• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kualitas Air Lokasi Pertambangan Nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kualitas Air Lokasi Pertambangan Nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara"

Copied!
270
0
0

Teks penuh

(1)

H A M Z A H

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa Tesis Studi Kualitas Air Lokasi Pertambangan Nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

(3)

HAMZAH. Study of Water Quality at Nickel Mining Area, Pomalaa, Southeast Sulawesi. Under the quidance of YUSLI WARDIATNO dan HEFNI EFFENDI.

The objectives of this study were to evaluate the quality of waters, to find out the pollution loading, and to analyze assimilation capacity of coastal waters of the nickel Pomalaa mining site. The research was conducted in Pomalaa-Sub-district, Kolaka Regency, Southeast Sulawesi. The analysis used was STORED analysis, pollution loading analysis and assimilation capacity. In addition, a remote sensing was also used to map sediment distribution, mining digging distribution, and coverage distribution of the mining site.

Based on result of waters quality analysis by means of STORED index at twelve measurement station, it was found that one station – (4) the Komoro River – was classified as a low-polluted station, whereas those categorized as medium-polluted station were as many as eleven stations: (1) the Huko-huko River, (2) the Pelambua River, (3) Factory Outle, (5) Dermaga Pomalaa, (6) Ship Dock, (7) Pomalaa Sea, (8) Dermaga Slag Dawi-Dawi, (9) Tambea Sea, (10) Latumbi Sea, (11) Sopura Sea and (12) Tanjung Leppe Sea.

The result of pollution loading calculation showed that TSS was classified as the highest concentration pollutant which entered the waters with the amount of 2,612.803 tons/month. The highest TSS contribution was at station 3 by 731.018 ton/month. In meanwhile, BOD5 was second to the highest contribution

in pollution loading with 291.879 tons/month. Waste burden from nutrient, nitrate, reached 17.123 tons/month and ammonia 0.140 tons/month. Parameter of heavy metal which gave the biggest contribution to pollution loading of iron was 3.624 tons/month. The highest contribution was made by the Huko-Huko River by 1.421 tons/month. Pollution loading for nickel was 1.661 tons/month with the biggest contribution from stations 3 by 1.042 tons/month.

The calculation result of assimilation capacity showed that the condition of TSS, chrome, zinc, lead, and nickel had exceeded the assimilation capacity, whereas BOD5 and ammonia in the waters could still be assimilated by the

waters.

(4)

HAMZAH. Studi Kualitas Air Lokasi Pertambangan Nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan HEFNI EFFENDI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas perairan, mengetahui besarnya beban pencemaran dan menganalisis kapasitas asimilasi perairan pesisir lokasi penambangan nikel Pomalaa. Penelitian dilakukan di Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Analisis yang digunakan adalah analisis STORET, analisis beban pencemaran dan analisis kapasitas asimilasi. Sebagai tambahan juga digunakan citra satelit untuk memetakan sebaran sedimen, memetakan sebaran galian tambang dan memetakan sebaran penutupan lahan lokasi penambangan.

Berdasarkan hasil analisis kualitas perairan dengan menggunakan Indeks STORET pada 12 stasiun pengamatan ditemukan bahwa terdapat satu stasiun tergolong tercemar ringan yaitu stasiun (4) Sungai Kumoro, sedangkan stasiun yang termasuk kategori sedang sebanyak sebelas stasiun yaitu stasiun (1) Sungai Huko-Huko, (2) Sungai Pelambua, (3) Oputlet Pabrik, (5) Dermaga Pomalaa, stasiun, (6) Galangan Kapal, (7) Laut Pomalaa, (8) Dermaga Slag Dawi-Dawi (9) Laut Tambea, (10) Laut Latumbi, (11) Laut Sopura dan (12) Laut Tanjung Leppe.

Hasil perhitungan beban pencemaran masing-masing parameter yaitu TSS sebesar 2612,803 ton/bulan, BOD5 sebesar 291,879 ton/bulan, nitrat

sebesar 17,123 ton/bulan, NH3-N sebesar 0,140 ton/bulan, besi sebesar 3,624

ton/bulan, seng sebesar 0,393 ton/bulan, khrom sebesar 1,892 ton/bulan, timbal sebesar 0,974 ton/bulan dan nikel sebesar ,661 ton/bulan. Juga didapatkan bahwa TSS merupakan bahan pencemar tertinggi konsentrasinya yang masuk ke perairan yang mencapai 2612.803 ton/bulan. Kontribusi TSS tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 731.018 ton/bulan.Untuk BOD5 menempati urutan

kedua dalam memberikan kontribusi terbesar dalam beban pencemaran yaitu sebesar 291.879 ton/bulan. Beban limbah yang berasal dari golongan nutrien yaitu nitrat sebesar 17.123 ton/bulan dan amoniak sebesar 0.140 ton/bulan. Parameter logam berat yang memberikan kontribusi paling besar terhadap beban pecemaran adalah besi sebesar 3.624 ton/bulan. Kontribusi tertinggi disumbang oleh Sungai Huko-huko sebesar 1.421 ton/bulan dan Sungai Kumoro yaitu sebesar 1.333 ton/bulan. Beban pencemaran untuk nikel sebesar 1.661 ton/bulan dengan kontribusi terbesar yaitu berasal dari stasiun 3 sebesar 1.042 ton/bulan.

Hasil perhitungan kapasitas asimilasi didapatkan bahwa kapasitas asimilasi masing-masing parameter yaitu TSS sebesar 1106,308 ton/bulan, BOD5 sebesar 883,93 ton/bulan, amonia sebesar 5,4803 ton/bulan, besi sebesar

6,464 ton/bulan, seng sebesar 0,143 ton/bulan, khrom sebesar 0,9789 ton/bulan, timbal sebesar 1,291 ton/bulan dan nikel sebesar 0,4198 ton/bulan. Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan bahwa keberadaan parameter-parameter TSS, khrom, seng, timbal dan nikel telah melampaui kapasitas asimilasinya. Sedangkan keberadaan BOD5 dan Amonia di perairan masih dapat diasimilasi

oleh perairan.

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Udang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

H A M Z A H

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

NIM : C251040141

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(9)

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas kasih dan sayang-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul “Studi Kualitas Air Lokasi Pertambangan Nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara” dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil sebagai komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian, motivasi dan pikiran dalam penyusunan tesis ini.

2. Yth. Bapak Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan maupun selaku dosen atas bimbingan dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 3. Yth. Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si selaku penguji luar komisi atas saran dan

masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

4. Terimakasih yang tak terhingga kepada Ibuku Wa Muha. Doaku untukmu selalu, segalanya, selamanya. Kepada Bapak Abdullah B, Kakak Sadaria, Laode Galimu, Yusuf, Hermin, Wa Kaba, S.Pd, Drs Amiluddin. Kepada adik Laode Irdat, S.Sos, Ade Irma, Waode Sitti Saharia, Am.Kl, Briptu Hasim, Waode Muliana, SKM, Waode Asmaryati, S.Pd serta segenap keluarga atas segala doa, dukungan dan motivasi yang tiada henti selama penulis menempuh studi.

5. Yth. Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (DAMANDIRI) tahun 2008 atas biaya penelitian yang diberikan dan Yth. Program Mitra Bahari – COREMAP II Tahun 2008/2009 atas beasiswa penulisan tesis

6. Rekan-rekan mahasiswa Angkatan 11 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan atas kebersamaan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran senantiasa diharapkan. Akhirnya, semoga karya ini dapat bermanfaat dan hanya kepada Allah SWT kita berserah diri, semoga amal dan ibadah kita senantiasa mendapat ridho-Nya, Amin.

Bogor, Februari 2009

(10)

Penulis dilahirkan di Kelurahan Danagoa Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara pada hari Minggu tanggal 26 Januari 1975 dari pasangan La Ngada dan Wa Ema sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Karena ketiadaan tenaga dan peralatan medis yang memadai pada saat penulis dilahirkan, menyebabkan terjadinya pendarahan serius pada Ibunda tercinta. Akibatnya tidak sampai dalam hitungan jam ibunda tercinta menghembuskan nafas terakhirnya. Semoga beliau mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT. Selanjutnya penulis di besarkan oleh pasangan Abdullah Bege dan Wa Muha.

