ANALISIS TINGKAT KEKERINGAN LAHAN SAWAH
DI WILAYAH BEKASI UTARA
MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 7
ANIS PUSPA NINGRUM
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah di Wilayah Bekasi Utara Menggunakan Citra Landsat-7
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
ABSTRAK
ANIS PUSPA NINGRUM Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah di Wilayah Bekasi Utara Menggunakan Citra Landsat-7 Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan KHURSATUL MUNIBAH.
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di katulistiwa dan sensitif terhadap gejala klimatologis El Nino dan La Nina. Gejala El Nino menghasilkan iklim kering dan sebaliknya La Nina menghasilkan iklim basah yang berlebih di Indonesia. Jika gejala La Nina terjadi di samudera Pasifik, maka di Indonesia terancam oleh bencana banjir, dan sebaliknya jika gejala El Nino yang terjadi maka Indonesia terancam oleh bencana kekeringan. Ancaman kekeringan sebagian besar berada di Indonesia bagian timur, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi di Indonesia bagian barat, seperti yang terjadi di Kabupaten Bekasi, terutama yang berada di kecamatan-kecamatan Sukatani, Karang Bahagia, Sukakarya, Cabangbungin, dan Muara Gembong. Tujuan penelitian ini adalah (1) melakukan identifikasi lapangan dan klasifikasi terhadap area-area lahan sawah yang mengalami kekeringan di lima kecamatan tersebut di atas, (2) melakukan penilaian NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
dan LST (Land Surface Temperature) dari citra Landsat-7 pada lima kecamatan tersebut di atas, dan (3) melakukan analisis hubungan antara data kekeringan di lapangan dengan nilai-nilai NDVI dan LST. Metode penilaian kekeringan lapangan dilakukan secara kualitatif dengan kategori tertentu, adapun untuk menilai NDVI dan LST berturut-turut mengacu pada formula Rouse et al. (1973) dan situs http://www.yale.edu/eco. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekeringan yang terjadi di daerah penelitian ini sebagian disebabkan oleh kekeringan alamiah dan sebagian oleh kekeringan antropogenik. Dari 140 titik sampel didapatkan 32,25% termasuk ke dalam kelas tidak kering, 14,71% agak
kering, 15,68% kering, dan 37,25% kering sekali. Dari hasil tersebut lahan
pertanian tidak kering dan kering sekali tampak lebih dominan di daerah penelitian. Analisis NDVI dan LST dilakukan pada citra Landsat-7 multitemporal, yaitu dari citra tahun 2000, 2005, 2010, dan 2014. Seluruh citra tersebut dipilih dari tanggal akuisisi yang sama yaitu pada bulan kering (22 Juni sampai 28 Juli). Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa NDVI tahun 2014 cenderung memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sebaliknya nilai LST tahun 2014 cenderung lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Hubungan antara LST dan NDVI bersifat negatif yaitu semakin tinggi suhu permukaan maka indeks vegetasi semakin menurun. Adapun hubungan antara kekeringan lapangan dengan penilaian NDVI dan LST menunjukan adanya kesesuaian. Hasil penelitian setelah dilakuakn pengkelas menggunakan nilai NDVI dan LST menunjukkan bahwa luas lahan tidak kering 54.6 ha, kering 214.2 ha, dan kering sekali 19 ha. Dari hasil tersebut lahan pertanian kering tampak lebih dominan di daerah penelitian.
ABSTRACT
symptoms of El Nino produces a dry climate, while La Nina produces excessive wet weather in Indonesia. If the La Nina phenomenon occurs in the Pacific Ocean, Indonesia is threatened by floods, and in contrary if the El Nino phenomenon happens, Indonesia is threatened by drought. The threat of drought predominantly located in the eastern part of Indonesia, however it is also possible to occur in western Indonesia, as happens in Bekasi, particularly those in sub-districts Sukatani, Karang Bahagia, Sukakarya, Cabangbungin and Muara Gembong. The aims of this study are (1) to conduct the field indentification and classification of paddy field areas suffered by drought in five districts mentioned above, (2) to conduct the NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) and LST (Land Surface Temperature) from Landsat -7 in five districts mentioned above, and (3) to conduct a correlation analysis between drought in the field with the values of NDVI and LST. Field drought assessment methods conducted qualitatively by a particular category, while to assess NDVI and LST successively follow the formula Rouse et al. (1973) and http://www.yale.edu/eco site. The results showed that the drought that occurred in the study area is partly due to natural drought and in part by anthropogenic drought. From 140 sample points obtained 32.25% value than the previous years, contrary LST values tend to be higher in 2014 than in previous years. The relationship between LST and NDVI is negative ie the higher the temperature of the surface of the vegetation index decreases. The drought field with NDVI and LST assessment shows that there is agree. The result after do classification become 3 class, from 3 class obtained 54.6 ha belong to a class not dry, 214.2 ha dry, and 19 ha very dry. From the result of the agriculture land is dry dominant in the study area.ANALISIS TINGKAT KEKERINGAN
LAHAN SAWAH DI WILAYAH BEKASI UTARA
MENGGUNAKAN CITRA
LANDSAT-7
ANIS PUSPA NINGRUM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah di Wilayah Bekasi Utara Menggunakan Citra Landsat-7
Nama : Anis Puspa Ningrum NIM : A14110008
Disetujui oleh
Dr Boedi Tjahjono MSc Dr Khursatul Munibah MSc Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat, anugrah dan karunia-Nya sehingga karya skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini berjudul Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah di Wilayah Bekasi Utara Menggunakan Citra Landsat-7 dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Srata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc dan Ibu Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
2. Bapak Bambang Hendro Trisasongko, M.Sc selaku pembimbing awal (sebelum menjalankan tugas ke luar negeri) yang telah memberikan ide dan membantu dalam skripsi ini.
3. Bapak Dr Ir Baba Barus MSc sebagai dosen penguji yang telah memeberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Roni Alifan, Ibu Siti Mae Saroh sebagai orang tua yang selalu memberikan dukungan terhadap penulis serta Adik Intan Ikrima Nur Kamila dan Salsabila Ayu Kumala dan keluarga yang telah memberikan kasih sayang yang penuh terhadap penulis.
5. Koco Saguh Pribadi SP yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.
6. Teman-teman Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan khususnya kepada Angkatan 48.
7. Kakak Risqi I’anatus Sholihah yang telah banyak membantu dalam proses penelitian, serta abang, kakak, dan teman seperjuangan lab PPJ.
