ukuran filter 150 mesh. Proses selanjutnya adalah proses pemekatan

dengan evaporasi dengan menggunakan evaporator vakum pada suhu

57°OC dan tekanan -73 cmHg sampai kepekatannya mencapai kisaran 10

(43)

Pencucian

Chilling Filtrasi

Penggilingan

Butiran gelatin

Analisa Mutu Produk Pengeringan

Ekstrusi

Dosis kapur tohor : 15 % lama perendaman 6 minggu

Netralisasi Kulit split

Liming (Penngapuran) Pengecilan ukuran

Ekstraksi (air dan kulit)

PERLAKUAN

Perbandingan kulit-air : 1:1, 1:2, 1:3, dan

1:4

Interval agitasi:10 menit, 20 menit,dan 30

menit Evaporasi

[image:43.612.107.542.320.687.2]

NH3SO4 2 %

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan gelatin dari kulit sapi

pendingin (chiller) selama 30 menit agar filtrat tersebut menjadi gel. Filtrat

gelatin dalam bentuk gel diperlukan agar proses ekstrusi dapat dilakukan

dengan baik. Proses ekstrusi dilakukan dengan alat ekstrusi hingga

didapatkan gelatin dalam bentuk seperti mie. Gelatin yang telah diekstrusi

kemudian dikeringkan dengan alat pengering tipe rak yang dilakukan pada

30 OC kemudian meningkat secara bertahap hingga suhu tertinggi 75°OC

sampai diperoleh gelatin kering dengan kadar air kurang lebih 16 %.

Selanjutnya dilakukan proses penggilingan (grinding) sehingga diperoleh

gelatin kering dalam bentuk butiran–butiran halus. Parameter yang diukur

antara lain; rendemen, kadar air, kadar abu, warna, kekuatan gel,

viskositas, dan stabilitas emulsi. Diagram alir proses pembuatan gelatin

(44)

Prosedur Analisa Karakter Mutu

1. Rendemen (Association of Offical Analytical Chemists, 1995)

Rendemen diperoleh dari perbandingan bobot kering gelatin (setelah

dikurangi kadar air) yang dihasilkan dengan bobot kulit yang digunakan

dengan rumus sebagai berikut:

Bobot kering gelatin

Rendemen (%) = x100% Bobot kulit yang digunakan

2. Warna (Soekarto, 1990)

Warna ditentukan menggunakan chromameter dengan sistem Hunter, yaitu

dicirikan tiga notasi warna, yaitu L, a dan b (tetapi yang diamati pada

penelitian ini hanya notasi L dan b). Notasi L merupakan notasi yang

menyatakan tingkat kecerahan (light) dan memiliki nilai dari 0 (hitam)

sampai 100 (putih). Notasi b menyatakan warna kromatik campuran

biru-kuning, dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning

dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Sejumlah contoh

gelatin hasil penelitian ditempatkan pada satu wadah yang merupakan

bagian dari alat chromameter. Contoh ditempatkan pada wadah hingga

menutupi semua permukaan dasar dari wadah tersebut. Contoh kemudian

diukur menggunakan chromameter. Hasil pengukuran notasi warna gelatin

akan tercetak dan menunjukkan nilai notasi L dan b dari gelatin hasil

penelitian.

3. Kadar Air (Association of Offical Analytical Chemists, 1995)

Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 OC selama 1 jam, kemudian

didinginkan dan ditimbang. Contoh yang akan ditentukan kadar airnya

ditimbang sebanyak 5 gram. Cawan yang telah berisi contoh dimasukkan

dalam oven bersuhu 105OC sampai bobotnya konstan (24 jam). Kadar air

dihitung berdasarkan persamaan berikut :

B - A

Kadar air = x 100 % Bobot contoh basah

Keterangan : A = Bobot cawan + contoh kering (g)

(45)

4. Kadar Abu (Association of Offical Analytical Chemists, 1995)

Contoh yang telah diuapkan airnya dimasukkan ke dalam tanur bersuhu

600°C. Sebelumnya bobot cawan kering dan bobot contoh telah diketahui.

Proses pembakaran dilakukan sampai semua bahan berubah menjadi abu (

sekitar 6 jam), kemudian hasilnya ditimbang.

