• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Penderita Karsinoma Nasofaring Di Laboratorium Patologi Anatomi Kota Medan Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Penderita Karsinoma Nasofaring Di Laboratorium Patologi Anatomi Kota Medan Tahun 2009"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PENDERITA KARSINOMA NASOFARING

DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI KOTA MEDAN TAHUN 2009

TESIS

HERZA PIASISKA NIM 077108002

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PROFIL PENDERITA KARSINOMA NASOFARING

DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI KOTA MEDAN TAHUN 2009

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Patologi Anatomi Dalam Program Magister Kedokteran Klinik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

HERZA PIASISKA NIM. 077108002

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : Profil Penderita Karsinoma Nasofaring di Laboratorium Patologi Anatomi kota Medan Tahun 2009

Nama mahasiswa : Herza Piasiska Nomor Induk Mahasiswa : 077108002

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Anatomi

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Gani W.Tambunan,Sp.PA(K) Dr.Hj.T.Kemala Intan,M.Pd NIP. 130 279 484 NIP. 19620424 199003 2 002

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Dr.H.Joko S.Lukito,Sp.PA Dr.H.Zainuddin Amir, Sp.P(K) NIP. 19460308 197802 1 001 NIP. 19540620 198011 1 001

(4)

PERNYATAAN

Judul Tesis : Profil Penderita Karsinoma Nasofaring di Laboratorium Patologi Anatomi kota Medan Tahun 2009

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan,

Peneliti

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “ Profil

Penderita Karsinoma Nasofaring Di Laboratorium Patologi Anatomi Kota Medan

Tahun 2009”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan Penulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Magister Patologi Anatomi dalam program Magister Kedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan di program Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD(KGEH) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(7)

penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta sara-saran yang bermanfaat kepada Penulis, mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang sebesar-besanya kepada Prof. Dr. Gani W Tambunan, Sp. PA(K), Prof. Dr. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K), Dr. H. Soekimin, Sp.PA, Dr. Sumondang M. Pardede, Sp.PA, Dr. Wan Naemah, Sp.PA, Dr. Jamaluddin Pane, Sp.PA, Dr. Stephan Udjung, Sp.PA dan Dr. Freddy Tambunan, Sp.PA yang telah memberi izin kepada Penulis untuk untuk mengambil sampel data pada laboratorium Patologi Anatomi yang dipimpin.

Terima kasih kepada Dr. Jamaluddin Pane, Sp PA dan Dr. Betty, Sp PA yang telah bersedia untuk menguji tesis penelitian saya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA, dan seluruh staf pengajar Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dalam penyelesaian tesis ini.

Persembahan terima kasih tulus, rasa hormat dan sembah sujud kepada ayahanda dan ibunda tercinta ( Prof.DR IR. H.Zainal Abidin Pian, MSc dan Hj. Herawati), yang telah membesarkan dengan susah payah dengan penuh kasih sayang dan dengan jasa mereka inilah Penulis dapat menjalani pendidikan Magister Kedokteran Klinik ini. Semoga Allah SWT mengampuni dan selalu merahmati kedua ayahanda dan ibunda ini.

(8)

penghargan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih sayang, pengertian, pengorbanan, kesabaran dan dorongan serta doa yang diberikan kepada Penulis. Adinda Dr. Zaher Piavani , saya ucapkan terima kasih atas dorongan moral, doa dan selalu mengingatkan Penulis untuk dapat menjalani pendidikan sampai menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Akhirnya, Penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik serta saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 20 Maret 2010 Penulis

Herza Piasiska NIM.077108002

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan Pembimbing... ii

Lembar Pernyataan... iii

Ucapan Terima Kasih... v

Daftar Isi... viii

Daftar Gambar... xiii

Daftar Tabel... xv

Daftar Singkatan... xvi

Abstrak... xvii

Abstract... xviii

Bab 1. Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Perumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 2

1.3.1. Tujuan Umum... 2

1.3.2. Tujuan Khusus... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Anatomi... 4

2.2. Histologi... 5

(10)
(11)

Bab 3. Bahan Dan Metoda 3.1. Rancangan Penelitian... 31

(12)

Lampiran

Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1. Kesimpulan... 44 5.2. Saran... 45 RUJUKAN... 56

1. Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksaan Penelitian 2. Surat Izin Pengambilan Data

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Anatomi nasofaring………... 4

Gambar 2. Histologi nasofaring ………... 5

Gambar 3. Skema Patogenesis karsinoma nasofaring...……... 9

Gambar 4. Sitologi Squamous Cell Carcinoma... 17

Gambar 5. Sitologi Undifferentiated Carcinoma ..………….….…... 18

Gambar 6. Histopatologi Keratinizing Squamous Cell Carcinoma... 19

Gambar 7. Histopatologi Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma….... 20

Gambar 8. Histopatologi Undifferentiated Carcinoma... 21

Gambar 9. Histopatologi Undifferentiated Carcinoma “ Regaud type”... 21

Gambar 10. Histopatologi Undifferentiated Carcinoma “ Schmincke type”. 22 Gambar 11. Histopatologi Basaloid Squamous Cell Carcinoma... 23

Gambar 12. Pewarnaan pancytokeratin... 25

Gambar 13. Pewarnaan cytokeratin... 26

Gambar 14. Pewarnaan p63... 26

Gambar 15. Pewarnaan EBER... 27

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Formula Digby.. …………..……... 10 Tabel 2. Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan tempat pengambilan data...

36 Tabel 3. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin...

37 Tabel 4. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan

Umur... 38 Tabel 5. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring berdasarkan

(15)

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization THT : Telinga Hidung Tenggorokan HLA : Human Leucocyte Antigen CT : Computed Tomografi

MRI : Magnetic Resonance Imaging DNA : Deoxy Nucleat Acid

RNA : Ribo Nucleat Acid

PCR : Polimerase Chain Reaction Ig : Imunoglobulin

EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor EBV : Ebstein Barr Virus

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor EBER : EBV-Encoded RNAs

(16)

ABSTRAK

Karsinoma nasofaring merupakan keganasan yang berasal dari epitel nasofaring. Sering dijumpai pada laki-laki dengan insiden meningkat setelah umur 30 tahun. Berdasarkan gambaran mikroskopis dibagi menjadi 3 subtipe yaitu

Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma dan Undifferentiated Carcinoma. Karsinoma nasofaring merupakan

permasalahan kesehatan, baik dari segi insiden maupun mortalitasnya. Untuk itu diperlukan suatu profil penderita karsinoma nasofaring sehingga dapat dilakukan tindakan deteksi dini dan pengobatan sesegera mungkin.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang profil penderita karsinoma nasofaring di laboratorium Patologi Anatomi kota Medan tahun 2009.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan memaparkan data

penderita karsinoma nasofaring pada bulan Januari 2009 sampai Desember 2009 dari sepuluh laboratorium Patologi Anatomi kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan penderita karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai di Instalasi Patologi Anatomi RS H. Adam Malik (45,10%), pada laki-laki (65,36%), pada kelompok umur 38-46 tahun (28,11%) dan subtipe terbanyak adalah undifferentiated carcinoma (51,63%).

Kata-kata Kunci : Profil, Karsinoma Nasofaring, Keratinizing Squamous Cell

(17)

ABSTRACT

Nasopharynx carcinoma is malignancy arising from nasopharynx epithelial. Usually found in men with increasing incidence at over 30 years of age. Based on microscopic finding, this tumor is classified into 3 subtype : Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma and Undifferentiated Carcinoma.. Nasopharynx carcinoma is a health problem, with significant incidence and mortality rate. With an accurate profile of nasopharynx carcinoma, we can make an early detection and treatment.

The purpose of this research is to get data about patient’s profile of nasopharynx carcinoma at Anatomy Pathology laboratory on 2009 in Medan.

This research was designed a descriptive research, explaining patient’s data of nasopahrynx carcinoma on January 2009 until December 2009 from ten Anatomy Pathology laboratories in Medan.

The result pf this research show that patients of nasopharynx carcinoma mostly found at Anatomy Pathology Instalation Adam Malik Hospital (45,10%), on male (65,36%) on age group 38-46 years (28,11%) and with undifferentiated carcinoma subtype (51,63%).

Key Word : Profile, Nasopharynx carcinoma, Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma, Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, Undifferentiated Carcinoma, Anatomy Pathologi Laboratory, Medan City.

