• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera (studi kasus pada peternakan ulat sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera (studi kasus pada peternakan ulat sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PETERNAKAN ULAT SUTERA

(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,

Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

MADA PRADANA H34051579

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii RINGKASAN

MADA PRADANA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi

Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari,

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM).

Industri tekstil memiliki peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor industri tekstil nasional yang terus mengalami peningkatan, sumbangan devisa yang mencapai US$ 9,8 milliar pada tahun 2008, dan penyerapan tenaga kerja. Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera.

Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera, baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008. Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional yang dalam periode 2001 hingga 2007 terus mengalami penurunan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini, hanya terdapat dua peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, yang dikelola oleh Bapak Baidin sejak tahun 2004. Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi permintaan yang ada karena kapasitas produksi masih terbatas yaitu rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan. Sedangkan jumlah permintaan yang ada mencapai 500-700 Kg per bulan. Usaha ini baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Hal ini karena budidaya yang belum sesuai dengan standar akibat dari kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan.

(3)

iii Penelitian ini dilaksanakan pada studi kasus peternakan ulat sutera Bapak Baidin di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan dan kelayakan aspek non finansial usaha peternakan ulat sutera. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha peternakan ulat sutera secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Analisis kelayakan finansial dibagi menjadi 3 skenario.

(4)

iv

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PETERNAKAN ULAT SUTERA

(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,

Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

MADA PRADANA H34051579

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

v

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus

pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

Nama : Mada Pradana

NRP : H34051579

Disetujui, Pembimbing

Ir. Anita Ristianingrum, M.Si NIP. 132 046 437

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082

(6)

vi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat

Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”

adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Mada Pradana

(7)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Januari 1988. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dharma Winoto dan Ibu

Hj. Linda Listiani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes 1

Bogor pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 5

Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada

tahun 2005 di SMUN 2 Bogor.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2005.

Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan

kampus seperti menjadi anggota Klub Fotografi LENSA Fakultas Pertanian

periode 2007. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di

lingkungan fakultas. Sejak April 2009, penulis bergabung dengan PEGASUS,

sebuah event organizer di Jakarta. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan

(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan

Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa

Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk

penulis dan juga usaha tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga

mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk

penyempurnaan pada skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

(9)

ix UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau

tunjukkan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang

telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam

kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dharma Winoto, SE, MM dan Ibu Hj. Dr. Linda Listiani selaku orang

tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral

maupun material selama ini.

2. Mindi Widayani dan Dimas Armanda sebagai adik-adik bagi penulis atas cinta

dan kasih sayang serta dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis

selama ini.

3. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama

penulisan skripsi ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah

meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan

skripsi ini.

5. Anita Primaswari, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil Departemen

Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.

6. Immanuel selaku pembahas seminar, terimakasih atas masukan dan dukungan,

baik saat perkuliahan maupun saat penyelesaian skripsi.

7. Bapak Baidin dan keluarga selaku pemilik peternakan ulat sutera atas waktu,

kesempatan, informasi, pelajaran, dan dukungan yang diberikan.

8. Instansi-instansi yang terkait dengan penulisan skripsi ini atas waktu,

informasi, dan kesempatan yang diberikan.

9. Diyah Utami, SE atas cinta, pengorbanan, dukungan, kesabaran, dan kasih

sayang yang diberikan selama ini.

10.Teman-teman satu bimbingan skripsi, Tiara Sakina dan Yanuari Dwi

(10)

x 11.Tim Gladikarya Desa Cintaasih, Nti, Lysti, Anis, dan Cicin atas kebersamaan

sebelum, saat, dan sesudah Gladikarya. Gladikarya di Desa Cintaasih bersama

kalian menjadi pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan bagi

penulis.

12.Teman-teman satu kelompok AGB Pangan, Dasar-dasar Bisnis, AGB Non

Pangan, Negosiasi dan Advokasi Bisnis, Kewirausahaan, HEB, DPA,

Usahatani, Risiko Bisnis, Tataniaga, SKB, Pembiayaan, Koperasi, MRB,

Perencanaan Bisnis, dan Strategi Kebijakan Agribisnis atas kerjasamanya

selama kegiatan perkuliahan. Mohon maaf atas semua kekurangan penulis

selama kegiatan kelompok.

13.Wiyanto atas masukan, bimbingan, kritikan, dan pertemanan selama ini.

14.Teman-teman penulis, kubu Dani: Dani, Janri, Zulfan, Ferdi, Irfan, dan Kubu

Iwan atas pertemanan yang membangun selama ini.

15.Teman-teman satu perjuangan di Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan,

kekompakkan selama ini, semoga kebersamaan kita terus berlanjut hingga usia

memisahkan nanti.

16.Pelanggan setia MADA_CELL, terimakasih atas kerjasama yang terjalin

selama ini.

17.Teman-teman AGB 41 dan 43, lanjutkan perjuangan kita semua, AGB

Growing The Future!

18.Teman-teman satu kepanitiaan selama masa perkuliahan atas kerjasama dan

kebersamaan selama kegiatan.

19.Seluruh staf pengajar Departemen Agribisnis atas ilmu dan pengalaman yang

diberikan selama perkuliahan.

20.Semua staf tata usaha Departemen Agribisnis atas kemudahan dan bantuan

selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.

21.Tim Roadshow Relaxa Goes To School Bogor 2009 atas doa dan

dukungannya buat penulis serta kerjasama dan kekompakkan yang terjalin

selama event dan di luar event.

22.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak

(11)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PETERNAKAN ULAT SUTERA

(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,

Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

MADA PRADANA H34051579

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ii RINGKASAN

MADA PRADANA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi

Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari,

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM).

Industri tekstil memiliki peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor industri tekstil nasional yang terus mengalami peningkatan, sumbangan devisa yang mencapai US$ 9,8 milliar pada tahun 2008, dan penyerapan tenaga kerja. Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera.

Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera, baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008. Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional yang dalam periode 2001 hingga 2007 terus mengalami penurunan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini, hanya terdapat dua peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, yang dikelola oleh Bapak Baidin sejak tahun 2004. Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi permintaan yang ada karena kapasitas produksi masih terbatas yaitu rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan. Sedangkan jumlah permintaan yang ada mencapai 500-700 Kg per bulan. Usaha ini baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Hal ini karena budidaya yang belum sesuai dengan standar akibat dari kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan.

(13)

iii Penelitian ini dilaksanakan pada studi kasus peternakan ulat sutera Bapak Baidin di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan dan kelayakan aspek non finansial usaha peternakan ulat sutera. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha peternakan ulat sutera secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Analisis kelayakan finansial dibagi menjadi 3 skenario.

