ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PETERNAKAN ULAT SUTERA
(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,
Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
MADA PRADANA H34051579
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii RINGKASAN
MADA PRADANA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi
Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM).
Industri tekstil memiliki peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor industri tekstil nasional yang terus mengalami peningkatan, sumbangan devisa yang mencapai US$ 9,8 milliar pada tahun 2008, dan penyerapan tenaga kerja. Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera.
Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera, baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008. Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional yang dalam periode 2001 hingga 2007 terus mengalami penurunan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini, hanya terdapat dua peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, yang dikelola oleh Bapak Baidin sejak tahun 2004. Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi permintaan yang ada karena kapasitas produksi masih terbatas yaitu rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan. Sedangkan jumlah permintaan yang ada mencapai 500-700 Kg per bulan. Usaha ini baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Hal ini karena budidaya yang belum sesuai dengan standar akibat dari kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan.
iii Penelitian ini dilaksanakan pada studi kasus peternakan ulat sutera Bapak Baidin di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan dan kelayakan aspek non finansial usaha peternakan ulat sutera. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha peternakan ulat sutera secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Analisis kelayakan finansial dibagi menjadi 3 skenario.
iv
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PETERNAKAN ULAT SUTERA
(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,
Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
MADA PRADANA H34051579
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
v
Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus
pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
Nama : Mada Pradana
NRP : H34051579
Disetujui, Pembimbing
Ir. Anita Ristianingrum, M.Si NIP. 132 046 437
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082
vi PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat
Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”
adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Mada Pradana
vii RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Januari 1988. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dharma Winoto dan Ibu
Hj. Linda Listiani.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes 1
Bogor pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 5
Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada
tahun 2005 di SMUN 2 Bogor.
Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2005.
Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan
kampus seperti menjadi anggota Klub Fotografi LENSA Fakultas Pertanian
periode 2007. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di
lingkungan fakultas. Sejak April 2009, penulis bergabung dengan PEGASUS,
sebuah event organizer di Jakarta. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan
viii KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan
Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa
Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk
penulis dan juga usaha tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga
mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan pada skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
ix UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau
tunjukkan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang
telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam
kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dharma Winoto, SE, MM dan Ibu Hj. Dr. Linda Listiani selaku orang
tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral
maupun material selama ini.
2. Mindi Widayani dan Dimas Armanda sebagai adik-adik bagi penulis atas cinta
dan kasih sayang serta dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis
selama ini.
3. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama
penulisan skripsi ini.
4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan
skripsi ini.
5. Anita Primaswari, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil Departemen
Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.
6. Immanuel selaku pembahas seminar, terimakasih atas masukan dan dukungan,
baik saat perkuliahan maupun saat penyelesaian skripsi.
7. Bapak Baidin dan keluarga selaku pemilik peternakan ulat sutera atas waktu,
kesempatan, informasi, pelajaran, dan dukungan yang diberikan.
8. Instansi-instansi yang terkait dengan penulisan skripsi ini atas waktu,
informasi, dan kesempatan yang diberikan.
9. Diyah Utami, SE atas cinta, pengorbanan, dukungan, kesabaran, dan kasih
sayang yang diberikan selama ini.
10.Teman-teman satu bimbingan skripsi, Tiara Sakina dan Yanuari Dwi
x 11.Tim Gladikarya Desa Cintaasih, Nti, Lysti, Anis, dan Cicin atas kebersamaan
sebelum, saat, dan sesudah Gladikarya. Gladikarya di Desa Cintaasih bersama
kalian menjadi pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan bagi
penulis.
12.Teman-teman satu kelompok AGB Pangan, Dasar-dasar Bisnis, AGB Non
Pangan, Negosiasi dan Advokasi Bisnis, Kewirausahaan, HEB, DPA,
Usahatani, Risiko Bisnis, Tataniaga, SKB, Pembiayaan, Koperasi, MRB,
Perencanaan Bisnis, dan Strategi Kebijakan Agribisnis atas kerjasamanya
selama kegiatan perkuliahan. Mohon maaf atas semua kekurangan penulis
selama kegiatan kelompok.
13.Wiyanto atas masukan, bimbingan, kritikan, dan pertemanan selama ini.
14.Teman-teman penulis, kubu Dani: Dani, Janri, Zulfan, Ferdi, Irfan, dan Kubu
Iwan atas pertemanan yang membangun selama ini.
15.Teman-teman satu perjuangan di Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan,
kekompakkan selama ini, semoga kebersamaan kita terus berlanjut hingga usia
memisahkan nanti.
16.Pelanggan setia MADA_CELL, terimakasih atas kerjasama yang terjalin
selama ini.
17.Teman-teman AGB 41 dan 43, lanjutkan perjuangan kita semua, AGB
Growing The Future!
18.Teman-teman satu kepanitiaan selama masa perkuliahan atas kerjasama dan
kebersamaan selama kegiatan.
19.Seluruh staf pengajar Departemen Agribisnis atas ilmu dan pengalaman yang
diberikan selama perkuliahan.
20.Semua staf tata usaha Departemen Agribisnis atas kemudahan dan bantuan
selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.
21.Tim Roadshow Relaxa Goes To School Bogor 2009 atas doa dan
dukungannya buat penulis serta kerjasama dan kekompakkan yang terjalin
selama event dan di luar event.
22.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PETERNAKAN ULAT SUTERA
(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,
Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
MADA PRADANA H34051579
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii RINGKASAN
MADA PRADANA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi
Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM).
Industri tekstil memiliki peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor industri tekstil nasional yang terus mengalami peningkatan, sumbangan devisa yang mencapai US$ 9,8 milliar pada tahun 2008, dan penyerapan tenaga kerja. Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera.
Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera, baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008. Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional yang dalam periode 2001 hingga 2007 terus mengalami penurunan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini, hanya terdapat dua peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, yang dikelola oleh Bapak Baidin sejak tahun 2004. Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi permintaan yang ada karena kapasitas produksi masih terbatas yaitu rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan. Sedangkan jumlah permintaan yang ada mencapai 500-700 Kg per bulan. Usaha ini baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Hal ini karena budidaya yang belum sesuai dengan standar akibat dari kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan.
iii Penelitian ini dilaksanakan pada studi kasus peternakan ulat sutera Bapak Baidin di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan dan kelayakan aspek non finansial usaha peternakan ulat sutera. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha peternakan ulat sutera secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Analisis kelayakan finansial dibagi menjadi 3 skenario.
iv
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PETERNAKAN ULAT SUTERA
(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,
Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
MADA PRADANA H34051579
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
v
Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus
pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
Nama : Mada Pradana
NRP : H34051579
Disetujui, Pembimbing
Ir. Anita Ristianingrum, M.Si NIP. 132 046 437
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082
vi PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat
Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”
adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Mada Pradana
vii RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Januari 1988. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dharma Winoto dan Ibu
Hj. Linda Listiani.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes 1
Bogor pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 5
Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada
tahun 2005 di SMUN 2 Bogor.
Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2005.
Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan
kampus seperti menjadi anggota Klub Fotografi LENSA Fakultas Pertanian
periode 2007. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di
lingkungan fakultas. Sejak April 2009, penulis bergabung dengan PEGASUS,
sebuah event organizer di Jakarta. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan
viii KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan
Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa
Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk
penulis dan juga usaha tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga
mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan pada skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
ix UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau
tunjukkan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang
telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam
kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dharma Winoto, SE, MM dan Ibu Hj. Dr. Linda Listiani selaku orang
tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral
maupun material selama ini.
2. Mindi Widayani dan Dimas Armanda sebagai adik-adik bagi penulis atas cinta
dan kasih sayang serta dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis
selama ini.
3. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama
penulisan skripsi ini.
4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan
skripsi ini.
5. Anita Primaswari, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil Departemen
Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.
6. Immanuel selaku pembahas seminar, terimakasih atas masukan dan dukungan,
baik saat perkuliahan maupun saat penyelesaian skripsi.
7. Bapak Baidin dan keluarga selaku pemilik peternakan ulat sutera atas waktu,
kesempatan, informasi, pelajaran, dan dukungan yang diberikan.
8. Instansi-instansi yang terkait dengan penulisan skripsi ini atas waktu,
informasi, dan kesempatan yang diberikan.
9. Diyah Utami, SE atas cinta, pengorbanan, dukungan, kesabaran, dan kasih
sayang yang diberikan selama ini.
10.Teman-teman satu bimbingan skripsi, Tiara Sakina dan Yanuari Dwi
x 11.Tim Gladikarya Desa Cintaasih, Nti, Lysti, Anis, dan Cicin atas kebersamaan
sebelum, saat, dan sesudah Gladikarya. Gladikarya di Desa Cintaasih bersama
kalian menjadi pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan bagi
penulis.
12.Teman-teman satu kelompok AGB Pangan, Dasar-dasar Bisnis, AGB Non
Pangan, Negosiasi dan Advokasi Bisnis, Kewirausahaan, HEB, DPA,
Usahatani, Risiko Bisnis, Tataniaga, SKB, Pembiayaan, Koperasi, MRB,
Perencanaan Bisnis, dan Strategi Kebijakan Agribisnis atas kerjasamanya
selama kegiatan perkuliahan. Mohon maaf atas semua kekurangan penulis
selama kegiatan kelompok.
13.Wiyanto atas masukan, bimbingan, kritikan, dan pertemanan selama ini.
14.Teman-teman penulis, kubu Dani: Dani, Janri, Zulfan, Ferdi, Irfan, dan Kubu
Iwan atas pertemanan yang membangun selama ini.
15.Teman-teman satu perjuangan di Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan,
kekompakkan selama ini, semoga kebersamaan kita terus berlanjut hingga usia
memisahkan nanti.
16.Pelanggan setia MADA_CELL, terimakasih atas kerjasama yang terjalin
selama ini.
17.Teman-teman AGB 41 dan 43, lanjutkan perjuangan kita semua, AGB
Growing The Future!
18.Teman-teman satu kepanitiaan selama masa perkuliahan atas kerjasama dan
kebersamaan selama kegiatan.
19.Seluruh staf pengajar Departemen Agribisnis atas ilmu dan pengalaman yang
diberikan selama perkuliahan.
20.Semua staf tata usaha Departemen Agribisnis atas kemudahan dan bantuan
selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.
21.Tim Roadshow Relaxa Goes To School Bogor 2009 atas doa dan
dukungannya buat penulis serta kerjasama dan kekompakkan yang terjalin
selama event dan di luar event.
22.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak
xi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Manfaat Penelitian ... 12
II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1. Budidaya Tanaman Murbei ... 13
2.1.1. Biologi Tanaman Murbei ... 13
2.1.2. Pertumbuhan Tanaman Murbei ... 13
2.1.4. Pemeliharaan Tanaman Murbei ... 14
2.2. Budidaya Ulat Sutera ... 15
2.2.1 Budidaya Ulat Sutera ... 15
2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera ... 15
2.2.3. Kondisi Lingkungan ... 16
2.1.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan ... 17
2.1.5. Pemeliharaan Ulat Sutera ... 18
2.1.6. Pengokonan dan Panen Kokon... 19
2.3. Pesuteraan Alam... 21
2.4. Penelitian terdahulu ... 22
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 25
3.1. Analisis Kelayakan Usaha... 25
3.2. Teori Biaya dan Manfaat ... 27
3.3. Proyeksi Cash Flow ... 27
3.4. Analisis Finansial ... 28
3.1.1. Net Present Value (NPV) ... 28
3.1.2. Net Benefit Cost Ratio (NetB/C Rasio) ... 28
3.1.3. Internal Rate return (IRR) ... 28
3.1.4. Payback Period (PBP) ... 28
3.5 Analisis Sensitivitas ... 29
3.6 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30
IV METODE PENELITIAN ... 34
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 34
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 34
4.4. Analisis Kelayakan Non Finansial ... 35
4.5. Komponen Biaya dan Manfaat... 35
4.6. Analisis Kelayakan Investasi ... 37
4.6.1. Net Present Value (NPV)... 37
xii 4.6.3. Internal Rate return (IRR) ... 38 4.6.3. Payback Period... 38 4.7. Analisis Sensitivitas... 39
V GAMBARAN UMUM USAHA ... 40
5.1. Gambaran Umum Desa Karyasari ... 40 5.1.1. Kondisi Fisik Desa Karyasari... 40 5.1.2. Pemanfaatan Lahan... 40 5.1.3. Potensi Pertanian... ... 41 5.1.4. Penduduk... ... 42 5.2. Gambaran Umum Usaha ... 43 5.2.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha ... 43 5.2.2. Pengadaan Input ... 44 5.2.3. Budidaya ... 45 5.2.4. Pemasaran ... 48
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49 6.1. Analisis Aspek Non Finansial ... 49
6.1.1. Aspek Pasar ... 49 6.1.2. Aspek Teknis ... 52 6.1.3. Aspek Manajemen ... 57 6.1.4. Aspek Sosial ... 58
6.2. Analisis Aspek Finansial ………...………….... 59
6.2.1. Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ... 62 6.2.1.1. Analisis Biaya ... 62 6.2.1.2. Analisis Manfaat ... 67 6.2.1.3. Analisis Finansial ... 69 6.2.1.4. Analisis Switching Value ... 70 6.2.2. Analisis Kelayakan Finansial Skenario II ... 71 6.2.2.1. Analisis Biaya ... 72 6.2.2.2. Analisis Manfaat ... 75 6.2.2.3. Analisis Finansial ... 77 6.2.2.4. Analisis Switching Value ... 78 6.2.3. Analisis Kelayakan Finansial Skenario III ... 79 6.2.3.1. Analisis Biaya ... 80 6.2.3.2. Analisis Manfaat ... 84 6.2.3.3. Analisis Finansial ... 85 6.2.3.4. Analisis Switching Value ... 86 6.2.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial
Ketiga Pola Usaha ... 87 6.2.5. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value
Ketiga Skenario ... 88
VII PENUTUP ... 91 7.1. Kesimpulan ... 91 7.2. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Volume Ekspor Produk Industri Tekstil
Periode 2002-2007 (Dalam Kilogram) ... 1
2. Nilai Ekspor Industri Tekstil
Tahun 2003-2007 (Dalam US$) ... 2
3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tekstil
Periode 2002-2007 (satuan orang) ... 2
4. Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera
Periode 2007-2008 ... 4
5. Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi
pada Periode 2001-2005 (dalam Ton) ... 5
6. Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam
Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2005
(dalam satuan Hektare) ... 7
7. Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum
pada Setiap Periode Pertumbuhan Ulat Sutera ... 16 Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon ... 19
9. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Persentase Kulit Kokon ... 20
10. Pemanfaatan Lahan di Desa Karyasari
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ... 41
11. Komoditas Agribisnis yang Diusahakan
di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor ... 42
12. Jumlah Penduduk Desa Karyasari
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor
Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 ... 43
13. Biaya Investasi pada skenario I ... 63
14. Biaya Reinvestasi Pada Skenario I ... 64
15. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario I ... 65
16. Biaya Operasional Skenario I ... 66
17. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario I ... 67
18. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario I ... 68
19. Hasil Analisis Finansial Skenario I ... 69
20. Hasil Analisis Switching Value Skenario I ... 70
xv 22. Biaya Reinvestasi pada Skenario II ... 73
23. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario II ... 74
24. Biaya Variabel Per Tahun pada Skenario II ... 75
25. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario II .... 76
26. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario II ... 77
27. Hasil Analisis Finansial Skenario II ... 77
28. Hasil Analisis Switching Value Skenario II ... 78
29. Biaya Investasi pada skenario III ... 81
30. Biaya Reinvestasi Pada Skenario III ... 82
31. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario III ... 83
32. Biaya Variabel Skenario III ... 83
33. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario III ... 84
34. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario III ... 85
35. Hasil Analisis Finansial Skenario III ... 86
36. Hasil Analisis Switching Value Skenario III ... 87
37. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial
Ketiga Skenario ... 88
38. Perbandingan Hasil Switching Value
Pada Skenario II dan III ... 88
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 33
2. Skema Produksi Kokon ... 48
3. Struktur Organisasi Peternakan Ulat Sutera
milik Bapak Baidin ... 58
4. Ulat Sutera ... 129
5. Tanaman Murbei ... 129
6. Kokon dalam Seriframe ... 129
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Ekspor – Impor Produk Tekstil Periode 2007-2008 ... 95
2. Peta Silk Road ... 98
3. Pola Tanam Lahan Murbei Saat Ini ... 98
4. Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri
dan Bentuk Usaha Tetap (Pasal 17 Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000) ... 98
5. Laporan Laba Rugi Skenario I ... 99
6. Arus Kas Skenario I ... 100
7. Analisis Switching Value Peningkatan
Harga Jual Kokon Sebesar 84,13% pada Skenario I ... 102
8. Analisis Switching Value Peningkatan
Produksi Kokon Sebesar 84,12% pada Skenario I ... 104
9. Analisis Switching Value Penurunan
Biaya Operasional Sebesar 52,97% pada Skenario I ... 106
10. Laporan Laba Rugi Skenario II ... 108
11. Arus Kas Skenario II ... 110
12. Analisis Switching Value Penurunan
Harga Jual Kokon Sebesar 13,74% pada Skenario II ... 112
13. Analisis Switching Value Penurunan
Produksi Kokon Sebesar 13,73% pada Skenario II ... 114
14. Analisis Switching Value Peningkatan
Biaya Operasional Sebesar 18,11% pada Skenario II ... 116
15. Laporan Laba Rugi Skenario III ... 118
16. Arus Kas Skenario III ... 120
17. Analisis Switching Value Penurunan
Harga Jual Kokon Sebesar 22,41% pada Skenario III ... 122
18. Analisis Switching Value Penurunan
Produksi Kokon Sebesar 22,42% pada Skenario III ... 124
19. Analisis Switching Value Peningkatan
Biaya Operasional Sebesar 32,69% pada Skenario III ... 126
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri tekstil merupakan salah satu bagian dari sektor industri nasional
yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia.
Industri tekstil berkembang pesat sejak Indonesia memasuki periode
Pembangunan Lima Tahun I (PELITA I) tahun 1969. Industri tekstil terdiri dari
serangkaian kegiatan yang terintegrasi di masing-masing sub-sektornya.
Sub-sektor industri tekstil terdiri dari kegiatan pembuatan serat, pemintalan,
penenunan dan perajutan, pencelupan, pencapan dan penyempurnaan, serta
industri pakainan jadi.
Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor
yang terus mengalami peningkatan. Volume ekspor produk tekstil nasional pada
periode 2002 hingga 2007 secara umum mengalami peningkatan. Jumlah volume
ekspor produk tekstil terbesar adalah ekspor produk-produk benang (Tabel 1).
Indikator pertumbuhan industri tekstil nasional dapat dilihat melalui
jumlah penerimaan hasil produksi yang diterima dan jumlah penyerapan tenaga
kerja. Jumlah penerimaan yang diperoleh dari ekpor produk-produk tekstil
Indonesia periode 2003 hingga 2007 adalah yang terbesar dalam ekpor produk
2
Tabel 2. Nilai Ekspor Industri Tekstil Tahun 2003-2007 (Dalam US$)
No Komoditas Tahun Jumlah 7,033,487,001 7,647,451,283 8,602,875,896 9,445,663,283 9,810,709,700
Sumber : Depperin, 2008 (diolah)
Sumbangan devisa industri tekstil pada tahun 2008 terhadap PDB Negara
mencapai US$ 9,8 milliar. Sedangkan dari penyerapan tenaga kerja, setiap
tahunnya banyak tenaga kerja yang terserap karena industri ini termasuk industri
yang padat karya. Jumlah tenaga kerja yang diserap pada industri ini terus
mengalami peningkatan pada periode 2002 hingga 2007. Pada tahun 2007,
industri tekstil mampu menyerap 1.234.250 orang tenaga kerja. Jumlah ini belum
termasuk industri kecil dan rumah tangga, berdasarkan data Ditjen IKM Tenaga
Kerja pada ITPT IKM penyerapan tenaga kerja pada tahun 2004 sebesar
2.044.680 orang (Direktorat Pelaporan Data dan Informasi, Direktorat Jenderal
Industri Tekstil, Depperin, 2008).