8. Warga Bekasi yang banyak membantu dalam pengumpulan data.
9. Teman-teman BEM FAPERTA yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
10.Teman-teman BOJES dan Kos Putri 27 yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
Penulis berharap semoga segala kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu dan membeikan dukungannya mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu ke depannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Jenis Data dan Sumber Data 3
Prosedur Analisis Data 4
Tahapan Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Identifikasi Kekeringan di Lapangan 9 Kondisi NDVI Daerah penelitian 11 Analisis Statistika Nilai NDVI 13 Kondisi LST Daerah Penelitian 15 Analisis Statistika Nilai LST 16 Analisis Hubungan Antara Data Kekeringan di Lapangan dengan Nilai
NDVI 18
Analisis Hubungan Antara Data Kekeringan di Lapangan dengan Nilai LST 24
SIMPULAN DAN SARAN 30
Simpulan 30
Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 33
DAFTAR TABEL
1 Data sekunder yang digunakan untuk penelitian 3 2 Perangkat lunak yang digunkana untuk penelitian 4 3 Jenis data yang digunakan untuk teknis analisis dan luaran yang diharapkan 4
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian 3
2 Peta Titik-Titik Contoh Pengamatan lapang 9 3 Kondisi Kekeringan di Lokasi Penelitian 10 4 Gambar Irigasi Persawahan Daerah Penelitian 10 5 Grafik Curah Hujan Kabupaten Bekasi 11 6 NDVI Daerah Penelitian 12 7 Boxplot NDVI Tidak Kering 13 8 Boxplot NDVI Agak Kering 13
9 Boxplot NDVI Kering 14
10 Boxplot NDVI Kering Sekali 14
11 LST Daerah Penelitian 15
12 Boxplot LST Tidak Kering 16
13 Boxplot LST Agak Kering 17
14 Boxplot LST Kering 17
15 Boxplot LST Kering Sekali 18
16 Peta NDVI Tidak Kering 19
17 Peta NDVI Agak Kering 20
18 Peta NDVI Kering 21
19 Peta NDVI Kering Sekali 22
20 Peta hasil rklasifikasi NDVI lahan sawah 23
21 Peta LST tidak kering 25
22 Peta LST agak kering 26
23 Peta LST kering 27
24 Peta LST kering sekali 28
25 Peta hasil reklasifikasi LST lahan sawah 29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di antara dua benua (Australia dan Asia) dan dua samudera (Pasifik dan Atlantik) serta terletak di sekitar garis khatulistiwa. Kepulauan ini sensitif terhadap gejala klimatologis, yaitu El Nino dan La Nina. Kedua gejala ini merupakan faktor klimatologis yang menyebabkan banjir dan kekeringan di Indonesia. Gejala El Nino menghasilkan iklim kering dan sebaliknya La Nina menghasilkan iklim basah yang berlebih di Indonesia. Dengan demikian, jika gejala La Nina terjadi di samudera Pasifik,
maka di Indonesia akan banyak terjadi bencana banjir, dan sebaliknya jika gejala
El Nino yang terjadi maka bencana kekeringan mengancam tanah air (Irawan
2006). Ancaman kekeringan sebagian besar berada di Indonesia bagian timur, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi di Indonesia bagian barat. Salah satu kabupaten di Indonesia yang pernah mengalami bencana kekeringan adalah Kabupaten Bekasi.
Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang secara umum bertopografi datar dan memiliki lahan pertanian yang luas sehingga Kabupaten Bekasi ini menjadi salah satu daerah lumbung padi di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi tahun 2014 luas lahan sawah yang ada di kabupaten ini adalah 96.288 ha (64%) dan di antaranya telah mengalami gangguan kekeringan. Wilayah-wilayah yang mengalami gangguan kekeringan terutama yang berada di kecamatan-kecamatan Sukatani, Karang Bahagia, Sukakarya, Cabangbungin, dan Muara Gembong.
Mengingat Kabupaten Bekasi sebagai salah satu lumbung padi di Jawa, maka kajian kekeringan untuk menanggulangi bencana tersebut akan sangat bermanfaat. Penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang dapat menyadap gejala di permukaan bumi dengan baik, oleh karena itu kajian terhadap permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui data penginderaan jauh yang dewasa ini teknologinya terus berkembang pesat. Kajian terhadap kekeringan pertanian dengan memanfaatkan data penginderaan jauh telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lainseperti Nasution (2005), Shofianti et al.
(2007), Orbita et al. (2011), dan Daruati (2012) yang memanfaatkan informasi indeks vegetasi (dari data penginderaan jauh). NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) adalah salah satu bentuk dari indeks vegetasi tersebut. Selain vegetasi suhu permukaan tanah (LST/ Land Surface Tempetarure) juga merupakan indikator yang dapat diambil dari data penginderaan jauh dan dapat digunakan untuk menilai kekeringan di suatu wilayah.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Melakukan identifikasi lapangan terhadap area-area lahan sawah yang mengalami kekeringan di Kabupaten Bekasi, khususnya di lima kecamatan, yaitu Kecamatan-kecamatan Sukatani, Karang Bahagia, Sukakarya, Cabangbungin, dan Muara Gembong.
2. Mengetahui persebaran nilai-nilai NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index) dan LST (Land Surface Temperature) dari citra
Landsat-7 pada lima kecamatan tersebut.
3. Mengetahui hubungan antara data kekeringan di lapangan dengan nilai-nilai NDVI dan LST.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Februari 2015 dengan lokasi penelitian berada di dalam Kabupaten Bekasi. Secara geografis Kabupaten Bekasi berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Kabupaten Karawang di sebelah Timur, DKI Jakarta dan Kota Bekasi di sebelah Barat, dan Kabupaten Bogor di sebelah Selatan (Gambar 1). Secara administrasi wilayah studi berada di dalam Kabupaten Bekasi yang mencakup 5 kecamatan yaitu: Kecamatan- kecamatan Sukatani, Karang Bahagia, Sukakarya, Cabangbungin, dan Muara Gembong .
Gambar 1 . Lokasi penelitian
Jenis dan Sumber Data
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang melalui pengamatan dan wawancara dengan petani. Jenis-jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 . Data sekunder yang digunakan untuk penelitian
No. Nama Data Sumber Data 1. Peta Administrasi Kabupaten di Indonesia
1:25.000
BIG (Badan Informasi Geospasial)
2. Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) Kabupaten Bekasi 1:25.000
BIG (Badan Informasi Geospasial)
3. Citra Landsat-7 Kabupaten Bekasi tahun 2000, 2005, 2010 dan tahun 2014
USGS (United States Geological Survey)
4. Data curah hujan harian Kabupaten Bekasi Tahun 2014
Stasiun Klimatologi Dramaga
5. Peta penutup lahan Kabupaten Bekasi tahun 2011
Tabel 2. Perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan data
No Software Fungsi
1. Envi 4.5 Indeks Vegetasi, ROI (Region Of Interest),
2. ArcGis 9.3 Persebaran titik pengamatan 3. Microsoft Office Excel 2010 Memasukkan data
4. Statistika 7 Analisis Statistika
Adapun alat yang digunakan untuk kerja lapang (field work) meliputi
Global Positioning System (GPS), kamera, buku, kuesioner dan alat tulis.