Riwayat pendidikan dimulai dari Taman Kanak-kanak Pertiwi Kecamatan Tongkuno, Sekolah Dasar di SD Negeri No.1 Wakuru, lulus tahun 1988, SMP Negeri Wakuru lulus tahun 1991 dan STM Negeri Raha lulus tahun 1994. Semuanya berada di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Pada bulan Agustus tahun 1994, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Manado. Pada bulan Februari 1996 pindah dan melanjutkan pendidikan di Universitas Haluoleo serta lulus tahun 2001.

(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Air ... 7

Pencemaran Air ... 8

Bahan Pencemar dan Ekosistem Perairan ... 9

Parameter Fisika Kimia Perairan ... 11

Suhu ... 11

Kekeruhan ... 12

Kecerahan ... 13

Total Padatan Tersuspensi (TSS) ... 13

Derajat Keasaman (pH) ... 14

Oksigen Terlarut (DO) ... 15

Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5) ... 15

Nitrogen ... 16

Ammonia ... 16

Logam Berat ... 17

Besi (Fe) ... 17

Seng (Zn) ... 18

Kromium (Cr) ... 18

Timbal (Pb) ... 19

Nikel (Ni) ... 20

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

Jenis dan Sumber Data ... 23

Penentuan Stasiun dan Waktu Pengambilan Sampel Air... 23

Alat dan Bahan ... 26

Metode Pengambilan dan Analisis Contoh Air ... 26

Analisis Data ... 27

Penilaian Status Mutu Air ... 27

(12)

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

Prose Terjadinya Nikel ... 32

Sistem Penambangan ... 34

Tahap Prakonstruksi (Ekplorasi) ... 35

Tahap Konstruksi (Persiapan Eksploitasi) ... 35

Tahap Operasional (Eksploitasi) ... 37

Tahap Pra Olahan ... 38

Tahap Peleburan ... 40

Tahap Pemurnian ... 41

HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Fisika ... 43

Suhu ... 43

Kecerahan ... 45

Kekeruhan ... 45

Padatan Tersuspensi Total (TSS) ... 47

Paramenter Kimia ... 48

Salinitas ... 48

Keasaman (pH) ... 49

Oksigen Terlarut (DO) ... 51

Biological Oxygen Demand (BOD5) ... 53

Nitrat (NO3-N) ... 56

Nitrit (NO2-N)... 57

Amonia (NH3-N ... 57

Logam Berat ... 59

Besi (Fe) ... 59

Seng (Zn) ... 61

Total Khrom (Cr) ... 62

Khrom Heksavalen (Cr+6) ... 63

Timbal (Pb) ... 63

Nikel (Ni) ... 65

Hasil Analisis Mutu Air ... 67

Beban Pencemaran ... 68

Kapasitas Asimilasi ... 70

TSS ... 71

BOD5 ... 71

Amonia ... 72

Besi ... 73

Seng ... 73

Khrom ... 74

Timbal ... 74

Nikel ... 75

Pembahasan ... 76

Hubungan Kapasitas Asimilasi dengan Beban Pencemaran ... 76

Pencemaran Sungai dan Penurunan Kualitas Air Laut ... 76

Peningkatan Sedimentasi ... 77

Pengelolaan Perairan Pesisir Lokasi Pertambangan Nikel ... 80

(13)

Pemeliharaan Sungai-Sungai ... 83

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 85

Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Posisi stasiun pengambilan contoh ... 25

2 Waktu pengambilan sampel kualitas air ... 25

3 Alat dan metode analisis pengukuran karakteristik fisika-kimia air ... 26

4 Klasifikasi kelas air berdasarkan indeks STORET ... 28

5 Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air ... 28

6 Rekapitulasi skor Indeks STORET dan status mutu air... 65

7 Beban pencemaran perairan lokasi pertambangan nikel Pomalaa ... 67

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian ... 6

2 Peta lokasi penelitian ... 22

3 Skema titik stasiun pengambilan sampel air ... 24

4 Grafik hubungan beban pencemaran dengan kosentrasi polutan ... 29

5 Struktur umum batuan yang mengandung biji nikel... 32

6 Salahsatu penampang struktur batuan lokasi penelitian ... 32

7 Struktur dan komposisi lahan sebelum penambangan ... 36

8 Alur proses peleburan nikel ... 40

9 Suhu pada stasiun pengamatan pada sungai dan outlet pabrik ... 44

10 Suhu pada stasiun pengamatan pada laut ... 44

11 Kecerahan pada stasiun pengamatan di laut ... 45

12 Kekeruhan pada stasiun pengamatan di laut ... 46

13 TSS pada stasiun pengamatan sungai dan outlet pabrik ... 47

14 TSS pada stasiun pengamatan di laut ... 48

15 Salinitas pada stasiun pengamatan di laut ... 49

16 pH pada stasiun pengamatan sungai dan outlet pabrik ... 50

17 pH pada stasiun pengamatan di laut ... 51

18 DO pada stasiun pengamatan sungai dan outlet pabrik ... 52

19 DO pada stasiun pengamatan laut ... 53

20 BOD5 pada stasiun pengamatan di sungai dan outlet pabrik ... 55

21 BOD5 pada stasiun pengamatan di laut ... 56

22 Nitrat pada stasiun pengamatan di sungai dan outlet pabrik ... 57

23 Amonia Bebas pada stasiun pengamatan di sungai dan outlet pabrik ... 58

24 Amonia total pada stasiun pengamatan di laut ... 59

25 Besi pada stasiun pengamatan di sungai dan outlet pabrik ... 60

26 Besi pada stasiun pengamatan di laut ... 60

27 Seng pada stasiun pengamatan di sungai dan outlet pabrik ... 61

28 Seng pada stasiun pengamatan di laut ... 62

29 Total khrom pada stasiun pengamatan di sungai dan outlet pabrik ... 62

30 Khrom heksavalen pada stasiun pengamatan di laut ... 63

31 Timbal pada stasiun pengamatan di sungai dan outlet pabrik ... 64

32 Timbal pada stasiun pengamatan di laut ... 65

33 Nikel pada stasiun pengamatan di sungai dan outlet pabrik ... 66

34 Nikel pada stasiun pengamatan di laut ... 66

35 Status pencemaran stasiun pengamatan selama penelitian ... 68

36 Analisis regresi antara beban pencemaran TSS dengan konsentrasi TSS perairan pesisir ... 71

37 Analisis regresi antara beban pencemaran BOD5 dengan konsentrasi BOD5 perairan pesisir ... 72

38 Analisis regresi antara beban pencemaran Amonia dengan konsentrasi Amonia perairan pesisir... 72

(16)

40 Analisis regresi antara beban pencemaran Zn dengan konsentrasi

Zn perairan pesisir ... 73 41 Analisis regresi antara beban pencemaran Khrom dengan

konsentrasi khrom perairan pesisir ... 74 42 Analisis regresi antara beban pencemaran Timbal dengan

konsentrasi Timbal perairan pesisir ... 75 43 Analisis regresi antara beban pencemaran Nikel dengan

konsentrasi Nikel perairan pesisir ... 75 44 Peta sebaran sedimen perairan pesisir pertambangan dengan citra

satelit ... 78 45 Peta sebaran galian dan areal tambang nikel dengan citra satelit ... 79 46 Peta penutupan lahan dan sebaran mangrove di sekitar lokasi

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil pengamatan parameter fisika kimia perairan sungai dan

outlet lokasi pertambangan nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara ... 92 2 Hasil pengamatan parameter fisika kimia perairan laut lokasi

pertambangan nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara ... 95 3 Standar deviasi per parameter tiap stasiun pengamatan ... 98 4 Penentuan status/mutu perairan lokasi pertambangan nikel

Pomalaa Sulawesi Tenggara ... 100 5 Lampiran peraturan pemerintah dan keputusan menteri tentang

metode storet dan standar baku mutu air yang dipakai dalam

(18)

Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan multinasional yang bergerak dalam usaha pertambangan nikel. Aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut secara geografis berada pada wilayah perbukitan sekitar pesisir Kecamatan Pomalaa dan berdampingan dengan aktivitas kenelayanan masyarakat pada daerah pesisirnya yaitu pengembangan keramba jaring apung, tambak, budidaya teripang dan budidaya rumput laut. Selain menghasilkan bijih nikel, perusahaan-perusahaan penambangan nikel tersebut juga menghasilkan beberapa jenis limbah cair dan limbah padat yang berasal dari aktivitas eksploitasi lahan, proses peleburan nikel di pabrik maupun aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar tambang.

