• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LUAS OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI PENYERAP CO2

DAN KESESUAIANNYA DENGAN RENCANA TATA

RUANG WILAYAH DI KOTA TANGERANG

EKA MAULANA HERMAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Luas Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

(4)

ABSTRAK

EKA MAULANA HERMAWAN. Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO.

Kota Tangerang dikenal sebagai kota industri dan kota pemukiman yang memiliki tingkat penggunaan energi yang tinggi. Sebagai akibatnya terjadi penambahan polusi udara terutama peningkatan gas CO2 di udara. Salah satu solusi untuk mengurangi tingkat polusi udara yaitu dengan pengembangan hutan kota, RTH, dan kawasan lindung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kebutuhan luasan hutan kota dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO2 menggunakan metode IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change). Penelitian ini menggunakan data domestik, pertanian, dan emisi industri untuk menentukan luasan optimal hutan kota. Selanjutnya, pengujian kesesuaian tata ruang dapat dilakukan. Berdasarkan hasil perhitungan, emisi CO2 yang dihasilkan Kota Tangerang pada tahun 2014 sebesar 3188.9 Gg CO2/tahun. Sementara itu, Hasil klasifikasi penutupan lahan menunjukan luas vegetasi pohon sebesar 1870.26 ha dan vegetasi rumput/semak sebesar 1977.81 ha. Kedua vegetasi tersebut hanya dapat menyerap emisi CO2 sebesar 115.48 Gg CO2/tahun (3.62% dari total emisi). Alokasi RTH dan kawasan lindung pada RTRW sebesar 1421.06 ha dan oleh karena itu dibutuhkan penambahan hutan kota. Faktanya, pemerintah Kota Tangerang belum memiliki hutan kota sampai saat ini.

Kata kunci: emisi, hutan kota, tata ruang

ABSTRACT

EKA MAULANA HERMAWAN. The Optimum of Urban Forest Area as a Sinker of CO2 Emision and It’s Compatibility with Spatial Planning in Tangerang City. Under supervision RACHMAD HERMAWAN and LILIK BUDI PRASETYO.

Tangerang City known as industrial area and residential area. The city has consumed a lot of energy, that lead to the increase of air pollution especially CO2 in atmosphere. One way to reduce level of air pollution is development of green open space, urban forest, and protected area within spatial planning of Tangerang City. The necessary of urban forest in the Tangerang City could be determined by CO2 absorption approach based on IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) method. The research aimed at estimating the optimal size of urban forest based on CO2 emission came from domestic, agriculture and industrial emission. Further, spatial suitability also were examined. Result showed that CO2 emissions amounted to 3188.9 Gg CO2/years in 2014. Meanwhile, the result of land cover classification revealed that the area of trees vegetation amounted to 1870.26 hectares and grass amounted to 1977.81 hectares. Both of trees vegetation and grass could only absorb 115.48 Gg CO2/years (3.62% of total emissions). The protected area established in land use plannning only 1421.06 Ha and therefore need a lot of additional urban forest, in fact there was no any urban forest established by the government.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

LUAS OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI PENYERAP CO2

DAN KESESUAIANNYA DENGAN RENCANA TATA

RUANG WILAYAH DI KOTA TANGERANG

EKA MAULANA HERMAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Disetujui oleh

Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF Pembimbing I

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Luas Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Desember 2014 ini ialah hutan kota, dengan judul Luas Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 dan Kesesuainnya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Tangerang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF dan Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga. Tak lupa pula diucapkan terima kasih kepada pemerintah Kota Tangerang, keluarga besar KSHE, HIMAKOVA, Kelompok Pemerhati Flora, Nepenthes rafflesiana 47, dan seluruh sahabat-sahabat atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

Asumsi 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data 3

Inventarisasi dan Pengumpulan Data 3

Pengolahan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8

Penutupan Lahan Kota Tangerang 9

Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Emisi CO2 13

Kesesuaian Kebutuhan Hutan Kota dengan RTRW 15

Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Tahun 2020, 2025, dan 2030 20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data yang diambil 3

2 Faktor konversi dan faktor emisi karbon 4

3 Faktor emisi dari pengelolaan pupuk dan hasil fermentasi 6

4 Penutupan lahan Kota Tangerang tahun 2014 9

5 Emisi yang dihasilkan penggunaan bahan bakar (energi) tahun 13

6 Emisi yang dihasilkan ternak tahun 2012 14

7 Emisi yang dihasilkan penduduk tahun 2012 14

8 Peruntukan penggunaan lahan pada RTRW 16

9 Padanan penggunaan lahan 18

10 Perbedaan penggunaan lahan RTRW dengan penutupan 18

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Skema tahapan pembuatan peta kerja 3

3 Skema tahapan pengolahan citra 7

4 Lahan terbangun 9

5 Lahan terbuka 10

6 Areal sawah 10

7 Badan air 10

8 Vegetasi pohon 11

9 Vegetasi semak dan rumput. 11

10 Peta penutupan lahan Kota Tangerang 2014 12

11 Peta RTRW Kota Tangerang tahun 2012-2032 17

12 Peta perbedaan peruntukan lahan 19

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk yang terjadi di perkotaan mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau (Septriana et al. 2004). Hal ini mengakibatkan semakin banyaknya permasalahan lingkungan yang harus dihadapi oleh masyarakat kota seperti pencemaran lingkungan, panasnya udara kota, kebisingan, dan banjir.

