• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Fisikokimia Kolagen Yang Diisolasi Dengan Metode Hidro Ekstraksi Dan Stabilisasi Nanokolagen Kulit Ikan Gabus (Channa Striata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Fisikokimia Kolagen Yang Diisolasi Dengan Metode Hidro Ekstraksi Dan Stabilisasi Nanokolagen Kulit Ikan Gabus (Channa Striata)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA KOLAGEN YANG DIISOLASI

DENGAN METODE HIDRO-EKSTRAKSI DAN STABILISASI

NANOKOLAGEN KULIT IKAN GABUS (

Channa striata

)

WULANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Fisikokimia Kolagen yang Diisolasi dengan Metode Hidro-Ekstraksi dan Stabilisasi Nanokolagen Kulit Ikan Gabus (Channa striata) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

(4)

RINGKASAN

WULANDARI. Karakterisasi Fisikokimia Kolagen yang Diisolasi dengan Metode Hidro-Ekstraksi dan Stabilisasi Nanokolagen Kulit Ikan Gabus (Channa striata). Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan KUSTIARIYAH TARMAN.

Kolagen merupakan jaringan ikat matriks ekstraseluler yang pemanfaatannya cukup luas baik di industri biomedis, kosmetika maupun makanan. Sumber kolagen saat ini berasal dari sapi dan babi yang memiliki keterbatasan dalam penggunaannya terkait masalah agama. Kulit ikan gabus merupakan salah satu by-products hasil perairan yang berpotensi sebagai sumber alternatif kolagen. Metode isolasi kolagen yang banyak diterapkan saat ini yaitu acid soluble collagen (ASC) dan pepsin soluble collagen (PSC). Kelemahan metode ini antara lain lamanya waktu isolasi, banyaknya jumlah bahan kimia dan memerlukan biaya produksi lebih tinggi. Hidro-ekstraksi merupakan metode isolasi kolagen menggunakan air sebagai pelarut untuk mengekstrak kolagen. Ekstraksi kolagen dengan metode hidro-ekstraksi dilakukan melalui 3 tahapan yaitu pretreatment dengan NaOH, hidrolisis dengan asam asetat dan ekstraksi pada suhu 40oC selama 2 jam.

Distribusi partikel pada jaringan dan organ dipengaruhi oleh ukuran partikel. Nanopartikel lebih mudah diserap dan mampu menembus hambatan pada kulit. Permasalahan yang sering terjadi pada nanopartikel adalah aglomerasi. Penambahan agen penstabil dalam pembuatan nanopartikel diperlukan untuk mencegah terjadinya aglomerasi. Salah satu bahan yang berfungsi sebagai agen penstabil adalah glutaraldehid. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik fisikokimia kolagen yang diisolasi dengan metode hidro-ekstraksi dan menentukan stabilitas nanokolagen kulit ikan gabus.

Penelitian dilakukan dalam 5 tahap yaitu preparasi dan karakterisasi kimia kulit ikan gabus, isolasi kolagen dengan metode hidro-ekstraksi, karakterisasi fisikokimia kolagen, pembuatan nanokolagen menggunakan metode desolvasi dengan perlakuan suhu 4, 28 dan 40oC selama 1 dan 2 jam, dan stabilisasi nanokolagen dengan glutaraldehid. Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap pretreatment dengan larutan NaOH dan proses hidrolisis dengan asam asetat adalah Rancangan Acak Lengkap pengamatan berulang (RAL in Time). Taraf konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 0.05, 0.1, 0.15 dan 0.2 M dengan satuan waktu perendaman 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 jam. Taraf konsentrasi asam asetat yang digunakan adalah 0.05, 0.1, 0.15 dan 0.2 M dengan satuan waktu perendaman 1 dan 2 jam.

(5)

gelasi 78.55oC. Komposisi asam amino yang dominan yaitu glisina 27.11%, prolina 13.87% dan alanina 12.58%. Kolagen dari kulit ikan gabus merupakan kolagen tipe I dicirikan dengan adanya rantai α1 dan α2. Sizing nanokolagen

dengan perlakuan suhu 40oC selama 1 jam menghasilkan Z-average terkecil yaitu 253.49 nm dengan nilai indeks polidispersitas 0.3380. Stabilitas nanokolagen terpilih yaitu perlakuan glutaraldehid 0.064% dengan Z-average 527.46 nm dan indeks polidispersitas terkecil 0.0170.

(6)

SUMMARY

WULANDARI. Physicochemical Characteristics of Collagen Isolated by Hydro-Extraction Methods, and Stabilization of Nanocollagen from the Snakehead Fish Skin (Channa striata). Supervised by PIPIH SUPTIJAH and KUSTIARIYAH TARMAN.

Collagen is an extracellular matrix of connective tissue and it has been widely used in biomedical, cosmetic and food industries. Currently, the main source for collagen production are bovine and pig. The snakehead fish skin is one of aquatic by-products potensial for alternative source of collagen. Commonly, collagen from aquatic by-product has been isolated by acid soluble collagen (ASC) and pepsin soluble collagen (PSC) methods. This methods requires longer times, large amount of chemical, and high production costs. Hydro-extraction is collagen isolation methods by water extraction. Collagen extraction by hydro-extraction method was conducted in 3 steps, namely NaOH pretreatment, hydrolisis with acetic acid and extraction with temperature 40oC for 2 hours.

Distribution of particle on the tissue and organ was influenced by particle size. Nanoparticle will be easier to absorbed and penetrate the skin barrier. The problem that often occur in nanoparticles is agglomeration. The addition of a stabilizing agent in synthesis of nanoparticles is necessary to prevent agglomeration. Glutaraldehyde is one of stabilizing agent which could prevent agglomeration.

This research was conducted in 5 stages: preparation and chemical characterization the skin of snakehead fish, collagen isolation by hydro-extraction methods, physicochemical characterization of collagen, nanocollagen processing by disolvation methods on temperature 4, 28 and 40°C for 1 and 2 hours, and stabilization of nanocollagen with glutaraldehyde. The experimental design used for pretreatment with NaOH and hydrolysis with acetic acid was completely randomized repetead measurement design. Concentration levels of NaOH were 0.05, 0.1, 0.15 and 0.2 M during 2, 4, 6, 8, 10 and 12 hours of soaking time. Concentration levels of acetic acid were 0.05, 0.1, 0.15 and 0.2 M during 1 and 2 hours of soaking time.

The snakehead fish skin consisted of 77.18% moisture, 0.67% ash, 20.36% protein, and 1.42% fat. Heavy metals detected in snakehead fish skin were Pb <0.005, Hg <0.002, Cd 0.051 mg/kg and As <0.002. The selected NaOH pretreatment was 0.05 M NaOH concentration for 6 hours of soaking time and it resulted the lowest protein concentration at 0.1347 mg/mL. The selected treatment of hydrolysis was 0.1 M acetic acid concentration for 2 hours of soaking time and it resulted 0.108 g solubility and 425% degree of swelling. Extraction yield of collagen was 16% (wet basis) with whiteness 66.44%, protein content 96.21%, viscosity 10 cP, pH 5.24, melting point 159.9oC and glass transition 78.55oC. Amino acid compositions were 27.11% glycine, 13.87% proline and 11% alanine. Collagen from the skin of snakehead fish belonged to collagen type I (characterized by α1and α2 chains). The sizing of nanocollagen within 40oC for 1

hour resulted the lowest Z-average 253.49 nm with polydispersity index 0.3380. The selected nanocollagen stability was 0.064% of glutaraldehyde with Z-average 527.46 nm and polydispersity index 0.0170.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA KOLAGEN YANG DIISOLASI

DENGAN METODE HIDRO-EKSTRAKSI DAN STABILISASI

NANOKOLAGEN KULIT IKAN GABUS (

Channa striata

)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

(11)

4!4,7"2&27 7 1+3"1'22&7 &2&+/+&-&7 /,#".7 5.#7 &&2/,2&7 !".#.7 "3/!"7 &!1/+231+2&7 !.7 3&,&22&7 ./+/,#".7 4,&37 +.7 427

-7 7

7 4,.!1&7

17 17 7

"347

"3471/#1-734!&7 "+./,/#&72&,7"1&1.7

1717 &.&71&,+2.&7 7

.##,7*&.71"37

&2"34(4&7/,"$7

/-&2&7"-&-&.#7

17 &7

.##/37

&+"3$4&7/,"$7

1717 %,75$7 #17

.##,74,427

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai dengan November 2015 ini ialah pemanfataan by-products hasil perairan, dengan judul Karakterisasi Fisikokimia Kolagen yang Diisolasi dengan Metode Hidro-Ekstraksi dan Stabilisasi Nanokolagen Kulit Ikan Gabus (Channa striata).