Prosedur Analisis Data
Analisis data berkaitan dengan tujuan penelitian, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis data yang digunakan, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan.
No Tujuan
penelitian Jenis data Teknik analisis
Luaran
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap seperti diuraikan berikut ini: 1. Tahap Persiapan
Merupakan tahap pengumpulan literatur dan pengumpulan data sekunder 2. Tahap Pengecekan Lapang
Survei lapang yang dilakukan untuk mengetahui kondisi kekeringan yang aktual. Perangkat yang digunakan meliputi GPS untuk menetapkan titik pengamatan, kamera digital untuk mendokumentasikan keadaan dari titik pengamatan, serta buku dan alat tulis untuk mencacat keadaan di lapangan. Lokasi pengamatan meliputi Kecamatan-kecamatan Sukatani, Karang Bahagia, Sukakarya, Cabangbungin, dan Muara Gembong. Perwakilan titik cek lapang ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi lapang yaitu kelembaban tanah melalui observasi kualitatif, sumber air, dan tingkat kekeringan. Parameter kekeringan dapat dilihat secara visual melalui sumber air, pemanfaatan lahan, dan kerekahan tanahnya. Pengambilan titik cek lapang mencakup lima kecamatan dan berjumlah sebanyak 140 titik.
3. Tahap Klasifikasi
Pertimbangan untuk membuat kelas kekeringan berdasarkan pada form
penilaian kondisi lapang yaitu mengenai kelembaban tanah yang dinilai secara
obsevatif kualitatif. Tingkat kekeringan tersebut dibagi menjadi 4 yaitu: tidak kering, agak kering, kering, dan sangat kering. Kelas tidak kering merupakan kelembaban tanah yang tinggi hingga basah yang dicerminkan oleh sawah yang selalu ditanami padi dan mendapatkan sumber air dari air irigasi atau sumber air dari sungai melalui pemompaan. Kelas agak kering dicerminkan oleh sawah yang ditanami padi namun pompanisasi jarang dilakukan. Kelas kering dicerminkan oleh keadaan tanah yang kering namun masih bisa ditanami padi. Sementara itu, untuk kelas kering sekali dicerminkan oleh keadaan tanah yang sangat kering dan tidak dapat ditanami padi. Setelah dilakukan pengkelasan maka Software ArcGis 9.3 digunakan untuk memasukkan titik-titik hasil pengamatan lapang tersebut.
4. Tahap Analisis Data
Analisis NDVI dan LST Tahap Analisis
a. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
Sebelum mengolah indeks vegetasi untuk eksploitasi tutupan lahan dilakukan koreksi radiometrik. Hal ini disebabkan karena nilai indeks vegetasi berhubungan dengan data DN. Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kualitas visual dan memperbaiki nilai-nilai pixel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang sebenarnya. Ketidaksesuaian tersebut dikarenakan adanya gangguan di atmosfer. Adapun cara untuk mengkoreksi radiometrik dari menu ENVI, yaitu :
Pengujian beberapa indeks vegetasi dilakukan dengan menggunakan citra
Landsat-7 tahun 2000, 2005, 2010, dan 2014. Formulasi penisbahan indeks
vegetasi yang dikenal dengan NDVI pertama kali di bangun oleh Rouse et al. (1973) dalam Tucker (1979) adalah:
Keterangan :
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
NIR = Nilai pixel dari Saluran Inframerah Dekat (Band 4) Red = Nilai pixel dari Saluran Merah (Band 3)
Indeks vegetasi dapat dijadikan indikator peristiwa kekeringan karena antara indeks vegetasi dan lengas tanah mempunyai hubungan yang kuat (Wang et al. 2007).
b. LST (Land Surface Temperature)
LST merupakan salah satu parameter kunci keseimbangan energi pada permukaan dan merupakan variable klimatologis yang utama untuk mengendalikan gelombang panjang yang melalui atmosfer. Suhu permukaan lahan yang meningkat menyebabkan pertambahan evapotranspirasi, sehingga ketersediaan air bagi tanaman akan berkurang. Sebelum mengolah LST langkah awal yang harus dilakukan adalah mengubah bentuk digital number dari band 6 yang sudah dikoreksi radiometrik dari refleksi menjadi radiasi dan jumlah energi pancaran termal per satuan waktu diukur dengan menggunakan formulasi radiasi spektral yang diambil dari sumber web dengan alamat (http://www.yale.edu/eco) : Pilih Basic Tools Preprocessing Calibration Utilities Landsat Calibration
masukkan data yang dibutuhkan (Tanggal, Bulan,
Tahun akuisisi citra, sun elevation)
ganti calibration type menjadi radiance simpanSelanjutnya dilakukan koreksi atmosferik dengan cara melakukan koneksi internet ke alamat http://atmcorr.gsfc.nasa.gov/. Sebelum melakukan koreksi atmosferik kita harus mengetahui nilai latitude dan longitude dari citra tersebut. Setelah kita memasukkan semua data yang dibutuhkan pada koreksi atmosferik, kita akan mendapatkan nilai-nilai dari nilai transmitens (τ), upwelling radiance (Lu) dan downwelling radiance
Keterangan :
= nilai sel atmosfer dikoreksi dengan pancaran
( the atmospherically corrected cell value as radiance )
= nilai sel sebagai pancaran dari Bagian 1
( the cell value as radiance from section 1)
L = upwelling Radiance
t1 : 4,46 (2000)
t2 : 4,09 (2005)
t3 : 3,92 (2010)
t4 : 4,64 (2014)
L = downwelling Radiance t1 : 6,44 (2000)
ε = emisivitas (biasanya 0,95)
Formulasi tersebut di atas dalam software ENVI 4.5 diperoleh dalam menu basic tools (band math) dengan formulasi sebagai berikut:
= ((B1-4,46) / (0.95*0.43)) – (0.05263*6,44) t1
= ((B1-4,09) / (0.95*0.50)) – (0.05263*6,00) t2
= ((B1-3,92) / (0.95*0,52)) – (0.05263*5,80) t3
= ((B1-4,64) / (0.95*0.41)) – (0.05263*6,67) t4
Formulasi tersebut di atas menggunakan nilai emisivitas standar 0.95 dan nilai-nilai tertentu dari 0.43 untuk τ 4,46 Untuk L dan 6,44 untuk L . Setelah langkah 1 dan 2 selesai, maka dilakukan konversi dari nilai radiasi ke nilai temperature dengan formulasi yang diambil dari alamat web: (http://www.yale.edu/eco.2014) sebagai berikut :
Keterangan :
T = derajat kelvin
CVR2 = nilai sel sebagai pancaran (dari Bagian 1)
Landsat TM Landsat ETM K1 = 607,76 666,09 K2 = 1.260,56 1.282,71
Formulasi tersebut di atas dalam software ENVI 4.5 diperoleh dalam menu basic tools (band math) dengan formulasi sebagai berikut:
T = 1282.71/alog(666.09/B1+1)
Dari hasil analisis kekeringan di lapangan dan dari hasil analisis NDVI dan LST, kemudian dipadukan untuk melihat keterkaitannya. Analisis yang dipakai adalah analisis tumpang-tindih (overlay) yang dilanjutkan dengan analisis deskriptif dari hasil yang diperoleh.