Kota Tangerang merupakan salah satu kota di kawasan Jabotabek yang mengalami perkembangan pesat. Selain dikenal sebagai kota industri, Kota Tangerang juga merupakan daerah pengembangan kawasan pemukiman bagi para pekerja di Jakarta. Pembangunan yang pesat di Kota Tangerang tidak didukung oleh keseimbangan ekologi. Sampai saat ini wilayah Kota Tangerang belum memiliki hutan kota yang dapat menunjang keseimbangan ekologis di Kota Tangerang.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) telah disusun oleh pemerintah untuk mendukung perbaikan ataupun mempertahankan lingkungan yang ada. Perencanaan RTRW seharusnya mempertimbangkan kondisi daya dukung lingkungan yang ada. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Daya dukung lahan bersifat terbatas, sehingga manusia dituntut untuk membuat daya dukung lingkungan tersebut berkelanjutan (Rustiadi et al. 2010).

Hutan kota dengan komponen penyusunnya yang berupa komposisi pohon kayu keras dapat secara efektif menyerap CO2 di perkotaan. Hutan kota mempunyai fungsi lain yang dapat mendukung terwujudnya lingkungan yang baik yaitu meredam kebisingan, menyerap debu, menyerap panas, dan dapat digunakan sebagai tempat rekreasi (Dahlan 1992). Pengembangan hutan kota sangatlah memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang baik agar fungsi-fungsi hutan kota tersebut dapat terwujud secara maksimal. Perencanaan hutan kota di dalam RTRW harus segera dilaksanakan secara optimal untuk menjaga keseimbangan pembangunan di perkotaan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan luasan optimal hutan kota dalam menyediakan serapan karbondioksida (CO2) di Wilayah Kota Tangerang tahun 2014.

2. Menentukan prediksi kebutuhan luasan hutan kota sebagai penyerap gas CO2 pada tahun 2020, 2025, 2030.

3. Mengidentifikasi kesesuaian luasan optimal hutan kota sebagai penyerap gas CO2 terhadap RTRW di Wilayah Kota Tangerang.

Manfaat Penelitian

(12)

2

Asumsi

Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem tertutup. Sistem ini hanya menghitung emisi CO2 yang berasal dari sumber emisi CO2di Kota Tangerang. Pengaruh angin darat dan angin laut yang membawa emisi CO2dari luar kota ke dalam Kota Tangerang dapat diabaikan. Vegetasi yang efektif menyerap CO2 ialah pepohonan.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Kota Tangerang, Provinsi Banten. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan Desember 2014. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, Global Positioning System (GPS) Garmin Csx 60, software Microsoft Office 2013, software Arc GIS 9.3 dan Erdas Imagine 9.1. Adapun Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi Kota Tangerang, peta RTRW Kota Tangerang tahun 2012-2032, dan data Citra Landsat wilayah Kota Tangerang path/row : 122/64 dengan akuisisi September 2014.

(13)

3

Tabel 1 Jenis data yang diambil

No Jenis data Metode Sumber data

2 Groundcheck point Observasi lapang (marking dengan GPS)

Data lapangan

3 Peta RTRW Kota Tangerang

Studi literatur Dinas Tata Kota Kota Tangerang 4 Demografi Penduduk

Kepadatan dan Jumlah penduduk

Studi literatur BPS Kota Tangerang

5 Tingkat Konsumsi Bahan Bakar Bensin, Solar, LPG, dan Minyak Tanah

Studi literatur BPLH Kota Tangerang

6 Jumlah dan Jenis Hewan Ternak

Studi literatur BPS Kota Tangerang

Jenis Data

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data seperti tercantum dalam Tabel 1.

Inventarisasi dan Pengumpulan Data

Persiapan peta kerja

Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 9.3. Tahapan pemasukan data dengan software ArcGIS 9.3 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.

Studi pustaka

Studi Pustaka dilakukan untuk mendapatkan data penting sebagai penunjang penelitian. Data yang dikumpulkan berasal dari laporan penelitian, dokumen-dokumen instansi terkait, catatan, peta, jurnal ilmiah, seminar, buku dan dokumen-dokumen dari internet.

Observasi lapang

Observasi lapang dilakukan dengan melihat langsung kondisi tipe tutupan lahan yang terdapat di lokasi penelitian. Observasi lapang dapat menentukan koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut (ground check).

Gambar 2 Skema tahapan pembuatan peta kerja

Digitasi Peta Editing Peta

(14)

4

Tabel 2 Faktor konversi dan faktor emisi karbon

Bahan Bakar Faktor Konversi

(TJ/103 ton)

Wawancara ditujukan untuk memperoleh informasi umum terkait pengembangan hutan kota. Wawancara dilakukan dengan sasaran utama kepada Pemerintah Kota Tangerang dan instansi-instansi terkait pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dan hutan kota.