Salah satu dampak yang dapat dilihat sebagai akibat dari aktivitas pertambangan adalah meningkatnya kekeruhan perairan pesisir. Hal ini tentu saja dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan organisme di sekitarnya, dan pada kondisi yang ekstrim hal ini dapat menyebabkan kematian bagi organisme-organisme perairan yang hidup pada lokasi tersebut. Selain itu, adanya aktivitas pertambangan tersebut telah menyebabkan semakin masifnya sedimentasi di daerah muara sungai maupun pada perairan pesisir secara keseluruhan.

(19)

terganggu dan pada beberapa kasus terjadi kematian mendadak. Di Desa Huko-Huko, keluhan petani adalah setiap tahun pada musim hujan, sawah mendapat aliran air dari areal tambang yang juga merupakan wilayah DAS Sungai Hoko-hoko, DAS Sungai Kumoro dan DAS Sungai Pelambua. Air tersebut berwarna merah, apabila masuk pada areal persawahan maka padi pada areal tersebut akan kerdil dan tidak bisa berkembang dengan baik. Apabila air tersebut masuk ke kolam dan tambak, maka ikan-ikan akan mati. Diduga air tersebut mengandung kadar besi terlarut yang tinggi sampai pada tingkat beracun bagi tanaman dan ikan.

Akibat tingkat sedimentasi pada wilayah pesisir dari tahun ke tahun yang semakin bertambah, maka saat ini untuk menjangkau lokasi menangkap ikan bagi nelayan memerlukan waktu yang cukup lama. Hanya nelayan yang memiliki perahu bermesin yang dapat menjangkau lokasi-lokasi strategis. Sementara nelayan yang tinggal di desa-desa tersebut, pada umumnya tidak memiliki sarana perahu bermotor dan alat tangkap yang memadai. Mereka hanya memiliki perahu sampan (lepa-lepa) dengan mengandalkan tenaga manusia sebagai penggeraknya. Akibatnya nelayan yang termarjinalkan secara teknologi tidak dapat lagi melakukan aktivitas kenelayanan akibat semakin jauhnya lokasi yang harus ditempuh untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan. Sebagian nelayan pernah mengusahakan budidaya teripang dan rumput laut. Namun sampai penelitian ini dilakukan sudah tidak dapat lagi melanjutkan usahanya akibatnya tingginya endapan lumpur di sepanjang pantai.

Berbagai usaha telah dilakukan pihak perusahaan untuk mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan. Salah satunya adalah dengan pembangunan tanggul permanen di sepanjang pantai yang diperuntukan bagi pengurangan laju erosi, khususnya pada musim hujan. Disamping itu juga dilakukan penanaman mangrove terutama pada daerah-daerah muara sungai dan pesisir sekitar lokasi tambang. Selain itu juga dilakukan pembuatan cekdam sebagai tempat penampungan sementara air yang berasal dari wilayah-wilayah operasi penambangan.

(20)

limbah cair berupa air pendingin mesin, air pendingin slag dan oli bekas serta satu jenis limbah padat berupa slag. Untuk air pendingin slag, adalah berupa air yang disemprotkan ke dalam kolam slag untuk mendinginkan slag yang baru keluar dari electric furnace dengan temperatur 1.550 0C. Air pendingin ini

sebagian akan menguap dan sebagian lagi menjadi limbah yang dialirkan melalui drainase pabrik hingga menuju outlet terakhir yaitu laut. Temperatur air buangan yang keluar dari kolam slag ke drainase pabrik adalah ± 47 0C dan diperkirakan sampai ke drainase keluar pabrik adalah ± 27 0C. Selain limbah cair, ketiga unit pabrik FeNi juga menghasilkan limbah cair dari proses pengoperasian engine, yaitu berupa oli bekas. Sebelum dialirkan ke saluran pembuangan effluent/drainase, oli-oli bekas diolah dalam Unit Pengolahan Oli Bekas (UPOB) hingga kandungan air mencapai 10 - 15%. Namun demikian, walaupun limbah-limbah tersebut sudah mengalami pengolahan sesuai dengan standar prosedur yang telah ditentukan, kiranya tidak berlebihan untuk dilakukan upaya-upaya pemantauan agar kondisi perairan lokasi pertambangan nikel tetap terjaga kelestariannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dianggap perlu untuk dilakukan kajian tentang kualitas perairan lokasi pertambangan nikel Pomalaa dengan harapan dapat menjadi bahan masukan sekaligus informasi dalam upaya rehabilitasi, pelestarian dan pemanfaatan kawasan pesisir lokasi pertambangan nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara.

Perumusan Masalah

(21)

pengelolaan ferronikel 1, 2 dan 3 juga menghasilkan limbah padat berupa slag/tailing dan limbah cair berupa air pendingin dan limbah minyak. Adanya input sedimen (overburden) sebagai akibat eksploitasi lahan dan adanya input limbah proses peleburan logam nikel (tailing, oli bekas dan air pendingin) serta adanya input limbah domestik tentu akan direspon oleh perairan dengan sesuai dengan kemampuan purifikasinya.

Jika limbah-limbah tersebut mengandung zat-zat berbahaya dan terakumulasi sehingga melewati ambang batas, dikhawatirkan dapat mempengaruhi dan atau membahayakan organisme-organisme yang hidup di perairan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut di atas, bukan saja akan merusak lingkungan, tetapi dapat pula menurunkan pendapatan dan atau memiskinkan masyarakat setempat terutama bagi masyarakat yang bermata pencaharian utama sebagai nelayan tangkap tradisional dan nelayan budidaya. Berdasarkan kondisi yang digambarkan di atas, maka untuk terarahnya penelitian ini perlu dirumuskan masalah yang akan menjadi obyek kajian yaitu:

1. Dengan adanya berbagai aktivitas di lokasi pertambangan, bagaimana dampaknya terhadap kualitas perairan pesisir.

2. Seberapa besar beban pencemaran yang masuk ke perairan lokasi penambangan nikel Pomalaa.

3. Seberapa besar kapasitas asimilasi perairan lokasi penambangan nikel Pomalaa.

4. Bagaimana penyebaran sedimen di perairan lokasi pertambangan nikel Pomalaa.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengevaluasi kualitas perairan lokasi penambangan nikel Pomalaa.

2. Mengetahui besarnya beban pencemaran yang masuk ke perairan lokasi penambangan nikel Pomalaa.

3. Menganalisis kapasitas asimilasi perairan lokasi penambangan nikel Pomalaa.

(22)

diharapkan menjadi sumber informasi bagi rencana pengelolaan lingkungan pesisir Pomalaa dimasa mendatang.

Karangka Pemikiran

(23)

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian Aktivitas

Lokasi Tambang Nikel

Pengelolaan Perairan Berkelanjutan

ANALISIS: 1. Storet

2. Beban Pencemaran 3. Kapasitas Asimilasi Kualitas Perairan

Padat : - Overburden

Padat : - Tailing (Slag) Cair :

- Air Pendingin Slag - Air Pendingin Mesin - Oli Bekas

Sumber Lain :

Aktivitas Masyarakat Proses

Eksploitasi Lahan

Proses Pengolahan Ferronikel Di Pabrik Sumber

(24)

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran menyatakan bahwa untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan kualitas air. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata. Yang termasuk dalam parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya. Parameter kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa kimia dalam air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD, TOC), mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya. Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, seperti bakteri, virus, dan mikroba patogen lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran atau pengujian, air dapat dinyatakan dalam kondisi baik atau cemar.

Sementara itu, Dahuri (2005) menyatakan kondisi kualitas air di suatu perairan dapat menggambarkan apakah perairan tersebut tercemar atau tidak. Pengukuran konsentrasi bahan pencemar merupakan cara untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa paramater yang meliputi parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika antara lain suhu, kekeruhan, kecerahan. Parameter kimia mencakup pH, DO, BOD5, COD, kadar logam dan lainnya. Sedangkan parameter biologi terutama

adalah kandungan bakteri, khususnya bakteri coli.

