• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas insektisida campuran ekstrak empat jenis tumbuhan terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas insektisida campuran ekstrak empat jenis tumbuhan terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS INSEKTISIDA

CAMPURAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN

TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.)

(LEPIDOPTERA: PYRALIDAE

)

Oleh:

Nia Yunia

A44101026

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

NIA YUNIA. Aktivitas Insektisida Campuran Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Dibimbing oleh DADANG.

Sampai saat ini usaha pengendalian hama kubis masih tergantung pada penggunaan insektisida sintetik. Penggunaan insektisida sintetik yang kurang bijaksana dapat berpengaruh buruk pada ekosistem, sehingga perlu dicari alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan.

Penelitian bertujuanuntuk mempelajari aktivitas insektisida campuran dari empat ekstrak tumbuhan terhadap kematian hama kubis C. pavonana dan mendapatkan kombinasi ekstrak tumbuhan yang paling baik dalam mempengaruhi kematian hama C. pavonana.

Sumber ekstrak yang digunakan berasal dari biji Aglaia odorata, Annona squamosa, Swietenia mahogani dan Piper retrofractum. Uji mortalitas dilakukan pada konsentrasi 0,05%; 0,1%; 0,2%; 0,4%; 0,8% dan 1%. Perbandingan campuran ekstrak yang digunakan adalah 3:7, 1:1 dan 7:3. Uji mortalitas dilakukan dengan metode pencelupan daun. Larva diberi makan daun perlakuan selama 48 jam, kemudian diberi makan daun tanpa perlakuan. Setiap perlakuan diulang 5 kali.

Campuran ekstrak yang memiliki potensi tinggi terhadap mortalitas larva

(3)

AKTIVITAS INSEKTISIDA

CAMPURAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN

TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.)

(LEPIDOPTERA: PYRALIDAE)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Nia Yunia

A44101026

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : AKTIVITAS INSEKTISIDA CAMPURAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN TERHADAP LARVA

Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA:

PYRALIDAE) Nama Mahasisiwa : Nia Yunia NRP : A44101026

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Dadang, MSc

NIP. 131879337

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr

NIP. 130422698

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 8 Juni 1982 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak M. Erfand Kosasih dan Ibu Cicih Suhayaningsih.

(6)

PRAKATA

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas karunia, rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat mnyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancar karena semua daya dan upaya hanya milik ALLAH SWT semata. Skripsi yang berjudul “ Aktivitas Insektisida Kombinasi Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan terhadap Larva Crocidolomia pavonana (Lepidoptera: Pyralidae)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institutr Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu, Bapak yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan cinta yang tulus serta doanya untuk keberhasilan penulis di dunia dan akhirat. Saudara-saudaraku tercinta (Teh Reni, Teh Angi, Ima, A Rama dan Niko) yang telah mendukung secara moral dan material selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Terimakasih juga penulis haturkan kepada Bapak Dr. Ir. Dadang, MSc atas bimbingan, nasihat, dan perhatiannya selama penelitian dan saat penyusunan skripsi dan kepada Ibu Ir. Ivon Oley Sumarauw, MSi atas ketersediaannya menjadi penguji tamu dan atas saran-sarannya yang bermanfaat bagi penulis. Kepada Pak Agus, Mba Nana, Iis, Budi, Ferdy dan anggota Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang sering diajak berdiskusi tentang berbagai masalah oleh penulis. Kepada Pak Sodik dan Mas Agung yang telah membantu saat penelitian. Teman-teman Tim KKP Gunung Keling terima kasih atas persahabatan yang tak terlupakan. Kepada anak-anak Andaleb dan Wisma Nadia serta teman-teman DPT angkatan 38 yang selalu memberikan semangat. Tidak lupa kepada sahabat-sahabatku (Winta, Indah, Iis dan Nita) yang selalu siap menemani, menghibur dan membantu. Terimakasih atas perhatian dan dukungannya. Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis ungkapkan satu persatu.

Semoga penelitian dan skripsi ini dapat memberikan manfaat yang banyak bagi kita semua. Amin.

Bogor, Januari 2006

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Brokoli ... 5

Bioekologi Crocidolomia pavonana ... 5

Annona squamosa ... 8

Aglaia odorata ... 9

Swietenia mahogani ... 10

Piper retrofractum ... 11

Prospek Insektisida Botani ... 12

BAHAN DAN METODE ... 15

Tempat dan Waktu ... 15

Metode ... 15

Sumber Ekstrak ... 15

Penanaman Brokoli ... 15

Perbanyakan Serangga Uji . ... 16

Ekstraksi ... 16

Uji Mortalitas ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

(8)

pavonana ... 18

Pembahasan Umum ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Teks

1. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c) ... . 19

2. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

ekstrak A. odorata dan P retrofractum (OR) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c) ……. 20 3. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c) ... . 21 4. Perkembangan mor6alitas C. pavonana yang diperlakuan campuran

ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani (RM) 3:7 (a), 1:1 (b),7:3 (c) ... 22 5. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

ekstrak P. retrofractum dan A. squamosa (RS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c) .… 23 6. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

Teks

1. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan

campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 3:7... 34

2 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 1:1... 34

3. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan

campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 7:3 ... 35

4. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 3:7 ... 35

5. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 1:1 ... 36

6. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 7:3 ... 36

7. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 3:7 ... 37

8. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan

campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 1:1 ………. 37

9. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan

campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 7:3……….. 38

10.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani (RM) 3:7…………. 38

11.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani (RM) 1:1 …………. 39

(11)

AKTIVITAS INSEKTISIDA

CAMPURAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN

TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.)

(LEPIDOPTERA: PYRALIDAE

)

Oleh:

Nia Yunia

A44101026

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

ABSTRAK

NIA YUNIA. Aktivitas Insektisida Campuran Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Dibimbing oleh DADANG.

Sampai saat ini usaha pengendalian hama kubis masih tergantung pada penggunaan insektisida sintetik. Penggunaan insektisida sintetik yang kurang bijaksana dapat berpengaruh buruk pada ekosistem, sehingga perlu dicari alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan.

Penelitian bertujuanuntuk mempelajari aktivitas insektisida campuran dari empat ekstrak tumbuhan terhadap kematian hama kubis C. pavonana dan mendapatkan kombinasi ekstrak tumbuhan yang paling baik dalam mempengaruhi kematian hama C. pavonana.

Sumber ekstrak yang digunakan berasal dari biji Aglaia odorata, Annona squamosa, Swietenia mahogani dan Piper retrofractum. Uji mortalitas dilakukan pada konsentrasi 0,05%; 0,1%; 0,2%; 0,4%; 0,8% dan 1%. Perbandingan campuran ekstrak yang digunakan adalah 3:7, 1:1 dan 7:3. Uji mortalitas dilakukan dengan metode pencelupan daun. Larva diberi makan daun perlakuan selama 48 jam, kemudian diberi makan daun tanpa perlakuan. Setiap perlakuan diulang 5 kali.

Campuran ekstrak yang memiliki potensi tinggi terhadap mortalitas larva

(13)

AKTIVITAS INSEKTISIDA

CAMPURAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN

TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.)

(LEPIDOPTERA: PYRALIDAE)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Nia Yunia

A44101026

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(14)

Judul Skripsi : AKTIVITAS INSEKTISIDA CAMPURAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN TERHADAP LARVA

Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA:

PYRALIDAE) Nama Mahasisiwa : Nia Yunia NRP : A44101026

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Dadang, MSc

NIP. 131879337

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr

NIP. 130422698

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 8 Juni 1982 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak M. Erfand Kosasih dan Ibu Cicih Suhayaningsih.