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Dra Pipih Suptijah, MBA dan Ibu Dr Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan selama penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Nurjanah, MS selaku penguji, Dr Ir Wini Trilaksani, M.Sc selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Direktorat Jenderal Dikti. Di samping itu ucapan terima kasih kepada Bapak dan Ibu dosen staf pengajar, dan seluruh laboratorium yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bunda Dade Jubaedah, Ibu Marini Wijayanti dan Mbak Dini Indriani atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini. Terima kasih buat teman-teman THP 2013 atas kebersamaan dan kekeluargaannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua penulis Ayahanda Kusban dan Ibunda Lamirah, Ayunda Sihmawati dan Kak Daidi Suparman, keponakan penulis Levina Efrianka dan Davin Vhalega serta seluruh keluarga, kerabat dan sahabat atas do’a dan dukungannya. Dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf atas kesalahan maupun kekurangan baik selama pelaksanaan maupun penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)
(15)

Warna 21

Gugus fungsi 22

Viskositas 23

Komposisi asam amino 24

pH 25

Berat molekul 25

Stabilitas thermal 26

Struktur mikroskopik kolagen 27

Nanokolagen 28

Stabilitas nanokolagen 29

4 SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 38

(16)

DAFTAR TABEL

1 Larutan BSA dengan konsentrasi 0-1.5 mg/mL 12

2 Komposisi kimia kulit ikan gabus 16

3 Kandungan logam berat kulit ikan gabus 16

4 Rendemen kolagen dari kulit ikan gabus dan beberapa kulit ikan lainnya 21 5 Karakteristik gugus fungsi kolagen dari kulit ikan gabus 23 6 Komposisi asam amino kolagen dari kulit ikan gabus dan beberapa jenis

ikan lainnya per 1000 total residu 24

7 Pengaruh suhu dan waktu sizing terhadap Z-average dan indeks

polidispersitas nanokolagen 28 8 Pengaruh konsentrasi glutaraldehid terhadap stabilitas Z-average dan

indeks polidispersitas nanokolagen 29

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 7

2 Konsentrasi protein dalam larutan NaOH sisa perendaman 17

3 Derajat Pengembangan (DP) kulit ikan gabus 19

4 Tingkat kelarutan kolagen selama waktu perendaman 20 5 Karakteristik gugus fungsi kolagen dari kulit ikan gabus 22

6 Pola SDS-PAGE kolagen 26

7 Kurva termogram DSC kolagen dari kulit ikan gabus 26 8 Morfologi struktur mikroskopik kolagen dari kulit ikan gabus 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai absorbansi standar Bovine Serum Albumin (BSA) dan kurva regresi linier standar BSA untuk uji biuret larutan NaOH sisa

perendaman kulit gabus 38

2 Nilai konsentrasi protein sisa perendaman kulit dalam larutan NaOH 39 3 Hasil uji anova nilai konsentrasi protein sisa perendaman kulit ikan

gabus dalam larutan NaOH 41

4 Hasil uji lanjut DMRT pengaruh konsentrasi NaOH terhadap nilai

konsentrasi protein 41

5 Hail uji lanjut DMRT pengaruh waktu perendaman terhadap nilai

konsentrasi protein 41

6 Derajat pengembangan (DP) kulit ikan gabus pada perendaman asam

asetat 41

7 Hasil uji anova pengaruh konsentrasi dan lama waktu perendaman asam

asetat terhadap derajat pengembangan (DP) 42

8 Hasil uji lanjut DMRT pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap

(17)

9 Hasil uji lanjut DMRT pengaruh waktu terhadap derajat pengembangan

(DP) kulit ikan gabus 42

10 Kelarutan kolagen kulit ikan gabus dengan perendaman asam asetat 42 11 Hasil uji anova pengaruh konsentrasi dan waktu perendaman asam

asetat terhadap kelarutan kolagen 42

12 Hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kelarutan

kolagen 43

13 Hasil uji DMRT pengaruh waktu terhadap kelarutan kolagen 43 14 Berat molekul dan nilai Rf marker serta kurva regresi linier antara Rf

dan log BM marker 43

15 Perhitungan berat molekul kolagen dari kulit ikan gabus 44 16 Ukuran dan indeks polidispersitas nanokolagen dari kulit ikan gabus 44 17 Stabilitas nanokolagen dengan penambahan glutaraldehid sebagai agen

(18)
(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kolagen merupakan jaringan ikat matriks ekstraseluler yang keberadaannya berlimpah yaitu sekitar 30% dari total protein. Kolagen terdiri dari 28 tipe, kolagen tipe I merupakan komponen penyusun utama pada jaringan tendon, tulang dan kulit (Gelse et al. 2003). Unit struktur kolagen adalah tropokolagen yang berbentuk batang terdiri atas 3 unit polipeptida, berperan dalam pembentukan struktur triple helix. Setiap rantai polipeptida terdiri dari Gly-X-Y, X dan Y kemungkinan besar adalah prolina dan hidroksiprolina (Ogawa et al. 2003).

Kolagen memiliki sifat yang unik yaitu biodegradable, biocompatible, dan antigenitas rendah (Glowacki dan Mizuno 2007). Pemanfaatannya cukup luas baik di bidang biomedis, kosmetika maupun pangan. Aplikasi dalam biomedis sebagai agen hemostatik, regenerasi dan penggantian jaringan tulang, oksigenator membran, kontrasepsi (metode penghalang), implan, dan sistem penghantar obat. Pemanfaatan di bidang kosmetik sebagai bahan aktif untuk mencegah terjadinya penuaan dini (antiaging) baik dalam bentuk lotion atau krim (Meena et al. 1999). Industri makanan memanfaatkan kolagen sebagai emulsifier, foaming agent (Schrieber dan Gareis 2007), pengemasan (food packaging) dan enkapsulasi (Gómez-Guillén et al. 2011).

Pemanfaatan kolagen yang cukup luas tersebut menyebabkan permintaannya meningkat dari tahun ke tahun. Kolagen yang terdapat di pasaran saat ini umumnya berasal dari sapi dan babi. Penggunaan kolagen dari bahan tersebut memiliki kendala dari aspek agama (Shen et al. 2007). Alternatif bahan baku khususnya berasal dari by-products hasil perikanan yang dapat digunakan sebagai

sumber kolagen antara lain kulit, tulang, sisik, dan gelembung renang. By-products hasil perikanan tersebut mampu mencapai 75% dari total hasil

tangkapan (Huang et al. 2016). Pemanfaatan by-products hasil perikanan sebagai sumber kolagen selain akan diterima oleh semua agama baik Islam, Hindu, Sikh dan Yahudi tetapi juga dapat meningkatkan nilai tambah limbah.

(20)

2

Metode isolasi kolagen dari hasil perikanan umumnya dilakukan dengan acid soluble collagen (ASC) dan pepsin soluble collagen (PSC). Isolasi kolagen dari kulit ikan karper rumput dengan metode ASC memerlukan waktu ±180 jam (Liu et al. 2015a), sedangkan untuk PSC memerlukan waktu ±158 jam (Kittiphattanabawon et al. 2010). Penentuan titik kritis dalam isolasi kolagen sangat diperlukan guna mempersingkat waktu isolasi kolagen. Isolasi kolagen dengan metode hidro-ekstraksi telah dilakukan pada sisik ikan nila, dengan beberapa keuntungan antara lain waktu singkat, sedikit memerlukan peralatan laboratorium, dapat diproduksi secara kontinu, rendemen tinggi, limbah sedikit dan biaya produksi lebih rendah (Huang et al. 2016).

Ukuran partikel merupakan faktor penting untuk menentukan efektivitas penggunaan kolagen dalam bidang biomedis dan kosmetik. Desai et al. (1997) menyatakan bahwa ukuran partikel mempengaruhi penyerapan seluler. Nanopartikel merupakan butiran atau partikel yang berukuran 10-1000 nm. Mu dan Sprando (2010) melaporkan bahwa nanopartikel memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga meningkatkan kemampuan untuk melintasi hambatan biologis serta meningkatkan kelarutan bahan aktif. Aglomerasi merupakan masalah utama dalam pembuatan nanopartikel. Hasil penelitian Alhana (2015) menunjukkan bahwa nanokolagen teripang yang disimpan selama 24 jam mengalami aglomerasi yaitu dari 148.93 nm menjadi 489.84 nm. Nura’enah (2013) juga melaporkan bahwa nanokolagen kulit ikan pari yang disimpan selama 24 jam mengalami pembesaran ukuran yaitu dari 159.48 nm menjadi 209.27 nm. Penambahan agen penstabil dalam pembuatan nanopartikel diperlukan untuk mencegah terjadinya aglomerasi. Azarmi et al. (2006) menyatakan bahwa sejumlah bahan penaut silang (cross linker) seperti glutaraldehid dapat digunakan sebagai agen penstabil nanopartikel.

Informasi ekstraksi kolagen kulit ikan gabus dengan metode hidro-ekstraksi dan stabilisasi nanokolagen dengan glutaraldehid belum pernah dilaporkan sebelumnya. Penelitian karakterisasi fisikokimia kolagen yang diisolasi dengan metode hidro-ekstraksi dan stabilisasi nanokolagen kulit ikan gabus penting dilakukan untuk pengembangan produk kolagen dari by-products hasil perairan.

