• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efikasi Minyak Beriodium Dosis Rendah Ditambah Beta Karoten Untuk Menanggulangi Gaki Pada Ibu Hamil Di Daerah Endemik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efikasi Minyak Beriodium Dosis Rendah Ditambah Beta Karoten Untuk Menanggulangi Gaki Pada Ibu Hamil Di Daerah Endemik"

Copied!
342
0
0

Teks penuh

(1)

DITAMBAH BETA KAROTEN UNTUK

MENANGGULANGI GAKI PADA IBU HAMIL

DI DAERAH ENDEMIK

OLEH:

ASTUTI LAMID

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ” EFIKASI MINYAK BERIODIUM DOSIS RENDAH DITAMBAH BETA KAROTEN UNTUK MENANGGULANGI GAKI PADA IBU HAMIL DI DAERAH ENDEMIK” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 22 Agustus 2007 Penulis

(3)

ABSTRACT

ASTUTI LAMID. Efficacy of low dose of iodized oil plus beta carotene to alleviate IDD of pregnant women living in endemic area.

Supervised by Rimbawan, Ali Khomsan, Clara M Kusharto, and Muhilal Background. Pregnant women suffering from Iodine Deficiency Disorders (IDD) have high risk for delivering baby with congenital hypothyroid. This condition may cause loss of 13.5 Intelligent Quotient (IQ) point and in the long run this will affect the quality of human resources. One of intervention program to alleviate IDD among pregnant women is delivering iodized oil capsules. Although the distribution of capsules has been successfully conducted, the prevalence of IDD among pregnant women was still reported high. It was assumed that the iodized oil capsules was less effective to reduce the prevalence of IDD.

Objective. Two main objectives of this study were firstly, to examine the effect of distribution of low dose of iodized oil capsule and low dose of iodized oil plus beta carotene to pregnant women on improvement level of TSH, free T4, vitamin A serum and urinary iodine excretion (UIE) during pregnancy and postpartum period; and secondly, to analyze the effect of distribution of various doses of iodized oil on growth and development of babies and the level of TSH of blood spot neonatal.

Method. The research design was quasi experiment and the samples were pregnant women at first trimester and hyperthyroid pregnant women was excluded. Samples were then divided into three groups namely high dose (DT) group of pregnant women received one iodized oil capsule (200 mg iodine) during pregnancy; low dose (DR) group of pregnant women received 30 mg iodized oil per month during pregnancy; and low dose plus beta carotene (DRB) group of pregnant women received 30 mg iodized oil plus 30 mg beta-carotene per month during pregnancy. The intervention lasted for six months. Location of research was in six sub-districts in Magelang Regency. Data collected from pregnant women were TSH, Free T4, vitamin A and hemoglobin serum, urinary iodine excretion, body weight, height, social economy; nutrient intake, salt intake, cyanide intake, iodine consumption (food and salt) and IDD knowledge and from the baby were TSH blood spot; body weight, height and food pattern. Data obtained was gathered and analyzed using ANOVA and Chi Square test and logistic regression.

Research result. The result of the study showed that high dose, low dose and low dose of iodized oil plus beta carotene supplements can reduce level of TSH serum of post partum women about 38 %, 49% and 52 %. Iodine status of low dose and low dose of iodized oil plus beta carotene of post partum were higher compared to high dose as can bee seen from the level of UIE of low dose and low dose of iodized oil plus beta carotene and high dose of post partum were 126 μg/L; 119 μg/L dan 88 μg/L respectively. Before treatment the level of UIE of low dose, low dose plus beta carotene and high dose of iodized oil were 99 μg/L; 98 μg/L dan 81 μg/L. The highest percentage of level of TSH blood spot ≥5

(4)

and TSH blood spot baby between high dose and low dose plus beta-carotene group (p<0.05). Pregnant women receiving low dose of iodized oil plus beta carotene has significantly lower risk to have a baby with having TSH blood spot level over than 5 μU/ml compared to pregnant women receiving high doses of iodized oil (p<0.05; OR=0.31; 95%Cl OR 0.11-0.86). Distribution of three supplements can protect pregnant women from iodine deficiency for six months but low dose and low dose plus beta carotene groups have UIE level higher in comparison to high dose group of postpartum women. The highest increase of nutritional status of 3-4 months baby was low dose plus beta carotene group and the lowest was high dose of iodized oil group.

(5)

ABSTRAK

ASTUTI LAMID. Efikasi Minyak Beriodium Dosis Rendah Ditambah Beta Karoten untuk Menanggulangi GAKI pada Ibu Hamil di Daerah Endemik Dibimbing oleh Rimbawan, Ali Khomsan, Clara M Kusharto dan Muhilal.

Latarbelakang. Ibu hamil yang menderita Gangguan Akibat kekurangan Iodium (GAKI) menyebabkan transfer iodium pada janin rendah sehingga janin akan mengalami kekurangan hormon tiroid. Kondisi seperti ini akan meningkatkan risiko bayi lahir dengan hipotiroid kongenital yang selanjutnya akan menyebabkan defisit Intelligent Quotient (IQ) sebesar 13,5 poin. Dampak jangka panjangnya akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas rendah. Program Pemerintah untuk menanggulangi hal ini salah satunya adalah dengan distribusi kapsul minyak beriodium yang berdosis 200 mg dan diberikan 1 kali selama hamil. Intervensi dilakukan sejak dini yaitu mulai janin masih dalam kandungan. Diduga dosis iodium sebesar 200 mg belum efektif dalam menurunkan prevalensi GAKI pada ibu hamil.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan pertama, mempelajari pengaruh pemberian suplemen minyak iodium dosis rendah dan minyak iodium dosis rendah+ beta karoten pada ibu hamil terhadap perubahan serum TSH, Free T4, vitamin A, ekskresi iodium urin (EIU) pada masa nifas. Kedua, mempelajari pengaruh pemberian suplemen minyak iodium dosis rendah dan minyak iodium dosis rendah+ beta karoten pada ibu hamil di daerah GAKI terhadap tumbuh kembang bayi dan kadar TSH bayi neonatal.

Metodologi. Desain penelitian yang dipilih adalah kuasi eksperimen dengan ontoh adalah ibu hamil trimester pertama tidak hipertiroid berdasarkan pemeriksaan serum TSH. Lokasi penelitian dipilih 6 kecamatan endemik GAKI di kabupaten Magelang. Contoh dibagi kedalam 3 kelompok perlakuan yang masing-masing kelompok diberi suplemen yang berbeda yakni kelompok dosis tinggi (DT): diberi suplemen kapsul minyak iodium dosis 200 mg (1 kali selama hamil); kelompok dosis rendah (DR): diberi minyak iodium 30 mg (tiap bulan selama 6 bulan) dan kelompok dosis rendah+beta karoten (DRB): diberi minyak iodium 30 mg dan beta karoten 30 mg (tiap bulan selama 6 bulan). Data yang dikumpulkan pada contoh: serum TSH, free T4, vitamin A, hemoglobin dan ekskresi iodium urin (EIU), antropometri (TB, BB dan LLA), data sosial ekonomi, pengetahuan GAKI, asupan zat gizi, asupan sianida, asupan iodium (bahan makanan dan garam). Pada bayi yang dilahirkan: antropometri (BB dan PB); perkembangan motorik; biokimia (TSH neonatal); makanan yang diberikan pada bayi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Uji yang digunakan adalah uji proporsi (Khi kuadrat), uji beda (ANOVA) dan analisis multivariat uji regresi logistik. Signifikansi yang digunakan pada alfa 5 %.

(6)
(7)

@Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

EFIKASI MINYAK BERIODIUM DOSIS RENDAH

DITAMBAH BETA KAROTEN UNTUK

MENANGGULANGI GAKI PADA IBU HAMIL

DI DAERAH ENDEMIK

OLEH:

ASTUTI LAMID

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Disertasi : Efikasi Minyak Beriodium Dosis Rendah Ditambah Beta Karoten untuk Menanggulangi GAKI pada Ibu Hamil di Daerah Endemik

Nama Mahasiswa: Astuti Lamid Nomor Pokok : A -326010051 Program Studi : Gizi Masyarakat

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr Rimbawan Ketua

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS Dr Clara M Kusharto, MSc Anggota Anggota

Prof Dr Muhilal

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi GMK Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS Prof Dr Ir Khairil Anwar Notodipuro, MS

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Pangkalan Kabupaten Payakumbuh, Sumatra Barat, pada tanggal 17 Januari 1955 sebagai anak ke enam dari delapan bersaudara dari pasangan Lamid Datuk Besar (almarhum) dan Kasihan (almarhumah).

Pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas ditempuh oleh Penulis di Surabaya. Penulis tamat dari Sekolah Dasar SDN Bubutan II tahun 1967, Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri VI tahun 1970, Sekolah Menengah Farmasi Negeri tahun 1973 dan Sekolah Menengah Atas SMA Bhineka tahun 1975.

Setelah tamat dari Akademi Gizi, Depkes RI Jakarta tahun 1979, penulis melanjutkan ke jenjang S-2 pada Community Nutrition Program, University of Queensland Australia tahun 1987 dan lulus tahun 1988. Pada bulan Agustus 2001 penulis kembali melanjutkan studi ke jenjang S-3 dengan peminatan Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga di Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis pernah bekerja sebagai staff Seksi Gizi Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur dari tahun 1980-1982. Sejak tahun 1983 sampai sekarang Penulis bekerja di Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan RI di Bogor.

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT atas karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Disertasi dengan judul : Efikasi Minyak Beriodium Dosis Rendah Ditambah Beta Karoten untuk Menanggulangi GAKI pada Ibu Hamil di Daerah Endemik, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Program Pascasarjana IPB.

Perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Komisi Pembimbing: Dr Rimbawan, Anggota Komisi Pembimbing: Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS, Dr Clara M Kusharto, MSc, Prof Dr Muhilal APU yang telah memberikan saran dan bimbingan yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan penulisan akhir disertasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Hadi Riyadi MS yang bertindak sebagai Penguji Luar pada Ujian Tertutup tanggal 30 Januari 2007.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang telah memberikan dana penelitian melalui anggaran DIPA Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan No 105.0/24-11.0/XII/2005 tanggal 31 Desember 2004. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT Kimia Farma (Persero) Tbk, yang telah memberikan tambahan biaya penelitian sehingga penelitian dilapangan dan analisa biokimia darah di laboratorium dapat dilaksanakan dengan lancar. Penulis juga mendapat bantuan suplemen minyak iodium (kapsul yodiol) dari Pabrik Kimia Farma Watudakon, Jawa Timur, dan suplemen beta karoten dari PT DSM Nutritional Products Indonesia, atas semua bantuan yang telah diberikan diucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya.

(12)

Puslitbang Gizi dan Makanan dan Balai GAKI, Borobudur, Magelang, penulis sampaikan terima kasih sedalam-dalamnya atas kerjasama yang telah terjalin selama ini, sehingga semua kegiatan penelitian berjalan dengan baik.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada adik-adik (Soraya Lamid SH, Dr drh Mirni Lamid MSc) dan kakak-kakak (Nely Mendolini Lamid BA, Wisdiani Lamid SH, Darmawijaya Lamid BA, Zulifni Lamid, Associate Prof dr Sofyan Lamid MSc PhD) yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga disertasi ini dapat terwujud

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada suami (Dr Komari MSc) dan kedua anak kami (Adini Alvina SKH dan Aussie Komala Rani) atas semua kasih sayang, pengertian, perhatian dukungan moril dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah, melakukan penelitian dan menyelesaikan penulisan disertasi. Saya menyadari disertasi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mohon kritik dan saran agar disertasi ini dapat lebih disempurnakan.

Bogor, 22 Agustus 2007

(13)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR GAMBAR ……….. DAFTAR LAMPIRAN ……….. 1. PENDAHULUAN ………... A. Latar Belakang ... B. Perumusan Masalah ... C. Tujuan ... D. Hipotesis ... E. Manfaat ... II. TINJAUAN PUSTAKA ... A. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)... B. Pencernaan, Penyerapan dan Metabolisme Iodium ... C. Iodium dan Kehamilan ... D. Uji Saring Hipotiroid Kongenital pada Bayi Lahir dan

Bayi Neonatal... E. Kekurangan dan Kelebihan Iodium (Iodine Excess) ... F. Pencernaan, Penyerapan dan Metabolisme Vitamin A dan

Beta Karoten ... III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Pemikiran ... B. Definisi Operasional ... IV. METODE PENELITIAN... A. Desain, Lokasi dan Waktu ... B. Populasi, Contoh dan Besar Contoh ……….... ... C. Cara Mengumpulkan Contoh dan Data yang Dikumpulkan …….. D. Manajemen Data, Pengolahan Data, Pertimbangan Etik dan Analisis Data... V. HASIL ... A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... B. Kurang Energi Kronis (KEK)... C. Asupan Zat Gizi Termasuk Iodium ...

(14)

` D. Asupan Sianida ... E. Pengetahuan tentang GAKI... F. Kadar Biokimia Darah dan Urin Contoh pada Tiga Kelompok ... G. Hasil Persalinan pada Tiga Kelompok (TSH Neonatal, BBLR, Status Gizi dan Perkembangan Bayi)... H. Analisis Regresi Logistik ... VI. PEMBAHASAN ... VII. SIMPULAN DAN SARAN... A. Simpulan... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN ...

75 77 79

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium pada Semua Kelompok

Umur... ... Kriteria Secara Epidemiologi untuk Menilai Status Iodium

berdasarkan Median EIU pada Anak Sekolah ... Pengaruh Hormon Tiroid dalam Mekanisme Tubuh ... Defisit Perkembangan Mental pada Bayi dan Anak Sekolah pada Keadaan Kekurangan Iodium Berat dan Sedang ... Dosis Iodium dan Frekuensi Minyak Iodium per Oral/Intra Muscular (IM) per Kelompok Umur ... Penelitian tentang Kapsul Minyak Iodium Dosis Tinggi pada Ibu Hamil ... Konversi Vitamin A dan Karotenoid ... Penelitian tentang Suplemen Vitamin A dan Beta Karoten pada Ibu Hamil ... Definisi Operasional ... Jenis Data dan Frekuensi, Cara dan Metoda Pengumpulan Data... Sebaran Contoh pada Tiga Kelompok berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi ... Sebaran Contoh pada Tiga Kelompok menurut Faktor Risiko ... Proporsi KEK Contoh pada Tiga Kelompok menurut Waktu

Pengukuran... Rerata Asupan Zat Gizi Contoh pada Tiga Kelompok pada Awal Penelitian ... Rerata Asupan Zat Gizi Contoh pada Tiga Kelompok pada Akhir Penelitian... Daftar Makanan dan Minuman yang Dipantang selama Masa Nifas ... Rerata Total Skor Pengetahuan GAKI Contoh pada Tiga Kelompok menurut Waktu Pengukuran ... Sebaran Pengetahuan GAKI Contoh pada Tiga Kelompok menurut Waktu Pengukuran ... Rerata Contoh pada Tiga Kelompok menurut Variabel Biokimia pada Awal Penelitian ... Rerata Contoh pada Tiga Kelompok menurut Variabel Biokimia pada Akhir Penelitian ...

(16)

21.

22.

23.

24.

25. 26. 27.

28.

29. 30.

31.

32. 33.

Rerata Serum TSH (µU/ml) Contoh pada Tiga Kelompok menurut Waktu Pengukuran ... Sebaran Contoh pada Tiga Kelompok menurut Cut-Off Serum TSH (µU/ml) pada Awal dan Akhir Penelitian ... Rerata Kadar Hemoglobin dan Proporsi Anemia Contoh pada Tiga Kelompok menurut Waktu Pengukuran ………... Sebaran Contoh pada Tiga Kelompok berdasarkan Karakteristik Bayi Lahir dan Cara Persalinan………... Rerata TSH Neonatal pada Tiga Kelompok …... Sebaran Bayi Tiga Kelompok menurut Skor Indeks Hipotiroid ... Sebaran Status Gizi Bayi Neonatal sampai Usia 3-4 Bulan pada Tiga Kelompok ... Rerata Z-Skor Bayi Neonatal dan Bayi Usia 3-4 Bulan pada

Tiga Kelompok ………... Sebaran Bayi Tiga Kelompok menurut Kepemilikan Alat Permainan .. Sebaran Bayi pada Tiga Kelompok menurut Pengasuh Bayi Usia 3-4 Bulan……… Sebaran Bayi pada Tiga Kelompok menurut Makanan Padat yang Dikenalkan Pertama Kali ……….... Hasil Seleksi Variabel Kandidat Model ... Faktor Risiko TSH Neonatal yang Tinggi ...

83

84

87

88 90 92

93

93 96

96

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Cyanogenesis pada Singkong dan Metabolisme Sianida pada

Manusia ……… Model Metabolisme Iodida dalam Folikel Tiroid ………... Metabolisme Iodium... Morfologi Embrio dan Janin ... Fungsi Tiroid Janin dan Postnatal pada Manusia dan Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Cepat Otak ... Skema Hubungan Fungsi Tiroid Sejak Usia Dini sampai Masa Anak-Anak ... Vitamin A dan Beta Karoten ... Absorpsi Vitamin A dan Karoten dalam Sel Usus Halus ... Metabolisme Vitamin A dan RBP di dalam Hati ... Aktifitas Vitamin A di dalam Sel ... Kerangka Pemikiran... Peta Kabupaten Magelang ... Rerata LLA Contoh pada Tiga Kelompok menurut Waktu

Pengukuran ... Tingkat Kecukupan Zat Gizi Contoh pada Tiga Kelompok pada Awal Penelitian ... Tingkat Kecukupan Zat Gizi Contoh pada Tiga Kelompok pada Akhir Penelitian ... Asupan Iodium Dari Garam dan Bahan Makanan Contoh pada Tiga Kelompok ... Tingkat Kecukupan Iodium Total Contoh pada Tiga Kelompok Dibandingkan Dengan AKG ... Proporsi Contoh pada Tiga Kelompok Menggunakan Garam dengan Bermacam Kadar Iodium ... Rerata Asupan Sianida Contoh pada Tiga Kelompok ... Proporsi Contoh pada Tiga Kelompok menurut Asupan Sianida < 10 mg dan ≥ 10 mg ... Rerata Serum TSH Contoh pada Tiga Kelompok menurut Waktu Pengukuran ... Kadar EIU Contoh pada Tiga Kelompok menurut Waktu Pengukuran

(18)

23. 24.

25.

26.

27.

Proporsi Bayi BBLR pada Tiga Kelompok ... Proporsi Bayi BBLR pada Tiga Kelompok menurut Cut-Off Serum TSH Contoh pada Awal Penelitian ... Proporsi Bayi Pada Tiga Kelompok menurut Kadar TSH Neonatal 5-9 μU/ml ...……. Peningkatan Nilai Z-Skor BB/TB Bayi Neonatal Sampai Bayi Usia 3-4 Bulan pada Tiga Kelompok……… Proporsi Perkembangan Motorik Bayi Usia 3-4 Bulan pada

Tiga Kelompok ... 89

90

91

94

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan ... Surat Persetujuan untuk Penelitian (Informed Consent) ... Kuesioner Indeks Hipotiroid Bayi (1-12 Bulan) ... Prosedur Analisa Serum TSH ... Prosedur Analisa Serum Free T4 (FT4) ... Prosedur Analisa Hemoglobin (Hb) ... Prosedur Analisa Serum Vitamin A (Retinol) ... Prosedur Pemeriksaan Ekskresi Iodium Urin (EIU) ... Prosedur Penetapan KIO3 Garam Beriodium ... Hasil Analisa Kadar KIO3 Garam Contoh pada Tiga Kelompok Perlakuan ... Merk Garam yang Digunakan Contoh pada Tiga Kelompok ... Uji Regresi Logistik Variabel Dependen Serum TSH Nifas... Uji Regresi Logistik Variabel Dependen EIU ... Kadar Iodium dalam Makanan di Daerah Endemik dan Non

Endemik GAKI ... Kadar Sianida (CN¯) dalam Bahan Makanan dari Kecamatan

Pundong Kabupaten Bantul ... Kadar Sianida (CN¯) dalam Bahan Makanan dari Kecamatan

Srumbung Kabupaten Magelang... Kadar Sianida (CN¯) Beberapa Jenis Bahan Makanan yang Telah Mengalami Perlakuan Pengolahan ...