Tabel 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tekstil Periode 2002-2007
(satuan orang) Jumlah 1,045,212 1,064,465 1,092,540 1,118,734 1,190,656 1,234,250 Sumber : Depnakertrans, 2008 dan Depperin, 2008 (diolah)
Industri tekstil di Indonesia dibedakan menjadi dua menurut jenis serat
3 termasuk serat alam diantaranya kapas, sutera, rosella, dan bulu domba.
Sedangkan yang termasuk serat sintetik diantaranya sintetik rayon, polyester,
poliamida, dan poliakrilat.
Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat
tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan
adalah kain sutera. Kain sutera merupakan salah satu kain yang unik karena kain
sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon
(kepompong) ulat sutera melalui proses pemintalan. Dari hasil pengolahan kokon
didapat benang sutera. Selain karena kualitas kain yang dihasilkan, kerumitan
proses pembuatannya menjadikan kain sutera memiliki nilai jual yang tinggi.
Industri kain sutera terdiri dari rangkaian kegiatan agroindustri yang saling
terkait yang dikenal dengan nama pesuteraan alam. Kegiatan pesuteraan alam
dimulai dari penanaman tanaman murbei, pembibitan dan pemeliharaan ulat
sutera hingga menghasilkan kokon, industri pemintalan benang sutera, hingga
industri penenunan kain sutera dan pemasaran kain sutera. Oleh karena itu,
industri sutera alam mampu menyerap banyak tenaga kerja di dalamnya. Data
hingga tahun 2006 menyebutkan, terdapat 4.463 unit usaha industri pemintalan
benang sutera dan mampu menyerap 7.796 orang tenaga kerja. Kemudian terdapat
46.257 unit usaha industri penenunan kain sutera yang mempekerjakan 148.022
orang tenaga kerja (Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS, Departemen
Kehutanan, 2008).
Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami
peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera
baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk
sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008 (Tabel 4). Semakin
meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi
benang sutera nasional. Jumlah produksi benang sutera nasional periode tahun
2001 hingga tahun 2007 terus mengalami penurunan yang tajam (Tabel 5). Oleh
karena itu, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak
produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera. Besarnya impor
4
Tabel 4. Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera Periode 2007-2008
No Komoditas
Penurunan produksi benang sutera nasional disebabkan oleh beberapa
faktor. Faktor utama adalah masalah kelembagaan dari pemerintah pusat yang
masih berjalan sendiri-sendiri. Kegiatan pesuteraan alam merupakan serangkaian
kegiatan agroindustri saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di
dalam pelaksanaannya terdapat beberapa instansi yang terkait di dalamnya.
Kegiatan sektor hulu berada di bawah Departemen Kehutanan, sedangkan
kegiatan usahatani menjadi tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Industri
Kecil Menengah, dan kegiatan sektor hilir menjadi tanggung jawab Departemen
Perindustrian. Kegiatan pada sektor hulu pada industri pesuteraan alam meliputi
pemeliharaan tanaman murbei dan produksi telur ulat sutera. Kegiatan usahatani
meliputi kegiatan pemeliharaan ulat sutera, dan kegiatan pada sektor hilir meliputi
pemintalan benang sutera, penenunan kain sutera, dan pemasaran produk-produk
sutera lainnya. Hingga tahun 2006, masing-masing Departemen hanya terfokus
mengembangkan apa yang menjadi tanggungjawab Departemen tanpa ada
kerjasama dari masing-masing pihak.
Faktor berikutnya adalah kualitas sumber daya manusia peternak ulat
sutera yang masih rendah. Kegiatan pesuteraan alam merupakan kegiatan yang
membutuhkan kedisplinan dan keterampilan yang baik untuk dapat menghasilkan
produk yang dapat bersaing di pasaran. Selama ini, benang sutera hasil produksi
produsen lokal masih kalah bersaing dengan produk benang sutera impor karena
harga jual yang lebih tinggi. Harga jual benang sutera lokal rata-rata sebesar Rp.
300.000 per Kg, sedangkan harga jual benang sutera dari Cina berkisar antara Rp
150 - 170 ribu per Kg1. Untuk menjaga kualitas produk sutera yang dihasilkan,
1
Widiyaputera. Daya Saing Petani Sutera Alam. 2008.
5 pihak industri selama ini lebih memilih menerima pasokan bahan baku dari Cina
daripada membeli bahan baku dari produsen benang sutera lokal. Hal ini
mengakibatkan semakin tidak pastinya pasar kokon produsen dalam negeri,
sehingga minat para peternak untuk terus menghasilkan kokon semakin menurun.
Tabel 5. Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi pada Periode
2001-2007 (dalam Ton)
Namun demikian, perkembangan ulat sutera alam dunia pada tahun-tahun
terakhir ini menunjukan prospek yang cukup baik. Pada periode 2006-2008,
jumlah produksi benang sutera dunia terus menurun dari 55.222 ton menjadi
6 yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan ini diprediksikan akan terus meningkat
seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk serta semakin
membaiknya kondisi perekonomian2. Pertumbuhan permintaan benang sutera dunia akan meningkat 2 persen-5 persen per tahun, sedangkan untuk permintaan
dalam negeri diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 12,24 persen per
tahun (Sri Utami Kuncoro, 1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000). Namun
demikian, sumber produksi sutera alam di dunia berasal dari pemeliharaan ulat
sutera yang dilakukan keluarga petani bukan oleh badan usaha. Hal ini
dikarenakan harga jual yang ada tidak akan menutupi biaya manajemen
perusahaan bila pemeliharaan ulat sutera dikelola oleh badan usaha
(Atmosoedarjo et al, 2000).