Perumusan Masalah

(21)

3 Tingkat efektivitas kolagen ditentukan oleh besarnya ukuran partikelnya. Permasalahan yang timbul ketika partikel berukuran nano adalah aglomerasi. Pencegahan aglomerasi dapat dilakukan dengan menambahkan glutaraldehid sebagai agen penstabil. Berdasarkan uraian tersebut maka penting dilakukan penelitian karakterisasi fisikokimia kolagen yang diisolasi dengan metode hidro-ekstraksi dan stabilisasi nanokolagen kulit ikan gabus.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik fisikokimia kolagen kulit ikan gabus yang diisolasi dengan metode hidro-ekstraksi serta menentukan stabilitas nanokolagen dengan penambahan glutaraldehid sebagai agen penstabil. Tujuan khususnya meliputi:

1) Menentukan konsentrasi dan lama waktu perendaman kulit dalam larutan NaOH yang terbaik terhadap eliminasi protein non kolagen pada kulit.

2) Menentukan konsentrasi asam asetat dan lama waktu perendaman kulit dalam larutan asam asetat yang terbaik terhadap derajat pengembangan (DP) kulit dan tingkat kelarutan kolagen.

3) Menentukan karakteristik fisikokimia kolagen kulit ikan gabus.

4) Menentukan waktu dan suhu sizing terbaik terhadap ukuran nanokolagen. 5) Menentukan stabilitas nanokolagen dengan penambahan glutaraldehid sebagai

agen penstabil.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara umum bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan pengembangan produk kolagen ikan. Secara spesifik penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pretreatment dengan larutan NaOH dan hidrolisis dengan asam asetat terbaik serta isolasi kolagen dengan metode hidro-ekstraksi untuk menghasilkan kolagen kulit ikan gabus. Selain itu, memberikan informasi juga terhadap lama waktu dan suhu sizing terbaik untuk pembuatan nanokolagen serta informasi efektifitas penggunaan glutaraldehid sebagai agen penstabil nanokolagen.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

4

dilanjutkan ke proses stabilisasi menggunakan glutaraldehid dengan konsentrasi 0, 0.032, 0.064 dan 0.096% dan diamati kestabilan nanokolagen tersebut selama 30 hari penyimpanan pada suhu 4oC.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian karakterisasi fisikokimia kolagen yang diisolasi dengan metode hidro-ekstraksi dan stabilisasi nanokolagen kulit ikan gabus adalah sebagai berikut:

1. Preatreatment dengan larutan NaOH

H0 = 0 (tidak ada pengaruh perlakuan konsentrasi NaOH dan waktu

perendaman terhadap konsentrasi protein kulit ikan gabus).

H1 ≠ 0 (paling sedikit terdapat 1 perlakuan konsentrasi NaOH dan waktu

perendaman berpengaruh terhadap konsentrasi protein kulit ikan gabus).

2. Hidrolisis dengan larutan asam asetat

H0 = 0 (tidak ada pengaruh perlakuan konsentrasi asam asetat dan waktu

perendaman terhadap derajat pengembangan dan kelarutan kolagen dari kulit ikan gabus).

H1≠ 0 (paling sedikit terdapat 1 perlakuan asam asetat dan waktu perendaman

(23)

5

2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai November 2015, bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Pengujian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Saraswanti Indo Genetech; Laboratorium Bidang Botani dan Mikrobiologi LIPI Cibinong; Laboratorium Bidang Zoologi LIPI Cibinong; Laboratorium Analisa Bahan Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Produktifitas dan Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan pada penelitian adalah kulit ikan gabus diperoleh dari Pasar Kamboja, Palembang, Sumatera Selatan. Bahan lain yang digunakan antara lain NaOH (Merck), asam asetat (Merck), aquabides, aquades dan bahan analisis lainnya. Peralatan yang digunakan meliputi Atomic Absorption Spectrophotometer (AA6300 Shimadzu, Japan), freeze dryer (Eyela FDU-1200, Tokyo, Japan), Chromameter (Minolta CR-310, Tokyo, Japan), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (Bruker Tensor 37, Ettlingen, Germany), High

Performance Liquid Chromatography (Water Coorporation, USA), viscometer

Brookfield (USA), waterbath incubator shaker (BT 25 Yamato, Tokyo, Japan), dan spektrofotometer (DR 5000, Düsseldorf, Germany), Scanning Electron Microscope (JSM-5310LV, Japan), Particle Size Analyzer (Vasco DLS, Japan), stirer (MH-61 Yamato, Tokyo, Japan), magnetic stirrer ukuran 5 cm, rotary evaporator, dan Differential Scanning Calorimetry (DSC-60 Shimadzu, Kyoto, Japan).

Prosedur Penelitian

(24)

6

Preparasi dan karakterisasi kimia kulit ikan gabus

Kulit ikan gabus berasal dari ikan yang berukuran 0.5-2 kg/ekor. Kulit ditransportasikan ke laboratorium dalam kondisi beku, selanjutnya kulit di-thawing dan dibersihkan sisik, daging serta kotoran yang tersisa dengan pisau lalu dicuci hingga bersih. Kulit dipotong dengan ukuran kira-kira 0.5 x 0.5 cm2 menggunakan gunting dan disimpan pada suhu freezing sampai kulit digunakan. Kulit ikan yang telah dibersihkan tersebut sebelum digunakan untuk tahap selanjutnya terlebih dahulu dilakukan pengujian kimia meliputi proksimat yaitu kadar air, kadar protein, kadar abu dan kadar lemak (AOAC 2005), kandungan logam berat Pb dan Cd (BSN 2354.5-2011), Hg (BSN 01-2354.6-2006) serta As (BSN 01-4866-1998).

Isolasi kolagen(modifikasi Liu et al. 2015a)

Proses isolasi kolagen dengan metode hidro-ekstraksi terdiri 3 tahap yaitu pretreatment dengan larutan NaOH, hidrolisis dalam larutan asam asetat, dan ekstraksi. Tahap pertama adalah proses pretreatment dengan larutan NaOH bertujuan untuk mengeliminasi protein non kolagen dan pengotor lainnya seperti lemak, mineral, pigmen dan odor. Kulit ikan gabus direndam dalam larutan NaOH dengan konsentrasi 0.05, 0.1, 0.15 dan 0.2 M selama 12 jam perendaman dan setiap 2 jam sekali larutan NaOH diganti dengan rasio antara kulit dan larutan NaOH adalah 1:10 (b/v). Larutan NaOH dari proses perendaman diuji protein dengan metode biuret dan BSA sebagai standar. Kulit ikan gabus hasil perendaman NaOH terpilih dinetralisasi dengan aquades sebelum digunakan untuk tahap selanjutnya.

Tahap kedua adalah hidrolisis dengan larutan asam asetat bertujuan untuk mengubah struktur serat kolagen sehingga mempermudah proses ekstraksi. Konsentrasi asam asetat yang digunakan yaitu 0.05, 0.1, 0.15 dan 0.2 M selama 1 dan 2 jam perendaman. Rasio antara kulit dan larutan asam asetat adalah 1:20 (b/v). Parameter yang diuji pada tahap hidrolisis dengan asam asetat adalah derajat pengembangan (DP) kulit dan kelarutan kolagen dengan penambahan NaCl 5 M.

Tahap ketiga yaitu ekstraksi. Kulit hasil pretreatment NaOH dan hidrolisis asam asetat terpilih dicuci dengan aquades hingga mencapai pH netral sebelum digunakan untuk ekstraksi. Ekstraksi pada suhu 40oC selama 2 jam menggunakan water bath shaker kecepatan 150 rpm. Rasio antara kulit dan aquabides adalah 1:2 (b/v). Hasil ekstraksi berupa larutan kolagen, selanjutnya dikeringkan dengan freeze dryer untuk memperoleh kolagen kering dan dihitung rendemennya. Prosedur isolasi kolagen dari kulit ikan gabus dapat dilihat pada Gambar 1.