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai aset utama dalam pembangunan nasional memerlukan kondisi manusia dengan status gizi yang baik. Oleh karena itu, masalah gizi pada masyarakat Indonesia akan mengganggu pencapaian SDM berkualitas tersebut. Salah satu masalah gizi yang erat kaitannya dengan kualitas SDM adalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). GAKI merupakan sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus menerus dalam waktu yang lama dan berdampak pada gangguan pada pertumbuhan dan kecerdasan manusia (Depkes 1996).

Prevalensi GAKI berdasarkan hasil palpasi pada anak sekolah dasar dinyatakan dengan Total Goiter Rate (TGR) sekitar 9.8% pada tahun 1998 (Depkes 1998) dan 11% tahun 2003 (Muhilal 2004a). Prevalensi TGR pada ibu hamil sekitar 16% dari hasil survey pemetaan GAKI 1998 (Djokomoelyanto 2001). Data prevalensi GAKI pada ibu hamil sampai saat ini masih sangat kurang. Survey pemetaan lebih banyak difokuskan pada anak sekolah dasar. Padahal GAKI pada ibu hamil akan mempengaruhi kualitas anak-anak selanjutnya.

Prevalensi GAKI yang masih tinggi pada ibu hamil menimbulkan kekhawatiran bahwa status GAKI ibu hamil tersebut menyebabkan defisiensi hormon tiroid maternal dan intrauterine yang berisiko untuk menyebabkan gangguan perkembangan janin yang dapat menimbulkan abortus, lahir mati, angka kematian perinatal meningkat, angka kematian bayi meningkat maupun bayi lahir hipotiroid. Bayi lahir yang hipotiroid cenderung berkembang menjadi kretin neurologik seperti defisiensi mental, bisu tuli, dilegia spastik dan mata juling, kretin miksedematos seperti cebol atau mengalami keterlambatan mental dan psikomotor (Djokomoeljanto 1989). Oleh karena itu program pemerintah diperlukan untuk memecahkan masalah GAKI pada ibu hamil.

(21)

di daerah pegunungan (Djokomoeljanto 1994) walaupun ditemukan juga kasus GAKI di daerah pantai (Adriani et al. 2002). Kondisi GAKI akan diperburuk oleh kekurangan asupan zat gizi mikro lainnya seperti selenium dan zat besi (Arthur et al. 1993; Hess et al. 1998).

Program pemerintah dalam menanggulangi masalah GAKI pada ibu hamil di daerah endemik berat dan sedang adalah dengan pendistribusian kapsul minyak beriodium ’yodiol’ sebanyak satu kapsul selama kehamilan. Dosis iodium dalam kapsul sebesar 200 mg. Dengan pendistribusian ini semua ibu hamil di daerah endemik akan mendapat kapsul minyak iodium dan diharapkan terhindar dari kekurangan iodium selama kehamilan.

Saat ini kapsul minyak beriodium sudah didistribusikan secara luas. Namun prevalensi GAKI pada ibu hamil masih ditemukan tinggi. Hal ini diduga disebabkan masalah jumlah iodium dalam kapsul minyak beriodium tidak efektif (Djokomoeljanto 2001a) karena iodium banyak dibuang melalui urin sesaat setelah kapsul dikonsumsi (Thien et al. 1978; Prihatini & Latinulu 2002; Djokomoelyanto et al. 1993). Keadaan ini diduga memperpendek masa proteksi sehingga belum cukup melindungi ibu dari keadaan kekurangan iodium selama hamil.

Pemberian iodium dengan dosis tinggi secara terus menerus juga berisiko salah satunya menimbulkan kasus hipertiroid atau tirotoksikosis (Delange et al. 2001). Penelitian epidemiologis lain menemukan adanya kasus tirotoksikosis atau hipertiroid akibat pemberian kapsul minyak beriodium dosis tinggi (200 mg dan 800 mg) yaitu penelitian pada orang dewasa yang menderita GAKI di Sudan (Elnagar et al. 1995). Kasus tirotoksikosis juga dilaporkan di Eropa, Amerika Latin, Tasmania, dan Zimbabwe dimana asupan iodium yang berlebihan akibat pemberian serentak suplementasi dan fortifikasi iodium dalam garam (Dunn 2002).

(22)

tirotoksikosis yang disebabkan karena mendapat asupan iodium tinggi dalam program pencegahan GAKI.

Pemberian iodium dosis rendah setiap bulan lebih efektif karena ekskresi iodium melalui urin jumlahnya kecil. Diperkirakan kapsul yang diberikan setiap bulan dengan dosis rendah akan dapat mengatasi kekurangan iodium selama hamil. Hal ini dibuktikan pada orang dewasa yang tinggal di daerah endemik GAKI di Afrika yang diberikan kapsul minyak beriodium dengan dosis rendah memberikan efikasi sama dengan yang diberikan minyak beriodium dosis yang lebih tinggi dan tidak ditemukan efek samping (Tonglet et al. 1992). Atas dasar itu, pemberian iodium dosis rendah dan setiap bulan lebih disarankan oleh salah seorang Executive Director ICCIDD (Executive Director 2004, komunikasi pribadi).

(23)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi minyak beriodium dosis rendah dan diberikan setiap bulan dalam mengatasi GAKI pada ibu hamil di daerah endemik. Sejauh ini penelitian tentang efikasi kapsul minyak beriodium dengan dosis yang lebih rendah dengan dan tanpa penambahan beta karoten belum pernah dilakukan pada ibu hamil di daerah endemik GAKI. Penelitian pemberian iodium dan beta karoten pada ibu hamil yang mengalami GAKI dapat merupakan program baru dalam penanggulangan GAKI.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah minyak beriodium yang diberikan pada ibu hamil dengan dosis yang lebih rendah dari pada minyak beriodium dengan dosis tinggi yang selama ini dipakai dalam program penanggulangan GAKI akan memberikan respon yang minimal sama dengan minyak iodium dosis tinggi?.

2. Apakah penambahan beta karoten pada minyak beriodium dosis rendah yang diberikan pada ibu hamil akan memberikan respon yang lebih tinggi dari pada pemberian minyak beriodium dosis tinggi dan tanpa menimbulkan efek samping?.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum: mempelajari efikasi minyak beriodium dosis rendah ditambah beta karoten dalam penanggulangan GAKI pada ibu hamil di daerah endemik. 2. Tujuan khusus:

a. mempelajari pengaruh pemberian minyak beriodium dosis rendah diberikan setiap bulan pada ibu hamil trimester 1 terhadap perubahan serum TSH dan kadar EIU pada ibu nifas (akhir penelitian) dan perbaikan TSH pada bayi neonatal dan status gizi bayi

(24)

c. memeriksa EIU setiap kelompok perlakuan mulai sejak awal penelitian, sebulan intervensi, akhir kehamilan dan pada akhir penelitian (nifas).

D. Hipotesis

1. Kecukupan hormon tiroid ibu hamil yang diberi minyak beriodium dosis rendah setiap bulan sama dengan kecukupan hormon tiroid ibu hamil yang diberi minyak beriodium dosis tinggi yang digunakan dalam program penanggulangan GAKI

2. Kecukupan hormon tiroid ibu hamil yang diberi minyak beriodium dosis rendah setiap bulan ditambah beta karoten lebih tinggi dibanding dengan kecukupan hormon tiroid ibu hamil yang diberi minyak beriodium dosis tinggi yang digunakan dalam program penanggulangan GAKI.

E. Manfaat

1. Minyak beriodium dengan dosis iodium lebih rendah dari pada dosis iodium dalam kapsul minyak beriodium yang digunakan dalam program penanggulangan GAKI dapat digunakan untuk menanggulangi GAKI pada ibu hamil di daerah endemik dengan tidak menimbulkan efek samping .

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

1. Besar, Luas Masalah GAKI, Penyebab dan Akibatnya

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium adalah sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh mengalami kekurangan iodium secara terus menerus dalam waktu lama sehingga berdampak pada gangguan perkembangan fisik dan mental manusia (Depkes 1996).

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak diderita oleh berbagai kelompok umur termasuk ibu hamil. Prevalensi GAKI pada ibu hamil yang diukur dari Total Goitre Rate (TGR) adalah sekitar 16% (Depkes 1998). Total Goitre Rate merupakan pembesaran kelenjar gondok atau tiroid.

Pada umumnya GAKI disebabkan masyarakat kurang mengkonsumsi zat iodium dari bahan makanan. Penderita GAKI yang ditemukan banyak tinggal di daerah pegunungan, karena tanah di daerah tersebut kurang mengandung iodium akibat pengikisan lapisan tanah atau erosi sehingga tanaman kurang mengandung iodium. Selain itu, kekurangan zat gizi mikro lainnya seperti selenium, zat besi dapat memperburuk keadaan GAKI tersebut (Arthur 1993; Hess 1998).

Gangguan akibat kekurangan iodium terjadi pada setiap kelompok umur sejak janin sampai usia dewasa dan mulai dari tingkat ringan sampai dengan tingkat berat sesuai dengan tingkat kekurangan iodium. Ibu hamil dan janin yang mengalami kekurangan iodium tingkat berat berisiko ibu mengalami keguguran, bayi yang dilahirkan mati (stillbirth) dan apabila hidup akan menderita gangguan tumbuh kembang bahkan dapat menjadi cebol (kretin). Tabel 1 menunjukkan secara rinci gangguan akibat kekurangan iodium.

(26)

dan menurunkan skor Intelegence Quotient (IQ) sebesar 10-15 poin dibandingkan dengan anak yang normal (Delange & Fisher 2006).