Pengolahan dan Analisis Data

Perhitungan perkiraan emisi CO2 dari sumber emisi

Penghitungan jumlah emisi CO2 menggunakan metode yang dikeluarkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) (1996). Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, pertanian (areal persawah) dan penduduk.

a.) Energi

Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO2di udara. Emisi CO2tersebut dihasilkan dari proses pembakaran. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan rumus berikut :

C = a × b

Keterangan : C = Jumlah kalori bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/tahun)

a = Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (103 ton/tahun)

b = Nilai kalori bersih/faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/103 tahun)

Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar dapat dihitung dengan rumus :

E = C × d

Keterangan : E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun)

C = Jumlah kalori bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/tahun)

D = Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/TJ)

(15)

5 Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan rumus berikut :

G = E × f

Keterangan : G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun)

E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun)

f = Fraksi CO2 ( BBM = 0.99, BBG = 0.995, dan batubara = 1)

Berdasarkan perhitungan diatas, maka total emisi CO2 aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dapat diperoleh dengan rumus :

H = G × (44/12)

Keterangan : H = Emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton CO2/tahun)

G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun)

b. ) Ternak

Gas metana merupakan salah satu produk yang dihasikan oleh ternak pada saat proses fermentasi di dalam tubuhnya serta pada saat kegiatan pengelolaan pupuk. Gas metana dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Emisi gas metan dari proses fermentasi didapat dari rumus berikut :

C = a × b

Keterangan : C = Emisi gas metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis (ton/tahun)

a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor)

b = Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun)

Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari rumus : E = a × d

Keterangan : E = Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (ton/tahun)

a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor)

d = Faktor emisi CH4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun)

Berdasarkan perhitungan diatas, maka total emisi gas metan yang dihasilkan oleh ternak dapat diperoleh dengan rumus :

(16)

6

Tabel 3 Faktor emisi dari pengelolaan pupuk dan hasil fermentasi

Jenis ternak Faktor emisi dari

pengelolaan pupuk

Keterangan : F = Total emisi gas metan berdasarkan jenis ternak (ton CH4/tahun)

C = Emisi gas metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis (ton/tahun)

E = Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (ton/tahun)

Metana yang dihasilkan diubah menjadi CO2 melalui persamaan reaksi kimia berikut ini :

CH4 + 2 O2 → CO2 +2 H2O

Nilai faktor emisi yang dihasilkan dari fermentasi dan pengelolaan pupuk dapat dilihat di Tabel 3.

c.) Pertanian (areal persawahan)

Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di areal persawahan menghasilkan gas metan yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan ke udara melalui tanaman padi selama musim pertumbuhan. Gas metan yang dihasilkan dari persawahan tersebut dapat diketahui dari luas area yang dijadikan persawahan dan jumlah musin panen dapat dihitung dengan rumus berikut :

D = a × b × c × d

Keterangan : D = Total emisi gas metan dari areal persawahan (ton CH4/tahun)

Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah 0.96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Rumus perhitungan karbon dioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Tangerang adalah sebagai berikut :

(17)

7

Bumi Digital Subset Image Overlay

Cek Lapangan

Peta Penutupan Lahan Ya

L = w + x + y + zK

Keterangan : KKP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t (ton CO2/tahun)

JPT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa) KPt = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu

0.96 kg CO2/jiwa/hari (0.3456 ton CO2/jiwa/tahun)

Pengolahan citra landsat 8

Pengolahan citra landsat memiliki beberapa tahapan pengolahan yaitu diantaranya pemulihan citra (image restoring), penajaman citra (image enhancement), pemotongan (subset), dan klasifikasi tutupan lahan yang menggunakan metode (supervised classification). Tahapan pengolahan citra menggunakan software Erdas Imagine 9.1 dapat dilihat melalui Gambar 3.

Penentuan luasan hutan kota sebagai penyerap emisi CO2

Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kota Tangerang dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Rumus yang digunakan ialah sebagai berikut:

Keterangan : L = Kebutuhan luasan hutan kota (ha)

w = Total emisi CO2 dari manusia (ton CO2 /tahun) x = Total emisi CO2 dari energi (ton CO2/tahun) y = total emisi dari Ternak (ton CO2/tahun)

(18)

8

K = Nilai serapan CO2 oleh hutan kota (pohon) sebesar 58.2576 ton CO2/tahun/ha (Iverson 1993 diacu dalam Tinambunan 2006)

Kemudian, Penambahan luasan hutan kota yang harus disediakan diperoleh dengan rumus berikut :

L = A - B

Keterangan : L = Penambahan luasan hutan kota (ha) A = Kebutuhan hutan kota (ha)

B = Luas hutan kota sekarang (ha)

Menganalisis kesesuaian luasan hutan kota dengan kondisi RTRW

Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil perhitungan luasan hutan kota optimal sebagai penyerap gas CO2 dengan perencanaan kondisi lahan Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW. Analisis ini menghasilkan sebuah data perbandingan antara kondisi nyata (real) kebutuhan luasan hutan kota dengan perencanaan RTRW.