(14)

iv

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PETERNAKAN ULAT SUTERA

(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,

Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

MADA PRADANA H34051579

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

v

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus

pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

Nama : Mada Pradana

NRP : H34051579

Disetujui, Pembimbing

Ir. Anita Ristianingrum, M.Si NIP. 132 046 437

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082

(16)

vi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat

Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”

adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Mada Pradana

(17)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Januari 1988. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dharma Winoto dan Ibu

Hj. Linda Listiani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes 1

Bogor pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 5

Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada

tahun 2005 di SMUN 2 Bogor.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2005.

Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan

kampus seperti menjadi anggota Klub Fotografi LENSA Fakultas Pertanian

periode 2007. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di

lingkungan fakultas. Sejak April 2009, penulis bergabung dengan PEGASUS,

sebuah event organizer di Jakarta. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan

(18)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan

Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa

Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk

penulis dan juga usaha tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga

mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk

penyempurnaan pada skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

(19)

ix UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau

tunjukkan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang

telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam

kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dharma Winoto, SE, MM dan Ibu Hj. Dr. Linda Listiani selaku orang

tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral

maupun material selama ini.

2. Mindi Widayani dan Dimas Armanda sebagai adik-adik bagi penulis atas cinta

dan kasih sayang serta dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis

selama ini.

3. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama

penulisan skripsi ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah

meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan

skripsi ini.

5. Anita Primaswari, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil Departemen

Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.

6. Immanuel selaku pembahas seminar, terimakasih atas masukan dan dukungan,

baik saat perkuliahan maupun saat penyelesaian skripsi.

7. Bapak Baidin dan keluarga selaku pemilik peternakan ulat sutera atas waktu,

kesempatan, informasi, pelajaran, dan dukungan yang diberikan.

8. Instansi-instansi yang terkait dengan penulisan skripsi ini atas waktu,

informasi, dan kesempatan yang diberikan.

9. Diyah Utami, SE atas cinta, pengorbanan, dukungan, kesabaran, dan kasih

sayang yang diberikan selama ini.

10.Teman-teman satu bimbingan skripsi, Tiara Sakina dan Yanuari Dwi

(20)

x 11.Tim Gladikarya Desa Cintaasih, Nti, Lysti, Anis, dan Cicin atas kebersamaan

sebelum, saat, dan sesudah Gladikarya. Gladikarya di Desa Cintaasih bersama

kalian menjadi pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan bagi

penulis.

12.Teman-teman satu kelompok AGB Pangan, Dasar-dasar Bisnis, AGB Non

Pangan, Negosiasi dan Advokasi Bisnis, Kewirausahaan, HEB, DPA,

Usahatani, Risiko Bisnis, Tataniaga, SKB, Pembiayaan, Koperasi, MRB,

Perencanaan Bisnis, dan Strategi Kebijakan Agribisnis atas kerjasamanya

selama kegiatan perkuliahan. Mohon maaf atas semua kekurangan penulis

selama kegiatan kelompok.

13.Wiyanto atas masukan, bimbingan, kritikan, dan pertemanan selama ini.

14.Teman-teman penulis, kubu Dani: Dani, Janri, Zulfan, Ferdi, Irfan, dan Kubu

Iwan atas pertemanan yang membangun selama ini.

15.Teman-teman satu perjuangan di Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan,

kekompakkan selama ini, semoga kebersamaan kita terus berlanjut hingga usia

memisahkan nanti.

16.Pelanggan setia MADA_CELL, terimakasih atas kerjasama yang terjalin

selama ini.

17.Teman-teman AGB 41 dan 43, lanjutkan perjuangan kita semua, AGB

Growing The Future!

18.Teman-teman satu kepanitiaan selama masa perkuliahan atas kerjasama dan

kebersamaan selama kegiatan.

19.Seluruh staf pengajar Departemen Agribisnis atas ilmu dan pengalaman yang

diberikan selama perkuliahan.

20.Semua staf tata usaha Departemen Agribisnis atas kemudahan dan bantuan

selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.

21.Tim Roadshow Relaxa Goes To School Bogor 2009 atas doa dan

dukungannya buat penulis serta kerjasama dan kekompakkan yang terjalin

selama event dan di luar event.

22.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak

(21)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Budidaya Tanaman Murbei ... 13

2.1.1. Biologi Tanaman Murbei ... 13

2.1.2. Pertumbuhan Tanaman Murbei ... 13

2.1.4. Pemeliharaan Tanaman Murbei ... 14

2.2. Budidaya Ulat Sutera ... 15

2.2.1 Budidaya Ulat Sutera ... 15

2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera ... 15

2.2.3. Kondisi Lingkungan ... 16

2.1.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan ... 17

2.1.5. Pemeliharaan Ulat Sutera ... 18

2.1.6. Pengokonan dan Panen Kokon... 19

2.3. Pesuteraan Alam... 21

2.4. Penelitian terdahulu ... 22

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

3.1. Analisis Kelayakan Usaha... 25

3.2. Teori Biaya dan Manfaat ... 27

3.3. Proyeksi Cash Flow ... 27

3.4. Analisis Finansial ... 28

3.1.1. Net Present Value (NPV) ... 28

3.1.2. Net Benefit Cost Ratio (NetB/C Rasio) ... 28

3.1.3. Internal Rate return (IRR) ... 28

3.1.4. Payback Period (PBP) ... 28

3.5 Analisis Sensitivitas ... 29

3.6 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

IV METODE PENELITIAN ... 34

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 34

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 34

4.4. Analisis Kelayakan Non Finansial ... 35

4.5. Komponen Biaya dan Manfaat... 35

4.6. Analisis Kelayakan Investasi ... 37

4.6.1. Net Present Value (NPV)... 37

(22)

xii 4.6.3. Internal Rate return (IRR) ... 38 4.6.3. Payback Period... 38 4.7. Analisis Sensitivitas... 39

V GAMBARAN UMUM USAHA ... 40

5.1. Gambaran Umum Desa Karyasari ... 40 5.1.1. Kondisi Fisik Desa Karyasari... 40 5.1.2. Pemanfaatan Lahan... 40 5.1.3. Potensi Pertanian... ... 41 5.1.4. Penduduk... ... 42 5.2. Gambaran Umum Usaha ... 43 5.2.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha ... 43 5.2.2. Pengadaan Input ... 44 5.2.3. Budidaya ... 45 5.2.4. Pemasaran ... 48

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49 6.1. Analisis Aspek Non Finansial ... 49

6.1.1. Aspek Pasar ... 49 6.1.2. Aspek Teknis ... 52 6.1.3. Aspek Manajemen ... 57 6.1.4. Aspek Sosial ... 58

6.2. Analisis Aspek Finansial ………...………….... 59

6.2.1. Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ... 62 6.2.1.1. Analisis Biaya ... 62 6.2.1.2. Analisis Manfaat ... 67 6.2.1.3. Analisis Finansial ... 69 6.2.1.4. Analisis Switching Value ... 70 6.2.2. Analisis Kelayakan Finansial Skenario II ... 71 6.2.2.1. Analisis Biaya ... 72 6.2.2.2. Analisis Manfaat ... 75 6.2.2.3. Analisis Finansial ... 77 6.2.2.4. Analisis Switching Value ... 78 6.2.3. Analisis Kelayakan Finansial Skenario III ... 79 6.2.3.1. Analisis Biaya ... 80 6.2.3.2. Analisis Manfaat ... 84 6.2.3.3. Analisis Finansial ... 85 6.2.3.4. Analisis Switching Value ... 86 6.2.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial

Ketiga Pola Usaha ... 87 6.2.5. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value

Ketiga Skenario ... 88

VII PENUTUP ... 91 7.1. Kesimpulan ... 91 7.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(23)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Volume Ekspor Produk Industri Tekstil

Periode 2002-2007 (Dalam Kilogram) ... 1

2. Nilai Ekspor Industri Tekstil

Tahun 2003-2007 (Dalam US$) ... 2

3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tekstil

Periode 2002-2007 (satuan orang) ... 2

4. Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera

Periode 2007-2008 ... 4

5. Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi

pada Periode 2001-2005 (dalam Ton) ... 5

6. Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam

Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2005

(dalam satuan Hektare) ... 7

7. Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum

pada Setiap Periode Pertumbuhan Ulat Sutera ... 16 Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon ... 19

9. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Persentase Kulit Kokon ... 20

10. Pemanfaatan Lahan di Desa Karyasari

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ... 41

11. Komoditas Agribisnis yang Diusahakan

di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang

Kabupaten Bogor ... 42

12. Jumlah Penduduk Desa Karyasari

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor

Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 ... 43

13. Biaya Investasi pada skenario I ... 63

14. Biaya Reinvestasi Pada Skenario I ... 64

15. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario I ... 65

16. Biaya Operasional Skenario I ... 66

17. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario I ... 67

18. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario I ... 68

19. Hasil Analisis Finansial Skenario I ... 69

20. Hasil Analisis Switching Value Skenario I ... 70

(24)

xv 22. Biaya Reinvestasi pada Skenario II ... 73

23. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario II ... 74

24. Biaya Variabel Per Tahun pada Skenario II ... 75

25. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario II .... 76

26. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario II ... 77

27. Hasil Analisis Finansial Skenario II ... 77

28. Hasil Analisis Switching Value Skenario II ... 78

29. Biaya Investasi pada skenario III ... 81

30. Biaya Reinvestasi Pada Skenario III ... 82

31. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario III ... 83

32. Biaya Variabel Skenario III ... 83

33. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario III ... 84

34. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario III ... 85

35. Hasil Analisis Finansial Skenario III ... 86

36. Hasil Analisis Switching Value Skenario III ... 87

37. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial

Ketiga Skenario ... 88

38. Perbandingan Hasil Switching Value

Pada Skenario II dan III ... 88

(25)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 33

2. Skema Produksi Kokon ... 48

3. Struktur Organisasi Peternakan Ulat Sutera

milik Bapak Baidin ... 58

4. Ulat Sutera ... 129

5. Tanaman Murbei ... 129

6. Kokon dalam Seriframe ... 129

(26)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Ekspor – Impor Produk Tekstil Periode 2007-2008 ... 95

2. Peta Silk Road ... 98

3. Pola Tanam Lahan Murbei Saat Ini ... 98

4. Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri

dan Bentuk Usaha Tetap (Pasal 17 Undang-undang

Nomor 17 Tahun 2000) ... 98

5. Laporan Laba Rugi Skenario I ... 99

6. Arus Kas Skenario I ... 100

7. Analisis Switching Value Peningkatan

Harga Jual Kokon Sebesar 84,13% pada Skenario I ... 102

8. Analisis Switching Value Peningkatan

Produksi Kokon Sebesar 84,12% pada Skenario I ... 104

9. Analisis Switching Value Penurunan

Biaya Operasional Sebesar 52,97% pada Skenario I ... 106

10. Laporan Laba Rugi Skenario II ... 108

11. Arus Kas Skenario II ... 110

12. Analisis Switching Value Penurunan

Harga Jual Kokon Sebesar 13,74% pada Skenario II ... 112

13. Analisis Switching Value Penurunan

Produksi Kokon Sebesar 13,73% pada Skenario II ... 114

14. Analisis Switching Value Peningkatan

Biaya Operasional Sebesar 18,11% pada Skenario II ... 116

15. Laporan Laba Rugi Skenario III ... 118

16. Arus Kas Skenario III ... 120

17. Analisis Switching Value Penurunan

Harga Jual Kokon Sebesar 22,41% pada Skenario III ... 122

18. Analisis Switching Value Penurunan

Produksi Kokon Sebesar 22,42% pada Skenario III ... 124

19. Analisis Switching Value Peningkatan

Biaya Operasional Sebesar 32,69% pada Skenario III ... 126

(27)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri tekstil merupakan salah satu bagian dari sektor industri nasional

yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia.

Industri tekstil berkembang pesat sejak Indonesia memasuki periode

Pembangunan Lima Tahun I (PELITA I) tahun 1969. Industri tekstil terdiri dari

serangkaian kegiatan yang terintegrasi di masing-masing sub-sektornya.

Sub-sektor industri tekstil terdiri dari kegiatan pembuatan serat, pemintalan,

penenunan dan perajutan, pencelupan, pencapan dan penyempurnaan, serta

industri pakainan jadi.

Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor

yang terus mengalami peningkatan. Volume ekspor produk tekstil nasional pada

periode 2002 hingga 2007 secara umum mengalami peningkatan. Jumlah volume

ekspor produk tekstil terbesar adalah ekspor produk-produk benang (Tabel 1).

Indikator pertumbuhan industri tekstil nasional dapat dilihat melalui

jumlah penerimaan hasil produksi yang diterima dan jumlah penyerapan tenaga

kerja. Jumlah penerimaan yang diperoleh dari ekpor produk-produk tekstil

Indonesia periode 2003 hingga 2007 adalah yang terbesar dalam ekpor produk

(28)

2

Tabel 2. Nilai Ekspor Industri Tekstil Tahun 2003-2007 (Dalam US$)

No Komoditas Tahun Jumlah 7,033,487,001 7,647,451,283 8,602,875,896 9,445,663,283 9,810,709,700

Sumber : Depperin, 2008 (diolah)

Sumbangan devisa industri tekstil pada tahun 2008 terhadap PDB Negara

mencapai US$ 9,8 milliar. Sedangkan dari penyerapan tenaga kerja, setiap

tahunnya banyak tenaga kerja yang terserap karena industri ini termasuk industri

yang padat karya. Jumlah tenaga kerja yang diserap pada industri ini terus

mengalami peningkatan pada periode 2002 hingga 2007. Pada tahun 2007,

industri tekstil mampu menyerap 1.234.250 orang tenaga kerja. Jumlah ini belum

termasuk industri kecil dan rumah tangga, berdasarkan data Ditjen IKM Tenaga

Kerja pada ITPT IKM penyerapan tenaga kerja pada tahun 2004 sebesar

2.044.680 orang (Direktorat Pelaporan Data dan Informasi, Direktorat Jenderal

Industri Tekstil, Depperin, 2008).