Tabel 1 Gangguan Akibat Kekurangan Iodium pada Semua Kelompok Umur Tahap perkembangan Kelainan GAKI

Janin - abortus dan lahir mati

- angka kematian perinatal dan bayi meningkat - kretin neurologik: bisu tuli dan mata juling

- kretin miksedematos: cebol dan keterlambatan mental dan psikomotor

Neonatus - gondok neonatal - hipotiroid neonatal Anak dan

Remaja

- gondok, hipotoroid juvenil - gangguan fungsi mental

- keterlambatan perkembangan fisik Dewasa - gondok dengan segala akibatnya

- hipotiroid dan gangguan fungsi mental Sumber: Djokomoeljanto (1989).

2. Upaya Penanggulangan GAKI

a. Penanggulangan GAKI Dahulu dan Sekarang

Sejak jaman dahulu kala pengobatan terhadap penyakit gondok telah dilakukan. Penyakit gondok dilaporkan telah ada sejak jaman Yunani kuno dan pengobatannya menggunakan tumbuhan laut (sponge) (Wildman & Medeiros 2000). Tahun 1850 seorang dokter Perancis bernama Chatin menemukan bahwa kandungan iodium dalam tanah berhubungan dengan kejadian penyakit gondok. Kemudian pada awal abad 20, iodium dikenal menjadi pengobatan untuk penyakit gondok (Wildman & Medeiros 2000).

Iodium pertama digunakan dalam larutan yang dikenal dengan larutan Lugol, kemudian berkembang menjadi larutan minyak iodium yang diberikan secara injeksi atau per oral (kapsul). Selain itu, iodinasi air minum dan irigasi, fortifikasi makanan dengan iodium dan iodisasi garam telah dilakukan untuk mencegah kekurangan iodium.

(27)

gondok dan menghilangnya kretin endemik (Buttfield & Hetzel 1967). Cara ini mendapat pengakuan dunia dan digunakan luas termasuk di Indonesia.

Keuntungan iodium yang diberikan secara injeksi adalah efeknya cepat dan berlangsung lama sampai 3 tahun. Kelemahannya adalah harga lebih mahal karena harus menggunakan jarum suntik, memerlukan tenaga terlatih dan memungkinkan tertular penyakit infeksi melalui jarum suntik yang digunakan berulang (Dunn 1987).

Dalam kemasan 1 ml minyak iodium yang diberikan secara IM mengandung 480 mg iodium. Kehilangan iodium dalam urin pada hari pertama setelah injeksi minyak iodium adalah 6% (Dunn 1987; Chastin 1992). Efek pemberian dengan minyak iodium tersebut dapat meningkatkan kadar EIU selama 3,5 tahun dan setelah itu kadar EIU kembali seperti kadar pada awal sebelum diberi injeksi minyak iodium (Burgi & Helbling 1996)

Pemberian minyak iodium secara oral merupakan cara cepat dan singkat untuk mengatasi kekurangan iodium. Dibandingkan dengan pemberian IM, distribusinya tidak memerlukan tenaga terlatih, tidak menyebabkan bahaya transmisi penyakit infeksi dan murah karena tidak membutuhkan alat suntik. Kelemahannya terletak pada compliance dilapangan akibat transportasi atau kesulitan mencapai penderita

Efek dari minyak iodium (Lipiodol) secara oral dengan dosis tunggal 200-480 mg iodine meningkatkan status iodium dan dapat menurunkan prevalensi gondok (Eltom et al. 1985; Benmiloud et al. 1994; Elnagar et al. 1995). Efek proteksi minyak iodium secara oral lebih singkat yaitu hanya 1 tahun dibandingkan dengan injeksi yang mempunyai efek 3 tahun. Kehilangan iodium melalui urin pada hari pertama pemberian sekitar 48% (Dun 1987; Chastin 1992).

(28)

Sejak tahun 1920 garam beriodium telah digunakan untuk penanggulangan masalah gondok di Swiss (Djokomoeljanto 1989). Sampai saat ini banyak negara menggunakan metoda ini dalam menanggulangi GAKI. Cara ini sangat murah dan mempunyai cakupan yang luas.

b. Program Pemerintah dalam Menanggulangi GAKI

Upaya Pemerintah yang dilakukan yaitu berupa program jangka pendek dan panjang. Jangka panjang dengan iodisasi garam dan jangka pendek dengan distribusi kapsul minyak beriodium. Selain itu penyuluhan tentang manfaat garam beriodium dan pembinaan terhadap produsen garam juga dilakukan oleh Pemerintah.

Iodisasi dilakukan pada garam dengan alasan garam merupakan media yang paling baik untuk menyampaikan iodium, karena garam merupakan bahan makanan yang dikonsumsi semua orang setiap hari sehingga menjamin masukan iodium dalam menu sehari hari. Garam yang beredar di Indonesia untuk konsumsi rumah tangga sesuai Peraturan Pemerintah No 15 tahun 1991 dan SK Menteri Perindustrian No 29/M/SK/2/1995 harus mengandung iodium 30-80 ppm (Tim Penanggulangan GAKY Pusat 2005; BPS 2000). Garam iodium yang dikonsumsi sekitar 10 g diharapkan dapat memenuhi kebutuhan iodium masyarakat (WHO 2001). Target garam beriodium untuk semua atau Universal Salt Iodization(USI) dapat dicapai apabila 90% masyarakat mengkonsumsi garam mengandung cukup iodium (BPS 2000).

Kapsul minyak beriodium ditujukan untuk penduduk dengan risiko tinggi di daerah endemik berat dan sedang. Pendistribusian kapsul beriodium sebanyak satu kapsul Yodiol selama kehamilan dengan metoda blanket approach. Melalui metoda ini semua ibu hamil di daerah endemik memperoleh kapsul yodiol dan diharapkan terhindar dari kekurangan iodium selama kehamilan.

(29)

juga dengan kapsul Yodiol tahun 1993 yang harganya lebih murah dengan efektifitas yang sama dengan kapsul Lipiodol.

Sampai saat ini kapsul minyak iodium (yodiol) sudah didistribusikan secara luas di daerah GAKI berat atau sedang di seluruh Indonesia, terutama pada penduduk dengan risiko tinggi yakni anak sekolah, wanita usia subur dan wanita hamil. Kapsul minyak beriodium merupakan larutan iodium dalam minyak berbentuk kapsul lunak, mengandung 200 mg iodium. Dosis pemberian kapsul minyak beriodium ditentukan sebagai berikut : (1) Wanita usia subur (15-49 th) : 2 kapsul/tahun (2) Ibu hamil : 1 kapsul pada masa hamil (3) Ibu menyusui: 1 kapsul masa menyusui (4) Anak SD kelas 1-6 : 1 kapsul/tahun (Depkes 2000a).

Garam krosok tanpa iodium diakui masih ditemukan, diperdagangkan dan digunakan oleh ibu rumah tangga di beberapa daerah Indonesia (Lamid et al. 1992). Kurangnya informasi dan harga yang murah menyebabkan ibu rumah tangga masih memilih garam krosok tersebut. Oleh karena itu perlu di lakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat garam beriodium terutama kepada ibu rumah tangga. Peran ibu rumah tangga sangat menentukan dalam memilih dan menggunakan garam yang beriodium sehari-hari di rumah tangga. Melalui penyuluhan kepada ibu rumah tangga diharapkan terjadi perubahan perilaku ibu agar lebih mengutamakan aspek kesehatan dalam memilih garam yang digunakan sehari-hari.

Pembinaan terhadap produsen garam beriodium perlu dilakukan mengingat masih ditemukan garam yang beredar mengandung iodium tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Kandungan iodium dalam garam lebih rendah dari kadar yang ditetapkan maupun kandungan iodium yang tinggi melebihi kadar yang ditentukan

3. Zat Goitrogenik

(30)

berkompetisi untuk diangkut ke dalam sel folikular karena komposisi molekul tiosianat mirip dengan iodida.

Sianogenik glikosida dalam beberapa makanan pokok merupakan prekursor tiosianat (Gaitan et al. 1986). Singkong atau ubi kayu mengandung sianogenik glikosida, linamarin, yang mengalami hidrolisis setelah kontak dengan ensim linamarinase yang ada dalam singkong. Perubahan linamarin menjadi sianida kemudian dikonversikan menjadi tiosianat dijelaskan pada Gambar 1 dibawah ini.

[image:30.595.110.513.466.719.2]

Linamarin dihidrolisis oleh ensim glikosida menghasilkan acetone cyanohydrin dan hidrogen sianida (HCN) kedua senyawa ini dikenal dengan nama cyanogens. Hidrolisis linamarin oleh ensim glikosida sangat tergantung oleh ensim linamarase yang dibebaskan dari tanaman pada kelembapan tinggi dan temperatur rendah. Cyanogen dapat dihilangkan melalui proses pengolahan. Sebaliknya pemecahan cyanohydrin menjadi sianida difasilitasi oleh pH basa, kelembapan yang rendah dan temperatur yang tinggi. HCN yang dihasilkan segera hilang mungkin karena larut dalam air atau menguap atau hilang karena pembentukan cyanohydrin kedua. Sianida di konversikan menjadi tiosianat oleh ensim yang ada di hati dan ginjal. Dalam proses ini, atom sulfur ditambahkan kedalam reaksi disuplai oleh asam amino sistein (Rosling 1994 ).

(31)

Batas maksimum asupan sianida yang aman dikonsumsi manusia adalah 10 mg (0.4 mmol) dan dosis yang lebih tinggi meningkatkan kadar methaemoglobin pada jaringan dan menimbulkan gejala keracunan (Lundquist 1985). Adanya ensim rhodanese pada jaringan dan reaksi sulfan-sulfur (asam amino mengandung sulfur dari makanan) akan mengkonversi sianida yang berlebihan menjadi tiosianat yang kurang toksik dan diekskresi melalui urin (Rosling 1994).