Pembuatan nanokolagen (modifikasi Coester et al. 2000)

(25)

7

Preparasi (kulit dipotong ukuran 0.5 x 0.5 cm2)

Pretreatment dalam larutan NaOH dengan rasio 1:20 (b/v), konsentrasi NaOH 0.05, 0.1, 0.15 dan 0.2 M

selama 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 jam pada suhu ruang

Netralisasi

Hidrolisis dalam larutan asam asetat dengan rasio 1:20 (b/v), konsentrasi 0.05, 0.1, 0.15 dan

0.2 M selama 1 dan 2 jam pada suhu ruang

Netralisasi

Hidro-ekstraksi pada suhu 40oC selama 2 jam, kecepatan 150 rpm

Kulit ikan gabus

Larutan kolagen Freeze dry

Kolagen kering Sizing dengan magnetik stirrer

Suhu 4, 28 dan 40oC selama 1 dan 2 jam

Uji PSA Penambahan etanol

96% (stirring 30 menit) Rasio kolagen dan etanol 1:1 (v/v)

Penambahan glutaraldehid 0, 0.032, 0.064 dan 0.096%, homogenisasi selama 30 menit

Evaporasi suhu 30oC Penyimpanan selama 30 hari pada suhu 4oC

Gambar 1 Diagram alir penelitian (modifikasi Liu et al. 2015a; Coester et al. 2000)

Analisis proksimat dan logam berat (Pb, Hg, Cd dan As)

Uji biuret

Uji derajat pengembangan kulit dan kelarutan kolagen

Analisis rendemen, protein, pH, asam amino, gugus fungi,

stabilitas thermal, morfologi, viskositas dan berat molekul

(26)

8

Stabilisasi nanokolagen (Azarmi et al. 2006)

Nanokolagen dengan ukuran terkecil dari tahap selanjutnya dilanjutkan ke tahap stabilisasi. Nanokolagen ditambah dengan agen penstabil yaitu glutaraldehid sebanyak 0, 0.032%, 0.064% dan 0.098% lalu dihomogenisasi dengan stirrer selama 30 menit. Nanokolagen yang telah ditambah dengan agen penstabil tersebut dievaporasi pada suhu 30oC lalu disimpan pada suhu 4oC selama 30 hari guna pengamatan kestabilan Z-average dan indeks polidispersitas nanokolagen.

Prosedur Analisis Penelitian

Rendemen (Shyni et al. 2014)

Rendemen kolagen diperoleh dari perbandingan berat kering kolagen yang dihasilkan dengan berat bahan kulit (yang telah dibersihkan dari sisa daging, sisik dan kotoran lainnya). Rendemen diperoleh dengan rumus:

Berat kering kolagen

Rendemen kolagen (%) = x 100% Berat basah kulit ikan (setelah dibersihkan)

Kadar air (AOAC 2005)

Prinsip analisis kadar air adalah mengetahui kandungan air yang terdapat pada suatu bahan. Cawan porselin dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 30 menit. Cawan porselin yang sudah dikeringkan dalam oven dimasukkan dalam desikator (30 menit) kemudian ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah kering serta diketahui beratnya. Cawan berisi sampel dimasukkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 6 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan

Keterangan: A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)

Kadar abu (AOAC 2005)

(27)

9 B – A

Kadar abu (%) = x 100% C

Keterangan: A = Berat cawan abu porselin kosong (g)

B = Berat cawan abu porselin + sampel setelah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

Kadar protein (AOAC 2005)

Prinsip analisis protein adalah mengetahui kandungan dari protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Sebanyak 0.5 g sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan sebutir kjeltab dan 10 mL H2SO4. Labu

yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410oC dan ditambahkan air sebanyak 10 mL. Proses ini dilakukan sampai larutan menjadi jernih. Larutan yang telah jernih didinginkan, kemudian ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40% dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 mL berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 2% mengandung

indikator campuran dari bromocresol green 0.1% dan methyl red 0.1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 mL larutan NaOH-Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga tertampung 40 mL, destilat di

dalam Erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau kebiruan. Destilat yang dihasilkan dititrasi dengan HCl 0.1004 N sampai warna larutan berubah warna menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:

(mL HCl – mL HCl blanko) x N HCl

% Nitrogen = x 14 x 100%

mg sampel

% Protein = % Nitrogen x faktor konversi (6.25)

Kadar lemak (AOAC 2005)

Labu lemak sebelum digunakan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 30 menit, dimasukkan dalam desikator (30 menit) dan ditimbang (W1). Sampel ditimbang sebanyak 5 g (W2), dibungkus dengan kertas saring dan

dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksan. Proses reflux dilakukan sampai larutan jernih dan pelarut yang ada di dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut didestilasi sampai habis selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC hingga beratnya konstan, dimasukkan dalam desikator dan ditimbang (W3). Kadar lemak dihitung dengan

rumus:

W3– W1

Kadar lemak (%) = x 100% W2

Keterangan: W1 = Berat labu lemak kosong (g)

W2 = Berat sampel (g)

(28)

10

Logam berat

Kandungan logam berat (Hg, Pb, As dan Cd) dianalisis menggunakan

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Metode analisis logam berat

didasarkan pada BSN 2354.5-2011 untuk Pb dan Cd, BSN 01-2354.6-2006 untuk Hg serta BSN 01-4866-1998 untuk As. Tahap analisis logam berat diawali dengan pembuatan larutan standar dan kurva kalibrasi logam, dilanjutkan dengan analisis logam berat sampel uji.

a. Pembuatan larutan standar dan kurva kalibrasi timbal (Pb dan Cd)

Larutan standar Pb (1000 µg/mL) sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan 10 mL HNO3 5N dan ditepatkan

sampai garis tanda dengan air suling (konsentrasi 100 µg/mL). Larutan kerja untuk pembuatan kurva kalibrasi Pb dibuat dengan memipet 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 1.0 dan 1.5 mL larutan baku 100 µg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan ditepatkan sampai garis tanda (larutan kerja mengandung 0.0, 0.4, 0.8, 1.2, 2 dan 3 µg/mL). Larutan standar Pb masing-masing diukur serapannya pada panjang gelombang 217 nm dengan AAS. Kurva standar didapatkan dari hasil perhitungan absorbansi larutan standar, sehingga diperoleh persamaan regresi linier.

b. Pembuatan larutan standar dan kurva kalibrasi merkuri (Hg)

Larutan standar Hg (1000 µg/mL) sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan 10 mL HNO3 10% (v/v) dan

ditepatkan sampai garis tanda dengan air suling (konsentrasi 100 µg/mL). Larutan kerja untuk pembuatan kurva kalibrasi Hg dibuat dengan memipet 0.0, 0.005, 0.01, 0.02, 0.04 dan 0.05 mL larutan baku 100 µg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan 50 mL akuades bebas merkuri, ditambah H2SO4

95% dan 20 mL KMnO4 5% (b/v). Setelah itu ditambahkan hidroksilamin

hidroklorida 10%, tetes demi tetes hingga warna ungu dari permanganat hilang. Larutan ditepatkan sampai garis tanda dengan air suling, lalu dikocok hingga homogen (larutan kerja ini mengandung 0, 5, 10, 20, 40, dan 50 µg/L Hg). Larutan standar Hg masing-masing diukur serapannya pada panjang gelombang 253.7 nm dengan AAS. Kurva standar didapatkan dari hasil perhitungan absorbansi larutan standar, sehingga diperoleh persamaan regresi linier.

c. Pembuatan larutan standar dan kurva kalibrasi larutan standar arsen (As) Larutan standar As (1000 µg/mL) sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan 10 mL HNO3 5N dan ditepatkan

sampai garis tanda dengan air suling (konsentrasi 100 µg/mL). Larutan kerja untuk pembuatan kurva kalibrasi As dibuat dengan memipet 0.0, 0.003, 0.01, 0.02, 0.04 dan 0.08 mL larutan baku 100 µg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan ditepatkan sampai garis tanda (larutan kerja mengandung 0, 3, 10, 20, 40 dan 80 µg/L). Larutan standar As masing-masing diukur serapannya pada panjang gelombang 193.7 nm dengan AAS. Kurva standar didapatkan dari hasil perhitungan absorbansi larutan standar, sehingga diperoleh persamaan regresi linier.

Penentuan kandungan logam berat sampel terbagi atas tiga tahap, yaitu destruksi, pembacaan absorban sampel, dan perhitungan kandungan logam berat. a. Tahap destruksi

(29)

11 ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate pada suhu 50oC selama 4-6 jam, kemudian dibiarkan 24 jam dengan kondisi tertutup. Sampel ditambah dengan 0.4 mL H2SO4 dan dipanaskan kembali selama 1 jam di atas hot plate

sampai larutan berkurang (lebih pekat). Selama proses pemanasan berlangsung ditambahkan 2-3 tetes larutan HClO4: HNO3 (2:1) ke dalam sampel sampai terjadi

perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua dan menjadi kuning muda.