Tabel 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tekstil Periode 2002-2007

(satuan orang) Jumlah 1,045,212 1,064,465 1,092,540 1,118,734 1,190,656 1,234,250 Sumber : Depnakertrans, 2008 dan Depperin, 2008 (diolah)

Industri tekstil di Indonesia dibedakan menjadi dua menurut jenis serat

(29)

3 termasuk serat alam diantaranya kapas, sutera, rosella, dan bulu domba.

Sedangkan yang termasuk serat sintetik diantaranya sintetik rayon, polyester,

poliamida, dan poliakrilat.

Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat

tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan

adalah kain sutera. Kain sutera merupakan salah satu kain yang unik karena kain

sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon

(kepompong) ulat sutera melalui proses pemintalan. Dari hasil pengolahan kokon

didapat benang sutera. Selain karena kualitas kain yang dihasilkan, kerumitan

proses pembuatannya menjadikan kain sutera memiliki nilai jual yang tinggi.

Industri kain sutera terdiri dari rangkaian kegiatan agroindustri yang saling

terkait yang dikenal dengan nama pesuteraan alam. Kegiatan pesuteraan alam

dimulai dari penanaman tanaman murbei, pembibitan dan pemeliharaan ulat

sutera hingga menghasilkan kokon, industri pemintalan benang sutera, hingga

industri penenunan kain sutera dan pemasaran kain sutera. Oleh karena itu,

industri sutera alam mampu menyerap banyak tenaga kerja di dalamnya. Data

hingga tahun 2006 menyebutkan, terdapat 4.463 unit usaha industri pemintalan

benang sutera dan mampu menyerap 7.796 orang tenaga kerja. Kemudian terdapat

46.257 unit usaha industri penenunan kain sutera yang mempekerjakan 148.022

orang tenaga kerja (Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS, Departemen

Kehutanan, 2008).

Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami

peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera

baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk

sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008 (Tabel 4). Semakin

meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi

benang sutera nasional. Jumlah produksi benang sutera nasional periode tahun

2001 hingga tahun 2007 terus mengalami penurunan yang tajam (Tabel 5). Oleh

karena itu, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak

produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera. Besarnya impor

(30)

4

Tabel 4. Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera Periode 2007-2008

No Komoditas

Penurunan produksi benang sutera nasional disebabkan oleh beberapa

faktor. Faktor utama adalah masalah kelembagaan dari pemerintah pusat yang

masih berjalan sendiri-sendiri. Kegiatan pesuteraan alam merupakan serangkaian

kegiatan agroindustri saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di

dalam pelaksanaannya terdapat beberapa instansi yang terkait di dalamnya.

Kegiatan sektor hulu berada di bawah Departemen Kehutanan, sedangkan

kegiatan usahatani menjadi tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Industri

Kecil Menengah, dan kegiatan sektor hilir menjadi tanggung jawab Departemen

Perindustrian. Kegiatan pada sektor hulu pada industri pesuteraan alam meliputi

pemeliharaan tanaman murbei dan produksi telur ulat sutera. Kegiatan usahatani

meliputi kegiatan pemeliharaan ulat sutera, dan kegiatan pada sektor hilir meliputi

pemintalan benang sutera, penenunan kain sutera, dan pemasaran produk-produk

sutera lainnya. Hingga tahun 2006, masing-masing Departemen hanya terfokus

mengembangkan apa yang menjadi tanggungjawab Departemen tanpa ada

kerjasama dari masing-masing pihak.

Faktor berikutnya adalah kualitas sumber daya manusia peternak ulat

sutera yang masih rendah. Kegiatan pesuteraan alam merupakan kegiatan yang

membutuhkan kedisplinan dan keterampilan yang baik untuk dapat menghasilkan

produk yang dapat bersaing di pasaran. Selama ini, benang sutera hasil produksi

produsen lokal masih kalah bersaing dengan produk benang sutera impor karena

harga jual yang lebih tinggi. Harga jual benang sutera lokal rata-rata sebesar Rp.

300.000 per Kg, sedangkan harga jual benang sutera dari Cina berkisar antara Rp

150 - 170 ribu per Kg1. Untuk menjaga kualitas produk sutera yang dihasilkan,

1

Widiyaputera. Daya Saing Petani Sutera Alam. 2008.

(31)

5 pihak industri selama ini lebih memilih menerima pasokan bahan baku dari Cina

daripada membeli bahan baku dari produsen benang sutera lokal. Hal ini

mengakibatkan semakin tidak pastinya pasar kokon produsen dalam negeri,

sehingga minat para peternak untuk terus menghasilkan kokon semakin menurun.

Tabel 5. Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi pada Periode

2001-2007 (dalam Ton)

Namun demikian, perkembangan ulat sutera alam dunia pada tahun-tahun

terakhir ini menunjukan prospek yang cukup baik. Pada periode 2006-2008,

jumlah produksi benang sutera dunia terus menurun dari 55.222 ton menjadi

(32)

6 yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan ini diprediksikan akan terus meningkat

seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk serta semakin

membaiknya kondisi perekonomian2. Pertumbuhan permintaan benang sutera dunia akan meningkat 2 persen-5 persen per tahun, sedangkan untuk permintaan

dalam negeri diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 12,24 persen per

tahun (Sri Utami Kuncoro, 1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000). Namun

demikian, sumber produksi sutera alam di dunia berasal dari pemeliharaan ulat

sutera yang dilakukan keluarga petani bukan oleh badan usaha. Hal ini

dikarenakan harga jual yang ada tidak akan menutupi biaya manajemen

perusahaan bila pemeliharaan ulat sutera dikelola oleh badan usaha

(Atmosoedarjo et al, 2000).

Semakin berkembangnya usaha pembudidayaan ulat sutera di Indonesia

didukung dengan karakteristik iklim Indonesia yang beriklim tropis sangat cocok

untuk pembudidayaan ulat sutera dan penanaman tanaman murbei. Tanaman

murbei merupakan pakan utama dari ulat sutera. Kondisi iklim yang sesuai untuk

pengembangan budidaya ulat sutera membuat Indonesia memiliki keunggulan

komparatif dan kompetitif untuk mengembangkan ulat sutera. Iklim tropis

membuat tanaman murbei dapat tumbuh sepanjang tahun sehingga

pembudidayaan ulat sutera dapat dilakukan terus-menerus. Untuk

membudidayakan ulat sutera, kepemilikan lahan murbei sendiri lebih dianjurkan

karena bila memperoleh pasokan murbei dari pihak lain maka kualitas dan

kontinutas daun murbei yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi pemasok

murbei dan jarak antara pemasok murbei dengan kandang pemeliharaan ulat

sutera (Atmosoedarjo et al, 2000)

Dalam perkembangannya, semakin banyak daerah di Indonesia yang

menjadikan ulat sutera sebagai salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan.