(18)

ABSTRAK

Karsinoma nasofaring merupakan keganasan yang berasal dari epitel nasofaring. Sering dijumpai pada laki-laki dengan insiden meningkat setelah umur 30 tahun. Berdasarkan gambaran mikroskopis dibagi menjadi 3 subtipe yaitu

Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma dan Undifferentiated Carcinoma. Karsinoma nasofaring merupakan

permasalahan kesehatan, baik dari segi insiden maupun mortalitasnya. Untuk itu diperlukan suatu profil penderita karsinoma nasofaring sehingga dapat dilakukan tindakan deteksi dini dan pengobatan sesegera mungkin.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang profil penderita karsinoma nasofaring di laboratorium Patologi Anatomi kota Medan tahun 2009.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan memaparkan data

penderita karsinoma nasofaring pada bulan Januari 2009 sampai Desember 2009 dari sepuluh laboratorium Patologi Anatomi kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan penderita karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai di Instalasi Patologi Anatomi RS H. Adam Malik (45,10%), pada laki-laki (65,36%), pada kelompok umur 38-46 tahun (28,11%) dan subtipe terbanyak adalah undifferentiated carcinoma (51,63%).

Kata-kata Kunci : Profil, Karsinoma Nasofaring, Keratinizing Squamous Cell

(19)

ABSTRACT

Nasopharynx carcinoma is malignancy arising from nasopharynx epithelial. Usually found in men with increasing incidence at over 30 years of age. Based on microscopic finding, this tumor is classified into 3 subtype : Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma and Undifferentiated Carcinoma.. Nasopharynx carcinoma is a health problem, with significant incidence and mortality rate. With an accurate profile of nasopharynx carcinoma, we can make an early detection and treatment.

The purpose of this research is to get data about patient’s profile of nasopharynx carcinoma at Anatomy Pathology laboratory on 2009 in Medan.

This research was designed a descriptive research, explaining patient’s data of nasopahrynx carcinoma on January 2009 until December 2009 from ten Anatomy Pathology laboratories in Medan.

The result pf this research show that patients of nasopharynx carcinoma mostly found at Anatomy Pathology Instalation Adam Malik Hospital (45,10%), on male (65,36%) on age group 38-46 years (28,11%) and with undifferentiated carcinoma subtype (51,63%).

Key Word : Profile, Nasopharynx carcinoma, Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma, Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, Undifferentiated Carcinoma, Anatomy Pathologi Laboratory, Medan City.

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Karsinoma nasofaring adalah tumor yang berasal dari sel-sel epitelial yang menutupi permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring pertama kali dikemukakan oleh Regaud dan Schmincke pada tahun 1921. Walaupun jarang karsinoma nasofaring dapat dijumpai pada anak-anak1. Insiden meningkat setelah usia 30 tahun dan usia puncak pada 40-60 tahun. Semua bentuk karsinoma nasofaring banyak dijumpai pada laki-laki sekitar 2,5:1 dan 3:12.

WHO 1978 membagi karsinoma nasofaring atas Keratinizing squamous cell

carcinoma (WHO-1), Non keratinizing squamous cell carcinoma (WHO-2) dan

undifferentiated carcinoma (WHO-3)1,2,3,4. Sedangkan klasifikasi WHO tahun 1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi Keratinizing squamous cell

carcinoma, Non keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas differentiated

dan undifferentiated dan Basaloid carcinoma5.

Di Amerika Utara 25% pasien dengan tipe I histologi, 12% tipe II dan 63% tipe III. Distribusi pasien di China Selatan 2% tipe I, 3% tipe II dan 95% tipe III4,6.

(21)

(telinga hidung dan tenggorokan) di Indonesia sepakat mendudukan kasinoma nasofaring pada peringkat pertama penyakit kanker pada daerah ini. Dijumpai lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2-3 orang laki-laki dibandingkan 1 perempuan7.

Sampai saat ini belum ada data yang resmi mengenai profil penderita karsinoma nasofaring di kota Medan, hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang menggambarkan profil tersebut.