A

Kadar abu = x 100 % B

Keterangan : A = Bobot contoh akhir (g)

B = Bobot contoh awal (g)

5. Kekuatan Gel (British Standard 757,1975)

Contoh sebannyak 6,67 gram dilarutkan dalam aquades pada labu takar

sampai mencapai volume 100 ml, kemudian larutan diambil sebanyak

10ml dan dipindahkan dalam gelas piala 25 ml dan didinginkan pada suhu

10°C dengan kisaran lama antara 15 hingga 19 jam. Selanjutnya hasilnya

dianalisa menggunakan Voland Steven Texture Analyzer. Hasil dari

pengukuran berupa grafik dan diamati tinggi kurva sebelum pecah serta

berat beban yang tercatat pada alat saat contoh pecah. Kekuatan gel

ditentukan dari grafik yang diperoleh. Rumus untuk menentukan

kekuatannya adalah sebagai berikut :

A x B

Kekuatan gel (Bloom) = x 98,07 x 2,86 x 10-3 C

Keterangan : A = Tinggi kurva sebelum patah

B = Bobot penekan (gram)

C = Luas permukaan penekan (cm2)

6. Viskositas (British Standard 757, 1975)

Contoh sebanyak 6,67 gram dilarutkan dalam aquades pada labu takar

sampai mencapai volume 100 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 60°C.

Viskositasnya diukur dengan menggunakan spindle nomer 2 dan kecepatan

putarnya 60 rpm. Viskositasnya (cP) adalah 5 (faktor konversi) dikalikan

(46)

7. Stabilitas Emulsi (Sathe dan Salunkhe, 1981)

Sebanyak 10 gram contoh disuspensikan dalam 100 ml aquades. Setelah

itu ditambahkan air sampai 150 ml dan minyak jagung sebanyak 150 ml,

kemudian diblender selama dua menit. Hasilnya dituang dalam tabung

sentrifuse dan dipanaskan pada suhu 80°C selama 30 menit, selanjutnya

didinginkan dan disentrifuse pada 1400 rpm selama 30 menit. Fase yang

sudah tidak membentuk emulsi dipisahkan kemudian bahan ditimbang.

Stabilitas emulsi dinyatakan sebagai campuran yang masih membentuk

emulsi setelah mengalami pemanasan dan dihitung dengan menggunakan

rumus:

Bobot fase yang tersisa

(47)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian ini menggunakan bahan baku kulit sapi yang

sebelumnya telah mengalami proses pengepressan (buang daging),

perendaman, pengapuran (liming) dan pembelahan (splitting). Proses

pembelahan ini merupakan pembelahan kulit menjadi dua lapisan atau lebih

untuk mendapatkan tebal yang dikehendaki.

Setelah kulit sapi dinilai siap, kulit sapi kemudian diekstraksi

dengan dua alternatif metode. Metode pertama ekstraksi dilakukan dengan

suhu dan waktu masing-masing 55 OC - 5 jam, 65 OC – 4 jam, 75 OC – 3

jam, 85 OC – 2 jam, dan 95 OC – 1 jam. Metode ini menghabiskan waktu

proses selama 15 jam. Metode kedua dilakukan dengan suhu dan waktu

masing-masing 55 OC - 4 jam, 65 OC – 4 jam, 75 OC – 4 jam, dan 85 OC – 4

jam. Total waktu untuk metode kedua ini adalah 16 jam. Selama proses

ekstraksi berlangsung, secara berkala diberikan agitasi menggunakan

agitator yang disambungkan pada motor pemutar.

Hasil pengukuran pada volume filtrat ekstraksi menentukan

metode mana yang dipilih sebagai metode ekstraksi pada penelitian utama.

Dari dua proses ekstraksi dengan perbandingan kulit-air yang sama, volume

filtrat yang lebih banyak diyakini memberikan rendemen yang lebih

banyak. Tabel 8 menunjukkan bahwa metode pertama dengan volume filtrat

sebanyak 15.9 L lebih memungkinkan untuk dipilih sebagai metode

ekstraksi di penelitian utama dibandingkan dengan metode kedua yang

[image:47.612.163.498.605.658.2]

hanya menghasilkan volume filtrat sebanyak 15.7 L.