(16)

PRAKATA

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas karunia, rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat mnyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancar karena semua daya dan upaya hanya milik ALLAH SWT semata. Skripsi yang berjudul “ Aktivitas Insektisida Kombinasi Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan terhadap Larva Crocidolomia pavonana (Lepidoptera: Pyralidae)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institutr Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu, Bapak yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan cinta yang tulus serta doanya untuk keberhasilan penulis di dunia dan akhirat. Saudara-saudaraku tercinta (Teh Reni, Teh Angi, Ima, A Rama dan Niko) yang telah mendukung secara moral dan material selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Terimakasih juga penulis haturkan kepada Bapak Dr. Ir. Dadang, MSc atas bimbingan, nasihat, dan perhatiannya selama penelitian dan saat penyusunan skripsi dan kepada Ibu Ir. Ivon Oley Sumarauw, MSi atas ketersediaannya menjadi penguji tamu dan atas saran-sarannya yang bermanfaat bagi penulis. Kepada Pak Agus, Mba Nana, Iis, Budi, Ferdy dan anggota Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang sering diajak berdiskusi tentang berbagai masalah oleh penulis. Kepada Pak Sodik dan Mas Agung yang telah membantu saat penelitian. Teman-teman Tim KKP Gunung Keling terima kasih atas persahabatan yang tak terlupakan. Kepada anak-anak Andaleb dan Wisma Nadia serta teman-teman DPT angkatan 38 yang selalu memberikan semangat. Tidak lupa kepada sahabat-sahabatku (Winta, Indah, Iis dan Nita) yang selalu siap menemani, menghibur dan membantu. Terimakasih atas perhatian dan dukungannya. Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis ungkapkan satu persatu.

Semoga penelitian dan skripsi ini dapat memberikan manfaat yang banyak bagi kita semua. Amin.

Bogor, Januari 2006

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Brokoli ... 5

Bioekologi Crocidolomia pavonana ... 5

Annona squamosa ... 8

Aglaia odorata ... 9

Swietenia mahogani ... 10

Piper retrofractum ... 11

Prospek Insektisida Botani ... 12

BAHAN DAN METODE ... 15

Tempat dan Waktu ... 15

Metode ... 15

Sumber Ekstrak ... 15

Penanaman Brokoli ... 15

Perbanyakan Serangga Uji . ... 16

Ekstraksi ... 16

Uji Mortalitas ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

(18)

pavonana ... 18

Pembahasan Umum ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(19)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Teks

1. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c) ... . 19

2. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

ekstrak A. odorata dan P retrofractum (OR) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c) ……. 20 3. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c) ... . 21 4. Perkembangan mor6alitas C. pavonana yang diperlakuan campuran

ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani (RM) 3:7 (a), 1:1 (b),7:3 (c) ... 22 5. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

ekstrak P. retrofractum dan A. squamosa (RS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c) .… 23 6. Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

Teks

1. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan

campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 3:7... 34

2 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 1:1... 34

3. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan

campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 7:3 ... 35

4. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 3:7 ... 35

5. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 1:1 ... 36

6. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 7:3 ... 36

7. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 3:7 ... 37

8. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan

campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 1:1 ………. 37

9. Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan

campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 7:3……….. 38

10.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani (RM) 3:7…………. 38

11.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani (RM) 1:1 …………. 39

(21)

13.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan A. squamosa (RS) 3:7 …………. 40

14.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan A. squamosa (RS) 1: 1 ………… 40

15.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan A. squamosa (RS) 7:3 …………. 41

16.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan S. mahogani (OM) 3:7 ……… 41

17.Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak S A. odorata dan S. mahogani (OM) 1:1 ………. 42

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kubis (Brassicaceae) adalah salah satu sayuran yang penting yang banyak diusahakan di dataran tinggi di Indonesia. Tanaman kubis juga merupakan sayuran daun yang digemari masyarakat sehingga merupakan jenis sayuran yang paling banyak dihasilkan di Indonesia. Pada tahun 1992 luas areal pertanaman kubis di Indonesia sekitar 36.250 ha dengan produksi rata-rata 660.467 ton atau sekitar 18,2 ton per ha (Ba lai penelitian Hortikultura dalam

Islamiah 2003). Kubis memiliki potensi produksi yang tinggi karena berdaya hasil tinggi, sehingga tepatlah bila kubis diprioritaskan sebagai salah satu tanaman sayuran daun yang perlu diperhatikan lebih lanjut guna memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. Namun demikian pada tahun-tahun terakhir ini terjadi penurunan produksi kubis.

Penurunan hasil panen tanaman sayuran dalam beberapa tahun belakangan ini disebabkan oleh penggunaan benih yang kurang baik, gangguan hama dan penyakit, serta pengurangan luasan areal pertanaman kubis akibat penggunaan lahan untuk aktivitas lain. Usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman kubis telah dilakukan dengan penggunaan bibit unggul, meningkatkan pemeliharaan tanaman dan pengendalian ha ma dan penyakit (Permadi & Sastrosiswojo 1993). Di antara beberapa kendala dalam peningkatan produktivitas tanaman kubis gangguan hama merupakan salah satu kendala yang memicu semakin rendahnya produktivitas tanaman kubis.

(23)

keadaan yang ekstrem kubis tidak dapat dipanen sama sekali. Apabila tidak dilakukan pengendalian kerusakan oleh hama tersebut dapat mencapai 100 % (Permadi dan Sastrosiswojo 1993).

Sampai saat ini untuk mengendalikan hama kubis tersebut petani masih tergantung pada penggunaan insektisida sintetik. Petani umumnya menggunakan insektisida sintetik secara rutin tanpa mempertimbangkan populasi hama maupun tingkat keracunan tanaman (Satrosiswojo 1984). Seperti yang telah terjadi di Lembang yaitu petani kubis mengaplikasikan insektisida hingga mencapai 18 kali per musim tanam (Setiawati & sastrosiswojo 1995). Penggunaan insektisida sintetik sangat diminati oleh petani karena mudah dalam aplikasi dan dapat mengendalikan hama dalam waktu singkat (Prijono 1998). Namun demikian apabila aplikasi yang dilakukan tidak bijaksana, insektisida sintetik dapat menimbulkan dampak negatif bagi organisme bukan sasaran seperti parasitoid dan predator, resistensi dan resurgensi hama. Selain itu insektisida sintetik juga dapat mencemari lingkungan, meracuni tanaman serta manusia terutama para petani yang melakukan aplikasi langsung di lapangan.

Sekarang ini upaya pencarian insektisida alami yang tidak bersifat persisten di alam (lebih mudah terurai) mulai dikembangkan untuk mengatasi dampak negatif dari aplikasi insektisida sintetik. Insektisida yang banyak menarik perhatian saat ini adalah yang berasal dari tumbuhan. Banyak senyawa insektisida yang berasal dari tumbuhan yang memiliki cara kerja yang spesifik. Diharapkan aplikasi insektisida botani (insektisida yang berasal dari bahan tumbuhan) dapat bekerja secara selektif terhadap musuh alami dan tidak menimbulkan residu ya ng tinggi karena sifatnya yang mudah terurai di alam (Prijono 1999; Dadang 2000).

Sumber insektisida botani yang potensial antara lain dari berbagai jenis tanaman dalam famili Meliaceae, Annonaceae, Piperaceae, Asteraceae dan Zingiberaceae (Dadang 1999). Sedangkan menurut Schmutterer (1995) insektisida botani yang diketahui memiliki potensi besar dalam pengendalian hama adalah Meliaceae, Rutaceae, Annonaceae, Labiatae, Malvaceae, Zingiberaceae dan Solanaceae.

(24)

makan dan penghambat perkembangan serangga (Prijono 1998). Salah satu contoh tumbuhan famili Meliaceae yang berpotensi sebagai insektisida botani adalah biji mahoni (Swietenia mahogani). Tumbuhan ini mengandung senyawa limonoid yang berpotensi sebagai repellent, antifeedant dan insektisida. Ekstrak biji S. mahogani diketahui dapat menghambat aktivitas makan P. xylostella

hingga 100% pada konsentrasi 5 % (Dadang & Ohsawa 2000). S. mahogani juga dapat mempengaruhi biologi C. pavonana, yaitu menghambat aktivitas makan dan menyebabkan kematian.

Anggota famili Meliaceae lain yang juga berpotensi adalah Aglaia odorata. A. odorata mengandung senyawa aktif rokaglamida (golongan benzofuran) dan beberapa senyawa turunannya yang terbukti efektif sebagai

antifeedant, penghambat perkembangan dan insektisida. Ekstrak ranting A. odorata mampu mematikan larva C. pavonana instar II dengan LC 50 pada konsentrasi 0,04 % (Nugroho 1999), sementara ekstrak daunnya pada konsentrasi 0,5% mampu mematikan larva 98,7%.