Prediksi kebutuhan hutan kota Tangerang pada tahun 2020, 2025, 2030

Penentuan kebutuhan luasan hutan kota di Kota Tangerang didasarkan atas perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kota Tangerang pada tahun 2014 sampai dengan tahun. Rumus yang digunakan ialah rumus bunga berganda (McCutcheon dan Scoot 2005 diacu dalam Aenni 2011) sebagai berikut :

Kt = Ko ሺ1+rሻᵗ

Keterangan : Kt = Jumlah emisi pada akhir periode waktu ke t Ko = Jumlah emisi pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah emisi t = Selisih tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(19)

9

Tabel 4 Penutupan lahan Kota Tangerang tahun 2014

Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Pepohonan 1870.3 10.3

Persawahan 2590.2 14.2

Rumput/semak 1977.8 10.9

Badan Air 191.1 1.0

Lahan terbuka 862.6 4.7

Lahan Terbangun 10 712.2 58.8

Jumlah 18 204.2 100

Berdasarkan data BPS Kota Tangerang tahun 2013, Keadaan topografi wilayah Kota Tangerang dikategorikan sebagai daerah datar dan landai. Wilayah Kota Tangerang termasuk tipe iklim c dan d menurut klasifikasi iklim Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2000 mm. Wilayah Kota Tangerang termasuk daerah tropis yang beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun 27o C dengan kelembaban antara 80 % sampai 90 % . Temperatur tahunan maksimum 32o C dan minimum 22o C.

Penutupan Lahan Kota Tangerang

Klasifikasi penutupan lahan membagi tutupan lahan menjadi enam kelas yaitu : pepohonan (vegetasi rapat), rumput / semak, sawah, lahan terbangun, lahan terbuka, dan badan air. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, seperti bangunan, badan air, vegetasi, dan lainnya (Liesland dan Kiefer 1997). Klasifikasi lahan menggunakan citra Landsat 8 dengan akuisisi September 2014 path/row 122/64. Menurut Lo (1995), penutupan lahan menggambarkan konstruksi lahan seluruhnya yang tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Kombinasi kanal menggunakan skema vegetation analysis melalui kanal 6, kanal 5, dan kanal 4. Akurasi dari hasi klasifikasi mencapai 95.12 %. Data hasil penutupan lahan yang ada di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan, tutupan lahan yang memiliki persentase tertinggi ialah lahan terbangun sebesar 58.8%. Lahan terbangun merupakan lahan yang paling intensif digunakan. Kebutuhan untuk lahan terbangun sangatlah tinggi, dipicu oleh peningkatan perekonomian yang membutuhkan fasilitas terbangun. Lahan ini memiliki luas 10 712.2 ha yang terdiri dari bangunan, jalan, dan areal terbangun lainnya. Penutupan lahan terbangun dapat dilihat pada Gambar 4.

(20)

10

Penutupan lahan areal terbuka memiliki persentase 4.7%. Berdasarkan observasi lapang, areal lahan terbuka merupakan areal yang sedang disiapkan untuk proyek-proyek pembangungan perumahan maupun bangunan lainnya. Penutupan lahan terbuka dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Lahan terbuka

Luas lahan areal persawahan sebesar 1977.8 ha atau 14.2% dari total luas wilayah Kota Tangerang. Menurut data BPS Kota Tangerang tahun 2012, sebanyak 5647 jiwa atau 0.6% penduduk Kota Tangerang memiliki pekerjaan di bidang pertanian (Agriculture). Angka ini memperlihatkan bahwa sebagian kecil penduduk Kota Tangerang masih bergantung kepada sektor pertanian khususnya persawahan. Kota Tangerang sampai saat ini memiliki bendungan untuk irigasi pertanian yaitu “Bendungan Pasar Baru” yang memanfaatkan aliran Sungai Cisadane sebagai sumber air. Penutupan lahan persawahan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Areal sawah

Tipe penutupan badan air merupakan areal perairan yang terdiri dari sungai, situ, kolam, dll. Luas badan air di Kota Tangerang mencapai 191.1 ha. Salah satu badan air yang terdapat di Kota Tangerang ialah Situ Cipondoh. Situ ini merupakan situ terbesar yang ada di Kota Tangerang dan menjadi salah satu daya tarik wisata. Sungai Cisadane merupakan sungai terbesar yang ada di Kota Tangerang. Penutupan tipe badan air dapat dilihat pada Gambar 7.

(21)

11 Vegetasi pohon memiliki luas mencapai 1870.3 ha. Vegetasi ini berperan penting untuk menyerap CO2 di udara. Berdasarkan hasil pengamatan, letak vegetasi ini berada di sepadan sungai, pinggir jalan, taman kota, pekarangan penduduk, dan areal Bandara Soekarno-Hatta. Vegetasi ini menutupi Kota Tangerang sebesar 10.3%. Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2003, luas vegetasi pohon di Kota Tangerang sudah memenuhi kriteria luas minimal hutan kota sebesar 10%. Penutupan vegetasi pohon dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Vegetasi pohon

Vegetasi rumput dan semak memiliki luas sebesar 1977.8 ha atau 10.9%. Vegetasi ini paling banyak dijumpai di areal bandara sekitar landasan pacu. Vegetasi rumput dan semak juga ditemukan pada bekas ladang pertanian. Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, keberadaan vegetasi rumput dan semak ini dapat dikategorikan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Vegetasi ini juga dapat menyerap oksigen, meskipun penyerapannya tidak sebesar vegetasi pohon. Menurut Iverson (1993), diacu dalam Tinambunan (2006), satu hektar vegetasi rumput/semak dapat menyerap CO2 sebesar 3.2976 ton CO2/tahun. Penutupan vegetasi rumput dan semak dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Vegetasi semak dan rumput.