c. Analisis data di lapang dengan nilai NDVI dan LST
Tahapan analisis antara data di lapangan dengan nilai-nilai NDVI dan LST adalah untuk membuat kelas kekeringan yang diperoleh dari nilai NDVI dan LST dari semua titik tahun (2000, 2005, 2010, dan 2014) yang tidak tumpang tindih antara nilai dari kelas tidak kering, agak kering, kering dan
kering sekali. Dari hasil tersebut diperoleh 3 kelas, yaitu tidak kering, kering
dan kering sekali. Untuk nilai NDVI diperoleh selang nilai antara kelas tidak
kering (>0,3), Kering (0-0.299), dan kering sekali (<-0.001). Untuk nilai LST memiliki selang nilai antara 285°K – 295.9°K kelas tidak kering, 296°K-307°K kelas kering, dan 307-318°K kelas kering sekali.
Setelah itu dilakukan pengklasifikasian dan menghitung luas lahan sawah menggunakan data land cover yang diperoleh dari Kementrian Kehutanan menggunakan software ArcGis 9.3, yaitu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Kekeringan di Lapangan
Dari hasil pengamatan lapang didapatkan contoh sebanyak 140 titik. Sebaran titik-titik contoh pengamatan lapangan tersebut disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta titik-titik contoh pengamatan lapang
Dari 140 titik tersebut terdapat 102 titik kekeringan pada lahan sawah dan 38 titik sebagai data pendukung. Contoh tersebut selanjutnya dipilah berdasarkan tingkat kekeringannya dan didapatkan 32,35% dari jumlah titik tersebut termasuk ke dalam kategori kelas tidak kering, kemudian 14,71% agak kering, 15,68%
kering, dan 37,25% kering sekali. Jadi dari hasil klasifikasi lapangan tersebut persentase yang relatif tinggi berturut-turut adalah kategori tidak kering dan
kering sekali. Penyebab kekeringan ada tiga faktor, yaitu (1) curah hujan
a. Tidak Kering b. Agak Kering
c. Kering d. Kering Sekali Gambar 3. Kondisi kekeringan di lokasi penelitian
Gambar 4. Irigasi persawahan daerah penelitian
daerah penelitian terdapat beberapa saluran irigasi, yaitu saluran irigasi dari bendungan Sungai Citarum, Sungai Kali Ciherang dan Sungai Kali Kranding. Pada saat musim kemarau yang panjang air irigasi tidak mencukupi sehingga dilakukan pemompaan seperti yang dapat dilihat pada gambar 4, selain pemompaan air pada beberapa sungai tersebut di atas, ada juga petani yang melakukan pengeboran sumur yang kemudian dialirkan ke sawah melalui pompa dan selang.
Jika melihat penyebab kekeringan, maka hal ini sesuai dengan bentuk grafik curah hujan seperti yang disajikan pada Gambar 4 yang dihasilkan dari pengolahan data iklim (BMKG) Kabupaten Bekasi tahun 2014.
Gambar 5. Grafik curah hujan Kabupaten Bekasi tahun 2014
Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa bulan kering tahun 2014 yang terjadi di Kabupaten Bekasi durasinya relatif panjang, yaitu antara bulan Maret sampai dengan November. Dalam hal ini pada bulan Maret tampak mulai terjadi penurunan jumlah curah hujan yang sangat signifikan, dan keadaan tersebut terus terjadi sampai bulan Mei. Namun demikian pada bulan Juni sampai dengan Juli curah hujan sedikit mengalami peningkatan dan kondisi curah hujan selanjutnya menurun lagi pada bulan Agustus dan akhirnya tidak ada hujan lagi pada bulan September sampai dengan bulan November. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di daerah penelitian kekeringan mulai terjadi sejak bulan Maret sampai dengan November. Sungguh pun demikian ada sebagian kecil dari lahan sawah di daerah penelitian yang digolongkan sebagai lahan yang mengalami kekeringan secara antropogenik (akibat ulah manusia), karena adanya saluran irigasi yang rusak/tertutup, akibatnya lahan-lahan pertanian yang ada di wilayah hilirnya mengalami kekeringan. Namun demikian bila dilihat secara umum dapat dikatakan bahwa kekeringan yang terjadi adalah secara alami oleh curah hujan yang rendah.
Kondisi NDVI Daerah Penelitian
Analisis NDVI dilakukan pada citra Landsat-7 multitemporal, yaitu dari citra tahun 2000, 2005, 2010, dan 2014. Seluruh citra tersebut dipilih dari tanggal 22 Juni sampai 28 Juli sehingga citra-citra tersebut mempunyai periode akuisisi yang sama yaitu diambil pada bulan kering. Analisis citra selanjutnya dilakukan dengan software ENVI 4.5 dan hasilnya disajikan pada Gambar 6.
0 20 40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
NDVI Tahun 2000 NDVI Tahun 2005
NDVI Tahun 2010 NDVI Tahun 2014 Gambar 6. NDVI daerah penelitian
Analisis Statistika Nilai NDVI
Secara statistika nilai-nilai NDVI dari data multi temporal ini dapat dibandingkan, sehingga dapat diketahui pola-pola perubahan dari indeks vegetasi yang diamati dari titik-titik tahun yang berbeda. Hasil analisis statistika disajikan pada Gambar 7, 8, 9, dan 10 dalam bentuk boxplot dan hasil analisis boxplot ini dapat digunakan untuk membaca keragaman nilai NDVI yang berada pada kisaran quartil dan jangkauan quartilnya. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana rentang nilai dari NDVI tersebut.
Gambar 7. Boxplot NDVI tidak kering
Gambar 9. Boxplot NDVI kering
Gambar 10. Boxplot NDVI kering sekali
Berdasarkan Gambar 7 terlihat keragaman dari tahun 2000, 2010, dan 2014 tidak jauh berbeda yang dapat di lihat dari lebar kotak boxplot yang hampir sama. Namun keragaman tingkat kekeringan tahun 2005 lebih besar dibanding tahun 2000, 2010, 2014 karena lebar kotak boxplot 2005 lebih besar sehingga nilai NDVI dari tahun tersebut lebih beragam. Dalam Gambar 8 dan 9 dapat ditunjukkan bahwa tahun 2000 memiliki nilai keragaman yang lebih besar dibandingkan tahun 2005, 2010, dan 2014. Hal tersebut dapat dilihat dari lebar kotak boxplot tahun 2000 lebih besar dari tahun setelahnya (2005,2010, 2014). Sementara itu, pada Gambar 9 terlihat bahwa keragaman tingkat kekeringan tahun
2010 lebih besar dibanding dengan tahun 2000, 2005, dan 2014. Hal tersebut dapat dilihat dari lebar kotak boxplot yang lebih besar di banding tahun yang lainnya.