Pemanasan dilanjutkan sekitar 10-15 menit setelah terjadi perubahan warna. Sampel diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 2 mL akuades dan 0.6 mL HCl (p). Sampel dipanaskan kembali selama 15 menit. Sampel disaring dengan kertas saring untuk memisahkan endapan yang terbentuk. Sampel dianalisis kandungan logam beratnya dengan AAS.

b. Pembacaan absorbansi

Pembacaan absorbansi logam berat Hg dilakukan dengan spektrofotometer penyerapan atom tanpa nyala pada panjang gelombang 253.7 nm, logam berat Pb dan Cd ditentukan dengan spektrofotometer graphite furnace-argon pada panjang gelombang 217.0 nm dan logam berat As ditentukan dengan lampu katode As dengan panjang gelombang 193.7 nm. Absorbansi larutan blanko dan larutan standar untuk masing-masing logam berat juga diukur dengan cara yang sama. c. Perhitungan

Konsentrasi logam berat sampel dihitung berdasarkan kurva regresi linier dari standar masing-masing logam berat. Selanjutnya kadar logam berat dihitung dengan rumus:

( )

Keterangan:

D = kadar contoh μg/δ dari hasil pembacaan AAS

E = kadar blanko contoh μg/δ dari hasil pembacaan AAS W = berat contoh (g)

V = volume akhir larutan contoh yang disiapkan (mL) Fp = faktor pengenceran

Uji biuret (Gornall et al. 1949)

Uji biuret dilakukan untuk menentukan konsentrasi protein suatu sampel dengan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai standar. Pereaksi biuret dibuat dengan mencampurkan sebanyak 3 g CuSO4.5H2O, 9 g Na-K-tartat, dan 5 g KI

(30)

12

Tabel 1 Larutan BSA dengan konsentrasi 0-1.5 mg/mL Konsentrasi BSA

Derajat pengembangan (DP) kulit diperoleh dari selisih berat kulit setelah perendaman dengan sebelum perendaman asam asetat dibandingkan dengan berat kulit awal (sebelum perendaman asam asetat). Rumus derajat pengembangan (DP) adalah sebagai berikut:

(B - A)

DP (%) = x 100% A

keterangan: A = berat kulit sebelum perendaman asam asetat B = berat kulit setelah perendaman asam asetat

Analisis komposisi asam amino (AOAC 1995)

Komposisi asam amino ditentukan dengan HPLC. Perangkat HPLC dibilas terlebih dahulu dengan eluen sebelum digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe sebelum digunakan harus dibilas dengan akuades. Analisis asam amino menggunakan HPLC terdiri dari 4 tahap, yaitu: pembuatan hidrolisat protein, pengeringan, derivatisasi dan injeksi.

a. Pembuatan hidrolisat protein

Preparasi sampel dilakukan dengan membuat hidrolisat protein. Sampel ditimbang 0.1 g dan dihancurkan, sampel yang telah hancur ditambahkan dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 mL. Larutan tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak menganggu kromatogram yang dihasilkan. Setelah pemanasan selesai, hidrolisat protein disaring menggunakan milipore berukuran 45 mikron.

b. Pengeringan

Hasil saringan diambil sebanyak 10 μδ dan ditambahkan γ0 μδ larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trimetilamin dengan perbandingan 2:2:1. Setelah sampel dikeringkan dengan pompa vakum untuk mempercepat proses dan mencegah oksidasi.

c. Derivatisasi

(31)

13 10 mL asetonitril 60% dan natriun asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali dengan menggunakan milipore berukuran 45 mikron. Larutan derivatisasi sebanyak γ0 μδ ditambahkan pada hasil pengeringan.

d. Injeksi ke HPLC

Hasil saringan diambil sebanyak β0 μδ untuk diinjeksikan ke dalam HPδC. Perhitungan konsentrasi asam amino pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar menggunakan asam amino standar.

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino: Temperatur kolom : 38°C

Jenis kolom : Pico tag 3.9 x 150 nm columm Kecepatan alir eluen : 1 mL/menit

Tekanan : 3000 psi

Fase gerak : Asetonitril 60% dan natrium asetat 1 M 40% Detektor : UV / 254 nm

Kandungan asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus yaitu persentase asam amino dalam 100 gram sampel:

Asam amino (%) =

Keterangan:

C = Konsentrasi standar asam amino (0.5 µmol/mL) FP = faktor pengenceran (5 mL)

BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)

Analisis thermal (Martianingsih dan Atmaja 2009)

Analisis thermal dilakukan menggunakan alat DSC untuk mengetahui karakteristik thermal kolagen. Sampel sebanyak 5-10 mg ditempatkan dalam wadah aluminium lalu ditutup. Sampel kemudian dianalisis pada suhu antara 20°C hingga 300°C dengan laju pemanasan 10°C/menit.

Analisis gugus fungsi (Modifikasi Yan et al. 2008)

Analisis FTIR digunakan untuk mengetahui gugus fungsi khas kolagen. Sampel uji terlebih dahulu dibentuk pelet dengan campuran KBr. Sebanyak 100 mg KBr dan 2 mg sampel uji dicampurkan, kemudian ditumbuk sampai halus dan tercampur rata dalam mortar agate. Pengukuran sampel uji dilakukan pada bilangan gelombang antara 4000-500 cm-1. Spektra FTIR yang dihasilkan menunjukkan puncak-puncak serapan bilangan gelombang dari sampel uji. Gugus-gugus fungsi sampel uji ditentukan berdasarkan puncak serapan bilangan gelombang yang terdeteksi dengan wilayah serapan untuk gugus fungsi protein.

Analisis berat molekul (LaemmLi 1970)

(32)

14

dan diagitasi selama 30 menit. Larutan etanol diganti dengan air bebas ion dan diagitasi 10 menit. Gel direndam dengan 0.1% AgNO3 (1:5) selama 30 menit kemudian gel dicuci dengan air bebas ion selama 20 detik, kemudian ditambahkan larutan 2.5% Na2CO3 dan 0.02% formaldehida dengan rasio gel dan larutan 1:5.

Setelah itu diinkubasi sampai terbentuk pita. Gel dicuci dalam 1% larutan asam asetat, kemudian dibilas dengan air bebas ion. Berat molekul protein sampel diperkirakan berdasarkan berat molekul marker. Marker yang digunakan adalah spektra multicolor broad range protein ladder.

Viskositas (Ahmad dan Benjakul 2010)

Kolagen dilarutkan dalam asam asetat 0.1 M dengan konsentrasi 0.3% (b/v). Larutan (500 mL) diukur viskositasnya menggunakan viscometer Brokkfield dengan spindle No. 1 dan kecepatan 60 rpm.

Derajat putih (Park 2005)

Analisis warna dilakukan menggunakan kromamater CR-310. Sampel sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam cawan transparan dan ditutup. Pemotretan dengan kromameter dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing sampel Hasil pengukuran ditampilkan berupa angka digital pada alat. Sistem warna yang digunakan adalah sistem warna Hunter. Sistem warna Hunter Lab memiliki tiga atribut yaitu nilai L*, a*, dan b*. Derajat putih dihitung berdasarkan nilai L* yang dihasilkan dari pengukuran.

100 - [(100-L*)2 + a*2 + b*2]1/2 Keterangan :

L : Warna kromatis, 0 (hitam) sampai 100 (putih)

a : Merah sampai hijau, 0-100 (merah), 0 sampai -80 (hijau) b : Biru sampai kuning, 0-70 (kuning), 0 sampai -70 (biru) Ukuran partikel (Etzler dan Sanderson 1995)

Analisis ukuran partikel nanokolagen diukur menggunakan particle size analyzer (PSA). Sampel sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam PSA dan ditutup rapat. Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui gambar yang dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel menggunakan PSA dapat dilakuan dengan (1) difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan milimeter, (2) counter principle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran mikron sampai dengan milimeter, dan (3) penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikron sampai dengan nanometer.

Struktur permukaan (Tamilmozhi et al. 2013)

(33)

15 dalam specimen chamber pada mesin SEM untuk dilakukan pemotretan dengan perbesaran 350x dan 1.000x. Sumber elektron dipancarkan menuju sampel untuk memindai permukaan sampel, kemudian emas sebagai konduktor akan memantulkan elektron ke detektor pada mikroskop SEM. Hasil pemindaian akan diteruskan ke detektor.

Analisis data (Mattjik dan Sumertajaya 2013)

Data yang diperoleh pada tahap deproteinasi dengan larutan NaOH dan proses hidrolisis dengan asam asetat dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap pengamatan berulang (RAL in Time) menggunakan SAS 9.4. Perlakuan pada tahap deproteinasi adalah pemberian konsentrasi larutan NaOH sebagai faktor utama dan waktu perendaman sebagai pengamatan berulang. Taraf konsentrasi NaOH yaitu 0.05, 0.1, 0.15 dan 0.2 M, dengan satuan waktu pengamatan 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 jam. Respon yang diukur adalah nilai konsentrasi protein (mg/mL).