(25)

Tujuan

Penelitian bertujuanuntuk mempelajari aktivitas insektisida campuran dari empat ekstrak tumbuhan terhadap kematian hama kubis C. pavonana dan mendapatkan campuran ekstrak tumbuhan yang paling efektif dalam mempengaruhi kematian hama C. pavonana.

Manfaat

Diharapkan hasil penelitian digunakan sebagai sarana pengendalian hama

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Brokoli

Dilihat secara morfologi, brokoli (kubis bunga hijau) memang mirip dengan kubis bunga putih. Tanaman ini membentuk sejenis kepala bunga yang terdiri dari kuntum-kuntum bunga berwarna hijau dengan tangkai bunga yang berdaging. Tebal kepala bunga yang utama dapat mencapai 15 cm atau lebih. Pada ketiak daun timbul juga kepala bunga yang lebih kecil, kepala bunga samping akan cepat keluar bila kepala bunga utama telah dipanen. Kepala bunga utama, samping dan tangkai yang berdaging dapat disayur. Brokoli banyak mengandung vitamin A, vitamin C dan beberapa mineral lain seperti kalsium dan besi dalam jumlah yang cukup (Pracaya 1990).

Tanaman brokoli memerlukan tanah yang subur. Tanah yang kurang subur memerlukan pupuk buatan atau pupuk organik, baik pupuk kandang atau kompos. Tetapi bila pertumbuhannya terlalu subur, tangkai bunga akan jadi berlubang. Brokoli agak tahan garam tapi memerlukan banyak nitrogen diband ing kubis bunga putih dan juga memerlukan cukup banyak unsur molybden serta boron (Pracaya 1990).

Kubis bunga hijau (brokoli) dapat tumbuh baik pada iklim yang dingin atau sejuk. Udara panas tidak cocok, karena kuntum bunga akan mmbuka lebih awal hingga kepala bunga akan cepat menjadi tidak kompak dan beberapa jam setelah dipanen menjadi layu. Udara panas pada periode panen akan menimbulkan daun yang tak diharapkan pada kepala bunga sehingga bisa menurunkan harga (Pracaya 1990).

Bioekologi Crocidolomia pavonana

(27)

Ulat krop kubis (C. pavonana) tergolong famili Pyralidae, ordo Lepidoptera, bersama hama daun P. xylostella, merupakan hama penting pada pertanaman kubis, yang dapat mengakibatkan kerusakan cukup besar. Pada tanaman kubis P. xylostella sering ditemukan pada tanaman muda sedangkan C. pavonana kebanyakan ditemukan pada tanaman yang telah dewasa dan membentuk krop (Sudarwohadi & Permadi 1999). Selain menyerang kubis, C. pavonana ternyata dapat juga menyerang tanaman petsai, lobak, caisin, turlip dan sawi baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuh liar. Kerugian akibat serangan C. pavonana rata-rata 30% walaupun sering kali dapat mencapai 100% apabila tidak dilakukan pengendalian (Kalshoven 1981).

Daerah penyebaran C. pavonana meliputi Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika Selatan, Australia, Papua Nugini dan beberapa kepulauan di Samudera Pasifik (Kalshoven 1981, Waterhouse dan Norris dalam Islamiah 2003). Di pulau Jawa serangga ini ditemukan baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi (Kalshoven 1981).

Habitat yang sesuai dengan perkembangan C. pavonana adalah tanaman kubis-kubisan. Tanaman kubis-kubisan mengandung senyawa mustard oil glycoside yang mampu menarik (sebagai antraktan) serangga-serangga hama untuk datang dan memakan tanaman tersebut. Sebenarnya senyawa tersebut merupakan racun bagi banyak spesies serangga, akan tetapi bagi spesies serangga tertentu senyawa ini justru menarik, sehingga memanfaatkan tanaman yang mengandung senyawa tersebut sebagai tanaman inang (Rockstein 1978 dalam

Islamiah 2003).

Telur C. pavonana berwarna hijau muda atau kekuningan yang diletakkan pada permukaan daun bagian bawah secara berkelompok dan berbentuk pipih. Telur berubah menjadi cokelat kemerahan sebelum menetas. Periode inkubasi telur hasil biakan pada kubis 3-6 hari dengan persentase penetasan 92,4% (Othman 1982), sedangkan Prijono & Hasan (1992) melaporkan periode inkubasi telur hasil biakan pada brokoli 4-5 hari.

(28)

menyisakan epidermis daun bagian atas sehingga berwarna keperakan. Pada instar lanjut umumnya daun habis dimakan dan keberadaan larva dalam krop terdeteksi denga n adanya sisa kotoran berwarna kehijauan. Serangan berat mengakibatkan daun tinggal tulang, bila serangan sudah mencapai titik tumbuh maka pembentukkan krop akan terhambat dan tanaman tidak dapat dipetik hasilnya (Sastrosiswojo & Setiawati 1993). Serangan biasanya diikuti oleh serangan cendawan dan bakteri sehingga crop menjadi busuk.

Perkembangan larva C. pavonana pada saat larva melalui empat instar sebelum membentuk pupa. Stadium larva 8-14 hari pada suhu 25,5-28,00C dengan kelembaban nisbi 60-70% (Prijono & Hasan 1992). Pada akhir fase larva instar akhir, larva tidak makan lagi, tubuhnya mulai mengecil/mengkerut, dilanjutkan dengan pembentukkan pupa di tanah. Pupa berwarna cokelat kekuningan yang kemudian berangsur-angsur menjadi cokelat tua. Stadium pupa berlangsung selama 9-13 hari (Othman 1982), tetapi kadang hanya satu minggu. Imago C. pavonana secara visual dapat dibedakan antara jantan dengan yang betina. Imago betina memiliki ukuran abdomen lebih besar daripada jantan. Corak sayap imago jantan lebih jelas dan berawarna cokelat tua.

Serangga betina yang diberi madu mampu meletakkan 2-21 kelompok telur yang mengandung 60-598 butir telur, dengan periode peletakkan telur 3-10 hari (Othman 1982). Siklus hidup serangga betina berkisar 23-28 hari, sedangkan jantan 24-29 hari (Prijono & Hasan 1992).

Di alam C. pavonana diserang oleh beberapa musuh alami antara lain parasitoid telur Starmia inconspicuoides Bar. (Diptera: Tachinidae) dan parasitoid larva Eriborus argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae). Tingkat parasitisasi oleh kedua spesies tersebut rendah (Sastrosiswojo & Setiawati 1993) sehingga pengendalian dengan musuh alami tidak efektif.

Annona squamosa

(29)

Tumbuhan dari keluarga Annonaceae mengandung alkaloid, karbohidrat, lemak 42-45 %, asam amino, protein, polifenol, minyak atsiri, terpen dan senyawa-senyawa aromatik seperti tumbuhan pada umumnya. Senyawa-senyawa bioaktif dari keluarga tumbuhan Annonaceae dikenal dengan nama asetogenin. Dari bijinya telah berhasl diisolasi senyawa aktifnya yaitu squamosin dan asimisin. Beberapa anggota famili Annonaceae telah diketahui mampu menghambat pertumbuhan larva Myzus brassicae, C. pavonana,. dan P. xyllostella. Selain bijinya, bagian tanaman lain yang mengandung bahan aktif yang efektif sebagai pestisida nabati adalah buah mentah, daun dan akar. Kandungan aktif tersebut bekerja sebagai racun kontak dan perut serta bersifat sebagai insektisida, repellent dan antifeedant (Kardinan 2001).

Penyiapan ekstrak dapat dilakukan dengan cara biji/kulit dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dikeringanginkan, dikuliti, dan digiling. Biji yang sudah berupa tepung direndam dalam metanol, eter atau heksana. Kemudian disaring dan diekstrak dengan alat ekstraksi. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan. A. glabra dan A. squamosa pada konsentrasi 2% dan 0,4% mengakibatkan penghambatan aktifitas makan yang tinggi pada larva C. pavonana ( Herawati 1998).