Berdasarkan Gambar 7 hingga 10 terlihat bahwa nilai kekeringan yang didapat antara tahun 2000 hingga 2010 relatif sama, namun nilainya menjadi berbeda untuk tahun 2014. Boxplot NDVI tahun 2014 memiliki nilai di luar rata-rata dibandingkan dengan nilai rata-rata-rata-rata dari ketiga tahun sebelumnya yaitu sebesar -0.1 sampai -0.3. Nilai NDVI yang negatif menandakan bahwa pada tahun tersebut memiliki tingkat kehijauan yang rendah, sehingga adanya mengindikasikan suatu gejala kekeringan.
Kondisi LST Daerah Penelitian
LST (Land Surface Temperature) atau suhu permukaan lahan merupakan salah satu parameter penting terkait kondisi permukaan dan merupakan variabel klimatologis utama yang mengendalikan energi glombang panjang melalui atmosfer. Seperti halnya pada analisis NDVI, analisis LST juga dilakukan pada data citra Landsat-7 yang sama (tahun 2000, 2005, 2010, dan 2014) adapun analisis dilakukan dengan menggunakan software ENVI 4.5 dan hasil analisis disajikan pada Gambar 11.
LST Tahun 2000 LST Tahun 2005
LST Tahun 2010 LST Tahun 2014
Pada Gambar 11terlihat bahwa untuk citra tahun 2010 dan 2014 terdapat adanya gangguan citra berupa garis-garis (stripping) yang meliputi wilayah utara daerah penelitian. Gangguan ini disebabkan oleh kerusakan pada sensor optik di wahana Landsat. Dari perbandingan empat LST (di luar wilayah stripping) di atas tampak bahwa perubahan LST di daerah penelitian juga cukup dinamis. Perbedaan nilai LST dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah penutupan lahan, curah hujan, lama penyinaran matahari, tutupan awan, angin, dan yang lainnya. Berdasarkan Gambar 11, LST tahun 2014 di wilayah Kecamatan Muara Gembong (di bagian utara) tampak mempunyai warna yang lebih cerah (putih) daripada tahun-tahun sebelumnya. Gejala seperti ini dapat mengindikasikan bahwa di wilayah ini telah mengalami proses kekeringan. Sementara itu untuk daerah Kecamatan Sukakarya (bagian tengah) terlihat rona yang lebih gelap, yang menandakan bahwa suhu di daerah tersebut semakin menurun. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya perubahan kondisi penutupan lahan, antara lain oleh adanya penghijauan di daerah tengah tersebut. Melihat pola perbedaan LST di atas dapat disimpulkan bahwa nilai LST 2014 di daerah penelitian tampak meningkat daripada tahun-tahun sebelumnya yang dapat disebabkan oleh adanya gejala berkurangnya tutupan vegetasi seperti halnya menurunnya nilai NDVI.
Analisis Statistika Nilai LST
Hasil analisis statistika nilai-nilai LSTdari data tahun 2000, 2005, 2010, dan 2014 disajikan dalam bentuk boxplot pada Gambar 12, 13, 14, dan 15. Hasil analisis boxplot ini dapat digunakan untuk membaca keragaman nilai NDVI yang berada pada kisaran quartil dan jangkauan quartilnya. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana rentang nilai dari NDVI tersebut.
Gambar 13. Boxplot LST agak kering
Gambar 14. Boxplot LST kering
AK_2000 AK_2005 AK_2010 AK_2014 280
285 290 295 300 305 310 315 320
Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes
K_2000 K_2005 K_2010 K_2014 280
285 290 295 300 305 310 315 320
Gambar 15. Boxplot LST kering sekali
Berdasarkan Gambar 12 hingga 15 terlihat bahwa keragaman nilai LST tahun 2000, 2005, dan 2010 dari setiap kelas relatif agak mirip yaitu memiliki keragaman yang kecil. Hal ini disebabkan karena luas area kotak boxplot yang kecil (sempit), namun pada tahun 2014 keragamannya lebih besar karena luas area kotak boxplot pada tahun tersebut lebih lebar daripada tahun-tahun lainnya.
Boxplot LST tahun 2014 memiliki nilai di luar rata-rata dari nilai-nilai ketiga titik-titik tahun sebelumnya atau mempunyai nilai yang relatif bervariasi antara 285-318°K. Hal tersebut menandakan bahwa tahun 2014 memiliki suhu yang relatif lebih tinggi atau mengidikasikan terjadinya suatu kekeringan.
Analisis Hubungan Antara
Data Kekeringan di Lapangan dengan Nilai NDVI
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 2010 Tahun 2014
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 2010 Tahun 2014
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 2010 Tahun 2014 Gambar 19. Peta NDVI kering sekali
daripada lahan yang terindikasi kering di lapangan, sehingga nilai pixel pada titik tersebut tercampur dengan nilai reflektan vegetasi di sekitarnya. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, seperti tahun 2000, tampak bahwa di kecamatan-kecamatan Sukatani dan Karang Bahagia masih banyak terlihat warna cerah (putih). Namun demikian perubahan mulai terjadi secara dinamis sejak tahun 2005, 2010 sampai 2014. Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna yang semakin gelap, yang menunjukkan menurunnya areal vegetasi akibat adanya pembangunan. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran
pixel citra dan ukuran lahan yang mengalami kekeringan sangat berpengaruh
terhadap kesesuaian antara nilai NDVI dengan klasifikasi tingkat kekeringan di lapangan. Hasil reklasifikasi dari nilai NDVI dengan data dilapangan di sajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. Peta hasil reklasifikasi NDVI lahan sawah
Legenda
Tidak Kering Kering
Pada Gambar 20 area-area kekeringan di lapangan tahun 2014 dan dicocokkan dengan nilai NDVI dari pengkelasan semua titik tahun menunjukkan bahwa terjadi kesesuaian dengan pengklasifikasian di lapangan. Jika dibandingkan warna hijau yang berada disekitar lahan sawah menunjukkan daerah tersebut merupakan daerah tidak kering. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan cara membandingkan dengan nilai NDVI, dimana warna hijau tersebut memiliki nilai NDVI antara 0.3-1, warna merah 0-0.299, dan warna putih (-1) – (-0.001). Hasil reklasifikasi tersebut didapatkan luas lahan sawah dimana lahan sawah tidak kering sebesar 54.6 ha, kering 214.2 ha, dan kering sekali 19 ha. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hasil reklasifikasi menunjukkan bahwa lahan sawah kering lebih dominan di daerah penelitian.