Tabel 8. Volume filtrat ekstraksi pada penelitian pendahuluan

Metode Volume gelatin cair (L) Total (L)

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5

I 10.1 3.72 1.34 0.74 - 15.9

(48)

0 2 4 6 8 10 12 14

1 2 3 4

perbandingan kulit-air re nde m e n ( % )

agitasi 10' agitasi 20' agitasi 30'

B. PENELITIAN UTAMA

Informasi yang didapatkan dari penelitian pendahuluan kemudian

dijadikan panduan untuk melakukan penelitian utama. Kulit sapi yang sudah

disiapkan untuk bahan baku penelitian utama kemudian diproses sesuai

dengan metode penelitian pendahuluan hingga didapatkan bubuk gelatin

kering. Gelatin yang sudah didapatkan dari penelitian ini kemudian dianalisa

beberapa karakteristiknya antara lain ; rendemen, warna (notasi L dan b),

kadar air, kadar abu, kekuatan gel, viskositas, dan stabilitas emulsi.

1.Rendemen

Rendemen merupakan salah satu parameter untuk mengukur

efisiensi dan efektifitas proses ekstraksi yang dilakukan. Kecenderungan

naik turunnya nilai rendemen sampel gelatin hasil penelitian disajikan

[image:48.612.168.491.364.543.2]

pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

rendemen gelatin sampel

Gambar 5 menunjukkan ekstraksi gelatin dengan interval agitasi

setiap 10 dan 20 menit sekali mempunyai nilai rendemen yang semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah air yang ditambahkan.

Dengan kata lain semakin banyak air yang ditambahkan, rendemen gelatin

yang diperoleh semakin tinggi. Hal ini dikarenakan lebih banyak air yang

(49)

dapat mengikat ekstrak gelatin yang tertinggal dalam kapiler-kapiler kulit.

Gaya adhesi kapiler-kapiler kulit dapat menyebabkan ekstrak gelatin

tertinggal di dalamnya selama proses ekstraksi berlangsung (Handojo,

1995).

Namun peningkatan nilai rendemen ini tidak terjadi pada ekstraksi

yang dilakukan dengan interval agitasi tiap 30 menit. Penambahan jumlah

air tidak menambah jumlah rendemen gelatin. Terdapat nilai rendemen

yang rendah dari dua sampel (lampiran 1). Nilai ini dipengaruhi oleh

proses pembuatan gelatin selanjutnya yaitu proses pengeringan. Panas

yang diberikan oleh alat pengering membuat sampel gelatin khususnya

yang masih mempunyai kadar air yang masih tinggi mencair kembali.

Gelatin yang mencair akhirnya masuk dan mengering di antara sela-sela

kawat wadah. Gelatin yang mengering ini pada akhirnya sulit untuk

diambil dan ditimbang.

Pengamatan pada pengaruh agitasi terhadap nilai rendemen

menunjukkan bahwa perbedaan interval agitasi tidak memberikan

kecenderungan khusus (naik atau turun) pada nilai rendemen. Tidak

seperti yang diduga sebelumnya bahwa pemberian agitasi yang semakin

sering memberikan nilai rendemen yang lebih tinggi. Hal ini diduga karena

selama proses ekstraksi berlangsung, agitator sering mengalami bongkar

pasang. Hal ini menyebabkan posisi agitator tidak persis sama dalam

setiap proses ekstraksi. Posisi yang tidak persis sama ini mempengaruhi

jumlah kulit yang ikut berputar bersama air sehingga mempengaruhi

jumlah rendemen gelatin.

2. Warna

Warna memiliki peranan yang penting dalam komoditas pangan

dan hasil pertanian lainnya. Karakteristik warna sangat penting sebagai daya

tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Salah satu cara untuk mengukur

warna adalah menggunakan alat yang disebut dengan chromameter.

Pengukuran menggunakan alat ini menghasilkan tiga notasi yang biasa

(50)

53 54 55 56 57 58 59 60

1 2 3 4

perbandingan kulit-air

n

ila

i n

o

ta

s

i L

agitasi 10' agitasi 20' agitasi 30'

dengan komponen-komponen warna dalam diagram uji warna seperti

terdapat dalam Lampiran 2. Penelitian ini hanya mengukur notasi L dan

notasi b. Notasi a tidak dilakukan pengukuran dikarenakan notasi ini

menunjukkan spektrum warna hijau dan merah, dua warna yang tidak pernah

ditemukan pada sampel gelatin pada umumnya.