Perlakuan pada tahap hidrolisis adalah pemberian konsentrasi asam asetat yaitu 0.05, 0.1, 0.15 dan 0.2 M, dengan satuan waktu pengamatan 1 dan 2 jam. Respon yang diamati pada tahap perendaman asam asetat adalah derajat pengembangan (%) dan tingkat kelarutan kolagen (g). Semua perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Adapun model Rancangan Acak Lengkap in Time adalah sebagai berikut:

Yij= μ + τi+ (i)k + Wj+ (τW)ij+ ijk

Keterangan:

Yij = Pengamatan pada respon perlakuan ke i

μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke i (i)k =Pengaruh acak pada perlakuan

Wj = Pengaruh waktu (jam)

(τW)ij = Interaksi antara perlakuan dan waktu

ijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke i, waktu (jam) ke j, dan ulangan

(34)

16

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kimia Kulit Ikan Gabus

Karakterisasi kimia bahan baku bertujuan untuk menilai kelayakan mutu kulit ikan gabus sebagai bahan baku dalam isolasi kolagen. Karakteristik kimia kulit ikan gabus dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air kulit ikan gabus (77.18±0.01%) relatif lebih tinggi dari kulit ikan nila (68.40±0.60%) (Muyonga et al. 2004), dan kulit ikan cucut (68.40±0.43%) (Shyni et al. 2014) akan tetapi lebih rendah dari kulit ikan patin (78.95%) (Rusli 2004). Kandungan protein kulit ikan gabus 20.36±0.07% lebih rendah dibandingkan dengan protein kulit ikan cucut 27.70±0.36% (Shyni et al. 2014) dan kulit ikan nila 21.60±1.30% (Muyonga et al. 2004). Persentase kadar air yang tinggi dan rendahnya kadar protein pada kulit ikan gabus ini diduga karena proses penyimpanan beku yang mengakibatkan air masuk ke dalam struktur jaringan kulit ikan sehingga menyebabkan kerusakan kandungan protein kulit ikan. Fernández-Díaz et al. (2003) menyatakan bahwa penurunan kandungan protein disebabkan oleh rusaknya jaringan kulit ikan akibat proses kristalisasi es yang terbentuk selama proses pembekuan.

Tabel 2 Komposisi proksimat kulit ikan gabus

Komposisi proksimat

Kulit ikan gabus1 Kulit ikan cucut2 Kulit ikan nila3

%(bb) %(bk) %(bb) %(bk) %(bb) %(bk)

Tabel 3 Kandungan logam berat kulit ikan gabus

(35)

17

Frekuensi penggantian larutan perendam setiap 2 jam

standar dan mudah dalam aplikasi. Songchotikunpan et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan komposisi kimia pada kulit ikan dipengaruhi oleh umur, spesies, jenis kelamin dan teknik preparasi.

Cemaran logam berat berbahaya untuk produk baik pangan, farmasi maupun

kosmetik. Kandungan logam berat Pb kulit ikan gabus (<0.005 mg/kg), Hg (<0.002 mg/kg), Cd (0.060 mg/kg) dan As (<0.002 mg/kg) berdasarkan basis

kering. Kulit ikan gabus layak digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kolagen karena kadar logam beratnya masih di bawah standar yang ditetapkan SNI 8076:2014 tentang syarat mutu dan pengolahan kolagen kasar dari sisik ikan yaitu Pb (0.4 mg/kg), Hg (0.5 mg/kg), Cd (0.1 mg/kg), dan As (1.0 mg/kg).

Kolagen

Isolasi kolagen dengan metode hidro-ekstraksi terdiri atas 3 tahapan yaitu pretreatment dengan larutan NaOH, hidrolisis dengan larutan asam asetat dan hidro-ekstraksi pada suhu 40oC selama 2 jam. Pretreatment kulit dalam larutan NaOH bertujuan untuk menghilangkan protein nonkolagen, pigmen, mineral dan lemak. Konsentrasi protein dari larutan NaOH sisa perendaman kulit perlakuan 2 jam perendaman menunjukkan kandungan protein tertinggi pada semua konsentrasi NaOH yang digunakan (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar protein nonkolagen pada kulit ikan gabus tereliminasi pada perlakuan perendaman 2 jam. Konsentrasi protein dari larutan sisa perendaman kulit terendah yaitu 0.1347 mg/mL terdapat pada kombinasi perlakuan konsentrasi NaOH 0.05 M dan waktu perendaman selama 6 jam (Lampiran 2). Liu et al. (2015a) menyatakan bahwa penggunaan konsentrasi NaOH 0.2 dan 0.5 M pada proses pretreatment dapat menghilangkan protein lebih banyak.

(36)

18

protein nonkolagen dan komponen pengotor lain yang awalnya terdapat dalam matriks kolagen akan mudah terlepaskan (Cho et al. 2005). Peristiwa tersebut menyebabkan larutan NaOH yang digunakan untuk merendam kulit ikan berubah warnanya menjadi coklat muda.

Selain deproteinasi, pada proses perendaman dengan NaOH ini juga terjadi demineralisasi. Komponen pengotor yang terdapat pada sisa perendaman NaOH tersebut salah satunya berupa mineral. Jenis mineral yang terdapat pada kulit ikan adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Keberadaan

CaCO3 dan Ca(H2PO4)2 dalam larutan NaOH tersebut dapat diketahui dengan

mereaksikannya menggunakan HCl dan menghasilkan endapan berwarna putih. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut:

CaCO3 + 2 HCl CaCl2 + H2O + CO2

Ca3(PO4)2 + 4 HCl 2 CaCl2 + Ca(H2PO4)2

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi NaOH dan lama waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap eliminasi protein kulit ikan gabus, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran 3). Hasil uji lanjut DMRT perlakuan konsentrasi larutan NaOH 0.05 dan 0.1 M tidak Perlakuan terpilih untuk tahap perendaman kulit dalam larutan NaOH adalah perlakuan konsentrasi NaOH 0.05 M dan lama waktu perendaman 6 jam. Liu et al. (2015a) menyatakan bahwa efisiensi pretreatment dalam larutan NaOH dipengaruhi oleh waktu, suhu, konsentrasi NaOH dan bahan baku yang digunakan.

Proses selanjutnya adalah hidrolisis dengan larutan asam asetat. Kulit dari perlakuan terpilih pada perendaman NaOH dicuci dengan aquades hingga pH netral dan dilanjutkan ke proses perendaman dalam larutan asam asetat. Hidrolisis dengan larutan asam asetat mengakibatkan kulit mengembang (swelling) dan juga terjadi kelarutan kolagen. Berdasarkan hasil penelitian, derajat pengembangan kulit ikan gabus semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan asam asetat yang digunakan dan lama waktu perendaman (Gambar 3 ).

(37)

19

antara gugus polar (pengembangan elektrostatik). Pembengkakan struktur kulit ikan ini penting karena berpengaruh terhadap utuhnya struktur serat kolagen melalui terganggunya ikatan non kovalen dan akhirnya memudahkan kelarutan kolagen pada proses ekstraksi.

Gambar 3 Derajat pengembangan (DP) kulit ikan gabus: waktu perendaman 1 jam; waktu perendaman 2 jam.

Hasil analisis sidik ragam derajat pengembangan kulit ikan gabus selama perendaman menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi asam asetat dan lama waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap derajat pengembangan (DP) kulit ikan gabus (p<0.05) (Lampiran 7). Hasil uji lanjut DMRT perlakuan perbedaan lama waktu perendaman 1 dan 2 jam serta perlakuan konsentrasi asam asetat 0.05, 0.1, 0.15 dan 0.2 M menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05) terhadap derajat pengembangan kulit ikan gabus (Lampiran 8 dan 9). Konsentrasi asam asetat 0.2 M dan waktu perendaman selama 2 jam merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan nilai derajat pengembangan kulit tertinggi.

Hasil pengamatan terhadap tingkat kelarutan kolagen menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan semakin lama waktu perendaman maka tingkat kelarutan kolagen kulit ikan gabus semakin tinggi (Gambar 4). Perendaman kulit ikan dengan konsentrasi asam asetat 0.2 M selama 2 jam mengakibatkan kelarutan kolagen tertinggi yaitu 0.159 g. Kolagen terlarut dalam asam asetat berakibat rendahnya rendemen kolagen yang dihasilkan. Nur’aenah (2013) melaporkan bahwa penggunaan konsentrasi asam asetat 0.2 M menyebabkan tingginya tingkat kelarutan kolagen. Liu et al. (2015a) menyatakan bahwa ASC (acid soluble collagen) dari kulit ikan karper terlarut secara sempurna pada konsentrasi asam asetat 0.5 M. Konsentrasi asam asetat menentukan nilai pH larutan sehingga mengatur tingkat kerapatan muatan kolagen yang mempengaruhi interaksi elektrostatik dan struktur kolagen serta menentukan tingkat kelarutan kolagen dari jaringan kulit ikan.

(38)

20

dan 0.1 M tidak berbeda nyata, akan tetapi perlakuan konsentrasi asam asetat 0.1, 0.15 dan 0.2 M berbeda nyata (Lampiran 12 dan 13). Berdasarkan kondisi tersebut maka perlakuan terpilih pada tahap ini adalah konsentrasi asam asetat 0.1 M dan lama waktu perendaman 2 jam dengan jumlah kelarutan kolagen 0.108 g dan derajat pengembangan 425.28%. Liu et al. (2015a) menyatakan bahwa konsentrasi asam asetat dapat mengubah nilai pH, dan nilai pH mengatur kerapatan muatan protein yang akan mengubah struktur protein dan interaksi elektrostatiknya.

Gambar 4 Tingkat kelarutan kolagen selama waktu perendaman. waktu perendaman 1 jam; waktu perendaman 2 jam.