Aplikasi ekstrak biji A. squamosa pada tanaman padi secara tidak langsung menurunkan persentase terjadinya penyakit tungro karena terjadi penurunan aktivitas makan pada vektor. Dengan demikian aplikasi ekstrak-ekstrak tumbuhan yang dapat menghambat makan serangga selain memberikan pengaruh langsung pada penurunan aktivitas serangga sasaran juga secara tidak langsung menurunkan terjadinya penyakit tanaman yang ditularkan oleh serangga vektor (Dadang 1999).

Aglaia odorata

Aglaia odorata termasuk famili Meliaceae. Tanaman ini bukan asli tanaman Indonesia tetapi didatangkan dari daerah Cina dan diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1692 (Sastropradja & Bimantoro 1983).

(30)

tangkai, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 3-6 cm, dan lebar 1-3 cm (Kardinan 2001). Bunga berwarna kuning kehijauan dalam malai rapat dengan panjang 5-16 cm. Buah berbentuk bulat lonjong dengan warna merah. Perbanyakan dilakukan dengan stek batang atau cabang (Wijayakesuma et al. 1993). Tanaman A. odorata dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah dan tinggi pada tempat terbuka dan terkena sinar matahari langsung (Heyne 1987).

Daun A. odorata digunakan secara tradisional antara lain sebagai obat batuk, influenza dan pereda iritasi maupun peradangan dan bunganya sering digunakan sebagai bahan campuran pewangi teh (Pannel dalam Suhaendah 2001).

A. odorata banyak ditanam di halaman rumah sebagai tanaman pagar atau tanaman peneduh. Batang yang keras sering digunakan sebagai bahan ukiran sedangkan bunganya dicampur dengan teh sebagai pewangi. Daun sering digunakan sebagai obat tradisional untuk luka terpukul dan bisul (Wijayakesuma

et al. 1993). A. odorata banyak mengandung zat kimia seperti minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin (Kardinan 2001).

(31)

Swietenia mahogani

Swietenia mahogani termasuk tanaman famili Meliaceae. Tanaman ini berasal dari Hindia Belanda dan dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung (Wijayakesuma et al. 1996).

Tanaman S. mahogani adalah tanaman tahunan, tinggi tanaman berkisar antara 5-25 m dengan akar tunggal, batang bulat, banyak cabang dan batang bergetah. Daunnya termasuk daun majemuk, menyirip genap, helaian daun bulat telur, ujung dan pangkal runcing tepi rata dan tulang menyirip. Daun berwarna merah ketika masih muda dan hijau setelah tua. Tanaman ini berbunga setelah berumur 7 tahun. Buah berbentuk kapsul berwarna cokelat dan biji berbentuk pipih berwarna hitam (Wijayakesuma et al.1996).

Tanaman S. mahogani sudah banyak dibudidayakan di pulau Jawa pada tanah kering. Batangnya digunakan sebagai peralatan rumah tangga atau bahan seni. Kulit biji digunakan untuk menyembuhkan penyakit demam dan diare sedangkan bijinya untuk penyakit kencing manis dan hipertensi (Wijayakesuma et al. 1996). Selain digunakan sebagai obat, biji S. mahogani juga telah diteliti sifat insektisidanya. Ekstrak tanaman ini dilaporkan dapat menghambat aktifitas peneluran yang cukup tinggi pada C. chinensis (Dadang 1999). Menurut Dadang dan Ohsawa (2000) ekstrak kasar biji S. mahogani ini pada konsentrasi 5% dapat menghambat aktifitas makan P. xylostella hingga 100%. Dadang dan Ohsawa (2000) telah berhasil mengisolasi senyawa triterpenoid dari ekstrak biji S. mahogani yang dapat menghambat aktivitas makan larva P. xylostella secara total pada konsentrasi 5%.

Piper retrofractum

Tanaman cabe jawa (Piper retrofractum) sering disebut dengan lada panjang, termasuk dalam genus piper, famili piperaceae, ordo piperales, sub klas monoklamidae, kelas dikotiledon, sub divisi angiospermae dan divisi spermathophyta (Tjitrosoepomo 1998).

(32)

tidak kaku. Buah berbentuk silinder dengan panjang sekitar 4-5 cm, diameter sekitar 0,6 cm. Buah yang masih muda berwarna hijau muda beraroma tajam dan pedas. Semakin tua warna semakin kuning dan akhirnya merah serta menjadi lunak. Buah tua tersebut sedikit manis dan mengandung butir-butir kehitaman yang terasa pedas menyerupai cabe.

Cabe jawa merupakan tanaman tropis, ya ng penyebarannya sangat luas. Hampir di seluruh wilayah Indonesia tanaman ini dapat tumbuh dengan baik. Cabe jawa tumbuh pada ketinggian antara 0-600 m di atas permukaan laut dan masih dapat tumbuh dengan hasil baik hingga ketinggian 100 m dpl (Heyne 1987).

Habitat alaminya adalah hutan tropis, tanaman tumbuh memanjat sehingga mencapai tajuk yang terkena sinar matahari. Umumnya pada habitat alamiah tanaman akan tumbuh bergerombol dalam kelompok murni, sehingga buah cabe jawa mudah diperoleh (Heyne 1987).

Pada habitat alami, tanaman cabe jawa yang tidak dipangkas akan tumbuh dan sulit menghasilkan buah. Tanaman akan mulai berbuah setelah berumur 6 bulan dan akan menghasilkan buah sepanjang tahun dengan hasil rata-rata 30-40 buah per hari/tanaman. Tanaman yang telah berumur lebih dari satu tahun akan berbunga dan berbuah sepanjang tahun.

Prospek Insektisida Botani

Pestisida merupakan bahan berbahaya yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Namun demikian, sebaliknya pestisida dapat memberikan manfaat, oleh karena itu pestisida dapat digunakan dalam pembangunan di berbagai sektor termasuk sektor pertanian. Sehubungan dengan itu maka pestisida perlu dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya tetapi dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya.

(33)

Beberapa kerugian di dalam penggunaan insektisida sintetik yaitu timbulnya resistensi (kekebalan), timbulnya resurjensi (kenaikan populasi), timbulnya organisme pengganggu, masalah residu pestisida pada tanaman/makanan, pencemaran lingkungan, keracunan dan kematian musuh alami organisme pengganggu dan hewan bukan sasaran lainnya, keracunan dan kematian pada manusia serta keracunan dan kematian pada tanaman. Setelah diketahui dampak samping akibat pengunaan insektisida yang kurang bijaksana, perlu adanya pengendalian alternatif lainnya seperti tumbuhan sebagai sumber insektisida baru.

Pemanfaatan insektisida botani di tingkat petani masih terbatas karena beberapa kendala antara lain terbatasnya bahan-bahan alami yang bersifat insektisida, persistensi yang relatif singkat di lapangan, dan biaya produksi yang tidak selalu lebih murah dibandingkan biaya insektisida sintetik. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pencarian tanaman sumber insektisida botani yang efektif dan penelitian cara perbanyakan (Irmayetri 2001).

Tumbuhan merupakan organisme yang kaya akan senyawa kimia. Senyawa metabolit sekunder tumbuhan seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid, dan limonoid diketahui sebagai pertahanan kimia tumbuhan. Senyawa-senyawa kimia tanaman dapat memberikan pengaruh yang merugikan kehidupan serangga diantaranya mengganggu pertumbuhan, menghambat pembentukkan kulit, mengganggu penemuan inang, menghambat perkembangan serangga, menurunkan fertilitas, dan membunuh telur (Dadang 1998).

(34)

Tanaman dari famili Meliaceae seperti A. harmsiana dan Trichilia trijuga

pada konsentrasi 0,25% mempunyai pengaruh mematikan terhadap larva C. pavonana (Prijono 1999). A. glabra dan A. squamosa pada konsentrasi 2% dan 0,4% mengakibatkan penghambatan aktivitas makan yang tinggi pada larva C. pavonana (Herawati 1998). Sediaan pestisida yang berbahan aktif piretrin yang berasal dari bunga Chrysanthemum cinerariaefolium (piretrum), nikotin dari daun

Nicotiana spp. telah digunakan secara luas untuk mengendalikan berbagai jenis hama. Beberapa fakta yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa tumbuhan mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai agens pengendali serangga.