Analisis Hubungan Antara Data Kekeringan di Lapangan dengan Nilai LST
Sama halnya dengan analisis hubungan NDVI di atas, tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara hasil kerja lapangan (klasifikasi kualitatif kekeringan lahan sawah) dengan hasil analisis LST (data penginderaan jauh). Analisis dilakukan melalui metode tumpang-tindih (overlay) dan hasilnya disajikan pada Gambar, 21, 22, 23, dan 24. Dalam gambar-gambar tersebut titik hijau = mewakili lokasi lahan sawah yang tidak kering, titik biru = agak kering, titik kuning = kering, dan titik merah = kering sekali. Pada Gambar 25 menunjukkan hasil reclassify dari kelas tidak kering , kering, dan kering sekali.
Dari hasil tersebut dapat diketahui luasan dari masing-masing kelas yang telah di
reclassify.
Berdasarkan hasil analisis perbandingan antara klasifikasi kekeringan lapangan dengan nilai LST di dapatkan bahwa nilai LST kelas tidak kering
memiliki nilai yang lebih rendah daripada kelas agak kering dan kering. Sementara kelas kering sekali memiliki nilai LST yang sangat tinggi yaitu mencapai angka 42°C (315°K). Pada pengamatan area-area kekeringan di lapangan yang dilakukan pada tahun 2014 dan dicocokkan dengan nilai LSTnya menunjukkan bahwa suhu permukaan tahun 2014 lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai LST yang sangat tinggi pada tahun 2014 yaitu mencapai 42°C (315°K), sedangkan nilai tertinggi LST pada tahun 2000, 2005, dan 2010 mencapai 36°C, 32°C, dan 33°C (309°K, 305°K, dan 306°K). Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa LST kering sekali memiliki suhu permukaan yang tinggi dan menyebabkan area tersebut semakin kering dan panas.
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 2010 Tahun 2014
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 2010 Tahun 2014
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 2010 Tahun 2014
Tahun
2000
Tahun 2005Tahun 2010 Tahun 2014
Gambar 25. Peta hasil reklasifikasi LST lahan sawah
Legenda
Tidak Kering Kering
Pada Gambar 25 pengamatan aera-area kekeringan di lapangan dengan nilai-nilai LST dari semua titik tahun (2000, 2005, 2010, dan 2014) menunjukkan bahwa nilai LST memiliki selang nilai antara 285°K – 295.9°K kelas tidak kering, 296°K-307°K kelas kering, dan 307-318°K kelas kering sekali. Hal ini menunjukkan suhu permukaaan di daerah penelitian sangat bervariasi. Jika dibandingkan warna hijau yang berada disekitar lahan sawah menunjukkan daerah tersebut merupakan daerah tidak kering. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan cara membandingkan dengan nilai LST, Hasil reklasifikasi tersebut didapatkan luas lahan sawah dimana lahan sawah tidak kering sebesar 54.6 ha, kering 214.2 ha, dan kering sekali 19 ha. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hasil reklasifikasi menunjukkan bahwa lahan sawah kering lebih dominan di daerah penelitian.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil identifikasi lapangan di lima kecamatan diketahui bahwa kekeringan yang terjadi di daerah penelitian merupakan kekeringan yang terjadi secara alami dan didominasi oleh kelas tidak kering dan sangat kering.
NDVI tahun 2014 cenderung memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai NDVI tahun-tahun sebelumnya. Demikian pula halnya dengan nilai LST, dimana untuk tahun 2014 tampak lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya. Kedua parameter tampak berhubungan dengan pola negatif, dimana semakin tinggi nilai NDVI maka semakin rendah nilai LST. Berdasarkan analisis nilai NDVI dan LST didapatkan bahwa data penginderaan jauh dapat dijadikan sebagai alat identifikasi gejala kekeringan.
Nilai NDVI tahun 2014 sebagian sesuai dengan hasil klasifikasi kekeringan lapangan dan sebagian kurang sesuai, hal ini dimungkinkan oleh kurang sesuainya luas pixel dengan luas lahan yang terindikasi mengalami kekeringan. Adapun untuk LST, klasifikasi kekeringan lapangan sesuai dengan nilai LST yaitu kelas kering sekali memiliki nilai LST yang lebih tinggi dari kelas yang lainnya. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hasil reklasifikasi menunjukkan bahwa lahan sawah kering lebih dominan di daerah penelitian.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E., Susanto. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature.
International Journal Climatology, 23, 1435-1452
C. Coll, J. M. Galve, J. M. Sánchez, and ↑. Caselles. 2010. “↑alidation of
Landsat- 7/ETM+ Thermal-Band Calibration and Atmospheric Correction With Ground-Based Measurements”, IEEE Trans. Geosci. Remote Sens., vol. 48, no. 1, pp. 547–555,.
Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital Teori dan Aplikasinya dalam
Bidang Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Daruarti, B. 2012. Pola Wilayah Kekeringan Lahan Basah (sawah) di Propinsi
Jawa Barat. Tesis. Universitas Indonesia, Depok
Harmantyo, D. 2009. Dinamika Iklim Indonesia, Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia
Irawan, B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina- Kecenderungan
Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan. Forum
Penelitian Agro Ekonomi.
Jayaseelan, A.T. 2001. Droughts and Floods Assesment and Monitoring Using
Remote Sensing and GIS, Satellite Remote Sensing and GIS Applications in
Agricultural Meteorology, 291-313
Kementerian Kehutanan. 2015. Peta Land Cover Kabupaten Bekasi. http//WEBGIS.co.id [September 2015].
Nasution & Djazim Syaifullah. 2005. Analisis Spasial Index Kekeringan Daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat. Jurnal. Vol. 1, no. 2,235-242,.
Orbita R, Parwati S, & Nania, A. 2011. Monitoring Of Drought- Vulnerable Area
In Java Island Indoesia Using Satellite Remote Sensing Data. Remote
Sensing Applications and Technology Development Centre, LAPAN
Shofianti R, & Dwi Kuncoro. 2007. Inderaja Untuk Mengkaji Kekeirngan di
Lahan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian.
Rustiadi E, Panuju DR, Trisasongko BH. 2008. Environmental Impact of
Urbanization in Jabodetabek Area. Joint JIRCAS-ICALRD. Bogor.
Ruud, H., Bob S., and Thomas, J. J. 2004. October 25-27). Evaluation of Satelllite Soil Moisture Retrieval Algorithms Using AMSR-E data, in
Proceedings of the 2nd international CAHMDA (The Terrestrial Water
Cycle: Modelling and Data Assimilation Acros Catchment Scales) 45-49, Princeton.
Suseno, W. 2008. Pola Kekeringan Pertanian di Pulau Jawa. Skripsi. Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia.
USGS. 2014. Using the USGS Landsat Product. http://landsat.usgs.gov/Landsat8_
Using_Product.php [Maret 2014]
Wijayanto, D. 2005. Penggunaan Data Digital Landsat Untuk Penentuan Tingkat Kekeringan Lahan Sawah di Kabupaten Bantul. Skripsi. Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.