Semakin berkembangnya usaha pembudidayaan ulat sutera di Indonesia
didukung dengan karakteristik iklim Indonesia yang beriklim tropis sangat cocok
untuk pembudidayaan ulat sutera dan penanaman tanaman murbei. Tanaman
murbei merupakan pakan utama dari ulat sutera. Kondisi iklim yang sesuai untuk
pengembangan budidaya ulat sutera membuat Indonesia memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif untuk mengembangkan ulat sutera. Iklim tropis
membuat tanaman murbei dapat tumbuh sepanjang tahun sehingga
pembudidayaan ulat sutera dapat dilakukan terus-menerus. Untuk
membudidayakan ulat sutera, kepemilikan lahan murbei sendiri lebih dianjurkan
karena bila memperoleh pasokan murbei dari pihak lain maka kualitas dan
kontinutas daun murbei yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi pemasok
murbei dan jarak antara pemasok murbei dengan kandang pemeliharaan ulat
sutera (Atmosoedarjo et al, 2000)
Dalam perkembangannya, semakin banyak daerah di Indonesia yang
menjadikan ulat sutera sebagai salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan.
Pada tahun 2001, luas lahan murbei nasional mencapai 12.581,5 Ha (Tabel 6),
meskipun pada tahun-tahun berikutnya, luas lahan murbei di Indonesia semakin
sedikit. Pada tahun 2007, luas lahan murbei yang masih berproduksi hanya seluas
3.554,07 Ha. Semakin berkurangnya luas lahan murbei yang ada dikarenakan
minat peternak ulat sutera untuk tetap berproduksi semakin berkurang karena
2
Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 2008. Sutera Alam.
7 ketidakpastian pasar hasil produksi mereka. Padahal bila dilihat dari kondisi fisik
seperti ketinggian lahan dan iklim tropis yang dimiliki, banyak daerah di
Indonesia yang sangat sesuai untuk dijadikan sentra pengembangan pesuteraan
alam. Melihat potensi ini, Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan daya
saing dan menjadikan Indonesia tetap sebagai produsen sutera. Untuk mengatasi
permasalahan pada industri sutera nasional, pada tahun 2006 Pemerintah melalui
koordinasi Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian, dan Kementrian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah telah mencanangkan Program
Pembinaan dan Pengembangan Pesuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan
Klaster melalui Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian,
dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor:
P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor:
07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan
Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Namun demikian, hingga tahun 2008
program pembinaan ini masih belum terlaksana dengan baik.
Tabel 6. Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam Berdasarkan Propinsi pada
Periode 2001-2007 (dalam satuan Hektare)
8 Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil benang sutera
dan kain sutera terbanyak di Indonesia. Bersama Propinsi Sulawesi Selatan dan
Jawa Tengah, Jawa Barat dijadikan sentra pengembangan produksi sutera
nasional. Sampai tahun 2007, terdapat sekitar 326,55 Ha lahan murbei yang ada di
Propinsi Jawa Barat. Sedangkan dari sisi produksi, dalam kurun waktu 2001-2007,
Jawa Barat mampu memproduksi 51,39 ton benang sutera. Namun demikian,
prospeknya yang baik karena sutera memiliki nilai jual yang tinggi belum mampu
mendorong penyebaran produksi ulat sutera di wilayah Jawa Barat secara merata,
karena hingga saat ini sentra produksi sutera Jawa Barat hanya terdapat di
beberapa daerah yaitu di Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan Tasikmalaya3. Kondisi iklim tropis di Indonesia yang sesuai untuk pembudidayaan ulat
sutera dan penanaman tanaman murbei serta jumlah permintaan yang belum
terpenuhi dengan produksi yang ada jika dilihat dari jumlah impor produk-produk
sutera yang terus meningkat setiap tahunnya membuat pesuteraan alam di
Indonesia dan khususnya di Jawa Barat berpotensi untuk dikembangkan. Untuk
itu perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk pengembangan usaha
peternakan ulat sutera ke depannya.
1.2 Perumusan Masalah
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat
yang memiliki banyak lahan dengan ketinggian dan suhu rata-rata yang sesuai
untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai
saat ini masih belum banyak masyarakat di Kabupaten Bogor yang tertarik untuk
membudidayakan ulat sutera karena masyarakat pada umumnya belum
mengetahui prospek dari usaha peternakan ulat sutera. Salah satu daerah di
Kabupaten Bogor yang telah membudidayakan ulat sutera adalah di Desa
Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Di Desa Karyasari terdapat
sebuah peternakan ulat sutera berskala perseorangan yang dikelola oleh Bapak
Baidin. Beliau sebagai pemilik telah menjalani usaha ini sejak tahun 2004. Bapak
3
Dinas Kehutanan Jawa Barat. 2008.
9 Baidin merupakan satu dari dua peternak ulat sutera yang ada di Kabupaten
Bogor. Desa Karyasari memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pembudidayaan
ulat sutera dan pohon murbei karena memiliki suhu yang sejuk, diantara 240-280C. Pada tahun 2003, 15 orang petani yang tergabung dalam kelompok tani
Rimba Sejahtera mendapatkan bantuan dana dan pelatihan budidaya ulat sutera
yang diprakarsai Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor. Kelompok tani Rimba
Sejahtera membudidayakan ulat sutera dengan 1,5 Ha luas lahan murbei. Namun
usaha kelompok ini hanya bertahan kurang dari satu tahun. Hal yang
menyebabkan terhentinya kegiatan budidaya ulat sutera ini adalah kualitas sumber
daya manusia petani yang rendah. Manajemen pemeliharaan yang tidak baik dan
kurangnya kesungguhan petani dalam pemeliharaan ulat sutera dan tanaman
murbei membuat proyek ini terhenti.
Saat ini, luas lahan di Desa Karyasari yang digunakan sebagai lahan
pesuteraan alam baru sekitar 2 Ha. Bila dibandingkan dengan luas lahan pertanian
Desa yang mencapai 935,2 Ha, luas areal pembudidayaan baru 0,21 persen dari
luas lahan pertanian di Desa Karyasari. Dari 1.123,2 Ha total luas wilayah Desa,
baru sekitar 1.003,2 Ha yang dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian
maupun non pertanian, sisanya sekitar 120 Ha merupakan lahan yang tidak
dimanfaatkan, sehingga perluasan areal untuk budidaya ulat sutera dan tanaman
murbei sangat memungkinkan untuk dilakukan namun masih terkendala dalam hal
permodalan.
Usaha peternakan ulat sutera Bapak Baidin sendiri hanya sebatas sampai
memproduksi kokon saja. Sedangkan untuk pengolahan kokon menjadi benang
sutera, penenunan kain sutera, serta pembuatan produk-produk berbahan sutera
dilakukan oleh CV Batu Gede. Sejak berdirinya usaha hingga saat ini, telah
terjalin kemitraan usaha dengan CV Batu Gede yang terletak di daerah Ciapus,
Kabupaten Bogor. Kemitraan dijalin karena CV Batu Gede telah memberikan
kepastian dalam pemasaran kokon dan harga. Oleh CV Batu Gede kemudian
kokon diolah menjadi benang sutera dan kain sutera.
Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai
saat ini masih belum mampu memenuhi jumlah pesanan yang ada dari CV Batu
10 usaha yang dimiliki Bapak Baidin rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan,
jumlah produksi ini masih jauh dari jumlah permintaan pihak CV Batu Gede yang
mencapai 500-700 Kg per bulan atau baru mampu memenuhi 5,83 persen
permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan
pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Berdasarkan
literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat
sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera
dalam satu musim pemeliharaan. Hal ini dikarenakan budidaya yang dilakukan
belum sesuai standar akibat dari kurangnya kesadaran dan kualitas sumber daya
manusia pemilik usaha yang masih rendah. Selain itu, pemilik juga belum
memperhitungkan biaya-biaya tidak tunai yang merupakan modal sendiri seperti
sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga. Sedangkan pelatihan dan bibit murbei
diperoleh dari Dinas Kehutanan, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera
yang dilaksanakan selama ini tidak layak secara finansial. Analisis kelayakan
usaha hingga saat ini belum pernah dilakukan karena keterbatasan pengetahuan
dari pemilik usaha.
Pemilik juga dapat mengembangkan usahanya dengan memperluas lahan
untuk memenuhi permintaan yang ada. Untuk itu perlu dilakukan analisis
kelayakan pengembangan usaha. Usaha peternakan ulat sutera memerlukan
investasi cukup besar karena usaha ini sangat ditentukan dengan lamanya umur
tanaman murbei yang dalam kondisi normal dapat berproduksi hingga usia 15
tahun.
Kualitas dan kuantitas produksi kokon yang dihasilkan dipengaruhi oleh
ketersediaan pakan murbei yang sangat dipengaruhi lingkungan terutama musim.
Pada musim kemarau, jika tidak ada pengairan yang cukup bagi tanaman murbei,
maka kualitas dan kuantitas daun murbei yang dihasilkan akan menurun.
Penurunan kualitas dan kuantitas daun murbei akan mengakibatkan penurunan
kualitas dan kuantitas produksi kokon. Perubahan kualitas dan kuantitas produksi
kokon berakibat pada perubahan harga jual dan produksi kokon sehingga jumlah
penerimaanpun ikut berubah. Jumlah penerimaan juga dipengaruhi oleh besarnya
11 analisis sensitivitas usaha peternakan ulat sutera jika terjadi perubahan dalam
dasar perhitungan biaya dan manfaat.
Berdasarkan gambaran usaha yang telah dipaparkan, maka perumusan
masalah yang akan dibahas adalah:
1. Bagaimana kelayakan non finansial usaha peternakan ulat sutera di Desa
Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor saat ini, apakah usaha
tersebut layak bila dikaji dalam aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial.
2. Bagaimana kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi
saat ini dan saat pengembangan usaha.
3. Bagaimana tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap
penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan
biaya operasional.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan,
maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji keragaan usaha peternakan ulat sutera di Desa Karyasari,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor serta menganalisis kelayakan
usahanya dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial.
2. Menganalisis kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi
saat ini dan saat pengembangan usaha.
3. Menganalisis tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap
penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan
12 1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Pemilik usaha peternakan ulat sutera dan budidaya pohon murbei di Desa
Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor sebagai referensi
untuk pengembangan usahanya.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor sebagai acuan untuk pengembangan
kegiatan pesuteraan alam di Kabupaten Bogor.
3. Sebagai sumber pengetahuan untuk penelitian sejenis di waktu yang akan
datang.
4. Masyarakat umum sebagai referensi untuk memulai usaha pesuteraan alam
atau memperbaiki kegiatan pesuteraan alam yang telah dijalankan.
5. Pihak pemberi modal pinjaman sebagai bahan acuan mengenai prospek
13
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Budidaya Tanaman Murbei
2.1.1 Biologi Tanaman Murbei
Tanaman murbei termasuk ke dalam marga Morus dari keluarga
Moraceae. Berdasarkan morfologi, bunga marga Morus dibagi menjadi 29 jenis.
Tanaman murbei termasuk tanaman yang mempunyai bunga kelamin tunggal,
meskipun kadang-kadang terdapat pula tanaman murbei yang berkelamin rangkap.
Di Indonesia, tanaman murbei yang banyak dibudidayakan adalah jenis Morus
alba karena menghasilkan daun yang banyak dan berkualitas tinggi. Jenis murbei
lain yang juga ditanam di Indonesia adalah Morus nigra dan Morus multicaulis.
2.1.2. Pertumbuhan Tanaman Murbei
Daun murbei merupakan pakan utama ulat sutera, sehingga dibutuhkan
pemeliharaan yang baik untuk menghasilkan daun yang lebat. Salah satu syarat
tumbuh varietas murbei untuk tumbuh di daerah tropis adalah kemampuannya
untuk mengatasi berbagai kendala alam, seperti suhu tinggi, pergantian musim
hujan dan kemarau, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Lokasi untuk pemeliharaan tanaman murbei sangat bergantung pada lokasi
pemeliharaan ulat sutera, karena lahan murbei harus berada dekat kandang
pemeliharaan ulat sutera agar memudahkan pemeliharaan ulat sutera dan panen
daun murbei. Pembudidayaan tanaman murbei di iklim tropis membuat tanaman
murbei dapat tumbuh sepanjang tahun sehingga pembudidayaan ulat sutera dapat
dilakukan terus-menerus. Namun demikian, untuk mendapatkan hasil daun murbei
yang maksimal, tanaman murbei harus diperlakukan dengan baik. Syarat tumbuh
bagi tanaman murbei di daerah tropis diantaranya adalah kondisi lingkungan yang
bersih terbebas dari polusi dan irigasi serta drainase yang cukup.
2.1.3. Penanaman Tanaman Murbei
Lahan yang harus dipersiapkan untuk pemeliharaan tanaman murbei
adalah lahan yang bebas dari pepohonan dan semak belukar, karena dapat
menghambat pertumbuhan murbei. Namun demikian, pembudidayaan murbei
14 Setelah persiapan lahan dilakukan, proses pembibitan murbei dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan menggunakan biji dan stek batang.
Namun penggunaan biji tidak dapat digunakan karena tanaman yang dihasilkan
sangat terlalu beragam akibat sifat heterogenik dari tanaman murbei.