PHT adalah suatu metode pengendalian hama agar hama tersebut secara ekonomis tidak merugikan dan kelestarian lingkungan dapat diperhatikan (Ria 1995). PHT pada dasarnya mencakup semua strategi pengendalian hama termasuk penggunaan insektisida. Namun demikian, dalam sistem ini ditekankan pada penggunaan insektisida sebagai alternatif terakhir dan insektisida yang digunakan harus mudah terdegradasi, selektif terhadap hama sasaran dan aman bagi pengguna dan lingkungan (Dadang 1998). Insektisida botani memiliki sifat yang dimaksud di atas sehingga sangat cocok dikembangkan sebagai alternatif pengendalian. Insektisida botani terdiri dari beberapa bahan aktif yang dapat mengurangi kemampuan hama untuk membentuk sistem pertahanan sekaligus dan ini dapat menunda terjadinya resistensi pada hama (Prijono 1999)

(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai April hingga Oktober 2005.

Sumber Ekstrak

Sumber ekstrak yang digunakan adalah biji mahoni (Swietenia mahogani) famili Meliaceae, ranting pacar cina (Aglaia odorata) famili Meliaceae, biji srikaya (Annona squamosa) famili Annonaceae dan cabe jawa (Piper retrofractum) famili Piperaceae. Bahan-bahan ini diperoleh dari Jawa Timur. Sebelum diekstrak bahan tumbuhan ini dikeringanginkan selama kurang lebih satu minggu dalam ruangan.

Penanaman Brokoli

Benih yang digunakan yaitu benih Brokoli. Benih brokoli disemai terlebih dahulu dalam nampan plastik yang berisi tanah dan pupuk kandang (3:1 w/v). Bibit yang telah berumur tiga minggu dipindahkan ke polibag besar (5 liter) sebanyak satu bibit per polibag. Tanaman dipupuk dengan NPK (15:15:15) yaitu sebanyak 0,4 gram per polibag pada saat umur tanaman 3-4 minggu. Tanaman brokoli yang dipelihara dilakukan penyiraman, penyiangan, dan pemusnahan hama jika ada pada tanaman. Tanaman dapat digunakan sebagai pakan larva C. pavonana setelah berumur dua bulan. Setelah tanaman berumur dua setengah bulan, tanaman dapat digunakan sebagai pakan larva C. pavonana.

Perbanyakan Serangga Uji

(36)

atasnya diberi kain kasa dengan tinggi 35 cm dan diameter 15 cm dan dipelihara hingga menjadi imago. Imago diberi makan larutan madu 10% yang diserapkan pada kapas. Untuk peletakkan telur, ke dalam kurungan dimasukkan daun brokoli yang pangkalnya dimasukkan ke dalam tabung film yang berisi air. Daun yang sudah ada telurnya dipindahkan ke dalam kotak plastik (5 cm x 25 cm x 5 cm). Larva dipelihara seperti di atas sampai beberapa generasi. Setelah telur menetas kembali, larva dipelihara sampai larva instar II. Larva ini siap digunakan untuk perlakuan dan selebihnya digunakan untuk perbanyakan selanjutnya.

Ekstraksi

Bagian tumbuhan uji yang akan digunakan masing- masing dikeringanginkan kemudian dipotong kecil-kecil la lu diblender (digiling). Hasil penggilingan berupa serbuk direndam dalam metanol (1:10; w/v) selama 48 jam. Setelah itu disaring dengan menggunakan corong Buchner yang dialasi kertas saring. Hasil penyaringan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada tekanan sekitar 400-500 mmHg dan suhu 50 0C yang menghasilkan ekstrak kasar. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam lemari es (-4 oC) hingga saat digunakan.

Uji Mortalitas

Ekstrak kasar yang dihasilkan masing- masing diencerkan dengan metanol 1%, Latron 77L 0,1% dan aquades. Keempat ekstrak tumbuhan ini dikombinasikan sehinggga menghasilkan 6 kombinasi ekstrak yaitu campuran ekstrak A. odorata dan S. mahogani (OM), P. retrofractum dan S. mahogani

(RM), S. mahogani dan A. squamosa (MS), A. odorata dan P. retrofractum (OR),

A. odorata dan A. squamosa (OS), serta P retrofractum dan A. squamosa (RS). Keenam campuran ekstrak ini dikombinasikan dengan perbandingan 3:7, 1:1 dan 7:3 (w/w) pada konsentrasi yang digunakan yaitu 0,05%, 0,1%, 0,2%, 0,4%, 0,8%, 1% serta kontrol.

(37)
(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Campuran Ekstrak terhadap Kematian Crocidolomia pavonana

Penggunaan pestisida dalam bentuk campuran dapat lebih meningkatkan efisiensi aplikasi karena komponen campuran yang tidak antagonis biasanya digunakan pada dosis yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis masing-masing komponennya secara terpisah (Stone et all. , Hewitt dalam Prijono 2004). Campuran ekstrak tanaman yang diuji ternyata mampu menyebabkan kematian pada larva C. pavonana secara umum sangat efektif.

Perkembangan mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan campuran ekstrak S. mahogani dan A squamosa MS 3:7 pada pengamatan 24 JSP secara umum cukup tinggi. Kematian larva konsentrasi 1% (82%) tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,05% (66%). Perkembangan mortalitas larva meningkat pada hari berikutnya. Sebagai contoh, rata-rata kematian larva konsentrasi 1% mencapai 82% pada 24 JSP dan meningkat menjadi 100% pada 48 JSP (Gambar 1a).

Pada perbandingan 1:1 konsentrasi 0,05% mengakibatkan kematian larva 34%, sedangkan pada konsentrasi 0,1% rata-rata kematian larva 38%. Kematian larva pada konsentrasi 0,2% mencapai 58% sedangkan konsentrasi 0,4% kematian larva lebih rendah (40%), namun tidak berbeda nyata. Rata-rata kematian larva mencapai 100% pada konsentrasi 0,4% pada 48 JSP (Gambar 1b).

Rata-rata kematian larva C. pavonana yang diperlakukan MS 7:3 pada konsentrasi 0,05%, 0,1% dan 0,2% masing- masing 66% pada 24 JSP dan 90% pada konsentrasi 1%. Pada konsentrasi 0,4% ekstrak campuran ini mengakibatkan rata-rata kematian larva 100%, walaupun secara statisitik tidak berbeda nyata dengan kematian larva konsentrasi 0,05% (94%) pada 48 JSP (Gambar 1c).

Campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa yang mengakibatkan kematian larva paling efektif yaitu pada perbandingan 3:7. Hal ini berarti ekstrak campuran yang memiliki kandungan A. squamosa lebih tinggi menunjukkan lebih efektif dalam mempengaruhi mortalitas larva C. pavonana.

(39)

0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

[image:39.596.115.500.85.539.2]

Mortalitas (%) kontrol 0.05 0.1 0.2 0.4 0.8 1

Gambar 1 Perkembangan mortalitas C. pavonana yang di perlakukan campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c)

Larva yang diberi perlakuan ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 3:7 pada 24 JSP mengakibatkan mortalitas larva secara umum masih cukup rendah, walaupun pada konsentrasi 1% mengakibatkan kematian tinggi yaitu 94%. Pada 72 JSP konsentrasi lebih dari 0,4% memberikan kematian antara 60% - 100% sedangkan pada konsentrasi kurang dari 0,4% mengakibatkan kematian yang lebih rendah. Kematian larva mencapai 100% pada konsentrasi 0,8% pada pengamatan 48 jam setelah perlakuan. (Gambar 2a).

Pada perbandingan 1:1, konsentrasi lebih dari 0,1% mengakibatkan mortalitas larva antara 96% - 100%, sedangkan pada konsentrasi 0,05% dan 0,1%

a

b

(40)

hanya mencapai 22% dan 56% pada 72 JSP (Gambar 2b). Pada perbandingan 7:3, mortalitas pada konsentrasi 0,05% yaitu 38% pada 72 JSP (Gambar 2c).

Dari ketiga perbandingan, pada campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum perbandingan 1:1 menunjukkan mortalitas larva yang lebih baik dibandingkan yang lain.