Proses terkahir dari isolasi kolagen degan metode hidro-ekstraksi adalah ekstraksi dengan aquabides pada suhu 40oC selama 2 jam. Perlakuan terpilih dari proses pretreatment larutan NaOH dan hidrolisis dengan larutan asam asetat dilanjutkan dengan pencucian sampai pH mendekati netral sebelum diektraksi. Proses netralisasi ini bertujuan untuk menghasilkan kolagen dengan nilai pH mendekati netral sehingga mudah dalam aplikasi. Ekstraksi dengan suhu 40oC menyebabkan berlanjutnya pemecahan ikatan hidrogen dan kovalen, sehingga prokolagen berubah strukturnya menjadi kolagen.

Penggunaan suhu ekstraksi 40oC ini bertujuan untuk menghindari denaturasi lanjut sehingga kolagen terkonversi menjadi gelatin. Sai et al. (2012) menyatakan bahwa suhu denaturasi kolagen menjadi gelatin adalah 45oC. Suhu ekstraksi di atas 40oC merupakan suhu transisi gulungan triple helix berubah menjadi random coil (α-helix) yang merupakan ciri khas gelatin (Djabourov et al. 1993).

Karakteristik Kolagen

Rendemen

(39)

21 Shyni et al. (2014) menyatakan bahwa kulit ikan cucut yang mengembang lebih besar pada proses pretreatment basa dan asam dibandingkan dengan kulit ikan rohu dan tuna maka menghasilkan rendemen lebih tinggi. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah cross-link terbuka pada saat swelling. Ratnasari et al. (2013) menyatakan bahwa perbedaan jenis kulit, konsentrasi asam, pH, dan jumlah kolagen terbuang selama proses pretreatment dan proses pencucian berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan.

Tabel 4 Rendemen kolagen kulit ikan gabus dan kolagen kulit ikan lainnya

Sumber kolagen Metode isolasi Rendemen

% (bb) % (bk)

Kulit ikan gabus1 Hidro-ekstraksi 16.00 18.88

Kulit ikan kakap2 PSC 7.12 8.12

Kulit ikan hiu bambu3 ASC 9.38 10.13

Kulit ikan pari4 Hidro-ekstraksi 10.80 11.61

Keterangan: 1Data hasil penelitian; 2Jamilah et al. (2013); 3Kittiphattanabawon et al. (2010); 4Shon

et al. (2011).

Kandungan protein

Kolagen kulit ikan gabus dari hasil penelitian ini mengandung protein sebesar 96.21%. Kandungan protein kolagen kulit ikan gabus yang tinggi ini diduga proses pretreatment dengan larutan NaOH 0.05 M mampu menghilangkan zat pengotor secara optimal. Kittiphattanabawon et al. (2010) juga menyatakan bahwa pretreatment dengan NaOH 0.1 M efektif mengeliminasi protein nonkolagen dan senyawa pengotor lainnya.

Persentase kandungan protein kolagen kulit ikan gabus ini lebih tinggi dibandingkan dengan kolagen kulit ikan pari (86.97%) (Nur’aenah β01γ), ASC dan PSC dari kulit ikan cucut (89.81% dan 89.89%) (Kittiphattanabawon et al. 2010), kolagen dari kulit ikan kakap (94%) (Kittiphattanabawon et al. 2005), ASC dan PSC dari sirip ikan skipjack tuna (94.84% dan 93.04%) (Di et al. 2014). Kandungan protein kolagen kulit ikan gabus ini memenuhi standar kolagen BSN 8076:2014 tentang syarat mutu dan pengolahan kolagen kasar dari sisik ikan yaitu >75%.

Warna

(40)

22

Muyonga et al. (2004) menyatakan bahwa efisiensi proses filtrasi berpengaruh terhadap warna larutan gelatin yang dihasilkan. Warna gelap pada kolagen tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan karena kulit ikan mengandung pigmen. Metode yang efektif untuk mengeliminasi pigmen dari kulit ikan yaitu pretreatment dengan larutan asam organik (Shon et al. 2011). Jaswir et al. (2011) menyatakan bahwa perendaman dengan larutan asam atau basa menyebabkan pengembangan pada kulit sehingga pigmen di dalam kulit ikan akan mudah dieliminasi.

Gugus fungsi

Hasil analisis gugus fungsi dengan spektroskopi FTIR kolagen kulit ikan gabus menunjukkan puncak serapan amida A, amida B, amida I, amida II dan amida III (Gambar 5 dan Tabel 5). Wilayah puncak serapan amida A secara umum berada pada kisaran 3400-3440 cm-1 merupakan stretching dari gugus NH (Veruuraj et al. 2013). Gugus NH berikatan dengan ikatan hidrogen maka puncak serapan lebih rendah yaitu 3300 cm-1 (Li et al. 2004). Wilayah puncak serapan amida A kolagen kulit ikan gabus yaitu 3431.21 cm-1, maka tidak terdapat gugus NH berikatan dengan ikatan hidrogen. Amida B kolagen kulit ikan gabus terletak pada panjang gelombang 2923.03 cm-1. Veruuraj et al. (2013) menyatakan bahwa puncak serapan amida B berada pada kisaran 2922-2924cm-1 merupakan gugus CH2.

Gambar 5 Gugus fungsi kolagen kulit ikan gabus dengan FTIR

(41)

23 dan random coil. Hal ini menunjukkan bahwa kolagen dari kulit ikan gabus memiliki struktur β-sheet belum terdenaturasi menjadi α-helix ciri khas gelatin.

Tabel 5 Karakteristik gugus fungsi kolagen kulit ikan gabus

Amida Wilayah

Amida I 1600-1700 1639.46 Gugus karbonil

(ikatan C=O) 1547.84 cm-1 dan 1241.21 cm-1. Hasil analisis menunjukkan bahwa gugus amida II kolagen dari kulit gabus hampir sama dengan ASC dari kulit ikan patin yaitu 1551 cm-1, dan amida III ASC dan PSC dari kulit ikan patin yaitu 1242 dan 1244 cm-1 (Singh et al. 2011). Puncak serapan amida II dan III secara berturut-turut berada pada kisaran 1480-1575 cm-1 dan 1229-1301 cm-1 (Kong dan Yu 2007). Liu et al. (2007) menyatakan bahwa puncak serapan diantara 1236 dan 1452 cm-1 menunjukkan keberadaan struktur helik.

Struktur triple helix pada kolagen juga dapat ditunjukkan berdasarkan intensitas rasio antara puncak wilayah serapan amida III dan puncak wilayah 1450 cm-1. Nilai rasio antara puncak wilayah serapan amida III dan puncak wilayah 1450 cm-1 adalah 1.16. Matmaroh et al. (2011) menyatakan bahwa nilai rasio yang mendekati 1.0 menandakan bahwa kolagen masih memiliki struktur triple helix. Hal ini berarti bahwa kolagen diisolasi dengan metode hidro-ekstaksi menggunakan suhu 40oC belum terdegradasi menjadi gelatin, ditandai terdapatnya struktur triple heliks.

Viskositas

Nilai viskositas kolagen kulit ikan gabus dalam penelitian ini adalah 10 cP pada suhu ruang. Ahmad dan Benjakul (2010) menghasilkan kolagen kulit tuna albakor dengan nilai viskositas 22.8 cP, kolagen dari yellowfin tuna 21.1 cP, dan kolagen dari babi 19.6 cP pada suhu 4oC. Viskositas kolagen dari tuna albakor dan yellow tuna menurun ketika suhu dinaikkan menjadi 32oC. Nilai viskositas menurun pada suhu 32oC disebabkan rusaknya ikatan hidrogen yang berperan dalam menjaga stabilitas struktur kolagen.

(42)

24

bahwa seiring dengan peningkatan suhu maka ikatan hidrogen pada kolagen rusak, dan konsekuensinya struktur triple helix kolagen yang disusun oleh ikatan hidrogen terkonfigurasi menjadi random coil. Struktur random coil tersebut merupakan ciri khas gelatin melalui proses depolimerisasi thermal dan diikuti oleh perubahan sifat fisik kolagen seperti viskositas.

Komposisi asam amino

Komposisi asam amino kolagen kulit ikan gabus dinyatakan dalam per 1000 total residu (Tabel 6). Secara umum, kandungan asam amino tertinggi yaitu glisina (27.11%), diikuti dengan prolina (13.87%), alanina (12.58%) dan glutamat (11.82%), sedangkan kandungan asam amino terendah yaitu tirosina (0.46%) dan histidina (0.66%). Muyonga et al. (2004) menyatakan bahwa glisina merupakan asam amino yang paling dominan dalam kolagen. Semua jenis kolagen ditandai dengan pengulangan tripeptida (Gly-X-Y), X adalah prolina dan Y adalah hidroksiprolina yang bertanggung jawab dalam pembentukan triple helix.