Rencana penanaman, luas lahan yang digunakan, dan cara penanaman
murbei harus disesuaikan dengan rencana pemeliharaan ulat sutera. Karakteristik
ulat sutera yang membutuhkan pasokan pakan yang banyak selama siklus
hidupnya membuat kontinuitas produksi daun murbei harus terjaga untuk
keberhasilan pembudidayaan.
Daun murbei dapat dipanen untuk pertama kalinya saat berusia 5-6 bulan,
dimana cabang-cabang yang dihasilkan pada proses stek batang sudah cukup
besar. Setelah itu, setiap 2-3 bulan, tanaman murbei dapat dipanen. Untuk
meningkatkan produktivitas daun murbei, dilakukan pemangkasan secara berkala.
Produktivitas tanaman murbei dapat terus dipertahankan hingga tahun ke-15,
setalah melewati tahun ke-15, penggantian tanaman murbei dengan tanaman yang
baru dilakukan untuk memperbaiki produktivitasnya kembali.
2.1.4 Pemeliharaan Tanaman Murbei
Pemeliharaan tanaman murbei dilakukan untuk menjaga produktivitas
tanaman dalam menghasilkan daun agar tetap tinggi. Kualitas daun murbei sangat
menentukan produksi kokon. Kualitas daun murbei memiliki persentasi terbesar
dalam faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi kokon, yaitu sebesar 38,2
persen (Kaomini, 2006). Pemeliharaan tanaman murbei secara umum terdiri dari
tahap penyiangan, pendangiran, pengelolaan air, dan pemupukan.
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan murbei dari gulma yang
tumbuh di sekitar murbei. Adanya gulma dapat menghambat pertumbuhan
murbei, khususnya pada saat sehabis penanaman dan setelah pemangkasan tunas
dan juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Aktivitas penyiangan sebaiknya
dilakukan satu bulan sekali.
Pendangiran lahan murbei bertujuan untuk membuat tanah menjadi lunak,
disamping memperbaiki aerasi tanah. Aktivitas pendangiran dapat dilakukan
15 Pendangiran yang terlalu sering dilakukan dapat merusak perakaran dan
pertumbuhan tanaman murbei.
Pengelolaan pengairan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman
murbei. Kekurangan air pada tanaman murbei akan mengganggu bahkan
menghentikan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan pengairan yang harus
diperhatikan adalah pada saat musim kemarau tiba.
Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produksi daun murbei.
Terdapat dua jenis pupuk yang harus diberikan pada tanaman murbei, yaitu pupuk
kandang dan pupuk kimia. Pemberian pupuk pada tanaman murbei dilakukan
sebanyak empat kali selama satu tahun yaitu pada saat proses pendangiran
dilaksanakan.
2.2. Budidaya Ulat Sutera
2.2.1. Biologi Ulat Sutera
Ulat sutera adalah sejenis serangga yang termasuk ke dalam Ordo
Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu dan ngengat. Ulat sutera
adalah serangga holometabola yang sudah mengalami metamorphosis sempurna,
dimana dalam siklus hidupnya melewati 4 stadia, yaitu telur, larva (ulat), pupa dan
ngengat atau yang lebih dikenal sebagai kupu-kupu. Selama proses
metamorphosis, stadia larva atau ulat adalah satu-satunya masa dimana ulat
makan, sehingga stadia larva merupakan masa yang sangat penting untuk sintesis
protein sutera dan pembentukan telur.
Sistematika ulat sutera adalah sebagai berikut:
Phyllum : Arthropoda.
Kelas : Insecta.
Ordo : Lepidoptera.
Familia : Bombycidae.
Genus : Bombyx.
Spesies : Bombyx mori L.
2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera
Telur ulat yang menetas akan menghasilkan larva yang memiliki warna
16 panjang tubuh menjadi 7 mm dan permukaan kulit mengkilap. Pada umur 2 hari,
seta yang ada di permukaan tubuh akan menjadi kurang jelas dan ulat akan
berhenti makan sekitar 24 jam lalu berganti kulit atau ekdisis.
Dalam satu siklus hidup stadia larva akan mengalami 4 kali pergantian
kulit, sehingga akan terdapat 5 periode makan atau biasa disebut instar. Masa
pergantian kulit biasanya akan sama pada berbagai galur tetapi panjangnya masa
makan berbeda. Ketika larva telah berkembang penuh dan berhenti makan, kulit
larva menjadi transparan. Larva yang telah matang kemudian diletakkan pada alat
pengokonan untuk proses mengokon. Setelah 2 hari, larva berhenti mengeluarkan
serat sutera dan 24 jam kemudian larva berubah menjadi pupa. Proses keluarnya
kupu-kupu dewasa dari pupa berlangsung sekitar 8 hari. Jika dihitung, waktu
pemeliharaan instar I-III menghabiskan kurang lebih 12 hari dan waktu
pemeliharaan instar IV-V membutuhkan 13 hari, sehingga dalam satu kali musim
pemeliharaan mulai dari telur menetas hingga menjadi kokon membutuhkan
waktu 25 hari.
2.2.3. Kondisi Lingkungan
Pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi
pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, dan
cahaya. Kondisi iklim tempat pemeliharaan berpengaruh pada kualitas dan
kuantitas kokon yang dihasilkan. Pada masing-masing masa makan atau instar,
kondisi iklim untuk menghasilkan pertumbuhan ulat yang maksimal akan berbeda.
Pada umumnya, kondisi suhu yang cocok untuk pemeliharaan ulat sutera adalah
diantara 200-300 C dan kelembaban udara yang tinggi.
Tabel 7. Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum pada Setiap Periode Pertumbuhan
Ulat Sutera
Periode Pertumbuhan Suhu Optimum Kelembaban Nisbi Optimum
Instar I 270-290C 90%
Instar II 260C 85%
Instar III 250C 80%
Instar IV 240C 70% -75%
Instar V 220-230C 60% - 65%
17 Secara umum, untuk periode pertumbuhan awal ulat sutera membutuhkan
suhu udara dan kelembaban nisbi yang tinggi sebagai syarat pertumbuhan
optimum. Semakin bertambahnya waktu pemeliharaan, suhu dan kelembaban
nisbi yang dibutuhkan semakin rendah untuk mencapai hasil yang optimum.