0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

[image:40.596.122.491.188.613.2]

Mortalitas (%) kontrol 0.05 0.1 0.2 0.4 0.8 1

Gambar 2 Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran ekstrak A. odorata dan P retrofractum (OR) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c).

Pada perlakuan ekstrak campuran A. odorata dan A. squamosa, mortalitas larva perbandingan 3:7 pada pengamatan 24 JSP secara umum cukup tinggi. Pada konsentrasi 0,05% mengakibatkan kematian larva 76%. Pada pengamatan 48 JSP rata-rata kematian larva pada semua perlakuan mencapai 100% (Gambar 3a).

c

a

(41)

Pada perbandingan 1:1 dengan ekstrak campuran yang sama, konsentrasi 0,05% telah mengakibatkan kematian larva 74%. Mortalitas larva pada 72 JSP mengakibatkan kematian larva 100% pada konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,4%, 0,8% dan 1%, kecua li pada konsentrasi 0,05% yang hanya mengakibatkan kematian larva 94%, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (Gambar 3b). Pada perbandingan 7:3, pada konsentrasi 0,4%, 0,8% dan 1% menunjukkan kematian yang tinggi sedangkan pada konsentrasi kurang dari 0,4% kematian larva lebih rendah (Gambar 3c). Pada campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 3:7 menyebabkan kematian yang paling baik dibandingkan dengan perbandingan 1:1 dan 7:3.

0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

[image:41.596.120.489.296.692.2]

Mortalitas (%) kontrol 0.05 0.1 0.2 0.4 0.8 1

Gambar 3 Perkembangan C. pavonana yang dip erlakukan campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c)

c

(42)

0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

[image:42.596.115.496.75.478.2]

Mortalitas (%) kontrol 0.05 0.1 0.2 0.4 0.8 1

Gambar 4 Perkembangan C. pavonana yang diperlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani (RM) 3:7 (a), 1:1 (b),7:3 (c)

Pada perlakuan dengan ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani 3:7, mortalitas larva pada 24 JSP secara umum cukup tinggi walaupun pada konsentrasi 0,05% dan 0,1% hanya mengakibatkan kematian 32% dan 38%. Kematian larva mencapai 100% pada konsentrasi 0,4% (Gambar 4a). Pada perbandingan 1:1, mortalitas larva pada pengamatan 24 JSP secara umum masih rendah dan kematian tertinggi pada konsentrasi 1% yaitu mencapai 58%. Mortalitas larva pada pengamatan terakhir mencapai 100% pada setiap konsentrasi (Gambar 4b).

c

(43)

Pada perbandingan 7:3, kematian larva tertinggi pada konsentrasi 1% yaitu 86%. Pada 72 JSP mulai konsentrasi 0,2% menyebabkan kematian larva 94%-100%, sedangkan pada konsentrasi 0,05% dan 0,1% mencapai 42% dan 72% (Gambar 4c). Pada ekstrak ini mortalitas larva yang mengakibatkan kematian larva yang paling efektif adalah perbandingan 1:1, karena pada konsentrasi yang paling rendah yaitu 0,05% telah mengakibatkan kematian 100% pada pengamatan 72 jam setelah perlakuan. Tampaknya kadar ekstrak campuran yang seimbang memiliki aktivitas kematian larva yang tinggi.

0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%)

0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

[image:43.596.122.498.275.695.2]

Mortalitas (%) kontrol 0.05 0.1 0.2 0.4 0.8 1

Gambar 5 Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran ekstrak P. retrofractum dan A. squamosa (RS) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c)

c

(44)

Pada perlakuan dengan ekstrak campuran P. retrofractum dan A. squamosa perbandingan 3:7, mortalitas larva pada pengamatan 24 JSP telah memperlihatkan kematian cukup tinggi. Pada konsentrasi 0,05% telah mencapai kematian 90%. Pada konsentrasi 0,2% kematian larva mencapai 100%. Mortalitas larva pada 48 JSP mencapai 100% pada setiap konsentrasi (Gambar 5a). Pada perbandingan 1:1 dan 7:3 juga memberikan hasil yang cukup baik, namun tampak bahwa semakin tinggi kandungan A. squamosa semakin tinggi tingkat mortalitas (Gambar 5).

Pada perlakuan dengan ekstrak campuran A.odorata dan S. mahogani 3:7, mortalitas larva pada 24 JSP secara umum masih rendah. Mortalitas tertinggi hanya sekitar 44% pada konsentrasi 1%. Pada konsentrasi kurang dari 0,4% di akhir pengamatan kematian larva mencapai kurang dari 50% saja (Gambar 6a). Pada perbandingan 1:1, mortalitas tertingi pada konsentrasi 0,8% yaitu mencapai 50%. Pada pengamatan terakhir tingkat kematian larva mencapai 94% - 100% mulai konsentrasi dari 0,4%, sedangkan pada konsentrasi lainnya menunjukkan lebih rendah (Gambar 6b). Pada perbandingan 7:3 mortalitas larva pada 24 JSP secara umum masih rendah, kecuali konsentrasi 0,8% dan 1%. Di akhir pengamatan tingkat kematian larva secara umum cukup tinggi yaitu mulai konsentrasi 0,2% menyebabkan kematian larva antara 94% - 100%. sedangkan untuk konsentrasi 0,05% dan 0,1% hanya mencapai kematian larva 36% dan 42%. (Gambar 6c).

Pada ekstrak campuran A.odorata dan S. mahogani dari ketiga perbandingan, perbandingan 7:3 menunjukkan kematian larva yang paling baik dibandingkan perband ingan lainnya. Ekstrak campuran yang memiliki A. odorata

(45)

0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72 Jam setelah perlakuan (JSP)

Mortalitas (%) 0 20 40 60 80 100

24 48 72

Jam Setelah Perlakuan (JSP)

[image:45.596.130.493.86.471.2]

Mortalitas (%) kontrol 0.05 0.1 0.2 0.4 0.8 1

Gambar 6 Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran ekstrak A. odorata dan S. mahogani (OM) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c)

c

c
(46)

Pembahasan Umum

Beberapa campuran ekstrak tanaman yang diuji mampu menyebabkan kematian larva C. pavonana secara efektif. Larva yang diberi perlakuan campuran ekstrak menunjukkan gejala keracunan yang seragam. Tubuh larva mengerut dan berwarna cokelat kehitaman.

Uji ekstrak tunggal masing- masing ekstrak tanaman telah dilaporkan dapat mempengaruhi aktivitas serangga C. pavonana. Ekstrak ranting A. odorata dapat mematikan larva C. pavonana instar II hingga 98,7% ( Prijono et al. 2001). S. mahogani juga dapat menghambat aktivitas dan mengakibatkan kematian pada serangga C. pavonana. Sedangkan P. retrofractum diketahui menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap larva P. xylostella (Dadang & Ohsawa 2000).

Mortalitas larva pada pengamatan 24 jam setelah perlakuan secara umum masih rendah, walaupun beberapa diantaranya telah menunjukkan kematian larva cukup tinggi (RS 3:7, 1:1, 7:3, OS 3:7, 1:1). Umumnya pada 24 jam pertama larva tidak begitu banyak makan. Dalam kaitannya dengan aktivitas makan, serangga dapat mengenali senyawa-senyawa asing dalam makanannya walaupun dalam konsentrasi rendah dan akan merespon atas kehadiran senyawa tersebut dalam makanannya (Bell et al. 1990 dalam Dadang & Ohsawa 2000). Senyawa-senyawa yang telah dikenal baik oleh serangga akan dijadikan tanda bahwa tanaman tersebut adalah inang mereka dan kebanyakan senyawa-senyawa yang telah dikenal dijadikan sebagai senyawa penarik (atraktan). Sebaliknya kehadiran senyawa-senyawa yang belum dikenal (foreign compounds) dapat mengakibatkan penolakan pada serangga.

Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa daun brokoli yang diberi perlakuan ekstrak campuran lebih tinggi mengakibatkan kematian pada serangga uji dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak tersebut (Dadang 1999).