(25)

Pencemaran Air

Pencemaran sebagaimana didefinisikan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut adalah ”masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”. Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum, 1971).

Pencemaran perairan pesisir didefinisikan sebagai dampak negatif, pengaruh yang membahayakan terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem perairan serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan yang disebabkan secara langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam perairan yang berasal dari kegiatan manusia (GESAMP, 1990). Pencemaran air disebabkan oleh banyak faktor, yang secara umum dapat dikelompokan ke dalam dua kategori yakni sumber langsung (direct contaminant sources) dan sumber tak langsung (indirect contaminant sources). Sumber langsung didefinisikan sebagai buangan yang berasal dari sumber pencemarnya yaitu limbah hasil pabrik, industri, serta limbah domestik. Sedangkan yang dimaksud dengan sumber tak langsung adalah kontaminan yang masuk melalui air tanah akibat adanya pencemar pada air permukaan baik dari limbah industri maupun sumber kegiatan lainnya.

Menurut Sutamihardja (1992), perubahan-perubahan yang terjadi di daerah pantai perairan pesisir sebagian besar berasal dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya, baik di darat maupun di perairan itu sendiri. Masalah pencemaran perairan pesisir tidak akan terlepas dari kondisi ekosistem alami di wilayah tersebut, yaitu sebagai perangkap zat hara maupun tempat buangan limbah yang mengalir masuk ke ekosistem perairan pesisir dan laut. Pola penyebaran limbah ke sepanjang pesisir dipengaruhi oleh pasang surut sehingga menimbulkan dampak di perairan pesisir dan mengganggu kehidupan yang ada pada habitat tersebut.

(26)

pantai. Dalam batas-batas tertentu, perairan pesisir memiliki kemampuan pulih diri (self purification). Akan tetapi bila kemampuan pulih diri dilampaui, maka terjadinya perubahan kualitas perairan tidak dapat dihindari. Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri, perikanan dan rumah tangga di daratan pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif, bukan saja pada perairan sungai, tetapi juga terhadap perairan pesisir dan lautan. Disamping itu sifat fisik wilayah pesisir yang saling berhubungan dengan ekosistem lainnya yaitu sungai, estuari dan lautan juga membebani pencemaran wilayah pesisir (Dahuri et al., 1996). Sumber pencemaran perairan pesisir dapat dikelompokan menjadi tujuh kelas yaitu industri, limbah cair pemukiman, limbah cair perkotaan, pertambangan, pelayaran, pertanian dan perikanan. Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ke tujuh sumber tersebut berupa sedimen, unsur hara, logam beracun, pestisida, organik eksotik, organisme patogen, sampah dan bahan-bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam perairan berkurang (Dahuri et al., 1996).

Pencemaran perairan merupakan masalah lingkungan hidup yang perlu dipantau sumber dan dampaknya terhadap ekosistem. Dalam memantau pencemaran air dapat digunakan kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi. Penggunaan salah satu komponen saja sering tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenar-benarnya. Verheyen in Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa penggunaan komponen fisika dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dalam kisaran yang luas, oleh sebab itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat mengantisipasi perubahan pada lingkungan kualitas perairan. Penentuan status suatu perairan yang tercemar memerlukan suatu kriteria yang merupakan indikator kualitas lingkungan perairan yang dapat diukur yaitu baku mutu bagi peruntukan air dan tata guna sumber air (Sutamihardja, 1992).

Bahan Pencemar Dan Ekosistem Perairan

(27)

dan mengendalikan pencemaran perairan sungai, kemungkinan besar menyebabkan persediaan sumber daya air untuk segala kehidupan tidak dapat dipenuhi. Keadaan demikian akan menyebabkan terganggunya suatu faktor ekosistem kehidupan manusia yaitu faktor kesehatan lingkungan yang mempengaruhi hidup manusia itu sendiri.

Dalam sebuah daerah aliran sungai, terdapat berbagi penggunaan lahan, seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan persawahan, pemukiman, perikanan, industri dan sebagainya. Beban bahan pencemar yang menyebabkan penurunan kualitas air pada sebagian sungai, terutama yang berasal dari limbah domestik, limbah industri, kegiatan pertambangan dan limbah dari penggunaan lahan pertanian (Manan,1992).

Bahan pencemaran yang masuk ke dalam air dapat dikelompokan atas limbah organik, logam berat dan anorganik. Masing-masing kelompok ini sangat berpengaruh terhadap organisme perairan. Logam berat merupakan bahan pencemar yang paling banyak ditemukan di perairan akibat limbah Industri dan limbah perkotaan (Suin danNurdin, 1994).

Secara alamiah, unsur logam berat terdapat dalam perairan, namun dalam jumlah yang sangat rendah. Kadar ini akan meningkat bila limbah yang banyak mengandung unsur logam berat masuk ke dalam lingkungan perairan sehingga akan menjadi racun bagi organisme perairan (Hutagalung dan Razak,1992).

Menurut Poels (1983), masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dengan tiga cara yaitu melalui makanan, insang dan diffusi melalui permukaan kulit. Untuk ikan, 90% masuknya logam berat melalui insang. Sehingga dengan masuknya logam berat ke dalam insang dapat menyebabkan keracunan, karena bereaksinya kation logam tersebut dengan fraksi tertentu dari lendir insang. Kondisi ini menyebabkan proses metabolisme dari insang menjadi terganggu. Lendir yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir. Hal ini akan memperlambat ekresi pada insang dan pada akhirnya menyebabkan kematian (Sudarmadi, 1993).

(28)

masuk ke dalam darah dapat menimbulkan hemolisis yang akut, karena banyak sel darah yang rusak. Akibat yang serius dari keracunan logam berat dapat menimbulkan kematian (Tewari et al., 1987). Pendedahan logam berat kadmium pada ikan Pleuronectes flesus berakibat berkurangnya nilai hematokrit, kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah sehingga menyebabkan anemia. Anemia sering ditandai dengan meningkatnya volume plasma oleh karena sistem keseimbangan dalam tubuh ikan terganggu. Lebih jelasnya penyebab anemia tersebut adalah menurunya kecepatan produksi sel darah merah atau rusaknya sel darah merah lebih cepat (Larsson et al., 1976). Efek lain logam berat terhadap ikan air tawar dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin serta nilai hematokrit (Tewari et al., 1987).

Kerusakan ekosistem akibat pencemaran logam berat sering dijumpai khususnya untuk ekosistem perairan. Hal ini terjadi karena adanya logam berat yang bersifat racun bagi organisme dalam perairan. Akibatnya organisme yang paling sensitif pertama kali mengalami akibat buruk dan juga organisme yang tidak mampu bertahan akan musnah, sehingga keseimbangan rantai makanan dan ekosistem perairan akan mengalami kerusakan (Sudarmadi, 1993).

Menurut Sudarmadi (1993), dalam ekosistem alami perairan, hampir dapat dipastikan bahwa kematian sejenis ikan tidak selalu karena sebab faktor tunggal tetapi karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah :

1. Fenomena sinergis, yaitu kombinasi dari dua zat atau lebih yang bersifat memperkuat daya racun.

2. Fenomena antagonis, yaitu kombinasi antara dua zat atau lebih yang saling menetralisir, sehingga zat-zat yang tadinya beracun berhasil dikurangi dan dinetralisir daya racunya sehingga tidak membahayakan. 3. Jenis ikan dan sifat polutan, yang tertarik dengan daya tahan ikan serta

adaptasinya terhadap lingkungan, serta sifat polutan itu sendiri Parameter Fisika-Kimia Perairan

Suhu

(29)

Pada industri pertambangan nikel, air buangan tersebut berasal dari tangki penampungan yang disemprotkan ke dalam kolam slag yang berfungsi untuk mendinginkan slag yang baru keluar dari electric furnace dengan temperatur 1.550 0C. Air pendingin ini sebagian akan menguap dan sebagian lagi

menjadi limbah yang dialirkan melalui drainase pabrik hingga menuju pembuangan terakhir yaitu laut. Temperatur air buangan yang keluar dari kolam slag ke drainase pabrik adalah ± 47 0C dan diperkirakan sampai ke drainase keluar pabrik adalah ± 27 0C.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa suhu air permukaan di daerah pesisir lebih tinggi daripada suhu air di dasar. Sehubungan dengan pengaruh suhu terhadap makrozoobentos, Kinne (1970) menyatakan bahwa suhu air yang berkisar antara 35-40 ºC merupakan suhu kritis bagi kehidupan makrozoobentos yang dapat mengakibatkan kematian.