(22)

12

Ga

mbar

10 P

eta p

enutupan la

ha

n Kota

T

an

g

era

n

(23)

13

Tabel 5 Emisi yang dihasilkan penggunaan bahan bakar (energi) tahun 2013 Jenis

Sumber data : BPLH Kota Tangerang 2013

Keterangan : 1 Gg = 1 000 000 Kg , 1 Kg = 1000 gram

Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Emisi CO2

Aktivitas masyarakat perkotaan yang tinggi mendorong masyarakat meningkatkan konsumsi terhadap bahan bakar fosil seperti bensin, solar, minyak tanah, batu bara dan LPG. Bahan bakar fosil tersebut berpotensi menghasilkan gas CO2, jika terjadi proses pembakaran. Oleh sebab itu, konsentrasi gas ini perlu dikendalikan. Gas CO2 relatif tidak beracun, tetapi jika konsentrasinya meningkat di udara maka akan mengakibatkan peningkatan suhu di udara melalui efek rumah kaca.

Kebutuhan luasan hutan kota di Kota Tangerang dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO2. Kandungan gas CO2 yang terdapat di Kota Tangerang dilihat dari empat sektor yaitu emisi CO2 yang dihasilkan dari energi, emisi CO2 yang dihasilkan dari ternak, emisi CO2 yang dihasilkan dari penduduk, dan emisi CO2 yang dihasilkan dari areal persawahan.

Data konsumsi energi diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam laporan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Jenis bahan bakar yang dikonsumsi berupa minyak tanah, Liquid Petroleum Gas (LPG), premium, pertamax, solar, dan batu bara. Emisi yang berasal dari sumber energi merupakan sumber emisi yang terbesar jika dibandingkan dengan sumber emisi yang berasal dari penduduk, ternak, maupun areal sawah. Emisi yang dihasilkan oleh sektor energi dapat dilihat pada Tabel 5.

(24)

14

Tabel 6 Emisi yang dihasilkan ternak tahun 2012 Jenis

Sumber data : BPS Kota Tangerang 2012

Keterangan : 1 Gg = 1 000 000 Kg , 1 ton = 1000 Kg

Tabel 7 Emisi yang dihasilkan penduduk tahun 2012

Kecamatan Jumlah Penduduk Emisi CO2 (Gg CO2/tahun)

Ciledug 161 604 55.85

Sumber data : BPS Kota Tangerang 2012

Keterangan : 1 Gg = 1 000.000 Kg , 1 ton = 1000 Kg

Kota Tangerang dikenal sebagai salah satu kota satelit DKI Jakarta, dimana sebagian besar orang-orang yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta bertempat tinggal di Kota Tangerang. Keadaan ini merupakan salah satu faktor yang membuat Kota Tangerang memiliki jumlah penduduk yang cukup padat. Semakin tinggi jumlah penduduk dalam suatu wilayah akan meningkatkan jumlah emisi yang dihasilkan. Jumlah penduduk dan emisi yang dihasilkan setiap kecamatan di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 7.

(25)

15 Total emisi CO2 yang dihasilkan pada tahun 2014 didapatkan melalui prediksi rumus bunga berganda, karena data sekunder untuk tahun 2014 belum tersedia (kecuali emisi dari areal persawahan). Emisi tahun 2014 yang dihasilkan dari sumber energi, ternak, penduduk, dan areal sawah berturut-turut ialah 2462.52 Gg CO2/tahun, 0.18 Gg CO2/tahun, 724.90 Gg CO2/tahun, 1,28 Gg CO2/tahun. Total emisi yang ada pada tahun 2014 ialah 3188.9 Gg CO2/tahun.

Luas vegetasi pohon yang dimiliki oleh Kota Tangerang pada tahun 2014 sebesar 1870.26 ha, sehingga emisi CO2 yang dapat diserap ialah sebesar 108.96 Gg CO2/tahun. Selain vegetasi pohon, vegetasi rumput/semak juga dapat menyerap emisi CO2. Menurut Iverson (1993), diacu dalam Tinambunan (2006), satu hektar vegetasi rumput/semak dapat menyerap CO2 sebesar 3.2976 ton CO2/tahun. Jumlah vegetasi rumput/semak yang ada sebesar 1977.81, sehingga CO2 yang dapat diserap sebesar 6,522 Gg CO2/tahun. Total emisi yang dapat diserap oleh vegetasi pohon dan rumput ialah 115.49 Gg CO2. Kemampuan vegetasi pohon dan rumput untuk menyerap emisi CO2 hanya 3.62% dari total emisi yang dihasilkan. Vegetasi pohon lebih efektif dalam menyerap dibandingkan vegetasi rumput, untuk itu dibutuhkan sekitar 52 755.3 ha hutan kota lagi untuk memenuhi kebutuhan penyerapan emisi CO2. Angka kebutuhan hutan kota mencapai hampir tiga kali lipat dari luas Kota Tangerang itu sendiri.