Nilai L merupakan parameter yang menunjukkan cahaya pantul

yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam (Soekarto,

1990). Paramater ini memperlihatkan tingkat kecerahan (light) dari suatu

bahan dengan kisaran dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Larutan encer

gelatin kualitas tinggi tidak berwarna, sedangkan gelatin kualitas rendah

memiliki warna coklat kejinggaan.

Kisaran rata-rata notasi L gelatin sampel yang didapatkan dari

penelitian ini adalah 55,49 - 58,90, tidak jauh berbeda tingkat kecerahannya

dengan notasi L pada gelatin komersial yang tercatat sebesar 56,36

(Lampiran 3). Pengaruh perbandingan kulit-air serta interval agitasi terhadap

[image:50.612.167.488.420.602.2]

nilai rata-rata notasi L pada gelatin hasil penelitian ini dapat dilihat di

Gambar 6. .

Gambar 6. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap

notasi L sampel gelatin.

(51)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perbandingan kulit-air dan

interval agitasi tidak memberikan kecenderungan nilai naik atau turun pada

tingkat kecerahan sampel gelatin. Perbandingan kulit-air yang semakin besar

diharapkan dapat memberikan nilai kecerahan yang lebih baik dengan lebih

banyaknya gelatin yang ikut terekstrak. Hal tersebut tidak terjadi pada empat

tingkat perbandingan kulit-air yang dilakukan pada penelitian ini. Hal ini

dimungkinkan terjadi karena selama proses ekstraksi berlangsung, bukan saja

gelatin yang terekstrak namun juga zat-zat pengotor lain ikut pula terekstrak.

Menurut Arthadana (2001) kejernihan warna gelatin tergantung

pada kemampuan zat-zat pengotor yang ada untuk memancarkan cahaya,

terutama keberadaan ion logam pada bahan dapat mempengaruhi warna

gelatin yang dihasilkan. Semakin banyaknya air yang ditambahkan semakin

besar peluang zat-zat pengotor ikut dalam filtrat gelatin.

Begitu pula dengan pengaruh agitasi pada tingkat kecerahan

sampel gelatin. Proses agitasi yang diharapkan dapat membantu untuk

mengektrak gelatin dengan lebih baik, ternyata mempunyai efek samping.

Agitasi yang diberikan tidak saja mengekstrak gelatin, namun juga membuat

komponen-komponen non kolagen ikut terekstrak sehingga mempengaruhi

tingkat kecerahan. Semakin sering agitasi diberikan, peluang

komponen-komponen non kolagen ikut serta dalam filtrat lebih besar. Banyaknya

komponen-komponen non kolagen yang ikut terekstrak sangat dipengaruhi

jumlah komponen-komponen tersebut dalam bahan baku kulit yang

digunakan.

Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru dan kuning

dengan nilai b positif sampai +60 untuk warna kuning dan nilai b negatif dari

0 sampai -60 untuk warna

Gambar

Tabel 1. Data impor gelatin Indonesia tahun 1998 – 2005 .......................
Tabel 2. Jumlah pemotongan sapi dan potensi kulit split
Tabel 5. Standar mutu gelatin berdasarkan standar nasional Indonesia   No. 06-3735 tahun 1995 dan British Standard : 757 tahun 1975
Gambar 2. Perubahan kolagen menjadi gelatin (Belitz dan Grosch, 1999)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan bahan baku gelatin yang berasal dari tulang dan kulit sapi. maupun banyak menimbulkan kekhawatiran dalam

Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan

Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan

Rendahnya kadar air telur ayam yang direndam lebih lama dalam larutan gelatin dikarenakan semakin sempurnanya tertutup pori-pori permukaan kulit telur akibat dari gelatin

grafik hubungan antara suhu hidrolisis dengan berat gelatin kering didapat hasil yang relatif baik pada suhu 90 C dengan waktu 1.5 jam dengan berat gelatin 6.9821 gr. Suhu

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa metode yang efektif dalam pembuatan gelatin dari kulit ikan kakap merah adalah konsentrasi asam asetat 1%, 2%, dan 3% sementara

Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan

grafik hubungan antara suhu hidrolisis dengan berat gelatin kering didapat hasil yang relatif baik pada suhu 90 C dengan waktu 1.5 jam dengan berat gelatin 6.9821 gr. Suhu