Lampiran 1.Contoh kuesioner Daerah
1. Lokasi
Kampung : PuloTanjung A
Desa : Sindang Sari
Kecamatan: Cabangbungin
Titik X :107.16457
4. Faktor yang mempengaruhi - * Banjir :
- Tidak adanya irigasi
- Jalur pembuangan aliran air dari Jakarta - Kanalnya tersedimentasi
* Kering:
- Tidak ada air irigasi - Air menggunakan pompa - Tidak ada hujan
*Hama:
Hama Ditemukan:
- Tikus,
- Hama Wereng Batang Coklat - Penggerek batang
Penyebab
- Kelebihan pupuk
Lampiran 2.Nilai NDVI
NDVI_2000 NDVI_2005 NDVI_2010 NDVI_2014
0,0561 0,1408 0,3019 -0,1634
Lampiran 4.Titik pengamatan lapang
Mei Agustus Terong Agustus Oktober Padi Oktober Desember
Mei Agustus Padi September Desember
Mei Agustus
Mei Juli Padi Agustus November
Maret Juli Timun Suri Juli Agustus Padi September Desember
April Agustus Padi Agustus November
April Agustus Padi September Desember
Maret Juli
Mei Gagal Panen
padi November
April Gagal
Panen
Padi September Desember
Mei Agustus Padi Oktober Desember
Mei Agustus Padi Oktober Desember
Mei Gagal Panen
Padi Oktober Desember
Mei Gagal Panen
Padi Oktober Desember
Mei Gagal Panen
Padi Oktober Desember
Mei Gagal Panen
Padi Oktober Desember
April Juli Padi Oktober Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
Maret Juli Padi Agustus Desember
Maret Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
April Juli Padi Agustus Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
Maret Juni Pare Juni September Padi Oktober Februari
Maret Juni Padi Juli Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
April Desember
Mei Agustus Padi Oktober Januari
Maret Juni Oyong Juni Oktober Padi Oktober Januari
April Agustus Padi Oktober Januari
April Agustus Padi Oktober Januari
Maret Juli Oyong Agustus November Padi November Februari
April Agustus Padi Agustus Desember
April Juli Cabai,
Kacang
Agustus November Padi November Maret
Maret Juli Padi November Februari
Agustus November Padi November Desember
Agustus November Padi November Februari
Juli November Padi November Februari
Juli November Padi November Februari
Juli November Padi November Februari
Maret Juli Padi november Februari
Maret Juli Padi November Februari
Maret Juli Padi November Februari
Maret Juli Padi November Februari
Maret Juli Padi November Februari
Maret Juli Padi November Februari
April Juli Padi Agustus Desember
Maret Juli Padi Juli November
Maret Juli Padi Juli November
Maret juli Padi Agustus November
Maret Juli Padi Agustus November
Maret Juli Padi Agustus November
Maret Juli Padi Agustus November
Maret Juli Padi Agustus Desember
Maret Juli Padi Juli Desember
Maret Juli Padi November Februari
April Juli Padi Agustus Desember
Maret Juli Padi Agustus Desember
April Juli Padi Juli Desember
April Juli Padi Agustus Desember
April Juli Padi Agustus Desember
April Juli Padi Juli Desember
April Juli
April Agustus Padi Agustus Desember
April Agustus Padi Agustus Desember
April Agustus Padi Agustus Desember
April Agustus Padi Agustus Desember
April Desember
April Agustus
April Juni Timun Suri Juni Agustus Timun Agustus Oktober Padi Novembe
r
Maret
April Agustus
Juni Septembe
r
Padi November Februari
Juni Septembe
r
Juni Septembe r
Padi November Februari
Maret Juli Padi juli Desember
Maret Juli Padi Juli Desember
Maret Juli Padi Juli Desember
Agustus Desember
Maret Juli Padi Agustus desember
Agustus Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
Maret Juni Padi Juli Desember
Banjir Kekeringan Kelas kering Hama Kualitas Air Produksi (ton/Ha)
Keterangan
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Agak Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Agak Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Batang
Banjir Kering Kering Sekali Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Kering Sekali Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Kering Sekali Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Kering Sekali Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Normal Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Agak Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek Batang
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, keong, walang sangit
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, keong, walang sangit
Sungai
Banjir Kering Sungai Sumber Air
Banjir Kering Sungai
Banjir Kering Sungai Sumber Air
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah
Banjir - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah
buruk Sumber Air
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah
Buruk Sumber Air
Limbah Ternak Bebek
Banjir Tikus, Keong Limbah Kangkung, Bawang Merah, Cabai,
Oyong, Terong
Banjir Tikus, Wereng batang, Keong Limbah
Banjir Keong Limbah
Banjir Tikus, Wereng batang, Keong Limbah
Banjir Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Banjir Tikus, Wereng, Penggerek Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah
- Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit, Ulat Daun
Limbah 4
- Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit, Ulat Daun
Limbah 4
- - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah 4
- - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Sungai
- - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah
Banir - Tikus Limbah
Limbah
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Sungai Puso
- - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit, lembing, ular
Sungai
- - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah
- - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
LimbahLi mbah
Banjir - Tikus, Wereng, Lembing,
Walang Sangit, Ular
Limbah
Baik Bendungan sungai citarum, GP3A
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek Batang, Keong, Walang Sangit
Buruk Tanam
Banjir Kering Tikus, Wereng,
Penggerek Batang, Keong, Walang Sangit, Sundep
Buruk Tidak Tanam
Tikus, Wereng, Penggerek Batang, Sundep, Jerdil (Kelet)
Sungai Ada pengeboran pertamina yang mempengaruhi pertumbuhan padi
Banjir Kering Tikus, Wereng,Penggerek
Batang, Sundep
Sungai Sungai waduk citarum
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Sungai Gedung PEMP penyalur BBm
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Buruk
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Buruk Disebelah sawah ada pohon kenari dan pare
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Sundep
Sungai Disekitar pematang sawah
ditanami kacang panjang
Sungai Pemukiman di daerah Muara
Gembong hanya terdapat di pinggiran jalan saja
Sungai Perkebunan Sengon
Sungai Sumber pompa aoir yang
digunakan di sungai sindang jaya
Sungai Perkebunan kelapa
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggrek
Batang, Sundep (Kerap)
Sungai Sawahnya baru di airi persis di daerah sebelah sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggrek
Batang, Sundep (Kerap)
Sungai Sawah ini sedang di tanami padi naum sebelahnya tidak karena susah mendapat air
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggrek
Batang, Sundep (Kerap)
Sungai Menurut petani ini pada musim tanam kedua sering kebanjiran
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek Batang, Sundep
Sungai
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit, Padi Merah
Limbah
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit, Padi Merah
Limbah 4
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit, Padi Merah
Limbah 4 Dari sungai Cikarang
Banjir Kering
Tikus, Wereng, Penggerek Batang
Limbah Padinya rusak karena terserang tikus
Banjir Kering Tikus, Wereng,Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit, Padi Merah, Lembing
Limbah
Limbah Sumber air irigasi di sebelah sawah penanggul
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Burung Pipit, Kupu-kupu
Limbah 03-Feb Sumber air kali ciladung, menggunakan pompa
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Burung Pipit, Kupu-Kupu
Limbah Karena produksi yang rendah, kekeringan dan susah air. Maka, dibangun rumah di tengah sawah
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Burung Pipit, Kupu-Kupu
Limbah Sedang tanam namun sebelahnya tidak di tanami karena kekeringan
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang,Keong, Burung Pipit, Kupu-Kupu
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek Batang, Keong, Burung Pipit, Kupu-kupu
Limbah
Banjir Kering Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Burung Pipit, Kupu-kupu
Limbah
Banjir Kering Sungai cabai ini di tanam di sebelah
sawah, masa panennya sekitar 2 bulanan
Sungai Titik Pompa
Sungai Saluran irigasi untuk lahan sawah
- - - Sungai Titik pompa air irigasi
- - - - Pemukiman
Banjir Kering - Kawasan ini merupakan sawah
yang kekeringan sehingga ditanami tanaman labu. Namun sawah ini akan dijadikan sebagai komplek perumahan. Dan petani disini merupakan petani
penggarap.