1.2.Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka diperlukan data mengenai karakteristik penderita karsinoma nasofaring di laboratorium Patologi Anatomi kota Medan Tahun 2009.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

(22)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring ( jenis kelamin, umur ) di Laboratorium Patologi Anatomi kota Medan tahun 2009.

2. Untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma nasofaring di laboratorium Patologi Anatomi kota Medan tahun 2009.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi atau data ilmiah tentang profil penderita karsinoma nasofaring di laboratorium Patologi Anatomi kota Medan tahun 2009.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga

hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput dan ruas pertama tulang belakang. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Orificium dari tuba eustachian berada pada dinding samping dan pada bagian depan dan belakang terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut dengan torus tubarius. Bagian atas dan samping dari torus tubarius merupakan reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa rosenmuller. Nasofaring berhubungan dengan orofaring pada bagian soft palatum4,5.

Gambar 1. Anatomi nasofaring (Dikutip dari : Anatomi Nasofaring [ cited 2010 Jan 5]. Available from:

(24)

2.2. Histologi

Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia respiratory type5,9,10. Setelah 10 tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel

nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area (transition zone)11. Mukosa membentuk invaginasi membentuk crypta. Stroma kaya akan jaringan limfoid dan terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung5.

(25)

2.3.Epidemiologi

Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk. Catatan dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menduduki urutan ke empat setelah kanker leher rahim, kanker payudara dan kanker kulit. Tetapi seluruh bagian THT (telinga hidung dan tenggorokan) di Indonesia sepakat mendudukan karsinoma nasofaring pada peringkat pertama penyakit kanker pada daerah ini. Dijumpai lebih banyak pada pria daripada wanita dengan perbandingan 2-3 orang pria dibandingkan 1 wanita7.

Di Cina Selatan angka kejadian karsinoma nasofaring 30 kasus per 100.000 orang pertahun, dan merupakan masalah kesaehatan yang serius di daerah ini. Pada Cantonese “boat people” di Cina Selatan memiliki insiden tertinggi untuk karsinoma nasofaring 54,7 kasus per 100.000 orang pertahun3.

Angka kejadian karsinoma nasofaring di Korea dan Jepang sangat rendah3,7, meskipun pada beberapa di Asia Tenggara, termasuk Filipina, Malaysia dan Singapura, insiden karsinoma nasofaring relatif tinggi3.

Angka kejadian karsinoma nasofaring di Singapura, persentase terbesar mengenai masyarakat keturunan Tionghoa (18,5 per 100.000 penduduk)3,7, disusul oleh keturunan Melayu (6,5 per 100.000) dan terakhir adalah keturunan Hindustan (0,5 per 100.000)7.

(26)

2.4.Etiologi

Penyebab dari karsinoma nasofaring ini adalah gabungan antara genetik, faktor lingkungan dan virus Ebstein Barr4,5,12,13.

2.4.1.Genetik

Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan dengan A2, HLA-B17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring11.

Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan lokus pada regio HLA. Studi dari kelemahan HLA pada orang-orang Cina menunjukkan bahwa orang-orang dengan HLA A*0207 atau B*4601 tetapi tidak pada A*0201 memiliki resiko yang meningkat untuk terkena karsinoma nasofaring3.

2.4.2.Lingkungan

Paparan dari ikan asin dan makanan yang mengandung volatile nitrosamine merupakan penyebab karsinoma nasofaring pada Cantonese. Konsumsi ikan asin selama masa anak-anak berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring pada Cina Timur. Hal ini didukung dengan penelitian pada binatang dimana tikus yang diberikan diet ikan asin akan mendapat karsinoma pada rongga hidung pada dosis tertentu3.

(27)

pekerja tekstil di Shanghai, Cina juga memiliki peningkatan insiden karsinoma nasofaring disebabkan akumulasi dari debu kapas, asam, caustic atau dyeing

process. Merokok juga berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma

nasofaring. Penelitian menunjukkan adanya paparan jangka panjang dari bahan-bahan polusi memegang peranan dalam patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lingkungan lain yang dapat meningkatkan resiko karsinoma nasofaring yang pernah dilaporkan adalah penggunaan herbal china, dijumpainya nikel pada daerah endemik, penggunaan alkohol dan infeksi jamur pada kavum nasi3,5,6.