Penelitian epidemiologi di kepulauan Maluku menemukan ada keterkaitan daerah endemik goiter dengan konsumsi tinggi makanan yang mengandung tiosianat yang diiringi dengan rendahnya EIU (Thaha et al. 2002). Walaupun demikian penghambatan terhadap transpor aktif iodium ke dalam kelenjar tiroid hanya efektif bila kosentrasi iodium di dalam darah normal atau lebih rendah (Wilson & Foster 1992). Suplementasi iodium yang diberikan dalam jumlah yang cukup dan teratur dapat mengatasi masalah hambatan transpor aktif tersebut (Gaitan 1986).

4. Indikator GAKI

WHO (2001) merekomendasikan pengukuran berat atau ringan GAKI dengan menggunakan dua indikator yaitu indikator klinis dan biokimia. Indikator klinis merupakan metoda non-invansive yaitu dengan mengukur pembesaran kelenjar tiroid dengan cara palpasi dan ultrasonografi. Indikator biokimia dengan mengukur ekskresi iodium urin dan spesimen darah untuk menentukan tiroglobulin serta hormon tirotropin (TSH) darah. Walaupun tidak direkomendasikan oleh WHO (2001), penentuan fungsi hormon tiroid sering dilakukan dalam diagnose GAKI.

a. Pengukuran pembesaran kelenjar tiroid .

(32)

kelenjar tiroid pada wanita hamil dilakukan secara hati-hati karena selama kehamilan terdapat pembesaran kelenjar tioid karena terjadi hiperplasia kelenjar tiroid dan bertambahnya daerah vaskularisasi (Cunningham et al. 1989).

b.Tiroglobulin

Tiroglobulin yang dirilis kedalam sirkulasi merupakan indikator ketidak cukupan asupan iodium. Asupan iodium yang rendah menyebabkan terjadi proliferasi sel tiroid yang menghasilkan hiperplasia dan hipertrofi. Keadaan ini meningkatkan kadar serum tiroglobulin (WHO 2001).

c. Ekskresi Iodium Urin (EIU)

EIU merupakan indikator biokimia yang non invasive. EIU merupakan marker yang baik untuk menentukan asupan iodium terkini (WHO/Unicef/ICCIDD 1993). Asupan iodium kemudian dicerna dan diabsorpsi serta masuk kedalam peredaran darah dengan cepat. Sisa iodium yang tidak diabsorpsi diekskresikan terbanyak melalui urin dan sebagian kecil melalui keringat, feses dan udara pernapasan yang dihembuskan (Pernnington 1988). Ekskresi Iodium Urin individu sangat bervariasi dari hari ke hari bahkan dalam sehari tergantung asupan iodium.

Eksresi Iodium Urin yang dikumpulkan pagi hari cukup memadai untuk pengukuran iodium pada populasi, sehingga tidak memerlukan contoh urin selama 24 jam (WHO 2001). Nilai EIU biasanya tidak terdistribusi dengan normal sehingga untuk menginterpretasikan nilai EIU populasi sebaiknya menggunakan median dari pada angka rerata (WHO/UNICEF/ICCIDD 1994). Distribusi EIU dapat digunakan untuk menilai asupan iodium dan status iodium populasi. Indikator EIU juga dapat menilai tingkat endemik suatu daerah.

Pada Tabel 2 diuraikan bahwa kekurangan iodium ringan apabila asupan iodium dengan EIU dibawah 100 μg/L, sedangkan kekurangan iodium sedang jika EIU dibawah 50 μg/L. Kekurangan iodium berat apabila EIU dibawah 20 μg/L. Status iodium optimal apabila median EIU 100-199 μg/L. Median EIU 200-299

(33)
[image:33.595.101.509.206.817.2]

median EIU > 300 μg/L dan status iodium pada keadaan ini dapat menimbulkan resiko yang buruk terhadap kesehatan dengan munculnya penyakit autoimun, penyakit tiroid atau iodine induced hyperthyroidism.

Tabel 2 Kriteria Secara Epidemiologi untuk Menilai Status Iodium berdasarkan Median EIU pada Anak Sekolah

Median UIE Asupan iodium Status iodium (μg/L)

< 20 μg/L Tidak cukup Kekurangan iodium berat 20 -49 μg/L Tidak cukup Kekurangan iodium sedang 50-99 μg/L Tidak cukup Kekurangan iodium ringan 100-199 μg/L Cukup Optimal

200-299 μg/L Lebih dari cukup Berisiko hipertiroid atau iodine induced hyperthyroidism (IIH) dalam waktu 5-10 tahun setelah pemberian garam beriodium pada golongan rawan. ≥ 300 μg/L Berlebihan Berisiko terhadap kesehatan (IIH, autoimun, penyakit tiroid) Sumber : WHO(2001).

d. Hormon TSH

(34)

e. Fungsi hormon tiroid.

Penentuan konsentrasi serum hormon tiroid tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) biasanya tidak direkomendasikan untuk memonitor GAKI pada populasi karena kedua uji tersebut sangat mahal dan merupakan indikator yang kurang sensitif (WHO 2001). Selain itu pemeriksaan serum T4 dan T3 pada ibu hamil ditemukan meningkat (Harada 1979), sehingga interpretasi hasil uji T4 dan T3 menjadi bias dalam menentukan uji fungsi tiroid pada ibu hamil. Perubahan yang mencolok selama kehamilan terjadi karena peningkatan protein transpor iodium yaitu Tiroid Binding Globulin (TBG), namun kadar hormon tiroid bebas atau free tiroksin (FT4) dalam keadaan seimbang atau normal (Greenspan & Baxter 1995).

B. Pencernaan, Penyerapan dan Metabolisme Iodium

1. Sejarah Penemuan Iodium

Penemuan iodium dirintis oleh Bernard Courtois yang berasal dari Perancis pada tahun 1811. Profesinya sebagai pembuat bubuk mesiu yang digunakan dalam perang saat itu mengantarkannya menemukan uap yang berwarna ungu. Uap ungu tersebut merupakan hasil isolasi dari rumput laut (seaweed) yang ditambahkan asam sulfat yang berlebihan kemudian uap ungu tersebut dapat dikristalkan. Karena kekurangan dana maka temuannya lebih disempurnakan oleh koleganya Charles Bernard Desormes (1777-1862); Joseph Louis Gay-Lussac (1778-1850) dan Andre-Marie Ampere (1775-1836) (Wikipedia 2007).

Iodium berasal dari kata Yunani: iodes artinya violet; yang merupakan elemen kimia dengan simbol I, nomor atom 53 dan berat atom 127. Iodium merupakan halogen seperti halogen lain (brom, fluor) dan iodium cenderung menerima elektron dan ada di alam sebagai ion negatif. Secara kimia iodium kurang reaktif dibandingkan halogen lainnya (Wikipedia 2007). Biasanya iodium berikatan dengan logam atau non logam yang membentuk iodida (Wildman & Medeiros 2000).

2. Sumber Iodium dan Guna Iodium

(35)

Sebagian besar iodium tumbuhan dalam bentuk anorganik (Matovinovic 1988) Kadar iodium air minum tergantung pada kandungan iodium dari batu-batuan dan tanah sumber air berasal. Demikian juga kandungan iodium hewan tergantung pada tanaman yang dimakan dan pakan yang digunakan serta air minum. Makanan laut atau seafood merupakan sumber iodium yang baik dari pada ikan segar dari air tawar maupun tumbuhan dari darat. Gambaran kandungan iodium bahan makanan di daerah endemik berdasarkan hasil penelitian Purwaningsih (1997) disajikan pada Lampiran 22.

Iodium digunakan untuk obat, fotografi, bahan cat (dyes), antiseptik dan food suplemen. Sebagai unsur kelumit (trace element), iodium dibutuhkan oleh manusia dalam jumlah yang kecil, sedangkan peranan iodium secara biologi sebagai pembentuk hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) (Wikipedia 2007)

3. Kebutuhan dan Kecukupan Iodium

Kebutuhan iodium sangat bervariasi sangat tergantung dari usia, jenis kelamin dan ekskresi urin (Karyadi 1984). Kebutuhan iodium per hari adalah 1-2

μg per kg BB per hari (Almatsier 2001). Angka kecukupan iodium di Indonesia untuk wanita usia 16-19 th: 150 μg/hari dan 20-59 th: 150 μg/hari untuk ibu hamil ada tambahan sebesar 25μg/hari iodium untuk kebutuhan janin dan laktasi (Kartono & Sukatri 2004).

4. Pencernaan dan Penyerapan Iodium

(36)

Adapun pencernaan dan penyerapan kapsul minyak beriodium dijelaskan sebagai berikut: kapsul minyak beriodium dikonsumsi per oral, kemudian dicerna dalam usus halus. Setelah itu minyak beriodium diabsorbsi dan masuk kedalam peredaran darah, diantaranya memasuki kelenjar tiroid, disimpan dalam jaringan lemak tubuh dan sisanya dibuang melalui urin (Dunn & Van Der Haar 1990). Seperti diketahui kapsul minyak iodium (Yodiol) mengandung asam oleat 43.3%; asam linoleat 29.9% dan asam linolenat 0.40% (Sirajuddin 2003). Iodium yang terikat pada asam lemak ikatan rangkap tunggal (etil oleat) akan tertahan lebih lama dalam tubuh dibandingkan yang terikat pada asam lemak ikatan rangkap ganda (etil linoleat atau etil linolenat) (Van der Heide et al. 1989). Iodium yang tidak terikat pada asam lemak memasuki sirkulasi darah dalam bentuk iodida (I-) (Groff & Grooper 2000).

Iodida dalam sirkulasi, sepertiganya ditangkap kelenjar tiroid, sebagian kecil memasuki jaringan dan sebagian besar dibuang melalui urin (Djokomoeljanto 1994). Iodida dalam sirkulasi darah ada yang masuk kedalam kelenjar saliva tetap dalam bentuk inorganik iodida dan biasanya akan diabsoprsi kembali (Husaini 1992). Kelenjar tiroid mengandung 70-80% total iodida tubuh dan dapat menangkap 120 μg iodida per hari. (Groff & Gropper 2000).