Suhu perairan merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sebaran organisme akuatik dan reaksi kimia. Peningkatan suhu perairan secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme suatu perairan (Wardoyo, 1987). Suhu perairan merupakan suatu parameter yang penting, karena suhu dapat mempengaruhi parameter fisika dan kimia yang lain. Disamping itu suhu merupakan faktor langsung yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan derajat kelangsungan hidup, serta meningkatnya laju metabolisme. Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan, air hujan, luas permukaan yang langsung mendapat sinar matahari, dan air limpahan (Perkins, 1974).

Kekeruhan

(30)

disebabkan oleh adanya erosi dari daerah daratan. Kondisi air yang keruh kurang disukai oleh makrozoobentos (Reid, 1961).

Kecerahan

Area yang telah mengalami bukaan dan kegiatan pertambangan, sangat umum mengalami erosi akibat hilangnya vegetasi penutup yang menahan endapan dan air larian (run-off). Selain itu, kegiatan pertambangan bisa mengakibatkan perubahan struktur lahan menjadi area dengan potensi erosi yang lebih tinggi dari sebelumnya bahkan dengan potensi longsor akibat perubahan kemiringan lahan yang semakin curam (Asdak, 2004).

Kecerahan merupakan jarak yang dapat ditembus cahaya ke dalam kolom air. Semakin jauh jarak tembus cahaya matahari, semakin luas daerah yang memungkinkan terjadinya fotosintesis. Kecerahan ini berbanding terbalik dengan kekeruhan. Perairan yang kekeruhannya tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air, sehingga membatasi proses fotosintesis. Kekeruhan yang tinggi akan menyebabkan perairan mempunyai kecerahan yang rendah. Besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan pesisir, setidaknya dalam waktu tertentu dalam setahun, air menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi biasanya terjadi pada saat aliran sungai maksimum, sedangkan kekeruhan terendah biasanya terletak dekat mulut muara.

Total Padatan Tersuspensi (TSS)

Kandungan total suspended solid dalam muara sungai terutama dipengaruhi oleh masukan massa air sungai dan adanya suspensi endapan sedimen. Pengikisan tanah akan membawa parikel-partikel tersuspensi dari daratan ke perairan yang menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan di muara sungai. Padatan tersuspensi suatu sampel air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu.

(31)

digunakan berupa bulldozer dan gergaji pohon (chain-saw). Akibat kegiatan ini, akan terjadi penimbunan material tanah yang cukup masif di sekitar lokasi tambang yang apabila bertepatan dengan datangnya hujan akan terbawa bersama air dan masuk ke perairan. Demikian juga adanya lahan terbuka menjadi lebih besar yang pada akhirnya akan berpotensi sebagai sumber sedimentasi yang berujung pada peningkatan erosi tanah dan sedimentasi, penurunan kualitas air, gangguan terhadap biota perairan (Soehoed, 2005a). Kandungan total suspended solid dalam muara sungai terutama dipengaruhi oleh masukan massa air sungai dan adanya suspensi endapan sedimen. Pengkisan tanah akan membawa parikel-partikel tersuspensi dari daratan ke perairan yang menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan di daerah muara sungai (Asdak, 2004).

Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menunjukan darajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Di dalam air, pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer), yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1988). Hal-hal yang dapat mempengaruhi nilai pH antara lain buangan-buangan industri (Mahida, 1984). Di perairan pesisir atau laut yang relatif stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4 (Nybakken, 1987).

(32)

Oksigen Terlarut (DO)

Kandungan oksigen dalam suatu perairan erat kaitannya dengan banyaknya bahan organik yang berada di suatu perairan. Kandungan oksigen terlarut akan menurun dengan masuknya bahan organik ke perairan, karena dimanfaatkan oleh organisme untuk menguraikan zat-zat organik tersebut. Nybakken (1987) menyatakan bahwa kandungan bahan organik dan tingginya populasi bakteri dalam sedimen menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen di perairan.

Kandungan oksigen terlarut akan semakin rendah jika masukkan limbah di perairan semakin besar. Hal ini sangat berhubungan dengan bertambahnya aktivitas dekomposisi dalam menguraikan limbah yang masuk (Abel, 1989). Analisis oksigen terlarut merupakan kunci yang dapat menentukan tingkat pencemaran perairan. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut (Husin dan Eman, 1991). Menurut Sutamihardja (1992), kandungan oksigen terlarut di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang adanya pencemaran bahan organik. Rendahnya kandungan oksigen diakibatkan oleh tingginya aktivitas bakteri dalam menguraikan bahan organik di perairan.

Pada lokasi pertambangan, salah satu perubahan yang terjadi karena pembuangan limbah ke badan perairan dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terlarut. Oksigen penting untuk pernafasan dan merupakan komponen utama untuk metabolisme ikan dan organisme lain (Mason, 1980). Persenyawaan organik di perairan akan dipecah oleh organisme pembusuk. Terjadinya proses ini sangat membutuhkan oksigen terlarut dalam perairan tersebut (Duffus, 1980).

Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5)

BOD5 merupakan ukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh mikro

organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air dalam waktu lima hari (APHA, 1989). Nilai BOD5 merupakan parameter yang

(33)

Reaksi biologis pada tes BOD dilakukan pada suhu inkubasi 20 0C dan dilakukan selama 5 hari. Angka lima menunjukan waktu inkubasi (Alaerts dan Santika, 1984). Menurut Azad (1976) lamanya waktu untuk mencapai stabilitas sempurna tergantung dari keadaan alami substrat dan kemampuan hidup mikro organisme. Peningkatan nilai BOD5 merupakan petunjuk dari menurunnya

oksigen terlarut karena pertumbuhan yang berlebihan dari mikro organisme bentik (Canter dan Hill, 1979).

Nitrogen

Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk senyawa amoniak (NH3), nitrit

(NO2-N), nitrat (NO3-N) dan senyawa bentuk lain. Senyawa-senyawa tersebut

berasal dari limbah pertanian, pemukiman dan industri (Alaerts dan Santika, 1984). Senyawa amoniak merupakan hasil penguraian protein dan jumlahnya relatif rendah di perairan. Jika kadar amoniak disuatu perairan terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi, lebih besar dari 1,1 ppm pada suhu 25 °C dan pH 7,5 dapat diduga adanya pencemaran (Train, 1979).

Nitrat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam sintesa protein hewani dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan tumbuhan air (ganggang) dalam jumlah yang banyak, apabila didukung oleh nutrien lainnya.

Ammonia

Ammonia dan garam-garam bersifat mudah larut dalam air. Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air. Sumber lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik (Effendi, 2003).

Kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar

(34)

Logam Berat

Logam berat di perairan terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi (terikat dengan zat padat tersuspensi). Logam berat di perairan khususnya di muara sungai memiliki sifat konserfatif dan nonkonservatif (Chester, 1993). Sifat konservatif menunjukan kestabilan konsentrasi suatu komponen, hal ini berarti bahwa konsentrasi suatu komponen cenderung tetap dan tidak terpengaruh dengan proses-proses fisik dan biologi yang ada di perairan (Hutagalung dan Razak, 1992). Sifat konservatif suatu komponen dalam perairan ditunjukan dengan proses pergerakan (removal), peningkatan konsentrasi (addition), dan pergerakan sekaligus peningkatan konsetrasi (removal dan addition) (Chester,1993). Logam berat yang terdapat di perairan terdiri dari logam yang konsentrasinya banyak (mayor metals), logam yang konsetrasinya sedikit (minor metals), dan logam yang konsetrasinya sangat sedikit (trace metals) (Chester, 1993).

Besi (Fe)

Besi dalam perairan merupakan salah satu jenis trace metals (Chester, 1993). Konsentrasi besi (Fe) terlarut yang terdapat dalam di perairan alami (tidak tercemar) sekitar 0,00004 ppm (Martin dan Whitefield, 1993 in Chester, 1993). Konsentrasi besi di muara sungai tercatat lebih besar, disebabkan adanya kontribusi unsur besi yang ditrasportasikan melalui sistem sungai yang bermuara di teluk.