2.4.3. Virus Ebstein Barr

(28)

2.5.Patogenesis

Gambar 3. Patogenesis karsinoma nasofaring (Dikutip dari: Tao Q, Anthony TC Chan. Nasopahryngeal Carcinoma: Molecular Pathogenesis and Therapeutic Developments in Expert

(29)

2.6.Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

2.6.1.Gejala

Menurut Formula Digby, setiap simptom mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan karsinoma nasofaring.

Tabel 1. Formula Digby15

Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis15.

Gejala Nilai

Massa terlihat pada nasofaring Gejala khas di hidung

Gejala khas pendengaran

(30)

2.6.2.Pemeriksaan Nasofaring

Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung) serta fibernasofaringoskopi15.

2.6.3.Radiologi

Digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor yang menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan :

1. Computed Tomografi (CT), dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan ikat lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif mendeteksi erosi tulang, terutama pada dasar tengkorak.

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan kemampuan imaging yang multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan tumor dari peradangan. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi metastase pada retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat mendeteksinya6.

2.6.4.Serologi

(31)

asprasi biopsi jarum halus pada metastase kelenjar getah bening leher. Deteksi dari antibodi Ig G ( yang dijumpai pada masa awal infeksi virus ) dan antibodi Ig A ( yang dijumpai pada capsid viral antigen ) digunakan di Amerika Serikat untuk mendukung diagnosis karsinoma nasfaring6,12. Virus Ebstein Barr dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma dan non keratinizing squamous cell carcinoma13.

2.6.5.Pemeriksaan Patologi

2.6.5.1.Biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar getah bening servikalis

Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi kelenjar getah bening servikalis15.

2.6.5.2.Biopsi

Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.

(32)

dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%16. Pada kasus dengan tidak dijumpainya lesi secara makroskopis, maka harus dilakukan biopsi yang multipel dari daerah dinding lateral, superior dan posterior pada pasien dengan resiko tinggi karsinoma nasofaring5.

2.6.Gambaran Klinis

(33)
(34)

sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang dikeluhkan oleh pasien6,17.

2.7.Klasifikasi

Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercellular bridge atau keduanya. (2) Non keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan batas sel yang jelas (pavement cell pattern). (3) Undifferentiated

carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan syncitial, sel-sel poligonal berukuran

besar atau sel dengan bentuk spindel,anak inti yang menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit1,2,3,4,. Sedangkan klasifikasi WHO tahun 1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi Keratinizing squamous cell carcinoma,

Non keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas differentiated dan

undifferentiated dan Basaloid Carcinoma5.

2.8.Makroskopis

(35)

2.8. Mikroskopis

2.10.1. Sitologi

2.10.1.1. Sitologi Squamous Cell Carcinoma

Inti squamous cell carcinoma bentuknya lebih "spindel" dan lebih memanjang dengan khromatin inti yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfisme dari inti dan membran inti lebih jelas. Selalu terlihat perbedaan (variasi) yang jelas dalam derajat khromasia di antara inti yang berdampingan. Nukleoli bervariasi dalam besar dan jumlahnya. Sitoplasma lebih padat, berwarna biru dan batas sel lebih mudah dikenal. Perbandingan inti, sitoplasma dan nukleolus adalah inti lebih kecil. Keratinisasi merupakan indikasi yang paling dapat dipercaya sebagai tanda adanya diferensiasi ke arah squamous cell. Bila keratisasi tidak terlihat maka dijumpainya halo pada sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi sitoplasma pada bagian pinggir sel merupakan penuntun yang sangat menolong untuk mengenal lesi tersebut sebagai squamous cell carcinoma18.

(36)

Gambar 4. Squamous cell carcinoma, inti polimorfis, khromatin kasar, batas sel jelas, sitoplasma kebiruan (Dikutip dari: Lubis M. ND. (2009). Peran IHC dan ICC dalam Pemeriksaan Sitologi dan

Histopatologi Karsinoma Nasopharyx. Simposium Telinga Hidung Tenggorok, Medan).

2.10.1.2. Sitologi Undifferentiated Carcinoma

Gambaran sitologi yang dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma berupa kelompokan sel-sel berukuran besar yang tidak berdiferensiasi, inti yang membesar dan khromatin pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasma sedang, dijumpai latar belakang sel-sel radang limfosit diantara sel-sel epitel19,20,21.