Kelenjar tiroid terbentuk dari banyak bola-bola kecil (folikel) dan berkembang menjadi 2 lobus lateral tiroid yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan yang disebut ismus tiroid. Ismus tirod terletak dibawa kartilago tiroid di pertengahan antara apeks kartilago tiroid (”Adam’s apple”). Masing-masing folikel dikelilingi oleh lapisan sel yang disebut koloid. Sel-sel folikel mensitesa tiroglobulin yang dikeluarkan kedalam lumen folikel. Biosintesa hormon tiroksin (T4) dan hormon triiodotironin (T3) terjadi dalam tiroglobulin (Ganong 1995)(Greenspan & Baxter 1995).

5. Sintesa, Sekresi Hormon Tiroid dan Transpor Hormon Tiroid

(37)

Kelenjar tiroid merupakan tempat mensintesa hormon tiroid dari bahan baku iodium (Gambar 2). Kemudian iodium disintesa dan disekresi oleh kelenjar tiroid melalui beberapa langkah:

[image:37.595.109.526.286.744.2]

-Tahap ”trapping” dimana iodium dikonsentrasikan oleh kelenjar tiroid dan dibawa ke kelenjar tiroid. Penangkapan iodium oleh kelenjar tiroid dari darah melalui sebuah pompa ensim ATP yang memompa Na+ kedalam dan K+ keluar dari kelenjar tiroid. Penangkapan iodida oleh folikel kelenjar tirod dari darah dengan proses transpor aktif. Sedikitnya 60 μg iodida harus ditangkap oleh kelenjar tiroid per hari untuk memproduksi hormon tiroid yang cukup (Wildman & Medeiros 2000).

(38)

-Tahap organifikasi iodium: dimana iodium dioksidasi dan bereaksi (iodinasi) dengan tirosil residu dalam tiroglobulin (Tg). Iodinasi pertama yaitu iodium diikat pada asam amino tirosil dari tiroglobulin yang diaktifkan oleh ensim peroksidase menjadi 3-monoiodotirosine (MIT). Iodinasi kedua yaitu iodium diikat dengan MIT menjadi 3,5 diiodotirosin (DIT).

-Tahap penggabungan (coupling): dua molekul dari diiodotirosin bergabung menjadi hormon tiroksin (T4) dan satu DIT dan MIT bergabung menjadi T3.

Kemudian disimpan dalam koloid dari lumen folikuler tiroid.

-Tahap pelepasan dimana hormon tiroid dirilis kedalam sirkulasi darah dan MIT dan DIT mengalami deiodinasi (Djokomoeljanto 1996).

Setiap hari kira-kira 80-90 μg hormon 3,5,3’,5’-tetraiodothyronine (T4) atau disebut hormon tiroksin dan 10-20 μg hormon 3,5,3’-triiodothyronine (T3) diproduksi dan disekresikan ke dalam darah. Kelenjar tiroid secara aktif mengabsorbsi iodium dari darah untuk membuat dan mensekresi hormon ini ke dalam darah. Penurunan hormon tiroid dalam darah akan meningkatkan sekresi TSH (tirotropin) oleh kelenjar hipofisa dan sebaliknya peningkatan hormon tiroid akan menurunkan sekresi hormon TSH. Mekanisme ini diatur melalui efek umpan balik negatif yang melibatkan kerja kelenjar tiroid, hipotalamus dan hipofisa (Guyton 1982).

Hipofisis mensekresikan hormon TSH dan dihambat melalui umpan balik negatif oleh hormon T4 dan T3 dalam darah (Granner 1985). Kerja TSH melalui cyclic AMP dan fosfolipase C yang mempengaruhi 4 tahap sintesa dan sekresi hormon tiroid dalam kelenjar tiroid. Secara khusus hormon TSH merangsang semua tahapan metabolisme iodium dari meningkatnya ambilan iodium oleh kelenjar tiroid hingga peningkatan sekresi hormon tiroid (Greenspan & Baxter 1994).

(39)

Kelenjar tiroid memproduksi 100% hormon T4 yang disirkulasikan dalam darah tetapi 5% - 10% nya merupakan hormon T3. Walaupun kosentrasi plasma hormon T4 lebih besar dari hormon T3 tetapi hormon T3 lebih aktif dan lebih potensial (Groff & Gropperr 2000). Hormon tiroid yang disekresi kemudian berikatan dengan transpor protein darah kemudian didistribusikan ke target sel perifer. Tiga transpor protein pembawa hormon tiroid ialah: a)Thyroid Hormone Binding Globulin (TBG) ditemukan dalam plasma dengan kapasitas rendah tetapi dengan afinitas yang tinggi terhadap hormon T4 dan T3; b) Albumin dan c) Transthyretin (prealbumin). Umumnya hormon T4 terikat pada TBG. Ada sebagian kecil <0.1% dari hormon T4 dan hormon T3 tidak berikatan dengan protein transpor tetapi dalam bentuk bebas yang secara hormonal lebih aktif (Groff & Grooper 2000).

6. Metabolisme Iodium

(40)
[image:40.595.112.503.82.476.2]

Gambar 3 Metabolisme Iodium (Greenspan & Baxter1995).

Hormon T4 yang didistribusikan ke jaringan tepi akan mengalami konversi (monodeiodinase) menjadi hormon T3 oleh pengaruh ensim deiodinase-5’. Hampir semua tiroksin dalam darah dikonversikan (deiodinasi) menjadi T3 setelah memasuki jaringan tepi. Ada 3 tipe deiodinase yaitu deiodinase-5’ tipe 1, deiodinase-5’ tipe 2 dan deiodinase-5’ tipe 3. Deiodinase-5’ tipe 1 merupakan ensim yang mengkonversikan hormon T4 menjadi hormon T3 di dalam kelenjar tiroid, hepar, ginjal, otot jantung, otot rangka. Deiodinase-5’ tipe 2 berperan mengkonversi hormon T4 menjadi hormon T3 pada jaringan otak dan kelenjar hipofisa. Ensim deiodinase-5’ tipe mengkonversi hormon T4 menjadi hormon T3 pada jaringan plasenta, sel glia (Lazarus 1993; Brody 1999).

(41)

tingkat seluler. Kemudian hormon T3 berikatan dengan reseptor hormon tiroid nukleus untuk inisiasi transkripsi mRNA mengarah kepada produksi protein baru termasuk mempengaruhi aktifitas sejumlah ensim, sintesa koensim dan vitamin dan kemampuan metabolisme lainnya. Terdapat 3 macam reseptor hormon trioid yaitu : TR α1, TR ß2 dan TR ß2 (Lazarus 1999).

7. Keseimbangan Dinamis (Turnover) Iodida dan Waktu Paruh Iodida dan Hormon Tiroid.

Turnover atau keseimbangan dinamis iodida dalam darah sangat singkat terutama diatur oleh ambilan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, dalam plasma waktu paruh iodida sekitar 10 jam tetapi dapat lebih singkat apabila kelenjar tiroid aktif secara berlebihan dalam keadaan tirotoksikosis atau dalam keadaan defisiensi iodium. Turnover hormon tiroid relatif lambat/pelan. Waktu paruh hormon tiroid (T4) normal sekitar 7 hari. Waktu paruh untuk hormon tiroid lainnya yaitu T3 antara 1,5 sampai 3 hari (Stanbury 1996)

8. Efek Spesifik Hormon Tiroid terhadap Tubuh

(42)

Tabel 3 Pengaruh Hormon Tiroid dalam Mekanisme Tubuh Mekanisme Pengaruh hormon tiroid

Metabolisme merangsang absorpsi gula dan ambilan oleh sel, meningkatkan Karbohidrat metabolisme karbohidrat, khususnya glikolisis dan

glukoneogenesis, meningkatkan rilis hormon insulin Metabolisme meningkatkan mobilisasi lemak jaringan adipose,

Lemak meningkatkan kandungan plasma asam lemak bebas (FFA) dan meningkatkan oksidasi asam lemak dalam sel,

mengurangi plasma kolesterol dan trigliserida diduga dengan meningkatkan kandungan asam empedu-kolesterol dan membuang melalui feses.

Sintesa Protein meningkatkan sintesa protein, tetapi dalam jumlah berlebih menyebabkan katabolisme protein

Metabolisme Basal meningkatkan metabolisme pada semua sel, kekurangan hormon tiroid menyebabkan metabolisme basal turun 50%

Sistem Kardio- meningkatkan denyut jantung; meningkatkan volume darah vaskuler

Respirasi meningkatkan respirasi karena metabolisme seluler meningkat Makanan/ meningkat nafsu makan dan konsumsi makanan,

Pencernaan meningkat laju sekresi cairan lambung dan motilitas dari saluran pencernaan makanan dan

kekurangan hormon tiroid menyebabkan konstipasi

Skeletal Muscle meningkat kontraksi vigor

Central Nervous meningkat ”elation”, jumlah yang berlebih menyebabkan System gugup dan cemas

Kelenjar Endokrin meningkat laju sekresi endokrin Sumber: Wildman dan Medeiros (2000)

C. Iodium dan Kehamilan

Selama hamil terutama pada trimester pertama, terjadi adaptasi fisiologi yang ditandai peningkatan kadar Thyroid Binding Globulin (TBG) dan kenaikan ini sebagai respon terhadap meningkatnya hormon estrogen dan Human Chorionic

Gonadotropin (hCG), sehingga merangsang kelenjar tiroid ibu membesar

(43)

Selama kehamilan, iodium dibutuhkan untuk ibu sendiri dan pertumbuhan janin sehingga kebutuhan iodium ibu hamil meningkat. Peningkatan kebutuhan jumlah iodium juga untuk menutupi kehilangan iodium melalui peningkatan renal clearance iodium.

Gambar 4 Morfologi Embrio dan Janin (Rathus 1988)

Iodium atau hormon T4 ditransfer melalui plasenta dan hal ini menunjukkan pentingnya peranan hormon tiroid pada pembentukan embrio dan janin. Sebelum usia kehamilan mencapai 12-18 minggu, hormon T4 dan reseptor hormon tiroid ditemukan pada jaringan janin. Namun produksi hormon tiroid janin dimulai pada trimester 2 (deViljder 1996). Gambaran morfologi embrio dan janin diuraikan secara lengkap pada Gambar 4.