(35)

Seng (Zn)

Seng (zinc) termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah berlimpah di alam. Kadar seng pada kerak bumi sekitar 70 mg/kg (Moore, 1990 in Effendi 2003). Kelarutan unsur seng dan oksida seng dalam air relatif rendah. Seng yang berikatan dengan klorida dan sulfat mudah terlarut, sehingga kadar seng dalam air sangat dipengaruhi oleh bentuk senyawanya. Ion seng mudah terserap ke dalam sedimen dan tanah. Silika terlarut dapat meningkatkan kadar seng, karena silika mengikat seng. Jika perairan bersifat asam, kelarutan seng meningkat. Kadar seng pada perairan alami < 0,05 mg/liter (Moore, 1990 in Effendi 2003); pada perairan asam mencapai 50 mg/liter; dan pada perairan laut 0,01 mg/liter (McNeely et al., 1979).

Sumber utama seng adalah calamine (ZnCO3), sphalerite (ZnS),

smithsonite (ZnCo3), dan wilemite (Zn2SiO4) (Novotny dan Olem, 1994; McNeely

et al.,1979; Moore, 1990 in Effendi, 2003). Seng banyak digunakan dalam industri besi, baja, cat, karet, tekstil, kertas, dan bubur kertas.

Seng termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup, yakni berfungsi untuk membantu kerja enzim. Seng juga diperlukan dalam proses fotosintesis sebagai agen bagi transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein. Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan bahwa seng tidak bersifat toksik bagi manusia, akan tetapi pada kadar yang tinggi dapat menimbulkan rasa pada air. Toksisistas seng menurun seiring dengan meningkatnya kesadahan dan meningkat dengan meningkatnya suhu dan menurunnya oksigen terlarut.

Toksisitas seng bagi organisme akuatik (alga, avertebrata, dan ikan) sangat bervariasi, < 1 mg/liter hingga >100 mg/liter. Bersama-sama dengan K, Mg dan Cd, seng bersifat aditif. Toksisitasnya merupakan penjumlahan dari masing-masing logam (Moore, 1990 in Effendi 2003). Toksisitas seng dan copper bersifat sinergetik, yaitu mengalami peningkatan, lebih toksik daripada penjumlahan keduanya.

Kromium (Cr)

(36)

ditemukan di perairan adalah kromium trivalen (Cr3+) dan kromium heksavalen (Cr6+). Namun pada perairan yang memiliki pH kurang dari 5, kromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk di perairan, kromium trivalent akan dioksidasi menjadi kromium heksavalen dan bersifat lebih toksit. Kromium trivalen biasanya terserap ke dalam larutan partikulat, sedangkan kromium heksavalen tetap berada dalam bentuk larutan. Kromium tidak pernah ditemukan di alam sebagai logam murni. Sumber utama kromium sangat sedikit, yaitu batuan chromite (FeCr2O4) dan chromic oxide (Cr3O3) (Novotny dan Olem, 1994 in Effendi,

2003).

Kadar kromium pada perairan air tawar biasanya kurang dari 0,001 mg/liter dan pada perairan laut sekitar 0,00005 mg/liter. Kromium trivalen bisanya tidak ditemukan pada perairan tawar, sedangkan pada perairan laut sekitar 50% kromium merupakan kromium trivalen (McNeely et al., 1979). Toksisitas kromium dipengaruhi oleh bentuk oksidasi kromium, suhu, dan pH. Kadar kromium yang diperkirakan aman bagi kehidupan akuatik adalah sekitar 0,05 mg/liter (Moore, 1990 in Effendi 2003). Kadar kromium 0,1 mg/liter dianggap berbahaya bagi kehidupan organisme laut. Pada perairan yang lunak (soft water) atau kurang sadah, toksisitas kromium lebih tinggi.

Timbal (Pb)

Timbal pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup rendah sehingga kelarutan timbal dalam air relatif lebih sedikit. Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas dan kadar oksigen. Timbal diserap baik oleh tanah sehingga pengaruhnya terhadap tanaman relatif kecil. Kadar timbal dikerak bumi sekitar 15 mg/kg. Timbal banyak digunakan dalam industri baterei, kabel, cat, keramik, pestisida dan dalam penyepuhan. Penggunaan Pb terbesar adalah dalam produksi baterey penyimpan untuk mobil, selain itu juga banyak digunakan sebagai bahan aditif yang sering digunakan untuk meningkatkan mutu bensin (Fardiaz, 1992).

(37)

Kelarutan timbal pada perairan lunak (soft water) adalah sekitar 0,5 mg/liter, sedangkan pada perairan sadah (hard water) sekitar 0,003 mg/liter.

Timbal tidak termasuk unsur yang esensial bagi mahkluk hidup, bahkan unsur ini bersifat toksik bagi hewan dan manusia karena dapat terakumulasi pada tulang. Logam Pb dapat mempengaruhi kerja enzim atau fungsi dari protein, karena mempunyai afinitas yang besar terhadap gugus sulfida (-SH) yaitu gugus protein organisme hidup, sehingga mengganggu fungsi normal enzim atau gangguan terhadap struktur seluler. Pada perairan yang diperuntukkan untuk air minum, kadar maksimum timbal adalah 0,05 mg/liter (Davis dan Cornwell, 1991; Moore, 1990 in Effendi 2003). Untuk melindungi hewan ternak, kadar timbal sebaiknya tidak melebihi 0,1 mg/liter.

Toksisitas timbal pada organisme akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Toksisitas timbal lebih rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg), tembaga (Cu), akan tetapi lebih tinggi daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), seng (Zn) dan besi (Fe). Kadar timbal yang berkisar antara 0,1 – 8,0 mg/liter dapat menghambat pertumbuhan mikroalga Chlorella saccharophila. Toksisitas akut timbal terhadap beberapa jenis avertebrata air tawar dan laut berkisar antara 0,5 – 5,0 mg/liter Toksisitas Akut (LC50) timbal terhadap beberapa jenis ikan air tawar berkisar

antara 0,5 – 10 mg/liter (Moore, 1990 in Effendi 2003).

Nikel (Ni)

Kadar nikel (Ni) pada kerak bumi sekitar 75 mg/kg (Moore, 1990 in Effendi 2003). Pada proses pelapukan, nikel membentuk mineral hidrolisat yang tidak larut. Di perairan nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel misalnya nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH < 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat. Pada pH > 9 nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida dan karbonat, dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut (Moore, 1990 in Effendi, 2003)

(38)

sungai (Bryan, 1976). Nikel di muara sungai menunjukan konsetrasi yang semakin meningkat dengan peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorpsi dari partikel-partikel yang ada di muara sungai dan proses resuspensi.

Kadar nikel di perairan tawar alami adalah 0,001 – 0,003 mg/liter (Scoullos dan Hatzianestis, 1989, in Moore,1990 in Effendi 2003); sedangkan pada perairan laut berkisar antara 0,005 – 0,007 mg/liter (McNeely et al., 1979). Untuk melindungi kehidupan organisme di akuatik, kadar nikel sebaiknya tidak lebih melebihi 0,025 mg/liter (Moore, 1990 in Effendi, 2003). Nikel termasuk unsur yang memiliki toksisitas rendah. Nilai LC50 nikel terhadap beberapa jenis

(39)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga sungai yaitu Sungai Huko-Huko, Sungai

Pelambua, Sungai Kumoro, outlet pabrik dan sekitar perairan laut pesisir wilayah

lokasi pertambangan nikel Pomalaa, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka,

Sulawesi Tenggara dan ditunjukan pada Gambar 2.

[image:39.612.150.488.225.629.2]

Sumber : Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka, 2006

(40)

Sampling contoh air dilakukan pada 12 (dua belas) stasiun yang terletak

di lokasi pertambangan nikel. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2005

sampai dengan bulan Mei 2006.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam studi ini meliputi data primer dan data

sekunder, yang berupa data kualitatif dan kuantitatif.

Data Primer

Data primer berupa data yang terkait dengan kualitas air di setiap stasiun

pengambilan sampel.