Selain suhu dan kelembaban nisbi, kecocokan iklim mikro di tempat
pemeliharaan ulat sutera juga ditetapkan oleh kesegaran udara dan tingkat
pergantian udara. Bila ventilasi baik, maka kisaran suhu dan kelembaban nisbi
yang dapat ditahan menjadi semakin luas. Meskipun udara panas dan lembab
namun bila ventilasi tempat pemeliharaan baik, kepadatan dapat dikurangi dan
evaporasi air dari tubuh ulat dapat ditingkatkan, sehingga ulat mendapat kesejukan
(Atmosoedarjo et al, 2000). Di daerah tropis seringkali suhu udara lebih tinggi
dari suhu yang dianjurkan. Penanaman pohon-pohonan di sekitar rumah
pemeliharaan, untuk mengurangi panas yang dipancarkan oleh lahan terbuka dan
mengusahakan masuknya udara ke dalam rumah pemeliharaan, adalah baik untuk
menurunkan suhu (Ohtsuki, 1987 dalam Atmosoedarjo et al, 2000).
Teknik pemeliharaan dan perlakuan ulat sutera secara garis besar dapat
dibedakan menjadi dua kategori, pada kategori satu adalah pemeliharaan ulat dari
instar I sampai IV dan pada kategori dua meliputi pemeliharaan ulat untuk instar
V. Sampai instar IV titik berat pemeliharaan ulat ditekankan pada kesehatan ulat
sutera, untuk itu lingkungan yang sehat harus diperhatikan. Selama instar V perlu
diberikan prioritas pada peningkatan kualitas kokon dan efisiensi mengokon serta
penggunaan tenaga kerja yang ekonomis.
2.2.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan
Di negara tropis suhu udara umumnya berada pada kisaran yang cocok
untuk pemeliharaan ulat sutera. Di berbagai daerah terdapat musim hujan dan
musim kemarau dengan batas waktu yang jelas. Namun di daerah tropis muncul
berbagai hama seperti semut, tikus dan lalat. Karena itu ruang pemeliharaan harus
menggunakan atap yang memadai untuk memberi perlindungan terhadap hujan
dan teriknya cahaya matahari dan perlu pula pembagian ruangan serta untuk
mengatasi suhu yang terlalu tinggi perlu ada fasilitas untuk menurunkan suhu dan
18 2.2.5. Pemeliharaan Ulat Sutera
Pemeliharaan ulat sutera membutuhkan perencanaan awal. Perencanaan
yang perlu dilakukan adalah jumlah musim pemeliharaan dalam satu tahun, waktu
memulai pemeliharaan, dan proporsi waktu untuk pemeliharaan tiap musim
berdasarkan luas kebun murbei, fasilitas-fasilitas pemeliharaan yang dimiliki,
peralatan dan tenaga kerja yang ada.
Pada umumnya jumlah box telur digunakan sebagai unit untuk
menyatakan skala pemeliharaan. Satu box berisi 20.000 butir telur dengan berat
10,6-12,8 gram. Hasil kokon yang diharapkan dari satu box telur adalah 27-33 Kg
untuk varietas bivoltin, sedangkan untuk varietas Candiroto, satu box berisi
25.000 telur dengan hasil kokon diharapkan 40 Kg.
Secara teoritis daerah tropis dimungkinkan untuk pemeliharaan ulat sutera
sepanjang tahun. Akan tetapi musim pemeliharaan yang memadai dan berpotensi
menghasilkan output yang maksimal terbatas. Di Indonesia, waktu pemeliharaan
ulat sutera yang paling baik adalah bulan November hingga Agustus tahun
berikutnya dengan menghindari musim kemarau pada waktu nilai gizi dari daun
murbei rendah.
Setiap panen setelah satu musim pemeliharaan, ruangan pemeliharaan,
peralatan dan lingkungan sekitar akan terkontaminasi bibit-bibit penyakit ulat
sutera. Sebelum memulai musim berikutnya, dilakukan kegiatan desinfeksi secara
menyeluruh dan intensif. Desinfeksi dilakukan dengan penyemprotan, atau
menyelupkan peralatan dalam larutan 2 persen formalin atau kaporit untuk
membasmi bibit-bibit penyakit, virus, bakteri, dan cendawan.
Pemeliharaan ulat sutera sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu
pemeliharaan ulat kecil dan pemeliharaan ulat besar. Perbedaan mendasar dalam
jenis pemeliharaan berdasarkan ukuran ulat adalah kondisi dalam ruangan,
pemilihan dan pemberian pakan daun murbei, serta pemeliharaan dan perlakuan.
Pada pemeliharaan ulat kecil, membutuhkan suhu dan kelembaban nisbi yang
tinggi di dalam ruangan. Pemberian pakan yang berkualitas dengan metode rajang
sangat cocok untuk perkembangan ulat kecil. Jumlah pakan yang diberikan pada
19 setiap instar nafsu makan ulat tidak begitu tinggi, tetapi akan meningkat dalam
pertumbuhan selanjutnya dan kemudian menurun lagi pada akhir setiap instar.
Pemeliharaan ulat besar dimulai pada instar IV dan V. Pada pemeliharaan
ulat besar, khususnya ulat instar IV, pemeliharaan dititikberatkan kepada
pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit dengan suhu dan kelembaban nisbi
yang cocok, cukup pakan murbei segar dan bergizi tinggi. Pada pemeliharaan ulat
instar V, suhu dan kelembaban nisbi harus dikurangi, karena ulat pada instar V
tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi serta peredaran udara
yang buruk. Pada fase ini nafsu makan ulat sangat tinggi karena itu perlu ada
ventilasi yang baik agar suhu badan dapat diturunkan. Keadaan lingkungan yang
memadai akan membuat produksi kokon yang dihasilkan memiliki kualitas yang
baik secara ekonomi.
2.2.6. Pengokonan dan Panen Kokon
Pengokonan dan panen kokon adalah tahap akhir dalam pemeliharaan ulat
sutera. Kualitas filament kokon sangat dipengaruhi oleh setiap tahapan dalam
pemeliharaan ulat sutera. Ciri-ciri ulat sutera yang akan memasuki masa
pengokonan diantaranya, badan ulat sedikit berkurang besarnya, kotoran menjadi
lunak, ulat berhenti makan dan mulai berputar-putar dengan mengangkat kepala
dan badannya. Karena geotropism negatif, ulat-ulat mulai naik vertikal. Pada fase
ini bagian badan ulat mulai tampak agak transparan.
Tabel 8. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon
No. Berat Kokon (Gram) Klasifikasi
1.
2.
3.
4.
> 2
1,5 – 1,9
1 – 1,4
< 0,9
A
B
C
D
Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulawesi Selatan, 2000
Tingkat kualitas filament yang dihasilkan dalam proses pengokonan
dipengaruhi oleh umur ulat ketika mengokon. Bila pengokonan dilakukan pada
sesaat sebelum dewasa, atau lewat matang, maka daya pintal (yaitu mudahnya
filament kokon terurai pada saat pemintalan) menjadi kurang dan panjang