1. Iodium untuk Perkembangan Otak Janin Manusia

(44)

tipe 3. Ensim ini ditemukan di plasenta dan mempunyai peran melindungi dan menghindari hormon tiroid yang berlebihan mencapai janin (Bernal 2005). Reseptor hormon T3 pada sel nukleus mengikat T3 dan jumlah T3 yang terikat pada reseptor tersebut meningkat 6-10 kali pada kehamilan 10-16 minggu (Vulsma et al. 1989).

Pada janin, hormon tiroksin (T4) dapat ditemukan pada kehamilan trimester pertama (kehamilan 6 minggu) yaitu pada cairan coelomic, jauh sebelum dimulai sekresi hormon T4 oleh tiroid janin pada 24 minggu kehamilan. (Contempre et al. 1993). Walaupun pada usia 24 minggu janin dapat mensekresi T4 sendiri, transfer tiroid dari ibu ke janin masih tetap berlanjut sampai kehamilan trimester 3. Bahkan dalam darah ari-ari pada saat bayi lahir ditemukan 30% serum T4 berasal dari ibu (Delange et al.1989; Vulsma et al. 1989).

[image:44.595.107.514.334.745.2]

Perkembangan otak dikategorikan dalam dua periode berdasarkan laju pertumbuhan maksimal (Dobbing & Sands 1973), terlihat pada Gambar 4.

(45)

Periode pertama terjadi selama trimester 1 dan 2 atau antara umur kehamilan 3 dan 5 bulan. Pada periode ini terjadi multiplikasi, migrasi dan organisasi neuron. Kemudian periode kedua terjadi pada trimester 3 sampai 2 – 3 tahun post natal. Pada periode ini terjadi multiplikasi, migrasi dan myelinisasi sel glial. Periode pertama terjadi sebelum kelenjar tiroid janin berfungsi optimal dan suplai hormon tiroid pada tumbuh kembang janin hampir seluruhnya berasal dari ibu. Pada periode kedua, suplai hormon tiroid pada janin berasal dari sekresi janin sendiri dan suplai dari ibu melalui plasenta (Morreale de Escobar et. al. 2000).

2. Kelebihan dan Kekurangan Iodium pada Janin Dalam Kandungan

Tiroid janin mulai mengakumulasi iodium pada kehamilan 10 minggu tetapi yang bebas dari efek Wolff-Chaikoff hanya selama 4 minggu kehamilan. Roti dan Braverman (1996) melaporkan bahwa janin yang terpapar oleh ibu hamil yang mengalami kelebihan iodium (obat), dapat menyebabkan gondok dan hipotirod khususnya di daerah defisiensi iodium. Ibu hamil yang mengalami kelebihan iodium berisiko meningkatnya transient kosentrasi TSH ari-ari bayi (Novaes et al. 1994; Roti & Braverman 1996).

Janin yang defisiensi iodium karena ibu selama hamil kekurangan iodium, akan mengalami gangguan dalam produksi dan sintesa hormon tiroid janin dan ibu. Suplai hormon tiroid yang tidak cukup pada janin menyebabkan terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak janin. Dampak negatifnya bayi yang dilahirkan mengalami hipotiroid.

Hormon tiroid berfungsi dalam tumbuhkembang dengan cara diferensiasi sel dan ekspresi gene. Hormon tiroid T3 mengikat reseptor nukleus yang mengatur ekspresi gene spesifik dalam otak janin dan kehidupan postnatal. T3 terikat pada reseptor inti didapat dari konversi T4 melalui deiodinase-5’tipe 2, dan bukan dari sirkulasi T3 (Morreale de Escobar et al. 2004; Delange 2001)

3. Bukti-Bukti Pengaruh Kekurangan Iodium pada Tumbuh Kembang Janin

(46)

Penelitian telah dilakukan pada tikus, marmot, dan domba yang relevan dengan masalah kretin endemik dan kerusakan otak hasil akibat kekurangan iodium. Tikus diberi makanan yang biasa dikonsumsi oleh penduduk desa Jixian di China (Li et al. 1985; Zhong et al. 1983; Hetzel & Hay 1979). Desa tersebut termasuk desa endemik GAKI dengan prevalensi kretin endemik 11%. Diit terdiri dari jagung dan gandum, sayuran dan air diambil dari daerah ini dengan kadar iodium diit ini sebesar 4.5 ug/kg. Setelah 4 bulan diberi diit, tampak nyata timbul neonatal goiter, serum T4 janin lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, dan berat otak tikus menurun.

Marmot bunting dibuat defisiensi iodium tingkat berat dengan memberikan campuran diit jagung yang kurang iodium akan melahirkan bayi yang mengalami defisiensi iodium yang ditunjukkan dari pertumbuhan rambut yang jarang (Mano

et al. 1987). Kelenjar gondok induk membesar diikuti dengan penurunan kadar

plasma T4 pada trimester kedua dan kadar plasma T4 pada bayi juga menurun. Berat otak bayi marmot juga turun secara signifikan pada trimester kedua bila dibandingkan pada trimester pertama. Hal tersebut menunjukkan penurunan berat dan jumlah sel cerebellum akibat kurang iodium yang berat pada otak primata.

Domba dibuat defisiensi iodium dengan memberikan diit rendah kandungan iodium. Pada usia 140 hari janin mengalami defisiensi iodium dan pertumbuhan fisik berbeda dengan janin kontrol (Potter et al. 1981). Pengamatan lain menemukan bahwa kekurangan iodium menyebabkan pertumbuhan wool kurang, kerusakan pembentukan otak dan keterlambatan maturasi tulang yang diindikasi keterlambatan munculnya epiphyses pada kerangka domba (Hetzel et al. 1988).

(47)

Kekurangan iodium pada anak-anak di daerah yang kekurangan iodium tingkat sedang menyebabkan terjadi abnormalitas dalam perkembangan psikomotor dan intelektual anak-anak dan orang dewasa yang secara klinis eutiroid tetapi tidak ada tanda atau gejala kretin endemik. Hal ini dibuktikan dari 19 kajian meta analisis pada fungsi neuromotor dan kognitif pada kondisi kekurangan iodium sedang dan berat berakibat kehilangan 13,5 IQ poin (Bleichrodt 1994).

Tabel 4 Defisit Perkembangan Mental pada Bayi dan Anak Sekolah pada Keadaan Kekurangan Iodium Berat dan Sedang

Daerah Tes/Uji Temuan Sumber

Spanyol Bayley McCarthy Cattell

Perkembangan psikomotor dan mental rendah

dibanding kontrol

Bleichrodt et al. (1989)

Sicily, Italia

Bender-Gestalt Kemampuan motor persepsi rendah

Neuromuscular abnormal Neurosensorial abnormal

Vermiglio et al. (1990)

Tuscany Wechsler Raven IQ verbal rendah Motor persepsi rendah

Fenzi et al. (1990) Tuscany WISC

Reaksi waktu

Kecepatan respon motorik rendah

Vitti et al.(1992) Aghini-Lombardi

et. al.(1995)

India Verbal, Tes pictorial Tes motivasi

Kemampuan belajar rendah Tiwari et al. (1996) Iran Bender-Gestallt

Raven

Retardasi perkembangan psikomotor

Azizi et al. (1993) Malawi Tes psikomotor

verbal

Defisit IQ 10 poin dibanding kontrol

Shrestha (1994) Benin Tes non verbal

Tes intelektual Tes psikomotor

Defisit IQ 5 poin dibanding kontrol

Van den Briel et al. (2000)

4. Perubahan Fungsi Tiroid Sejak Usia Dini dan Konsekuensi Terhadap Status Gizi Bayi dan Anak

(48)

(Contempre 1993), walaupun dapat bertahan hidup sampai remaja tetap menjadi hipotiroid. Hal ini dapat dilihat pada individu yang menjadi endemik kretin miksodem pada usia dewasa.

Skema di bawah ini dibuat oleh Delange (1986), tampak hipotiroid yang berat pada bayi mungkin masih dapat diperbaiki karena masih dalam periode perkembangan otak tetapi tidak dapat mengkoreksi kerusakan pada perkembangan mental. Fenomena ini sering terjadi dilaporkan pada anak-anak eutiroid yang mengalami keterlambatan mental karena anak tersebut dahulu hipotiroid yang telah mendapatkan pengobatan. Hipotiroid pada bayi yang berlanjut pada usia remaja atau dewasa berkembang menjadi kretin endemik.

Serum T4

Euthyroid Range

[image:48.595.109.523.123.765.2]

Hypothyroid Range

Gambar 6 Skema Hubungan Fungsi Tiroid Sejak Usia Dini sampai Masa Anak-anak (Delange 1986).

(49)

tetapi kemungkinan terjadi kerusakan otak minor jika koreksi terjadi pada permulaaan masa anak-anak, atau terjadi hipotiroid pada tingkat tertentu yang diikuti dengan defisiensi mental yang berat jika koreksi terlambat pada masa anak-anak dan remaja.