(47)

Ekstrak yang tidak aktif pada konsentrasi rendah mungkin disebabkan karena senyawa yang terkandung di dalamnya kurang aktif atau senyawa tersebut sebenarnya cukup aktif tetapi kandungannya rendah (Prijono 1999). Tetapi beberapa ekstrak seperti ekstrak campuran OR 7:3; OS 1:1; OS 7:3; OM 1:1; OM 7:3 pada konsentrasi rendah mengakibatkan kematian larva yang lebih banyak bila dibandingkan dengan yang konsentrasi lebih tinggi , walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.

Campuran ekstrak yang memiliki potensi tinggi terhadap mortalitas larva

C. pavonana adalah MS 3:7 0,05%; OS 3:7 0,05%; OS 1:1 0,05%; RS 3:7 0,05%; RS 1:1 0,05% dan RS 7:3 0,05%. Mortalitas yang disebabkan oleh masing- masing campuran setelah 48 jam perlakuan berkisa antara 94%-100%. Pada pengamatan terakhir yaitu 72 jam setelah perlakuan ekstrak campuran mengakibatkan kematian hingga 100%. Dari enam campuran ekstrak di atas, setiap campuran terdapat ekstrak A. squamosa. Selain mengakibatkan kematian pada serangga, A. squamosa juga aktif dalam penghambatan atau penolakan makan dan penghambat pertumbuhan dan perkembangan serangga.

Beberapa bahan aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman ini telah berhasil diisolasi. Dadang dan Ohsawa (2000) telah berhasi mengisolasi senyawa triterpenoid dari ekstrak biji S. mahogani yang dapat menghambat aktivitas makan larva P. xylostella secara total pada konsentrasi 0,2%. Senyawa aktif squamosin dan asimisin telah diisolasi dari biji A. glabra. A. squamosa dan A. glabra

(48)

dan P. retrofractum juga diketahui menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap P. xylostella.

Uji mortalitas dengan campuran ekstrak tanaman menghasilkan salah satu potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut dari tanaman-tanaman ini. Dari penelitian ini menghasilkan suatu campuran ekstrak yang memiliki aktivitas tinggi yaitu campuran ekstrak P. retrofractum dan A. squamosa, dimana pada konsentrasi terendah dapat mengakibatkan kematian hingga 100%. Efek knock down yang cepat sering ditunjukkan oleh ekstrak-ekstrak Piperaceae yang menunjukkan sifat insektisida.

(49)

KESIMPULAN

Campuran ekstrak yang memiliki potensi tinggi yaitu S. mahogani dan A. squamosa (MS) 3:7, A. odorata dan A. squamosa (OS) 3:7 dan 1:1 serta P. retrofractum dan A. squamosa (RS) 3:7, 1:1, dan 7:3. Mortalitas yang disebabkan oleh masing- masing campuran setelah 48 JSP berkisar antara 94%-100% pada konsentrasi 0,05%. A. squamosa merupakan ekstrak tumbuhan yang memberikan efektifitas cukup baik jika dicampurkan dengan ekstrak lain.

SARAN

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Dadang. 1998. Prospek dan tantangan pengembangan insektisida botanis di Indonesia. Proceedings of Scientific Writing Contest III; Hiroshima, 5-6 Sep 1998. hlm 11-21

Dadang. 1999. Sumber Insektisida Botani. Dalam: Nugroho BW, Dadang, Prijono D, penyunting. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami; Bogor, 9-13 Agustus 1999. Bo gor: Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu Institut Pertanian Bogor. Hlm 9-20.

Dadang. 2000. The development of botanical inscticides as alternative insect pest control agents in Indonesia. Presented on first workshop, Review of Existing Agriculture Technologies and Prospects for Development of New Bio-Agent (Bio-Pesticide) and Farming System. Tokyo, 20-28 Jan 2000.

Dadang, Ohsawa K. 2000. Penghambatan aktivitas makan Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) yang diperlakukan ekstrak biji Swietenia mahogani JACQ. (Meliaceae). Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 12(1): 27-32.

Dono D, Prijono D, Manuwoto S, Buchori D. 1998. Pengaruh ekstrak biji Aglaia harmsiana Pekins terhadap interaksi antara larva Crocidolomia pavonana

Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) dan parasitoidnya Eriborus argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae). Bul HPT 10: 38-46.

Herawati T. 1998. Pengaruh ekstrak sepuluh jenis tanaman terhadap aktivitas makan, mortalitas dan perkembangan Crocidolomia pavonana Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) [skripsi]. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Institut Pertania n Bogor.

Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid ke-2. Badan Litbang Kehutanan Jakarta, penerjemah. Jakarta: Yayasan Sarana Wahana Jaya. Terjemahan dari: De Nuttige Planten Van Idonesia.

(51)

Islamiah MM. 2003. Populasi parasitoid Eriborus argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae) pada larva Crocidolomia binotalis

(Fabricius) (Lepidoptera: Pyralidae) di pertanaman kubis-kubisan daerah Cibodas dan Cisarua Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Van der Laan PA, penerjemah. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-van Hoeve. Translation of : De Plagen Van de Cultuurgewassen in Indonesia.

Kardinan A. 2001. Pestisida nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Komisi Pestisida. 1999. Syarat peredaran dan perdagangan pestisida nabati. Soetopo et al. penyunting. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati; Bogor, 9-10 Nop 1999. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Hlm 20-32.

Nugroho BW. 1999. Ulasan singkat: Isolasi senyawa insektisida botani dari tanaman Aglaia odorata (Meliaceae). Dalam : Nugroho BW, Dadang, Prijono D, penyunting. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami; Bogor, 9-13 Agustus 1999. Bogor: Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Institut Pertanian Bogor. Hlm 88-91

Othman N. 1982. Biology of Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) and its parasit from Cipanas area (West Java). [Research report]. Bogor: SEAMEO BIOTROP.

Permadi AH, Sastrosiswojo S. 1993. Kubis. Edisi pertama. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Hortikultura. Le mbang

Pracaya. 1990. Kol alias Kubis. Jakarta: Penebar Swadaya

Prijono D, Hasan E. 1992. Life cycle and demography of Crocidolomia binotalis

Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) on brocolli in laboratory. Indonesia J Trop Agric 4: 18:24

Prijono D. 1998. Insecticidal activity of Meliaceous seed extracts againts

(52)

Prijono D. 1999. Prospek dan strategi pemanfaatan insektisida alami dalam PHT. Dalam: Nugroho BW, Dadang, Prijono D, penyunting. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami; Bogor, 9-13 Agustus 1999. Bogor : Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu Institut Pertanian Bogor. hal 1-7

Prijono D. 2001. Insecticidal activity of extracts of Aglaia spp. (Meliaceae) against the cabbage cluster caterpillar Crocidolomia binotalis

(Lepidoptera: pyralidae). Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 7(2): 70-78

Ria ER. 1995. Analisis perbandingan penerapan pengendalian hama kubis dengan dan tanpa penggunaan ambang kendali [tesis]. Program pascasarjana. IPB.

Ruranto H. 2003. Pengujian lapang ekstrak biji Swietenia mahogani Jacq. (Meliaceae) terhadap larva Plutella xylostella Linn. (Lepidoptera: Pyralidae) serta pengaruhnya terhadap parasitoid larva di pertanaman kubis [skripsi]. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sastropradja S, Bimantoro R. 1983. Tanaman Pagar. Bogor: Lembang Biologi Nasional- LIPI.

Sastrosiswojo S. 1984. Status pengendalian hayati hama Pluttella xylostella

(Lepidoptera: Yponomeutidae) oleh parasitoid Diadegma eucerophaga di Jawa Barat. Dalam: Risalah seminar Hama dan Penyakit Sayuran; Cipanas, 29-30 Mei 1974. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm 11-19

Sastrosiswojo B, Setiawati W. 1993. Hama-hama tanaman kubis dan cara pengendaliannya. Dalam: Permadi AH, Sastrosiswojo S, penyunting. Kubis. Lembang: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Balai Penelitian Hortikultura. Hlm 39-50.

Schumutterer H, (Ed.). 1995. The neem tree Azadirachta indica A. juss and other Meliaceous plants: sources of unique natural products for integrated pest management, medicine, industry and other purposes. Weinheim, Germany. VCH publishers inc.