(37)

Gambar 5. Kelompokan sel-sel epitel undifferentiated,dengan latar belakang limfosit. Tampak sitoplasma yang eosinofilik dan anak inti yang prominen (Dikutip dari: Orell, SR, Philips, J.

Fine-Needle Aspiration Cytology, Fourth Edition Elsevier, 2005).

2.10.2.Histopatologi

2.10.2.1. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Pada pemeriksaan histopatologi keratinizing squamous cell carcinoma memiliki kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada lokasi lainnya5,13.

Dijumpai adanya diferensiasi dari sel squamous dengan intercellular bridge atau keratinisasi2,6. Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk poligonal dan stratified. Batas antar sel jelas dan dipisahkan oleh intercellular

bridge. Sel-sel pada bagian tengah pulau menunjukkan sitoplasma eosinofilik

(38)

Gambar 6. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,

2004).

2.10.2.2. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Pada pemeriksaan histopatologi non keratinizing squamous cell carcinoma memperlihatkan gambaran stratified dan membentuk pulau-pulau2,12. Sel-sel menunjukkan batas antar sel yang jelas dan terkadang dijumpai intercellular

bridge yang samar-samar. Dibandingkan dengan undifferentiated carcinoma

ukuran sel lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkhromatik dan anak inti tidak menonjol5.

(39)

Gambar 7. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,

2004).

2.10.2.3. Undifferentiated Carcinoma

Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma memperlihatkan gambaran sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular, dijumpai anak inti. Sel-sel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih6. Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrat sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, eosinofil, epitheloid dan multinucleated giant cell (walaupun jarang)2,12.

(40)

Gambar 8. Undifferentiated Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu tipe

Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas yang jelas

yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit. Yang kedua tipe

Schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel-sel

radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant lymphoma2,12.

(41)

Gambar 10.Undifferentiated Carcinoma terdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial yang difus (Schmincke type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical

Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara karsinoma nasofaring dan large cell malignant lymphoma, dimana inti dari karsinoma nasofaring memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan berjumlah satu, dengan anak inti yang jelas berwarna eosinophil. Inti dari malignant lymphoma biasanya pinggirnya lebih iregular, khromatin kasar dan anak inti lebih kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik. Terkadang

undifferentiated memiliki sel-sel dengan bentuk oval atau spindle12.

2.10.2.4. Basaloid Squamous Cell Carcinoma

Bentuk mikroskopis lain yang jarang dijumpai adalah basaloid squamous cell

carcinoma5,12. Tipe ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel

(42)

palisading. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara komponen basaloid dan squamous jelas5.

Gambar 11. Basaloid Squamous Cell Carcinomapada nasofaring.Sel-sel basaloid menunjukkan festoonin growth pattern, sel-sel basaloid berselang-seling dengan squamous differentiaton. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and

Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).

2.11.Staging Klinik

Penentuan stadium dilakukan berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union Internationale Centre Cancer ) dan AJCC (Americant Joint Committe on Cancer). Untuk karsinoma nasofaring pembagian TNM adalah sebagai berikut :

T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya T1 : Tumor terbatas pada nasofaring

T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fossa nasal T2a : Tanpa perluasan ke parafaring

T2b : Dengan perluasan ke parafaring

(43)

T4 :Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai syaraf otak, fossa infratemporal, hipofaring atau orbita

N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe regional N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm

N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikula

M menggambarkan metastase jauh M0 : Tidak ada metastase jauh M1 : Terdapat metastase jauh

Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan : Stadium I : T1, N0, M0

Stadium IIA : T2a, N0, M0

Stadium IIB : T1, N1, M0, T2a, N1, M0 atau T2B, N0-1, M0 Stadium III : T1-2, N2, M0 atau T3, N0-2, M0

Stadium IVA: T4, N0-2, M0 Stadium IVB: Tiap T, N3, M0

(44)

2.12.Imunohistokimia

Marker untuk karsinoma nasofaring meliputi cytokeratin 5/6, 8, 13 dan 19, pancytokeratin (EA1/EA3), p53, p63, epidermal growth factor receptor (EGFR), Vascular endothelial growth factor (VEGF), EBV, proliferating cell nuclear antigen, Ki-67 dan c-erB2, Cathepsin L2,5,11,12,22,23.