Bayi lahir dengan fungsi tiroid yang normal dan fungsi tiroid ini selanjutnya tetap normal. Bayi akan tetap tidak hipotiroid dan tidak mengalami mental retardasi. Hipotiroid mungkin terjadi pada bayi umur diatas 3 tahun, akan menghasilkan hipotiroid dan retardasi mental yang dapat diperbaiki atau disebut ”late onset hipotiroidism”. Hal ini menunjukkan pentingnya uji saring (skrining) neonatal untuk mendeteksi hipotiroid kongenital yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

5. Dosis Iodium Dalam Kapsul Minyak Iodium untuk Ibu Hamil

Pemberian kapsul minyak beriodium untuk berbagai kelompok umur di daerah endemik GAKI sedang dan berat berbeda. Menurut Depkes (2000b), kapsul dibagikan untuk wanita usia subur (2 kapsul/tahun); ibu hamil (1 kapsul pada masa hamil); ibu menyusui (1 kapsul masa menyusui) dan anak SD kelas 1-6 (1 kapsul/tahun). Merujuk dari program Depkes, ibu selama hamil di daerah endemik GAKI mendapat 1 kapsul minyak iodium dengan dosis iodium 200 mg

Tabel 5 Dosis Iodium dan Frekuensi Minyak Iodium per Oral/Intra Muskular (IM) per Kelompok Umur

D u r a s i e f e k Kelompok umur

3 bln Oral

6 bln Oral

12 bln Oral

(50)

Dosis iodium dan frekuensi minyak iodium yang direkomendasikan oleh WHO/UNICEF/ICCIDD (1992) untuk target grup ditunjukkan pada Tabel 5. Secara oral, dosis yang direkomendasikan untuk ibu hamil selama 3, 6 dan 12 bulan adalah 50-100 mg Iodium (I); 100-300 mg I dan 300-480 mg I. Dosis iodium dalam kapsul minyak iodium dibagikan pada ibu hamil di Indonesia masih dalam batas dosis iodium yang direkomendasikan oleh WHO yaitu 100-300 mg I.

6. Penelitian di Berbagai Negara Menggunakan Minyak Iodium untuk Wanita Hamil

Penelitian dari beberapa negara telah memberikan suplemen minyak iodium dengan dosis tinggi (iodium ≥ 200 mg) dan dosis rendah (iodium <200mg). Penelitian Cao et al. (1994) di China, Anwar et al. (1998) di Bangladesh, Zaleha

et al. (2000) di Malaysia dan Hadisaputro et al. (2004) di Indonesia, memberi ibu

hamil 1 kapsul minyak iodium dengan dosis 400 mg (Tabel 6). Ibu yang mendapat suplemen kapsul iodium menunjukkan EIU selama hamil meningkat. Bayi yang dilahirkan mempunyai berat badan lebih tinggi dari pada kontrol. Kasus bayi dengan TSH neonatal (blood spot) tinggi ditemukan lebih sedikit dibandingkan kontrol. Perkembangan mental bayi dan anak lebih baik apabila iodium diberikan lebih awal yaitu pada trimester 1 dan 2. Semua penelitian tersebut menggunakan kapsul Lipiodol kecuali penelitian di Indonesia menggunakan kapsul Yodiol.

(51)
[image:51.595.112.514.115.501.2]

Tabel 6 Penelitian tentang Kapsul Minyak Iodium Dosis Tinggi pada Ibu Hamil

Penelitian/ Lokasi

Dosis iodium selama hamil

Hasil

1. Zaleha et al. 2000 Malaysia

480 mg EIU meningkat selama hamil

Setelah 6 & 12 bulan intervensi terjadi hipertiroid dari pemeriksaan serum FT4 2. Anwar et al.1998

Bangladesh

400 mg Rerata BB lahir lebih tinggi

Proporsi serum T4 total bayi rendah (<16 nmol/L) kecil

Proporsi serum TSH (>4,8mU/L) bayi kecil

3. Cao et al. 1994 China

400 mg Perbaikan neurologik:

besar: iodium diberi trimester 1 & 2 kecil : iodium diberi pd trimester 3 4. Hadisaputro et al

2004, Ngawi

400 mg 200 mg

Dosis 400 mg lebih baik pada perkembangan motorik kasar 5. Chaouki dan

Benmiloud. 1994 Aljazair

240 mg Neonatal hipotiroid tidak ditemukan Ibu nifas : EIU naik 2 x

TSH turun 50%, FT4 naik

Kasus hiperiroid atau tirotoksikosis juga ditemukan di Sudan. Orang dewasa yang menderita GAKI dilaporkan mengalami tirotoksikosis setelah mendapat suplementasi iodium secara oral (Elnagar et al. 1995).

(52)

D. Uji Saring Hipotiroid Kongenital pada Bayi Baru Lahir dan Bayi Nenonatal

Hipotiroid kongenital merupakan kekurangan hormon tiroid sejak lahir hal ini disebabkan kekurangan iodium yang terjadi sebelumnya yaitu sejak dalam kandungan. Bila terlambat diobati akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan mental yang tidak bisa dipulihkan kembali atau irriversible (Rustama 2003). Upaya deteksi dini perlu dilakukan sehingga pengobatan dapat dilakukan dengan segera, agar bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Upaya deteksi dini dengan uji saring (skrining) pada bayi baru lahir atau bayi neonatal sebagai berikut:

a. Pada bayi baru lahir (umur 2-6 hari ) dilakukan pengambilan sampel darah dari tali pusar atau dari tumit. Kemudian darah diteteskan diatas kertas saring (filter paper) dan dikeringkan. Batasan (cut-off) untuk bayi yang dicurigai positif hipotiroid yang digunakan yaitu :

cut-off 25 uU/ml: untuk sampel darah dari tali pusar cut-off 20 uU/ml: untuk sampel darah dari tumit

Apabila sampel dicurigai positif dengan nilai diatas cut-off tersebut diatas maka dilakukan pemeriksaan ulang TSH dan T4 darah vena serta mencari gejala klinis hipotiroid kongenital (Rustama 2003).

b. Pada bayi neonatal (umur 4 -14 hari) dilakukan pengambilan sampel darah dari tali pusar atau tumit bayi, kemudian tetesan darah ditampung diatas kertas saring (Sunartini 2006). Batasan (cut-off) untuk bayi yang diduga positif hipotiroid sama dengan pada bayi baru lahir

E. Kekurangan dan Kelebihan Iodium (Iodine Excess)

1. Kekurangan Iodium

(53)

menyebabkan gondok apabila defisiensi iodium terus berlanjut. Rendahnya kadar hormon tiroid dalam darah disebut hipotiroid (Dunn & Van Der Haar 1990). Gejala hipotiroid yang umum ditemukan seperti fatigue, gondok, depresi, berat badan kurang, temperatur tubuh basal turun dan perkembangan mental yang terlambat (Wikipedia 2007)

2. Kelebihan Iodium (Iodine Excess)

Kelebihan iodium dapat menimbulkan beberapa efek samping. Batasan asupan iodium yang dianggap toksik masih beragam. Food and Drug Board dari

Medicine Institute, US National Academy telah mengatur bahwa batas atas yang

dapat ditolerir asupan iodium orang dewasa sebanyak 1100 μg per hari (Dunn 2002). WHO merekomendasikan bahwa intake sampai 1 mg/hari pada orang dewasa yang eutiroid masih aman (WHO 1994). Elemental iodium adalah toksik bila dikonsumsi dalam jumlah yang besar yaitu 2-3 gram (Wikipedia 2007).

Berikut ini adalah contoh efek biokimia akibat pemberian iodium dosis tinggi. Penelitian distribusi iodium dosis tinggi dengan dosis 150 mg per hari menurunkan pelepasan hormon T4 dan T3 dalam sirkulasi sehingga hipotalamus (TRH) merangsang peningkatan kosentrasi TSH. Ketika pemberian tidak diteruskan pasien kembali eutiroid (Roti & Braverman 1996).

Efek dari asupan iodium yang berlebihan secara terus menerus dapat menyebabkan iodine-induced hyperthyroidism (IIH) atau hipertiroid/tirotoksikosis, iodine-induced hypotiroidism atau hipotiroid, dan penyakit kanker tiroid (Dunn 2002). Oleh karena itu program iodisasi garam dan kapsul minyak beriodium di daerah defisiensi iodium memerlukan perhatian. Para ahli sependapat bahwa pemberian iodium pada daerah yang cukup atau daerah endemik secara terus menerus dapat menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, atau produksi hormon tiroksin berlebihan (hipertiroid), atau terjadi hipotiroid, atau dapat memicu terjadi respon autoimun, serta penyakit kanker tiroid (Sutanegara 2004).

(54)

menurun diduga disebabkan oleh inhibisi pembangkitan H2O2 oleh kandungan I -intratiroidal yang tinggi.

Mekanisme terjadi hipertiroid atau Iodine Induced Hyperthyroidism (IIH) yang kadang-kadang disebut dengan Jodbasedow yaitu akibat kelebihan iodium karena beban iodida yang meningkat terus menerus pada pasien yang sebelumnya dengan kelenjar tirod yang normal, pasien dengan penyakit Graves atau pada pasien orang tua atau dewasa dengan goiter multinoduler (Greenspan & Baxter 1994).

Data epidemiologi tentang kasus hipertiroid yang pernah terjadi akibat pemberian iodium secara terus menerus:

1. Iodisasi garam dengan dosis iodium tinggi

- Di Tasmania fortifikasi roti (5-10th) dengan iodium ditingkatkan menjadi 150

μg. Komplikasi Jodbasedow ditemukan sekitar 0.4% dari populasi 3.319 orang (IDD Newsletter 1996).

- Di Zaire iodisasi garam selama 2 th dengan dosis iodium 100 ppm.

EIU naik menjadi 200-500 μg/hr; 14% serum TSH tidak terdeteksi ; serum T4 dan T3 naik ada gejala tirotoksikosis.

- Di Zimbabwe garam iodisasi dengan dosis iodium sampai 148 ppm dilaporkan terjadi tirotoksikosis (Todd et al. 1995).

2. Suplementasi iodium

- Di Sudan orang dewasa yang menderita GAKI mengalami tirotoksikosis setelah mendapat suplementasi iodium secara oral (Elnagar et al. 1995).

- Pemberian suplemen iodium dosis tinggi pada daerah yang kekurangan iodium endemik se

Gambar

Gambar 1 Cyanogenesis pada Singkong dan Metabolisme Sianida pada Manusia
Tabel 2  Kriteria Secara Epidemiologi  untuk Menilai Status Iodium              berdasarkan Median EIU pada Anak Sekolah
Gambar 2 Model Metabolisme Iodida dalam Folikel Tiroid ( Martin et al. 1987)
Gambar 3  Metabolisme Iodium (Greenspan & Baxter1995).
+7

Referensi

Dokumen terkait