Pada tahun 2001, luas lahan murbei nasional mencapai 12.581,5 Ha (Tabel 6),

meskipun pada tahun-tahun berikutnya, luas lahan murbei di Indonesia semakin

sedikit. Pada tahun 2007, luas lahan murbei yang masih berproduksi hanya seluas

3.554,07 Ha. Semakin berkurangnya luas lahan murbei yang ada dikarenakan

minat peternak ulat sutera untuk tetap berproduksi semakin berkurang karena

2

Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 2008. Sutera Alam.

(33)

7 ketidakpastian pasar hasil produksi mereka. Padahal bila dilihat dari kondisi fisik

seperti ketinggian lahan dan iklim tropis yang dimiliki, banyak daerah di

Indonesia yang sangat sesuai untuk dijadikan sentra pengembangan pesuteraan

alam. Melihat potensi ini, Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan daya

saing dan menjadikan Indonesia tetap sebagai produsen sutera. Untuk mengatasi

permasalahan pada industri sutera nasional, pada tahun 2006 Pemerintah melalui

koordinasi Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian, dan Kementrian

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah telah mencanangkan Program

Pembinaan dan Pengembangan Pesuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan

Klaster melalui Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian,

dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor:

P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor:

07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan

Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Namun demikian, hingga tahun 2008

program pembinaan ini masih belum terlaksana dengan baik.

Tabel 6. Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam Berdasarkan Propinsi pada

Periode 2001-2007 (dalam satuan Hektare)

(34)

8 Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil benang sutera

dan kain sutera terbanyak di Indonesia. Bersama Propinsi Sulawesi Selatan dan

Jawa Tengah, Jawa Barat dijadikan sentra pengembangan produksi sutera

nasional. Sampai tahun 2007, terdapat sekitar 326,55 Ha lahan murbei yang ada di

Propinsi Jawa Barat. Sedangkan dari sisi produksi, dalam kurun waktu 2001-2007,

Jawa Barat mampu memproduksi 51,39 ton benang sutera. Namun demikian,

prospeknya yang baik karena sutera memiliki nilai jual yang tinggi belum mampu

mendorong penyebaran produksi ulat sutera di wilayah Jawa Barat secara merata,

karena hingga saat ini sentra produksi sutera Jawa Barat hanya terdapat di

beberapa daerah yaitu di Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan Tasikmalaya3. Kondisi iklim tropis di Indonesia yang sesuai untuk pembudidayaan ulat

sutera dan penanaman tanaman murbei serta jumlah permintaan yang belum

terpenuhi dengan produksi yang ada jika dilihat dari jumlah impor produk-produk

sutera yang terus meningkat setiap tahunnya membuat pesuteraan alam di

Indonesia dan khususnya di Jawa Barat berpotensi untuk dikembangkan. Untuk

itu perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk pengembangan usaha

peternakan ulat sutera ke depannya.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat

yang memiliki banyak lahan dengan ketinggian dan suhu rata-rata yang sesuai

untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai

saat ini masih belum banyak masyarakat di Kabupaten Bogor yang tertarik untuk

membudidayakan ulat sutera karena masyarakat pada umumnya belum

mengetahui prospek dari usaha peternakan ulat sutera. Salah satu daerah di

Kabupaten Bogor yang telah membudidayakan ulat sutera adalah di Desa

Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Di Desa Karyasari terdapat

sebuah peternakan ulat sutera berskala perseorangan yang dikelola oleh Bapak

Baidin. Beliau sebagai pemilik telah menjalani usaha ini sejak tahun 2004. Bapak

3

Dinas Kehutanan Jawa Barat. 2008.

(35)

9 Baidin merupakan satu dari dua peternak ulat sutera yang ada di Kabupaten

Bogor. Desa Karyasari memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pembudidayaan

ulat sutera dan pohon murbei karena memiliki suhu yang sejuk, diantara 240-280C. Pada tahun 2003, 15 orang petani yang tergabung dalam kelompok tani

Rimba Sejahtera mendapatkan bantuan dana dan pelatihan budidaya ulat sutera

yang diprakarsai Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor. Kelompok tani Rimba

Sejahtera membudidayakan ulat sutera dengan 1,5 Ha luas lahan murbei. Namun

usaha kelompok ini hanya bertahan kurang dari satu tahun. Hal yang

menyebabkan terhentinya kegiatan budidaya ulat sutera ini adalah kualitas sumber

daya manusia petani yang rendah. Manajemen pemeliharaan yang tidak baik dan

kurangnya kesungguhan petani dalam pemeliharaan ulat sutera dan tanaman

murbei membuat proyek ini terhenti.

Saat ini, luas lahan di Desa Karyasari yang digunakan sebagai lahan

pesuteraan alam baru sekitar 2 Ha. Bila dibandingkan dengan luas lahan pertanian

Desa yang mencapai 935,2 Ha, luas areal pembudidayaan baru 0,21 persen dari

luas lahan pertanian di Desa Karyasari. Dari 1.123,2 Ha total luas wilayah Desa,

baru sekitar 1.003,2 Ha yang dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian

maupun non pertanian, sisanya sekitar 120 Ha merupakan lahan yang tidak

dimanfaatkan, sehingga perluasan areal untuk budidaya ulat sutera dan tanaman

murbei sangat memungkinkan untuk dilakukan namun masih terkendala dalam hal

permodalan.

Usaha peternakan ulat sutera Bapak Baidin sendiri hanya sebatas sampai

memproduksi kokon saja. Sedangkan untuk pengolahan kokon menjadi benang

sutera, penenunan kain sutera, serta pembuatan produk-produk berbahan sutera

dilakukan oleh CV Batu Gede. Sejak berdirinya usaha hingga saat ini, telah

terjalin kemitraan usaha dengan CV Batu Gede yang terletak di daerah Ciapus,

Kabupaten Bogor. Kemitraan dijalin karena CV Batu Gede telah memberikan

kepastian dalam pemasaran kokon dan harga. Oleh CV Batu Gede kemudian

kokon diolah menjadi benang sutera dan kain sutera.

Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai

saat ini masih belum mampu memenuhi jumlah pesanan yang ada dari CV Batu

(36)

10 usaha yang dimiliki Bapak Baidin rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan,

jumlah produksi ini masih jauh dari jumlah permintaan pihak CV Batu Gede yang

mencapai 500-700 Kg per bulan atau baru mampu memenuhi 5,83 persen

permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan

pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Berdasarkan

literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat

sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera

dalam satu musim pemeliharaan. Hal ini dikarenakan budidaya yang dilakukan

belum sesuai standar akibat dari kurangnya kesadaran dan kualitas sumber daya

manusia pemilik usaha yang masih rendah. Selain itu, pemilik juga belum

memperhitungkan biaya-biaya tidak tunai yang merupakan modal sendiri seperti

sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga. Sedangkan pelatihan dan bibit murbei

diperoleh dari Dinas Kehutanan, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera

yang dilaksanakan selama ini tidak layak secara finansial. Analisis kelayakan

usaha hingga saat ini belum pernah dilakukan karena keterbatasan pengetahuan

dari pemilik usaha.

Pemilik juga dapat mengembangkan usahanya dengan memperluas lahan

untuk memenuhi permintaan yang ada. Untuk itu perlu dilakukan analisis

kelayakan pengembangan usaha. Usaha peternakan ulat sutera memerlukan

investasi cukup besar karena usaha ini sangat ditentukan dengan lamanya umur

tanaman murbei yang dalam kondisi normal dapat berproduksi hingga usia 15

tahun.

Kualitas dan kuantitas produksi kokon yang dihasilkan dipengaruhi oleh

ketersediaan pakan murbei yang sangat dipengaruhi lingkungan terutama musim.

Pada musim kemarau, jika tidak ada pengairan yang cukup bagi tanaman murbei,

maka kualitas dan kuantitas daun murbei yang dihasilkan akan menurun.

Penurunan kualitas dan kuantitas daun murbei akan mengakibatkan penurunan

kualitas dan kuantitas produksi kokon. Perubahan kualitas dan kuantitas produksi

kokon berakibat pada perubahan harga jual dan produksi kokon sehingga jumlah

penerimaanpun ikut berubah. Jumlah penerimaan juga dipengaruhi oleh besarnya

(37)

11 analisis sensitivitas usaha peternakan ulat sutera jika terjadi perubahan dalam

dasar perhitungan biaya dan manfaat.

Berdasarkan gambaran usaha yang telah dipaparkan, maka perumusan

masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana kelayakan non finansial usaha peternakan ulat sutera di Desa

Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor saat ini, apakah usaha

tersebut layak bila dikaji dalam aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial.

2. Bagaimana kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi

saat ini dan saat pengembangan usaha.

3. Bagaimana tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap

penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan

biaya operasional.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan,

maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji keragaan usaha peternakan ulat sutera di Desa Karyasari,

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor serta menganalisis kelayakan

usahanya dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial.

2. Menganalisis kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi

saat ini dan saat pengembangan usaha.

3. Menganalisis tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap

penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan

(38)

12 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Pemilik usaha peternakan ulat sutera dan budidaya pohon murbei di Desa

Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor sebagai referensi

untuk pengembangan usahanya.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor sebagai acuan untuk pengembangan

kegiatan pesuteraan alam di Kabupaten Bogor.

3. Sebagai sumber pengetahuan untuk penelitian sejenis di waktu yang akan

datang.

4. Masyarakat umum sebagai referensi untuk memulai usaha pesuteraan alam

atau memperbaiki kegiatan pesuteraan alam yang telah dijalankan.

5. Pihak pemberi modal pinjaman sebagai bahan acuan mengenai prospek

(39)

13

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Tanaman Murbei

2.1.1 Biologi Tanaman Murbei

Tanaman murbei termasuk ke dalam marga Morus dari keluarga

Moraceae. Berdasarkan morfologi, bunga marga Morus dibagi menjadi 29 jenis.

Tanaman murbei termasuk tanaman yang mempunyai bunga kelamin tunggal,

meskipun kadang-kadang terdapat pula tanaman murbei yang berkelamin rangkap.

Di Indonesia, tanaman murbei yang banyak dibudidayakan adalah jenis Morus

alba karena menghasilkan daun yang banyak dan berkualitas tinggi. Jenis murbei

lain yang juga ditanam di Indonesia adalah Morus nigra dan Morus multicaulis.

2.1.2. Pertumbuhan Tanaman Murbei

Daun murbei merupakan pakan utama ulat sutera, sehingga dibutuhkan

pemeliharaan yang baik untuk menghasilkan daun yang lebat. Salah satu syarat

tumbuh varietas murbei untuk tumbuh di daerah tropis adalah kemampuannya

untuk mengatasi berbagai kendala alam, seperti suhu tinggi, pergantian musim

hujan dan kemarau, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Lokasi untuk pemeliharaan tanaman murbei sangat bergantung pada lokasi

pemeliharaan ulat sutera, karena lahan murbei harus berada dekat kandang

pemeliharaan ulat sutera agar memudahkan pemeliharaan ulat sutera dan panen

daun murbei. Pembudidayaan tanaman murbei di iklim tropis membuat tanaman

murbei dapat tumbuh sepanjang tahun sehingga pembudidayaan ulat sutera dapat

dilakukan terus-menerus. Namun demikian, untuk mendapatkan hasil daun murbei

yang maksimal, tanaman murbei harus diperlakukan dengan baik. Syarat tumbuh

bagi tanaman murbei di daerah tropis diantaranya adalah kondisi lingkungan yang

bersih terbebas dari polusi dan irigasi serta drainase yang cukup.

2.1.3. Penanaman Tanaman Murbei

Lahan yang harus dipersiapkan untuk pemeliharaan tanaman murbei

adalah lahan yang bebas dari pepohonan dan semak belukar, karena dapat

menghambat pertumbuhan murbei. Namun demikian, pembudidayaan murbei

(40)

14 Setelah persiapan lahan dilakukan, proses pembibitan murbei dapat

dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan menggunakan biji dan stek batang.

Namun penggunaan biji tidak dapat digunakan karena tanaman yang dihasilkan

sangat terlalu beragam akibat sifat heterogenik dari tanaman murbei.

Rencana penanaman, luas lahan yang digunakan, dan cara penanaman

murbei harus disesuaikan dengan rencana pemeliharaan ulat sutera. Karakteristik

ulat sutera yang membutuhkan pasokan pakan yang banyak selama siklus

hidupnya membuat kontinuitas produksi daun murbei harus terjaga untuk

keberhasilan pembudidayaan.

Daun murbei dapat dipanen untuk pertama kalinya saat berusia 5-6 bulan,

dimana cabang-cabang yang dihasilkan pada proses stek batang sudah cukup

besar. Setelah itu, setiap 2-3 bulan, tanaman murbei dapat dipanen. Untuk

meningkatkan produktivitas daun murbei, dilakukan pemangkasan secara berkala.

Produktivitas tanaman murbei dapat terus dipertahankan hingga tahun ke-15,

setalah melewati tahun ke-15, penggantian tanaman murbei dengan tanaman yang

baru dilakukan untuk memperbaiki produktivitasnya kembali.