Setiawati W, Sastrosiswojo S. 1995. Penerapan komponen tekno logi PHT pada tanaman kubis di dataran tinggi dan dataran medium. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, Lembang. 24 Oktober 1995 Balitsa (Bandung): Balitsa. Hal 347-354.

(53)

Suhaendah E. 2001. Pengaruh ekstrak empat jenis tanaman terhadap mortalitas dan peletakan telur Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) [skripsi]. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suharto. 2000. Efek insektisidal ekstrak daun pacar cina (Aglaia odorata Lour. ) terhadap larva Spodoptera litura F. Soetopo et al. [penyunting] Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Insektisida Nabati; Bogor, 9-10 Nop 1999. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Hlm 89-95.

Tjitrosoepomo G. 1998. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wijayakesuma H, Dalimartha S, Wirian AS, Yaputra T, Wibowo B. 1993. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid ke-2. Jakarta: Pustaka Kartini.

(54)
(55)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 3:7

Konsentrasi (%) Mortalitas larva (%) ± SD a

(Jam Setelah Perlakua n)

24 48 72b

0,05 66,00 ± 33,62a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,10 70,00 ± 18,71a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,20 70,00 ± 14,14a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,40 68,00 ± 29,50a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,80 68,00 ± 21,68a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 82,00 ± 10,96a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a

Standar deviasi

bRataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan DMRT pada taraf nyata 0,05%

Lampiran 2 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa (MS) 1:1

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa (Jam Setelah Perlakuan)

24 48 72b

0,05 34,00 ± 23,02a 82,00 ± 29,50a 96,00 ± 5,48a

0,10 38,00 ± 23,87a 96,00 ± 8,94a 100,00 ± 0,00a 0,20 58,00 ± 19,24a 98,00 ± 4,47a 100,00 ± 0,00a 0,40 40,00 ± 12,25a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,80 58,00 ± 16,43a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 62,00 ± 17,89a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a

Standar deviasi

b

(56)

Lampiran 3 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak S. mahogani dan A. squamosa

(MS) 7:3

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa (Jam Setelah Perlakuan)

24 48 72 b

0,05 66,00 ± 16,73a 94,00 ± 8,94a 94,00 ± 8,94a 0,10 66,00 ± 20,74a 94,00 ± 8,94a 94,00 ± 8,94a 0,20 66,00 ± 20,74a 96,00 ± 8,94a 96,00 ± 8,94a 0,40 74,00 ± 18,17a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,80 88,00 ± 10,95a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 90,00 ± 14,14a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a Standar deviasi

bRataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan DMRT pada taraf nyata 0,05%

Lampiran 4 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 3:7

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa (Jam Setelah Perlakuan)

24 48 72 b

0,05 6,00 ± 5,48c 14,00 ± 5,48c 20,00 ± 12,25c 0,10 10,00 ± 7,07c 24,00 ± 11,40c 28,00 ± 13,04c 0,20 14,00 ± 8,94bc 24,00 ± 11,40c 40,00 ± 35,36bc 0,40 30,00 ± 18,71b 58,00 ± 21,68b 60,00 ± 22,36b 0,80 80,00 ± 18,71a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 94,00 ± 8,94a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a

Standar deviasi

b

(57)

Lampiran 5 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum

(OR) 1:1

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa (Jam Setelah Perlakuan)

24 48 72 b

0,05 4,00 ± 5,48d 12,00 ± 13,04c 22,00 ± 20,49b 0,10 16,00 ± 11,40d 44,00 ± 25,10c 56,00 ± 25,10b 0,20 30,00 ± 17,32c 84,00 ± 20,74b 96,00 ± 8,94a 0,40 64,00 ± 8,94b 98,00 ± 4,47a 100,00 ± 0,00a 0,80 88,00 ± 10,95a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 88,00 ± 13,04a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a

Standar deviasi

bRataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan DMRT pada taraf nyata 0,05%

Lampiran 6 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan P. retrofractum (OR) 7:3

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa (Jam Setelah Perlakuan)

24 48 72 b

0,05 12,00 ± 4,47d 26,00 ± 11,40d 38,00 ± 20,49c 0,10 12,00 ± 16,43cd 30,00 ± 15,81c 30,00 ± 15,81c 0,20 18,00 ± 13,04c 46,00 ± 16,73b 56,00 ± 25,10b 0,40 34,00 ± 5,48b 86,00 ± 16,73a 100,00 ± 0,00a 0,80 82,00 ± 13,04a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 88,00 ± 21,68a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a Standar deviasi

bRataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

(58)

Lampiran 7 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan A. Squamosa (OS) 3:7

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa (Jam Setelah Perlakuan)

24 48 72 b

0,05 76,00 ± 23,02b 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,10 88,00 ± 13,04ab 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,20 96,00 ± 5,48a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,40 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,80 98,00 ± 4,47a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 98,00 ± 4,47a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a

Standar deviasi

bRataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan DMRT pada taraf nyata 0,05%

Lampiran 8 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 1:1

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa (Jam Setelah Perlakuan)

24 48 72 b

0,05 74,00 ± 34,35a 94,00 ± 13,42a 94,00 ± 13,42a 0,10 70,00 ± 44,72a 86,00 ± 31,30a 100,00 ± 0,00a 0,20 86,00 ± 19,49a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,40 98,00 ± 4,47a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,80 98,00 ± 4,47a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a

Standar deviasi

b

(59)

Lampiran 9 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak A. odorata dan A. squamosa (OS) 7:3

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa (Jam Setelah Perlakuan) 24 48 72 b

0,05 12,00 ± 13,04b 60,00 ± 12,25a 82,00 ± 13,04a 0,10 18,00 ± 13,04b 66,00 ± 21,91a 90,00 ± 17,32a 0,20 28,00 ± 16,43b 92,00 ± 13,04a 98,00 ± 4,47a 0,40 82,00 ± 23,87a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 0,80 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a 1,00 92,00 ± 10,95a 100,00 ± 0,00a 100,00 ± 0,00a

a

Standar deviasi

bRataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan DMRT pada taraf nyata 0,05%

Lampiran 10 Persentase rata-rata kematian larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan S. mahogani (RM) 3:7

Konsentrasi (%)

Mortalitas larva (%) ± SDa

Gambar

Gambar 1  Perkembangan mortalitas C. pavonana yang di perlakukan campuran  ekstrak S. mahogani dan A
Gambar 2  Perkembangan mortalitas C. pavonana yang diperlakukan campuran ekstrak A. odorata dan P retrofractum (OR) 3:7 (a), 1:1 (b), 7:3 (c)
Gambar 3  Perkembangan C. pavonana yang diperlakukan campuran ekstrak A.    odorata dan A
Gambar 4  Perkembangan C. pavonana yang diperlakuan campuran ekstrak P. retrofractum dan S
+3

Referensi

Dokumen terkait

a) Berat minimum contoh kerja disesuaikan dengan ukuran sebagaimana tercantum pada Tabel 5. b) Contoh kerja diambil dari contoh kiriman yang telah diaduk merata. c) Contoh

Oleh karena itu pemberian asam humat melalui daun dengan pupuk K diharapkan dapat meningkatkan produksi tana man, khususnya untuk budida ya tanaman hortikultura.Berdasarkan

Mistar ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah titik tertentu yang berada di

 Untuk analisa performansi lingkar tertutup dalam domain frekuensi, sistem eksitasi generator tipe arus searah dengan pengendali Proporsional Diferensial Dengan

Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik dan hak-hak dasar lain yang melekat pada diri pribadi manusia dan tidak dapat di ganggu gugat

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : Kelas / Semester : I (Satu) / 2 Tema 6 : Lingkungan Bersih Sehat dan Asri Sub Tema 1 : Lingkungan

Simpulan penelitian adalah ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum L.) dosis 50 mg/kgBB/hari dan 100 mg/kgBB/har menurunkan kadar trigliserida serum tikus

Penerapan tatacara pengkajian yang berdasarkan sistem sungai seperti yang dihuraikan tersebut pemah juga dilaksanakan terhadap beberapa dialek Melayu di Semenanjung, 1 antara