Gambar 12.Nonkeratinizing Squamous Cell Carcinoma, imunoreaktif terhadap pancytokeratin pada epitel permukaan dan pada kelompokan sel pada stroma. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW.

Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).

Gambar 13. Nonkeratinizing Squamous Cell Carcinoma, imunoreaktif terhadap cytokertin dan biasanya memberikan gambaran “meshwork”. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P.

Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).

(45)

Pada sebagian besar kasus karsinoma nasofaring imunoreaktif terhadap p63, marker untuk sel basal yang secara normal mewarnai sel basal dan sel parabasal pada bagian bawah epitel squamous5.

Gambar 14. Karsinoma nasofaring, baik bagian sel-sel karsinoma dan sel basal imunoreaktif terhadap p635. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic

Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Chua et al dan Leong et al menunjukkan ekspresi dari EGFR meningkat pada karsinoma nasofaring. Dijumpai pada pada fase II pada penelitian dari cetuximab yang dikombinasikan dengan carboplatin. Respon keseluruhan 17% dan parsial respon atau penyakit yang stabil 66%. EGFR dapat menjadi target yang viabel untuk penelitian selanjutnya12.

Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan faktor angiogenik.

Guang-wu et al melaporkan bahwa VEGF diekspresikan pada 10% pada

nasofaring normal, 40% pada pasien dengan tumor jinak nasofaring dan 80% pada karsinma nasofaring. Juga dilaporkan bahwa ekspresi VEGF lebih tinggi pada pasien karsinoma nasofaring lanjut11.

(46)

dengan kemoterapi neoadjuvan yang diikuti dengan radiasi. 94 pasien, termasuk seluruh pasien dengan metastase, dijumpai EBV DNA pada plasma, dan tidak dijumpai EBV DNA pada kontrol. Imunoterapi berdasarkan EBV latent membrane protein pada penelitian sebelumnya11.

Gambar 15. Pewarnaan imunohistokimia untuk EBER pada nasopharyngeal carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia:

Mosby, 2004).

(47)

Overekspresi protein dijumpai pada 47% jaringan tumor primer dan 89% pada metastase pada jaringan kelenjar getah bening leher. Sebagian besar literatur menyatakan bahwa cathepsin L berperan dalam invasi tumor dan metastasis. Sehingga, cathepsin L memiliki konstribusi pada metastasis karsinoma nasofaring dan dapat digunakan sebagai biomarker yang potensial untuk prognosis karsinoma nasofaring23.

(a) (b)

Gambar 16. a dan b overekspresi cathepsin L pada karsinoma nasofaring dan metastase pada kelenjar getah bening. (Dikutip dari: Xu, X. Et al Expression of cathepsin L in nasopharyngeal carcinoma and its clinical significance, Experimental Oncology, Volume 31, June, 2009)

2.13.Penatalaksanaan

Pengobatan standar dengan menggunakan radioterapi, dengan angka ketahan hidup sekitar 50-70%, tetapi beberapa penulis menganjurkan untuk mengkombinasikan dengan kemoterapi7,13,16.

(48)

2.14.Prognosis

Angka ketahanan hidup dipengaruhi oleh usia (lebih baik pada pasien usia muda), staging klinik dan lokasi dari metatase regional ( lebih baik pada yang homolateral dibandingkan pada metastase kontralateral dan metastase yang terbatas pada leher atas dibandingkan dari leher bawah)13. Studi terakhir dengan menggunakan TNM Staging System menunjukkan 5 years survival rate untuk stage I 98%, stage II A-B 95%, stage III 86%, dan stage IV A-B 73%6. Secara mikroskopis, prognosis lebih buruk pada keratinizing squamous cell carcinoma dibandingkan dengan yang lainnya.

Untuk non keratinizing squamous cell carcinoma, prognosis buruk bila dijumpai :

1.Anaplasia dan atau plemorfism.

2.Proliferasi sel yang tinggi ( dihitung dari mitotik atau dengan proliferasi yang dihubungkan dengan marker imunohistokimia ).