Kesesuaian Kebutuhan Hutan Kota dengan RTRW

Berbagai pertimbangan diperlukan pemerintah daerah dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerahnya. Salah satu aspek yang dipertimbangkan adalah mengenai aspek ruang. Setiap aktivitas as manusia, aktivitas alami dan semua kegiatan yang berlangsung memerlukan ruang sebagai tempat aktivitas kegiatan.

Perencanaan tata ruang mencangkup perencanaan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tataguna lahan, tataguna air, tataguna udara, tataguna sumberdaya lainnya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Rencana tata ruang wilayah adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang suatu wilayah. Rencana tata ruang wilayah berfungsi sebagai acuan dalam mengarahkan kegiatan wilayah perkotaan, intensitas kegiatan serta volume kegiatan yang optimal dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Rencana tata ruang wilayah juga merupakan rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka menyusun dan mengendalikan pembangunan kota dalam jangka panjang.

(26)

16

Tabel 8 Peruntukan penggunaan lahan pada RTRW Kota Tangerang tahun 2012-2032

Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Air 282.8 1.55

Industri 3024.6 16.61

Jalan 1351.2 7.42

Kawasan Lindung 428.7 2.35

Pariwisata 95.1 0.52

Pelayanan Umum 8.8 0.05

Pemerintahan 33.9 0.19

Penunjang Bandara 576.4 3.17

Perdajasa 2086.3 11.46

Pertahanan 21.6 0.12

Bandara 1968.1 10.81

RTH 610.3 3.35

Sawah 101.0 0.55

Pemukiman 7615.4 41.83

Jumlah 18 204.2 100

Peruntukan penggunaan lahan terbesar pada RTRW ialah kawasan pemukiman yaitu sebesar 7615.4 ha atau 41.83%. Kawasan Pemukiman adalah kawasan yang diperuntukan dengan fungsi utama sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (Perda Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012). Persentase pemukiman di Kota Tangerang memiliki angka yang besar. Kondisi ini disebabkan karena Kota Tangerang dikenal sebagai salah satu daerah pemukiman bagi pekerja di Jakarta.

Kawasan terbesar setelah kawasan pemukiman ialah peruntukan untuk kawasan industri sebesar 16.61%. Kawasan Industri adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah kota yang bersangkutan (Perda Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012). Kota Tangerang memiliki beberapa kawasan industri yang menjadi tulang punggun ekonomi bagi masyarakat Kota Tangerang. Peruntukan kawasan perdagangan dan jasa (perdajasa) memiliki persentase sebesar 11.46%. Menurut Perda Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012, kawasan perdagangan dan jasa adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan dan diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya serta memberi nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. Sebagai sebuah kota yang menjadi salah satu Kawasan Strategis Nasional, Kota Tangerang memiliki daya tarik untuk menggerakan roda perekonomian. Kawasan perdajasa di Kota Tangerang berupa mall, pasar tradisional, supermarket, dll.

(27)

17

Ga

mbar

11 P

eta RTR

W

Kota

Ta

n

g

era

n

g

tahun 20

12

(28)

18

Tabel 9 Padanan penggunaan lahan

No. Penutupan Lahan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

1 Lahan Terbuka -

2 Sawah Sawah

3 Vegetasi Pohon RTH, Kawasan Perlindungan

4 Lahan Terbangun Kawasan Industri, Jalan, Kawasan Pariwisata, Pelayanan Umum, Pemukiman, Penunjang

Tabel 10 Perbedaan penggunaan lahan RTRW dengan penutupan lahan tahun 2014 di Kota Tangerang

Penutupan Lahan Tahun 2014

Rencana Tata Ruang dan Wilayah (ha) Sawah RTH dan

Berdasarkan data penggunaan lahan yang tercantum dalam RTRW Kota Tangerang serta melalui pengolahan data, luas peruntukan lahan mengalami perbedaan dengan kondisi penutupan lahan tahun 2014. Untuk itu untuk melihat keseuaian penggunaan lahan perlu dilakukan perbandingan perbebadaan luas lahan dan peruntukannya. Padanaan penggunaan lahan antara RTRW dengan penutupan lahan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 9.

Hasil overlay peta tutupan lahan tahun 2014 dengan RTRW Kota Tangerang, didapatkan hasil perbedaan penggunaan lahan. Perbedaan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 10.

(29)

19

Ga

mbar

12 P

eta p

erbe

d

aa

n pe

runtuka

n lah

(30)

20

Perbedaan luas RTH pada RTRW justru lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi penutupan lahan tahun 2014. Luas vegetasi pohon pada penutupan lahan taun 2014 mencapai 1870.26 ha, sedangkan luas RTH dan kawasan lindung pada alokasi RTRW hanya mencapai 1421.06 ha. Kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan perencanaan RTRW lebih tinggi jika dibandingkan kebutuhan hutan kota berdasarkan kondisi penutupan lahan tahun 2014.

Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Tahun 2020, 2025, 2030 di Kota Tangerang

Data konsumsi energi pada tahun-tahun sebelumnya akan mempengaruhi prediksi emisi CO2 pada tahun-tahun selanjutnya. Nilai prediksi didapatkan dari variable tetap yaitu emisi CO2 dari areal persawahan, sedangkan variabel peubah yaitu emisi CO2 dari peternakan, penduduk dan energi. Persamaan eksponensial untuk ketiga variabel peubah tersebut ialah :

Xt = X0 (1 + 0.30)x Yt = Y0 (1 + 0.13)x Zt = Z0 (1 + 0.04)x

Keterangan :

Xt = Emisi sumber energi pada tahun akhir X0 = Emisi sumber energi pada tahun awal Yt = Emisi sumber ternak pada tahun akhir Y0 = Emisi sumber ternak pada tahun awal Zt = Emisi sumber penduduk pada tahun akhir Z0 = Emisi sumber penduduk pada tahun awal x = Selisih tahun

Kebutuhan hutan kota tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan penghitungan kebutuhan hutan kota pada tahun 2020 sebesar 216 829.2 ha, tahun 2025 sebesar 754 885.6 ha, dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 2 715 656.9 ha. Grafik kebutuhan hutan kota dapat dilihat pada Gambar 13.

Meningkatnya emisi CO2 memerlukan langkah mitigasi yang tepat. Langkah mitigasi untuk mengurangi emisi CO2 dapat dilakukan dengan dua cara. Langkah mitigasi pertama dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi CO2 dari sumber emisinya. Pengurangan emisi CO2 yang berasal dari sumber emisi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, penggunaan

Gambar 13 Grafik kebutuhan luasan hutan kota di Kota Tangerang 52.755,3 219.799,6

2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 2028 2030 2032

L

(31)

21 transportasi publik, perawatan kendaraan secara teratur, dan menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.

Langkah mitigasi kedua ialah dengan meningkatkan agen penyerap CO2. Penambahan sumber penyerap emisi CO2 dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu penambahan luas hutan kota secara efektif, penambahan RTH, pembangunan taman atap (roof garden). Penambahan luas hutan kota secara efektif membutuhkan perencanaan yang tepat seperti Pemilihan jenis pohon dan bentuk hutan kota. Pemilihan jenis pohon yang efektif sebagai penyerap CO2 merupakan cara yang tepat sebagai langkah mitigasi. Beberapa jenis tanaman hutan kota yang efektif dalam menyerap emisi CO2 yaitu mahoni daun kecil (Switenia mahagoni) (452.530 kg CO2/pohon/tahun)danmahoni daun besar (Swietenia macrophylla) (559.705 kg CO2/pohon/tahun) (Mayalanda 2007); simpur (Dillenia indica) (2844.208 kg CO2/pohon/tahun) dan kemang (Mangifera caessia) (2346.517 kg CO2/pohon/tahun) (Ardiansyah 2009); trembesi (Samanea saman) (204.403 kg CO2/pohon/tahun) (Purwaningsih 2007); dan dahu (Dracontomelon dao) (281.000 kg CO2/pohon/tahun) (Hariyadi 2008).

Penambahan luas RTH dapat dilakukan pada lahan publik dan lahan pribadi. Penambahan RTH pada lahan pribadi dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman di pekarangan rumah. Langkah mitigasi terakhir ialah pembangunan taman atap (roof garden). Taman atap dapat dijadikan alternatif penambahan RTH akibat pengurangan luas RTH yang disebabkan oleh pembangunan. Taman atap dapat dikembangkan untuk memberikan manfaat peningkatan kualitas lingkungan perkotaan terutama dalam mengatasi fenomena peningkatan suhu udara perkotaan akibat urban heat island (Thowsend dan Duggie 2007 diacu dalam Sari 2013)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kebutuhan hutan kota Kota Tangerang pada tahun 2014 adalah 52 755.3 ha. Kebutuhan luas ini hampir 3 kali lipat wilayah Kota Tangerang itu sendiri. 2. Alokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada RTRW Kota Tangerang justru

mengurangi RTH yang sudah ada pada kondisi penutupan lahan tahun 2014, hal ini akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan hutan kota.

3. Kebutuhan hutan kota pada tahun 2020 sebesar 216 829.2 ha, tahun 2025 sebesar 754 885.6 ha, dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 2 715 656.9 ha

Saran

1. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dalam perencanaan aspek lingkungan serta alokasi RTH, kawasan lindung, dan hutan kota.

2. Perlu adanya penambahan perluasan RTH dan pengusulan pembangunan hutan kota dengan komposisi vegetasi pohon kayu yang rapat.

(32)

22

DAFTAR PUSTAKA

Aenni N. 2011. Aplikasi SIG dan penginderaan jauh dalam penentuan kecukupan dan prediksi luasan ruang terbuka hijau sebagai rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ardiasyah. 2009. Daya rosot karbondioksida oleh beberapa jenis tanaman hutan kota di Kampus IPB Dramaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Tangerang. 2013. Kota Tangerang dalam Angka

2009-2013. Tangerang (ID): BPS Kota Tangerang.

Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Grey GW dan Deneke FJ. 1987. Urban Forestry. New York (US): John Willey and

Sons.

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Hariyadi F. 2008. Kajian daya rosot karbondioksida pada beberapa tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC

Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Vol 2). Geneva (CH): IPCC.

[BPLH] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLDH) Kota Tangerang Tahun 2010-2013. Tangerang (ID): BPLH Kota Tangerang .

Liesland TM dan Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Mayalanda Y. 2007. Kajian daya rosot karbondioksida oleh jenis tanaman hutan kota di Hutan Penelitian Dramaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dinas Tata Ruang Kota Tangerang. 2012. Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 2012-2032. Tangerang (ID): Dinas Tata Ruang Kota Tangerang.

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119.

Purwaningsih S. 2007. Kemampuan serapan karbondioksida (CO2) pada tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Rustiadi E, Barus B, Prastowo, Iman LS. 2010. Kajian Daya Dukung Lingkungan Hidup Provinsi Aceh. Jakarta (ID): Crestpent Press.

Sari LP. 2013. Studi potensi taman atap untuk meningkatkan luasan RTH kota [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Septriana D, Indrawan A, Dahlan EN, Jaya INS. 2004. Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Berbasis Oksigen di Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 10(2): 47-57.

Tinambunan RS. 2006. Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(33)

23 Lampiran 1 Hasil uji akurasi

CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT

Image File : d:/skripsi/data

landsat/2014/l8-sept2014/reproject_recode_subset_supclass.img User Name : ASUS

Date : Fri Feb 06 21:40:24 2015 ERROR MATRIX

Reference Data Classified Data Unclass Lahan Terbuka

Sawah Vegetasi Pohon

Unclass 1 0 0 0

Lahan Terbuka 0 3 0 0

Sawah 0 0 4 0

Vegetasi Pohon 0 0 0 14

Lahan Terbangun 0 0 0 0

Badan Air 0 0 0 0

Rumput dan Semak

0 0 1 0

Column Total 1 3 5 14

Reference Data

Classified Data Lahan Terbangun Badan Air Rumput dan Semak

Unclass 1 0 0

Lahan Terbuka 0 3 0

Sawah 0 0 4

Vegetasi Pohon 0 0 0

Lahan Terbangun 0 0 0

Badan Air 0 0 0

Rumput dan Semak 0 0 1

Column Total 1 3 5

--- End of Error Matrix ---

(34)

24

Lampiran 1 Hasil uji akurasi (lanjutan)

ACCURACY TOTALS

Overall Classification Accuracy = 95.12%

--- End of Accuracy Totals --- KAPPA (K^) STATISTICS

Overall Kappa Statistics = 0.9380 Conditional Kappa for each Category.

Rumput dan Semak 0.7303

(35)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 1992. Penulis merupakan Putra pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Heri Hermawan dan Ibu Asroh. Pendidikan formal di tempuh di SD Negeri 09 Pagi Jakarta, MTs Negeri 8 Jakarta, dan SMA Negeri 33 Jakarta. Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN dan tahun 2011 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai Ketua Biro PSDM periode 2012-2013, anggota KPF (Kelompok Pemerhati Flora) periode 2011-2013. Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama berada di IPB diantaranya Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Sukawayana, Jawa Barat (2012) dan Cagar Alam Bojong Larang Jayanti (2013), Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Indramayu – Gunung Ciremai (2012), Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan KPH Cianjur (2013), ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manusela, Maluku (2013), dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bali Barat, Bali (2014). Selain itu, pada tahun 2014 penulis berhasil menjadi finalis PIMNAS (Pekan Ilmiah Nasional) ke-27 di Semarang melalui PKM-M tentang konservasi penyu laut.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Gambar 3 Skema tahapan pengolahan citra
Gambar 5 Lahan terbuka
Gambar 8 Vegetasi pohon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut mengindikasikan bahwa emas berpeluang naik kembali untuk menuju titik resistance terdekatnya di level 1312, jika level tersebut mampu ditembus maka pergerakan

Biaya tidak tetap usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali .... Biaya tetap usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk

Sebagai upaya memberi saran/masukan kepada pengambilan kebijak:an, dalam rangka optimalisasi kebijak:an SOP pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sukamara maka

Setelah kegiatan pendalaman materi melalui google meet dan melihat tayangan presentasi diharapkan siswa mampu berdiskusi untuk memahami dan siswa mampu Membuat sketsa objek 3D

Startnya yang dilakukan dengan menggunakan start berdiri, karena start dalam jalan cepat tidak memiliki pengaruh yang berarti, maka tidak perlu ada teknik khusus yang perlu

Tujuan dari pembangunan system ini adalah mempermudah pengolahan data absensi dan penghitungan honor guru dan mempermudah kinerja staf TU dalam mempermudah

Dari hasil kunjungan, melalui pengamatan yang dilakukan dengan pantauan dan wawancara langsung ke lokasi rumah Bapak I Wayan Suarna dapat disimpulkan bahwa masalah yang

Pengamatan predator meliputi dua parameter yaitu jumlah predator yang tertangkap selama pengamatan pada setiap lokasi dan uji pemangsaan. Pengambilan predator dilakukan