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumen atau berbagai laporan penelitian

yang terkait langsung dengan lokasi penelitian ini dilakukan. Disamping itu juga

dilakukan wawancara dengan berbagai pihak terutama stakeholder yang bersentuhan langsung dengan berbagai aktivitas perusahaan (nelayan,

pemerintah/Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kolaka, pihak PT. Aneka

Tambang Tbk UBPN Pomalaa dan PT. INCO Pomalaa). Sementara itu, untuk

mendukung analisis data kualitas perairan, juga digunakan data citra satelit yang

digunakan untuk memetakan sebaran sedimen dan penutupan lahan di lokasi

pertambangan nikel.

Penentuan Stasiun dan Waktu Pengambilan Sampel Air

Stasiun pengambilan sampel air sebanyak 12 stasiun (Gambar 3 dan

Tabel 1) dengan komposisi sebagai berikut :

1. Empat stasiun sebagai jalan masuk limbah dari lokasi eksploitasi dan

pabrik yaitu yaitu stasiun 1 (Sungai Huko-Huko), stasiun 2 (Sungai

Pelambua), stasiun 3 (Outlet Pabrik) dan stasiun 4 (Sungai Komoro).

2. Delapan stasiun berada di laut di laut sebagai penerima limbah yaitu

stasiun 5 (Darmaga Pomalaa), stasiun 6 (Galangan Kapal), stasiun 7

(41)

Tambea), stasiun 10 (Laut Latumbi), stasiun 11 (Teluk Sopura) dan

stasiun 12 (Laut Tanjung Leppe)

Posisi tiap stasiun pengambilan sampel air dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengelompokan stasiun menjadi dua kategori, lebih didasarkan pada

pertimbangan untuk membedakan secara jelas mana yang dikategorikan

sebagai sumber limbah dan mana yang kategorikan sebagai penerima limbah.

Walaupun demikian, tidak dapat diabaikan juga bahwa di laut sendiri tidak bebas

dari input-input limbah yang berasal dari wilayah laut itu sendiri.

[image:41.612.136.503.233.642.2]

Sumber : PT. Aneka Tambang, 2004

Gambar 3 Skema titik stasiun pengambilan sampel air Titik-titip Penambangan

Batas-batas wilayah Penambangan

Titik Stasiun Pangambilan Sampel

(42)

Tabel 1 Posisi stasiun pengambilan contoh

STASIUN NAMA STASIUN POSISI

1 Sungai Huko-Huko 4°06’14.88” S

121°36’28.38 ”E

2 Sungai Pelambua 4°08’27.45” S

121°37’07.34 ”E

3 Outlet Pabrik 4°11’05.99” S

121°36’09.56” E

4 Sungai Komoro 4°11’39.48” S

121°35’55.38” E

5 Darmaga Pomalaa 4°10’44.01” S

121°35’02.60” E

6 Galangan Kapal 4°10’57.54” S

121°36’19.47” E

7 Laut Pomalaa 4°10’10.51” S

121°35’32.78” E

8 Darmaga Slag Dawi-Dawi 4°8’3.85” S 121°36’16.71” E

9 Laut Tambea 4°11’19.60” S

121°35’10.62” E

10 Laut Latumbi 4°13’6.54” S

121°34’28.72” E

11 Teluk Sopura 4°14’37.13” S

121°32’32.38” E

12 Laut Tanjung Leppe 4°15’20.30” S 121°33’56.13” E

Pengukuran kualitas air laut dilakukan pada saat air pasang yaitu sekitar

pukul 7 – 9 waktu setempat sedangkan pengukuran kualitas air sungai dilakukan

pada saat air laut surut. Waktu pelaksanaan pengambilan sampel air ditampilkan

[image:42.612.135.505.99.387.2]

pada Tabel 2.

Tabel 2. Waktu pengambilan sampel kualitas air

Nomor Stasiun

Ulangan

1 2 3 4 5 6 7 8 1 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

2 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

3 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

4 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

5 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

6 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

7 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

8 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

9 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

10 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

11 17/9/2005 29/10/2005 15/12/205 27/1/2006 27/2/2006 5/3/2006 18/4/2006 18/5/2006

(43)

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air dari tiap

stasiun pengamatan, destilata dan bahan kimia untuk pengawetan. Alat yang

digunakan untuk memperoleh data fisika-kimia perairan dapat dilihat pada Tabel

2. Untuk keperluan pemetaan lokasi pertambangan digunakan citra satelit Lansat

7 ETM+ periode agustus 2005.

Metode Pengambilan dan Analisis Contoh Air

Pengambilan contoh air di sungai dan laut dilakukan dengan

menggunakan water sampler jenis Van Dorn. Alat/metode pengukuran karakteristik fisika-kimia air yang digunakan pada penelitian ini, disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3 Alat dan metode analisis pengukuran karakteristik fisika-kimia air

Parameter Unit Alat/Metode Keterangan A. Fisika (air)

1. Suhu °C Termometer In Situ

2. Kecerahan m Secchi disk In Situ

3. Kekeruhan (NTU) Turbidimeter In Situ

4. Padatan tersuspensi mg/l Gravimetrik Laboratorium

B. Kimia (air)

1. Salinitas PSU Refraktometer In Situ

2. pH - pH-meter In Situ

3.Oksigen terlarut (DO) mg/l DO-meter In Situ

4. BOD5 mg/l inkubasi Laboratorium

5. Nitrat (NO3-N) mg/l Spektofotometer Laboratorium

6. Nitrit mg/l Spektrofotometer Laboratorium

7. Amonia Bebas (NH3-N) mg/l Spektrofotometer Laboratorium

8. Besi (Fe) mg/l AAS Laboratorium

9. Seng (Zn) mg/l AAS Laboratorium

10. Khrom Heksavalen (Cr+6) mg/l AAS Laboratorium

11. Timbal (Pb) mg/l AAS Laboratorium

12. Nikel (Ni) mg/l AAS Laboratorium

Karakteristik fisika-kimia perairan, seperti suhu, kekeruhan, salinitas, pH

dan oksigen terlarut (DO), DO awal untuk penentuan BOD ditera langsung di

lapangan. Mengingat kompleksitas prosedur dan peralatan yang digunakan,

(44)

dilakukan di laboratorium. Untuk menghindari pengaruh faktor suhu, cahaya dan

lain-lain selama perjalanan, maka diperlukan penanganan sampel sedemikian

rupa yaitu dengan pendinginan atau penambahan preservasi sesuai dengan

karakteristik yang diukur atau ditera yaitu (Haryadi, 2001) :

1. Satu botol dengan preservasi (pengawet) HNO3 sampai pH, dinginkan

dengan suhu 4 ºC untuk analisis logam berat.

2. Satu botol yang lebih besar (1 liter) dengan tanpa pengawet,

dinginkan dengan suhu 4 ºC untuk analisis TSS, TDS, nitrat, nitrit dan

chrom hexavalen.

3. Satu botol gelap BOD untuk inkubasi BOD pada suhu 20 ºC, selama 5

hari.

Analisis Data Penilaian Status Mutu Air

Untuk menilai status mutu perairan lokasi penambangan nikel Pomalaa

didekati dengan menggunakan Metode STORET yang terdapat pada Lampiran II

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang

Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Standar baku mutu digunakan untuk air

laut mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51

2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Keperluan Biota Laut. Standar baku mutu

untuk air sungai mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran. Standar Baku Mutu untuk

outlet pabrik mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 09

Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan

Pertambangan Nikel.

Metoda STORET merupakan salahsatu metoda untuk menentukan status

mutu air yang umum digunakan. Dengan metoda STORET ini dapat diketahui

parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air.

Secara prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air

dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna

menentukan status mutu air.

Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan

(45)

Tabel 4 Klasifikasi kelas air berdasarkan indeks STORET

No Kelas Skor Kategori

1 Kelas A (baik sekali) 0 memenuhi baku mutu

2 Kelas B (baik) -1 s/d -10 tercemar ringan

3 Kelas C (sedang) -11 s/d -30 tercemar sedang

4 Kelas D (buruk) ≥ -31 tercemar berat

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metoda STORET

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ;

1. Pengumpulan data kualitas air.

2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing

parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Untuk hasil pengkuran yang memenuhi nilai baku mutu air (hasil

pengkuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0

4. Jika hasil pengkuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil

pengukuran > baku mutu), maka beri skor sebagai berikut ;

Tabel 5 Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air

Jumlah Parameter

Nilai

Parameter

Fisika Kimia

≥ 10

Maksimum Minimum Rata-rata

-2 -2 -6

-4 -4 -12

Sumber : KEPMEN-LH No. 115 Tahun 2003

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status

mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem

nilai

Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi

Analisis data utama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

penentuan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi. Penentuan beban

pencemaran dihitung berdasarkan pengukuran langsung debit sungai dan

(46)

BP = Q x C x 3600 x 24 x 30 x 1 x 10-6

Keterangan:

BP = Beban pencemaran yang masuk dari sungai (ton/bulan) Q = Debit sungai (m3/detik)

C = Konsentrasi limbah (mg/l)

Nilai debit sungai diperoleh dari perhitungan luas penampang sungai

dikalikan dengan kecepatan aliran sungai. Sedang nilai kapasitas asimilasi

ditentukan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi parameter

limbah dengan beban pencemar dan selanjutnya dianalisis dengan cara

memotongkannya dengan garis baku mutu sesuai dengan peruntukan dan

[image:46.612.240.414.279.426.2]

jenisnya.

Gambar 4 Grafik hubungan beban pencemaran dan konsentrasi polutan

Kajian kapasitas asimilasi dalam penelitian ini didasarkan pada

asumsi-asumsi dasar yakni :

1. Nilai kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah pesisir pada batas yang

telah ditetapkan dalam penelitian.

2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pesisir muupun di sungai

diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada perairan tersebut.

3. Perhitungan beban pencemaran hanya berasal dari land based, pencemaran dari kegiatan di perairan pesisir dan lautnya sendiri tidak

dihitung.

Data yang diamati merupakan data kualitas air yang mempengaruhi

kualitas air sungai dan perairan pesisir. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa peubah pencemaran di sungai secara matematis dapat dituliskan sebagai

Y = f (x)

(47)

y = a + bx

Keterangan:

a = koefisien yang menyatakan nilai y pada perpotongan antara garis linear dengan sumbu vertikal

b = koefisien regresi untuk parameter muara sungai x = beban pencemaran

(48)

Kegiatan pertambangan nikel Pomalaa secara administratif berada dalam

wilayah Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dan secara

geografis terletak antara 4°10’00” - 4°27’25” LS dan 121°31’30”-121°39’03” BT.

Kegiatan penambangan ini berdasarkan pada Peta Kuasa Pertambangan yang

memiliki areal seluas 8.314,8 Ha dan secara teknis dibagi dalam tiga wilayah

(front) yaitu daerah tambang utara, daerah tambang tengah dan daerah tambang selatan.

Endapan biji nikel di daerah Pomalaa merupakam endapan bijih laterit,

yaitu endapan yang terjadi akibat proses pelapukan batuan atau serpentin,

selanjutnya oleh proses transportasi dan akumulasi sehingga terbentuklah

endapan biji nikel dan besi.

Di daerah Pomalaa, endapan biji nikel sebagian besar terdapat pada

bukit-bukit, terutama pada puncak-puncak dan punggung-punggung bukit.

Semakin landai puncak/punggung bukit tersebut, intensitas pelapukan semakin

tinggi. Sehingga disamping pembentukan lapisan tanah penutup yang makin

tebal, juga semakin besar cadangan yang didapat. Pada umumnya daerah yang

landai terbuka banyak didapati vegetasi yang semakin rapat. Struktur daerah

bantuan pada lokasi penelitian umumnya terdiri atas urutan pelapisan dari atas

ke bawah sebagi berikut :

a. Lapisan tanah penutup: terdiri dari campuran tanah dan biji besi laterit

yang berwarna merah-cokelat tua, dengan ketebalan antara bebera

sentimeter sampai beberapa meter (rata-rata ± 1 - 2 meter),

b. Lapisan kedua: terdiri dari tanah lapukan berwarnah coklat hingga

kuning coklat dengan kadar besi antara 10 – 15% dan kadar nikel

antara 1,2 – 2%, dengan tebal lapisan bervariasi.

c. Lapisan ketiga: terdiri dari lapukan lanjut batuan peridorit/serpentin

dengan urat-urat garneirit dan krisopras yang berwarna hijau. Tebal

lapisan bijih rata-rata 10 – 15 meter, dengan kandungan nikel ± 1,35%

dan kadar besi 5 – 15%.

d. Lapisan paling bawah: merupakan batuan dasar (bedrock) yang terdiri dari batuan peridodit/serpentin.

(49)

WARNA

PROFIL ZONA

KE DALAMAN

(m)

KANDUNGAN UNSUR (% berat total)

Ni Co Fe MgO SiO2

Tanah Penutup

0.3-6 <0.8 <0.1 >50 <0.5 <7

Limonit 8-15 0.8-1.5 0.1-0.2 40-50 0.5-5 7-10

Saprolit 5-18 1.5-3 0.02-0.1 10-25 15-35 33-35

Batuan Dasar

0.3 0.01 5 35-45 >35

[image:49.612.133.514.320.571.2]

Sumber : Company Presentation PT INCO Pomalaa 2006

Gambar 5 Struktur umum batuan yang mengandung bijih nikel

Sedangkan pada lokasi penelitian, struktur dan kandungan biji dapat

dilihat pada Gambar 6.

Sumber : Company Presentation PT INCO Pomalaa 2006

Gambar 6 Salahsatu penampang struktur batuan lokasi penelitian

Proses Terjadinya Nikel

Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Batuan ultrabasa

rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat

(50)

atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat

diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara

unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit

akibat pengaruh larutan hydrothermal akan merubah batuan peridotit menjadi

batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan

fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu,

menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.

Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan

karbondioksida berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan

menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan

ultrabasa dan menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut. Si cenderung membentuk

koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Di dalam larutan, Fe

teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk

mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama

mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.

Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus ke bawah

selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana

cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada

kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung

dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi

tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal

dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan

membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning

kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai

bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas pelapukan dan akan

diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau

rekahan-rekahan pada batuan induk. Di lapangan, urat-urat ini dikenal sebagai

batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut

dengan akar pelapukan (root of weathering). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:

a. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk

terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan

ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa tersebut terdapat elemen

Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya dan mempunyai

(51)

piroksin serta mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan

memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana

terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat

menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur.

Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya

pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan

yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.

c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan

reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu

mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung

karbondiokasida memegang peranan penting didalam proses pelapukan

kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat

merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan

vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan:

1. penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti

jalur akar pohon-pohonan.

2. akumulasi air hujan akan lebih banyak.

3. humus akan lebih tebal.

Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana terdapat hutan

lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih

tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi

untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

d. Struktur. Struktur yang sangat dominan yang terdapat di daerah Polamaa

ini adalah struktur rekahan atau kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas

dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit,

maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan

masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

e. Topografi. Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi

sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka

air akan bergerak perlahan-lahan sehingga a

Gambar

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Gambar 3  Skema titik stasiun pengambilan sampel air
Tabel 2. Waktu pengambilan sampel kualitas air
Gambar 4  Grafik hubungan beban pencemaran dan konsentrasi polutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Narrative Text adalah satu dari 13 jenis teks bahasa inggris (genre) yang lahir dari kalangan Narration (lihat Types Of Text) sepertihalnya Recount Text, Anecdote Text, Spoof Text dan

Persentase penduduk miskin untuk setiap kecamatan di Kabupaten Malang dengan metode Bayes Empirik yang disajikan pada gambar 6b menunjukkan bahwa persentase

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau badan usaha yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian suatu Negara. Bank juga merupakan salah satu elemen dalam

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Deteksi Copy-Move pada Pemalsuan Citra Menggunakan Local Binary Pattern dan

Didin Hafidhuddin berpendapat bahwa zakat produk hewani adalah zakat yang dikeluarkan atas hasil-hasil hewani yang meliputi madu, susu, sutera, telur dan produk

Agar ke depannya SMP N 39 Semarang dapat menghasilkan siswa yang berkualitas, perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pembelajaran yang

Calon perlu mengenal pasti pembolehubah dimanipulasi (alasan yang diberi) dan pembolehubah bergerak balas (pemerhatian yang dibuat) sebelum membuat satu kesimpulan

Praktik Pengalaman Lapangan adalah kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam bangku