Tabel 6 Komposisi asam amino kolagen kulit ikan gabus dan beberapa jenis ikan lainnya per 1000 total residu

(43)

25 polipeptida dan membantu memperkuat stabilitas thermal triple helix. Kolagen tipe I kulit ikan gabus kurang stabil terhadap panas karena memiliki total asam amino prolina lebih rendah yaitu 138.66/1000 residu dibandingkan dengan kolagen tipe I dari kulit sapi yang memiliki jumlah asam amino 216.60/1000 residu (Di et al. 2014).

pH

Hasil analisis nilai pH kolagen ikan gabus bersifat asam yaitu 5.24. Nilai pH ini lebih tinggi dibandingkan dengan ASC dan PSC dari kulit ikan baramudi yaitu 3.41 dan 3.44 (Jamilah et al. 2013), dan kolagen dari kulit ikan pari 5.0 (Nur’aenah β01γ). Nilai pH kolagen berbeda ini disebabkan oleh jumlah konsentrasi asam asetat pada proses hidrolisis. Penggunaan konsentrasi asam tinggi menyebabkan kolagen yang dihasilkan bersifat asam. Selain itu, nilai pH rendah juga disebabkan oleh proses netralisasi kurang sempurna.

Nilai pH pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pH kolagen untuk bahan kosmetik dari beberapa merk kolagen yaitu berkisar antara 3.8-4.7 (Peng et al. 2004) dan lebih rendah dibandingkan dengan standar mutu kolagen SNI 8076 (2014) yaitu berkisar antara 6.5-8. Nilai pH kolagen ini erat kaitannya dengan tingkat kelarutan (solubilitas) kolagen (Tabarestani et al. 2012).

Berat molekul

Pola protein kolagen kulit ikan gabus yang diisolasi dengan metode hidro-ekstraksi menunjukkan adanya rantai α1 dan α2 (Gambar 6) merupakan ciri khas

dari kolagen tipe I. Berat molekul untuk masing-masing pita protein yang terdeteksi pada kolagen kulit ikan gabus dihitung berdasarkan berat molekul marker (δampiran 16 dan 17). Rantai α1dan α2 kolagen kulit ikan gabus memiliki

berat molekul 123.35 kDa dan 88.70 kDa. Gelse et al. (2003) menyatakan bahwa kolagen tipe I memiliki karakteristik unik berupa keberadaan rantai [α1(I)]2α2(I).

Kolagen tipe I terbentuk dari 90% bahan organik, sebagian besar terdapat pada kulit, tulang, tendon, ligamen, kornea dan jaringan ikat serta sangat jarang terdapat pada tulang rawan. Struktur triple helix kolagen tipe I secara umum dibentuk dari heterotrimer oleh dua rantai yaitu α1 dan α2. Perbedaan tipe kolagen

ditandai dengan kompleksitas yang cukup besar dan keseragaman struktur, varian sambungan (slice), non heliks domain, perakitan (assembly) dan fungsinya (Birk et al. 1988).

Huang et al. (2016) melaporkan bahwa kolagen sisik ikan nila yang diisolasi dengan metode extrusion hydro-extraction (EHE) melalui pretreatment menggunakan air deion (ddH2O) menghasilkan kolagen dengan berat molekul

rantai α1 1βγ.7 kDa, rantai α1 pretreatment dengan asam sitrat 126.2 kDa, dan

rantai α1 pretreatment dengan asam asetat 116.5 kDa. Perbedaan nilai berat

molekul rantai α1 pada kolagen diduga karena perbedaan kondisi dan bahan yang

(44)
(45)

27 Suhu transisi gelas dan suhu puncak pelelehan kolagen kulit ikan gabus ini lebih rendah dari suhu gelasi kolagen kulit ikan pari yaitu 88.92oC dan 165.88oC (Nur’aenah β01γ). Suhu transisi gelas dan suhu puncak pelelehan kolagen yang rendah dari kulit ikan gabus ini diduga karena rendahnya kandungan asam amino prolina. Bae et al. (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara thermostabilitas kolagen dari hasil perairan dan kandungan asam amino prolina dan hidroksiprolina. Kolagen yang memiliki kandungan asam amino prolina dan hidroksiprolina tinggi maka akan lebih tahan terhadap panas.

Struktur mikroskopik kolagen

Hasil analisis struktur mikroskopik kolagen kering yang diisolasi melalui metode hidro-ekstraksi diawali dengan proses pretreatment dengan NaOH dan hidrolisis dengan asam asetat dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8A dan 8B memperlihatkan jaringan struktur fibril saling bertumpang tindih satu sama lain. Yoshimura et al. (2000) menyatakan bahwa larutan alkali memecah sebagian besar daerah telopeptida kolagen selama proses pretreatment, dan menyebabkan sebagian kolagen terlarut. Ikatan batang-batang fibril tersebut sebagai satu kesatuan. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan pada batang fibril terpengaruh larutan NaOH. Proses pretreatment dengan alkali menyebabkan batang-batang fibril terpisah (Yang et al. 2008).

(A) (B)

Gambar 8 Morfologi struktur mikroskopik kolagen dari kulit ikan gabus: (A) perbesaran 350x (B) perbesaran 1.000x

Struktur fibril yang terlihat besar menunjukkan adanya ikatan struktur triple helix, selain itu terdapat juga agregat sperical, yang selanjutnya menjadi jaringan fibrosa (Mackie et al. 1998). Saxena et al. (2005) melaporkan bahwa struktur morfologi gelatin terbentuk agregat sperical dan fibril. Kolagen terdiri dari tropokolagen yang tersusun dengan cara tertentu sehingga memberikan jarak antar pengulangan kolagen 67 nm. Kolagen kulit ikan gabus memiliki struktur seperti spons lembut berwarna putih dengan struktur berpori jika diamati dengan mata.

TYPE JSM-5000 MAG X350 ACCV 20kV WIDTH 377um 94.25 µm

(46)

28

Nanokolagen

Perlakuan pretreatment NaOH dan hidrolisis asam asetat terpilih dilanjutkan dengan proses ekstraksi sehingga menghasilkan larutan kolagen. Larutan kolagen tersebut di-sizing guna menghasilkan kolagen berukuran nano sehingga meningkatkan efektivitas penggunaannya. Pembuatan nanokolagen kulit ikan gabus dilakukan dengan metode desolvasi. Perlakuan yang digunakan yaitu suhu dan waktu sizing berbeda agar memperoleh ukuran nanopartikel dan indeks polidispersitas terkecil. Marty et al. (1978) menyatakan bahwa desolvasi dalam proses pembuatan nanopartikel berbasis protein seperti gelatin dan human serum albumin (HSA) dengan etanol dan diikuti dengan penambahan glutaraldehid sebagai penaut silang merupakan metode yang umum digunakan dalam pembuatan nanopartikel berbasis protein. Penambahan etanol 96% dalam proses pembuatan nanokolagen kulit ikan gabus diperlukan sebagai agen desolvasi dengan ratio 1:1 (v/v). Azarmi et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan agen desolvasi ini bertujuan untuk mereduksi kederadaan air dalam partikel kolagen, dan menjaga larutan nanokolagen terhidrasi.

Hasil penelitian pengaruh suhu dan lama waktu sizing terhadap ukuran dan indeks polidispersitas (PDI) nanokolagen kulit ikan gabus dapat dilihat pada Tabel 7. Nanokolagen yang di-sizing pada suhu 4oC selama 1 jam memiliki ukuran partikel lebih besar 759.89 nm namun nilai indeks polidispersitas terkecil yaitu 0.1030 dibandingkan dengan nanokolagen yang dibuat pada suhu 28oC (suhu ruang) dan suhu 40oC (Lampiran 18). Indeks polidispersitas suatu nanokolagen mengindikasikan distribusi populasi nanopartikel tersebut, jadi semakin kecil indeks polidispersitas maka semakin sempit distribusi nanokolagen tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Pewarnaan kolagen dengan menggunakan pewarnaan Cas on’s trichrome menunjukkan jaringan kolagen ikan hasil isolasi seluruhnya terwarnai biru, sama seperti pada kulit sapi

Ekstraksi kolagen dari gelembung renang ikan cunang menggunakan metode hidro-ekstraksi yang terpilih adalah kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat 0.1 M, waktu perendaman

Dengan ini saya, Bhanu Baswara 26060118130056 menyatakan bahwa karya ilmiah ini yang berjudul Karakterisasi Kolagen Kulit Ikan Cobia (Rachycentron canadum)

Berdasarkan hasil dan pembahasan Mutu Kimia Kolagen Kulit Ikan Bandeng (Chanos-Chanos) Segar Hasil Ekstraksi Dengan Asam Asetat maka dapat disimpulkan

Gambar 2 menunjukkan pengaruh konsentrasi hidrolisat kolagen kulit ikan patin dan lama penyimpanan terhadap kadar lemak pempek pada suhu ruang.. Semakin lama

Interaksi antara suhu ekstraksi dan defatting tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, titik leleh, viskositas dan kekuatan gel gelatin tulang ikan

Epidermis bagian dorsal pada kulit ikan gabus memiliki sel mukus dan sel pigmen yang lebih banyak dibandingkan dengan epidermis bagian abdomen, jaringan ikat

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Karakterisasi Mutu Mie Sagu dengan Pasta Bayam (Amaranthus sp) yang Difortifikasi dengan Ikan Gabus