Banjir - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong
Limbah Petani penggarap dan penyewa
- - - - Pemukiman
- - - - Pemukiman
- - Tikus, Wereng, Penggerek
Batang, Keong, Walang Sangit
Limbah 4 ton Sawahnya sudah banyak di konversi menjadi rumah selama 3 tahun terakhir ini
- Kering Tikus, Wereng Batang Coklat,
Keong
- - Tikus, Wereng, Keong Limbah
Banjir Kering Tikus, Wereng Batang Coklat,
Keong
Limbah Kalau ada air bisa tanam 3 kali
Banjir Kering Tikus, Wereng Batang Coklat,
Keong
Limbah Sangat kering
- - Tikus, Wereng Batang Coklat,
Kupu-Kupu
Limbah Kalau ada air bisa tanam sampai 3 kali
- Waterpark Megati merupakan
daerah yang awalnya sawah namun dikonversi menjadi tempat rekreasi dan perumahan
- Perumahan Megati
- Ruko Grand Permata City berada
di Jl. Raya Pilar, Blokang. Daerah ini awalnya adalah lahan
pertanian(sawah)yang di konversi menjadi lahan terbangun
- Kering Limbah Sawahny sangat kering sekali,
petani sering gagal panen.
- Kering Tikus, Wereng, Keong Limbah Sawah ini milik orang Jakarta
yang sudah dijual untuk dijadikan Perumahan Sukaraya Indah karena sawah ini produksinya sedikit, sangat kering, dan menggunakan air limbah
- Kering Tikus, Wereng, Keong Limbah Sudah tidak ditanami kembali
karena sangat kering
- Pabrik Radiator and Heat
aliran sungai
- Cluster Green cikarang 2 ini baru
dibangun
Limbah Perumahan Sukaraya Regensi ini berada disebelah PT dan bekas sawah
Limbah Sampah yang berada di sekitar rumah warga ini sangat banyak, kumuh, dan tidak ada saluran airnya. Sehingga ketika musim hujan sampah ini bisa menjadi penyebab banjir di daerah ini. Limbah Sungai di daerah ini merupakan
sungai yang sangat kotor karena banyak sampah diatasnya dan airnya merupakan air limbah. Bersih Sungai ini memiliki air yang
sedikit
- Lahan ini dulunya adalah sawah
yang dialih fungsikan menjadi kebun pisang karena susah mendapatkan air
- Tempat air irigasi di daerah
terlihat sangat kering sekali
- Kering Tikus, Wereng Batang Coklat,
Keong
Limbah Perumahan Karang Anyar Residence
- Kering Tikus, Wereng Batang Coklat,
Keong
Limbah Sawah ini sudah di beli oleh orang Jakarta untuk dijadikan
perumahan
- - Limbah Sumber air
- Kering Limbah Pemukiman di Jl. Raya Pilar
- Kering Bersih Perumahan Nirwana Regency
merupakan perumahan yang berada di antara lahan sawah
Banjir Kering Tikus, Wereng, Lembing,
Kupu-Kupu
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jember pada tanggal 11 Maret 1993 dari pasangan Bapak Roni Alifan dan Ibu Siti Mae Saroh.Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di TK Aisyah Bustanul Alfath Kalisat hingga tahun1999 kemudian melanjutkan di SDN Ajung 01 hingga tahun 2005, kemudian melanjutkan di SMPN 01 Kalisat hingga tahun 2008, dan melanjutkan di SMAN 01 Kalisat hingga lulus tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama megikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial pada tahun 2014, dan Geomorfologi dan Analisis Lanskap tahun 2015. Penulis juga aktif sebagai organisator di Ikatan Mahasiswa Jember 2011-2013 sebagai anggota, Gentra Kaheman Institut Pertanian Bogor sebagai anggota dan penari 2012-2013, Direktur Art Culture Comunitty 2012-2014, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertaian sebagai staf Budaya Olahraga dan Seni 2013, Bendahara Budaya Olahraga dan Seni Bem Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian 2014, Anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah 2011-2015. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan di kampus dan luar kampus seperti Festival Buah dan Labu Nusantara bersama East West Indonesia, SC Agriculture Youth Internasinal 2015, Crew Multimedia bersama Kompas Tv. Penanggung Jawab Aerobik OMI Faperta 2013 dan 2014, Penanggung Jawab IPB Art Contest 2013 dan 2014, Penanggung Jawab Ladang Kreasi Fakultas Pertanian. Selain itu, penulis juga aktif sebagai pelatih tari, pelatih senam aerobik Fakultas Pertanian, dan undangan sebagai penari di sebuah acara. Penulis juga mendapatkan juara 1 Kejuaraan Senam Aerobik Antar Club Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Juara 1 Seni Tari BM-Festival, Juara 2 Seni Tari IPB Art Contest, Juara 1 Seni Tari Seri-Action, Juara 2 Aerobik Seri Action, Juara 1 Aerobik Pesta Portan, dan beberapa kejuaraan lainnya.
Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Bekasi dengan program Optimalisasi Fungsi Pekarangan Sebagai Rumah Pangan Lestari Desa Sindang Sari, Kecamatan Cabangbungin, Kabupaten Bekasi 2014. Selain itu penulis mengikuti kegiatan Kementrian Pertanian dalam program pendampingan petani UPSUS PAJALE tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis berhasil menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor dengan melakukan penelitian dan skripsi yang berjudul “ Analisis Tingkat Kekeringan
Lahan Sawah di Wilayah Bekasi Utara Menggunakan Citra Landsat 7” dan