2.1.4 Pemeliharaan Tanaman Murbei

Pemeliharaan tanaman murbei dilakukan untuk menjaga produktivitas

tanaman dalam menghasilkan daun agar tetap tinggi. Kualitas daun murbei sangat

menentukan produksi kokon. Kualitas daun murbei memiliki persentasi terbesar

dalam faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi kokon, yaitu sebesar 38,2

persen (Kaomini, 2006). Pemeliharaan tanaman murbei secara umum terdiri dari

tahap penyiangan, pendangiran, pengelolaan air, dan pemupukan.

Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan murbei dari gulma yang

tumbuh di sekitar murbei. Adanya gulma dapat menghambat pertumbuhan

murbei, khususnya pada saat sehabis penanaman dan setelah pemangkasan tunas

dan juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Aktivitas penyiangan sebaiknya

dilakukan satu bulan sekali.

Pendangiran lahan murbei bertujuan untuk membuat tanah menjadi lunak,

disamping memperbaiki aerasi tanah. Aktivitas pendangiran dapat dilakukan

(41)

15 Pendangiran yang terlalu sering dilakukan dapat merusak perakaran dan

pertumbuhan tanaman murbei.

Pengelolaan pengairan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman

murbei. Kekurangan air pada tanaman murbei akan mengganggu bahkan

menghentikan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan pengairan yang harus

diperhatikan adalah pada saat musim kemarau tiba.

Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produksi daun murbei.

Terdapat dua jenis pupuk yang harus diberikan pada tanaman murbei, yaitu pupuk

kandang dan pupuk kimia. Pemberian pupuk pada tanaman murbei dilakukan

sebanyak empat kali selama satu tahun yaitu pada saat proses pendangiran

dilaksanakan.

2.2. Budidaya Ulat Sutera

2.2.1. Biologi Ulat Sutera

Ulat sutera adalah sejenis serangga yang termasuk ke dalam Ordo

Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu dan ngengat. Ulat sutera

adalah serangga holometabola yang sudah mengalami metamorphosis sempurna,

dimana dalam siklus hidupnya melewati 4 stadia, yaitu telur, larva (ulat), pupa dan

ngengat atau yang lebih dikenal sebagai kupu-kupu. Selama proses

metamorphosis, stadia larva atau ulat adalah satu-satunya masa dimana ulat

makan, sehingga stadia larva merupakan masa yang sangat penting untuk sintesis

protein sutera dan pembentukan telur.

Sistematika ulat sutera adalah sebagai berikut:

Phyllum : Arthropoda.

Kelas : Insecta.

Ordo : Lepidoptera.

Familia : Bombycidae.

Genus : Bombyx.

Spesies : Bombyx mori L.

2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera

Telur ulat yang menetas akan menghasilkan larva yang memiliki warna

(42)

16 panjang tubuh menjadi 7 mm dan permukaan kulit mengkilap. Pada umur 2 hari,

seta yang ada di permukaan tubuh akan menjadi kurang jelas dan ulat akan

berhenti makan sekitar 24 jam lalu berganti kulit atau ekdisis.

Dalam satu siklus hidup stadia larva akan mengalami 4 kali pergantian

kulit, sehingga akan terdapat 5 periode makan atau biasa disebut instar. Masa

pergantian kulit biasanya akan sama pada berbagai galur tetapi panjangnya masa

makan berbeda. Ketika larva telah berkembang penuh dan berhenti makan, kulit

larva menjadi transparan. Larva yang telah matang kemudian diletakkan pada alat

pengokonan untuk proses mengokon. Setelah 2 hari, larva berhenti mengeluarkan

serat sutera dan 24 jam kemudian larva berubah menjadi pupa. Proses keluarnya

kupu-kupu dewasa dari pupa berlangsung sekitar 8 hari. Jika dihitung, waktu

pemeliharaan instar I-III menghabiskan kurang lebih 12 hari dan waktu

pemeliharaan instar IV-V membutuhkan 13 hari, sehingga dalam satu kali musim

pemeliharaan mulai dari telur menetas hingga menjadi kokon membutuhkan

waktu 25 hari.

2.2.3. Kondisi Lingkungan

Pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi

pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, dan

cahaya. Kondisi iklim tempat pemeliharaan berpengaruh pada kualitas dan

kuantitas kokon yang dihasilkan. Pada masing-masing masa makan atau instar,

kondisi iklim untuk menghasilkan pertumbuhan ulat yang maksimal akan berbeda.

Pada umumnya, kondisi suhu yang cocok untuk pemeliharaan ulat sutera adalah

diantara 200-300 C dan kelembaban udara yang tinggi.

Tabel 7. Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum pada Setiap Periode Pertumbuhan

Ulat Sutera

Periode Pertumbuhan Suhu Optimum Kelembaban Nisbi Optimum

Instar I 270-290C 90%

Instar II 260C 85%

Instar III 250C 80%

Instar IV 240C 70% -75%

Instar V 220-230C 60% - 65%

(43)

17 Secara umum, untuk periode pertumbuhan awal ulat sutera membutuhkan

suhu udara dan kelembaban nisbi yang tinggi sebagai syarat pertumbuhan

optimum. Semakin bertambahnya waktu pemeliharaan, suhu dan kelembaban

nisbi yang dibutuhkan semakin rendah untuk mencapai hasil yang optimum.

Selain suhu dan kelembaban nisbi, kecocokan iklim mikro di tempat

pemeliharaan ulat sutera juga ditetapkan oleh kesegaran udara dan tingkat

pergantian udara. Bila ventilasi baik, maka kisaran suhu dan kelembaban nisbi

yang dapat ditahan menjadi semakin luas. Meskipun udara panas dan lembab

namun bila ventilasi tempat pemeliharaan baik, kepadatan dapat dikurangi dan

evaporasi air dari tubuh ulat dapat ditingkatkan, sehingga ulat mendapat kesejukan

(Atmosoedarjo et al, 2000). Di daerah tropis seringkali suhu udara lebih tinggi

dari suhu yang dianjurkan. Penanaman pohon-pohonan di sekitar rumah

pemeliharaan, untuk mengurangi panas yang dipancarkan oleh lahan terbuka dan

mengusahakan masuknya udara ke dalam rumah pemeliharaan, adalah baik untuk

menurunkan suhu (Ohtsuki, 1987 dalam Atmosoedarjo et al, 2000).

Teknik pemeliharaan dan perlakuan ulat sutera secara garis besar dapat

dibedakan menjadi dua kategori, pada kategori satu adalah pemeliharaan ulat dari

instar I sampai IV dan pada kategori dua meliputi pemeliharaan ulat untuk instar

V. Sampai instar IV titik berat pemeliharaan ulat ditekankan pada kesehatan ulat

sutera, untuk itu lingkungan yang sehat harus diperhatikan. Selama instar V perlu

diberikan prioritas pada peningkatan kualitas kokon dan efisiensi mengokon serta

penggunaan tenaga kerja yang ekonomis.

2.2.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan

Di negara tropis suhu udara umumnya berada pada kisaran yang cocok

untuk pemeliharaan ulat sutera. Di berbagai daerah terdapat musim hujan dan

musim kemarau dengan batas waktu yang jelas. Namun di daerah tropis muncul

berbagai hama seperti semut, tikus dan lalat. Karena itu ruang pemeliharaan harus

menggunakan atap yang memadai untuk memberi perlindungan terhadap hujan

dan teriknya cahaya matahari dan perlu pula pembagian ruangan serta untuk

mengatasi suhu yang terlalu tinggi perlu ada fasilitas untuk menurunkan suhu dan

(44)

18 2.2.5. Pemeliharaan Ulat Sutera

Pemeliharaan ulat sutera membutuhkan perencanaan awal. Perencanaan

yang perlu dilakukan adalah jumlah musim pemeliharaan dalam satu tahun, waktu

memulai pemeliharaan, dan proporsi waktu untuk pemeliharaan tiap musim

berdasarkan luas kebun murbei, fasilitas-fasilitas pemeliharaan yang dimiliki,

peralatan dan tenaga kerja yang ada.

Pada umumnya jumlah box telur digunakan sebagai unit untuk

menyatakan skala pemeliharaan. Satu box berisi 20.000 butir telur dengan berat

10,6-12,8 gram. Hasil kokon yang diharapkan dari satu box telur adalah 27-33 Kg

untuk varietas bivoltin, sedangkan untuk varietas Candiroto, satu box berisi

25.000 telur dengan hasil kokon diharapkan 40 Kg.

Secara teoritis daerah tropis dimungkinkan untuk pemeliharaan ulat sutera

sepanjang tahun. Akan tetapi musim pemeliharaan yang memadai dan berpotensi

menghasilkan output yang maksimal terbatas. Di Indonesia, waktu pemeliharaan

ulat sutera yang paling baik adalah bulan November hingga Agustus tahun

berikutnya dengan menghindari musim kemarau pada waktu nilai gizi dari daun

murbei rendah.

Setiap panen setelah satu musim pemeliharaan, ruangan pemeliharaan,

peralatan dan lingkungan sekitar akan terkontaminasi bibit-bibit penyakit ulat

sutera. Sebelum memulai musim berikutnya, dilakukan kegiatan desinfeksi secara

menyeluruh dan intensif. Desinfeksi dilakukan dengan penyemprotan, atau

menyelupkan peralatan dalam larutan 2 persen formalin atau kaporit untuk

membasmi bibit-bibit penyakit, virus, bakteri, dan cendawan.

Pemeliharaan ulat sutera sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu

pemeliharaan ulat kecil dan pemeliharaan ulat besar. Perbedaan mendasar dalam

jenis pemeliharaan berdasarkan ukuran ulat adalah kondisi dalam ruangan,

pemilihan dan pemberian pakan daun murbei, serta pemeliharaan dan perlakuan.

Pada pemeliharaan ulat kecil, membutuhkan suhu dan kelembaban nisbi yang

tinggi di dalam ruangan. Pemberian pakan yang berkualitas dengan metode rajang

sangat cocok untuk perkembangan ulat kecil. Jumlah pakan yang diberikan pada

(45)

19 setiap instar nafsu makan ulat tidak begitu tinggi, tetapi akan meningkat dalam

pertumbuhan selanjutnya dan kemudian menurun lagi pada akhir setiap instar.

Pemeliharaan ulat besar dimulai pada instar IV dan V. Pada pemeliharaan

ulat besar, khususnya ulat instar IV, pemeliharaan dititikberatkan kepada

pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit dengan suhu dan kelembaban nisbi

yang cocok, cukup pakan murbei segar dan bergizi tinggi. Pada pemeliharaan ulat

instar V, suhu dan kelembaban nisbi harus dikurangi, karena ulat pada instar V

tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi serta peredaran udara

yang buruk. Pada fase ini nafsu makan ulat sangat tinggi karena itu perlu ada

ventilasi yang baik agar suhu badan dapat diturunkan. Keadaan lingkungan yang

memadai akan membuat produksi kokon yang dihasilkan memiliki kualitas yang

baik secara ekonomi.

2.2.6. Pengokonan dan Panen Kokon

Pengokonan dan panen kokon adalah tahap akhir dalam pemeliharaan ulat

sutera. Kualitas filament kokon sangat dipengaruhi oleh setiap tahapan dalam

pemeliharaan ulat sutera. Ciri-ciri ulat sutera yang akan memasuki masa

pengokonan diantaranya, badan ulat sedikit berkurang besarnya, kotoran menjadi

lunak, ulat berhenti makan dan mulai berputar-putar dengan mengangkat kepala

dan badannya. Karena geotropism negatif, ulat-ulat mulai naik vertikal. Pada fase

ini bagian badan ulat mulai tampak agak transparan.

Tabel 8. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon

No. Berat Kokon (Gram) Klasifikasi

1.

2.

3.

4.

> 2

1,5 – 1,9

1 – 1,4

< 0,9

A

B

C

D

Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulawesi Selatan, 2000

Tingkat kualitas filament yang dihasilkan dalam proses pengokonan

dipengaruhi oleh umur ulat ketika mengokon. Bila pengokonan dilakukan pada

sesaat sebelum dewasa, atau lewat matang, maka daya pintal (yaitu mudahnya

filament kokon terurai pada saat pemintalan) menjadi kurang dan panjang

Gambar

Tabel 4. Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera Periode 2007-2008
Tabel 5. Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2007 (dalam Ton)
Tabel 6. Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2007 (dalam satuan Hektare)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan. 2) Karena dimanfaatkan,barang dan hartan yang dititipkan tersebut tentu

Pemilihan cerita rayat Deleng Pertektekken ini berasal dari Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo dan merupakan sastra lisan masyarakat Karo.Dalam

Data primer yang diambil di lapangan adalah berapa jumlah tenaga kerja yang diperlukan dan upah tenaga kerja tersebut dalam satu kali proses produksi, volume karamba

Berdasarkan analisis data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol atau hipotesis nihil (H0) yang berbunyi: “Tidak Ada Hubungan yang Positif dan

Senada dengan Tampubolon (2015:49) ― Scanning adalah membaca dengan cepat dan memusatkan perhatian untuk menemukan bagian bacaan yang berisi informasi fokus yang

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil Program Pendampingan Keluarga (PPK) selama satu bulan pada keluarga Bapak I Wayan Winaya Yasa di Banjar Kanto Lampa, Desa Manistutu

Penggunaan campuran yang paling kuat untuk membantu menaikan kuat tekan adalah campuran dengan abu ampas tebu 8% + abu cangkang kerang 14% pada umur 28 hari dan

saham dan dapat dipecah menjadi maksimal 50 transaksi masing-masing 1 lot. Selain perubahan satuan perdagangan, aturan ini juga mengubah aturan mengenai minimum