3.Sedikitnya jumlah sel radang limfosit.

4.Tingginya densitas dari S-100 protein yang positif untuk sel-sel dendritik.

(49)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian bersifat deskriptif.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU, Instalasi Patologi Anatomi RS. H. Adam Malik Medan, Laboratorium Patologi Anatomi RS. Pirngadi Medan, sejumlah rumah sakit dan laboratorium swasta di Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai Maret 2010 meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data dan penulisan laporan penelitian.

3.3. Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua penderita karsinoma nasofaring di Laboratorium Patologi Anatomi Kota Medan tahun 2009.

3.3.2. Sampel

(50)

Laboratorium Patologi Anatomi RS. Pirngadi Medan, sejumlah rumah sakit dan laboratorium swasta di Medan dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2009.

3.4. Jumlah Sampel

Tergantung pada jumlah data yang diperoleh dari rekam medik penderita yang di lakukan pemeriksaan histopatologi biopsi nasofaring dengan diagnosa karsinoma nasofaring pada Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU, Instalasi Patologi Anatomi RS. H. Adam Malik Medan, Laboratorium Patologi Anatomi RS. Pirngadi Medan, sejumlah rumah sakit dan laboratorium swasta di Medan dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2009.

3.5. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi:

Semua data penderita karsinoma nasofaring yang dilengkapi dengan ketarangan umur, jenis kelamin dan tipe histologi pada tahun 2009

3.5.2. Kriteria Eksklusi:

(51)

3.6. Kerangka Operasional

3.7. Definisi Operasional

1.Karsinoma nasofaring adalah keganasan yang berasal dari sel-sel epitelial yang menutupi permukaan nasofaring.

2.Keratinizing Squamous Cell Carcinoma adalah tipe karsinoma nasofaring yang ditandai dengan adanya keratin atau intercellular bridge atau keduanya.

3.Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma adalah tipe karsinoma nasofaring yang ditandai dengan dengan batas sel yang jelas (pavement cell pattern).

4.Undifferentiated carcinoma adalah tipe karsinoma nasofaring yang ditandai dengan pola pertumbuhan syncitial, sel-sel poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk spindel,anak inti yang menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit.

Data Rekam Medik

Pemeriksaan

histopatologi untuk

biopsi dan operasi

dari nasofaring

Jenis Kelamin

Usia

(52)

5.Biopsi adalah pengambilan bagian terpilih dari tumor untuk kemudian diperiksa secara mikroskopis untuk menegakkan diagnosis pasti.

3.8. ANALISA DATA

Data yang berhasil dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer, disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.

3.9. CARA KERJA

Data diperoleh dari rekam medis pasien-pasien yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi karsinoma nasofaring di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU, Instalasi Patologi Anatomi RS. H. Adam Malik Medan, Laboratorium Patologi Anatomi RS. Pirngadi Medan, sejumlah rumah sakit dan laboratorium swasta dari bulan Januari sampai Desember 2009.Data diolah dalam bentuk statistik deskriptif. Setelah itu dieksklusikan data-data yang bukan merupakan objek penelitian. Data-data yang memenuhi kriteria inklusi diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.

3.11. PENGOLAHAN DATA

Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut :

Editing: untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian

(53)

Coding: untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan

aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

Cleaning: pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam

(54)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggambarkan distribusi dan karakteristik penderita karsinoma nasofaring berdasarkan tempat pengambilan data, umur, jenis kelamin dan tipe histologi.

4.1.1.Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Tempat Pengambilan

Data.

Tabel 2. Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan tempat pengambilan data.

Tempat Pengambilan Data Jumlah (n) 4. Laboratorium PA Praktek Prof.dr.Gani

W.Tambunan, Sp PA(K)

23 15,03

(55)

Tabel 2. memperlihatkan distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan pada tempat pengambilan data, dimana kasus yang paling banyak dijumpai adalah di Instalasi Patologi Anatomi RS H. Adam Malik yaitu 69 kasus ( 45,10%).

4.1.2. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Presentase (%)

Laki-Laki 100 65,36

Perempuan 53 34,64

Jumlah 153 100,00

(56)

4.1.3. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur

Tabel 4. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur

Umur Jumlah (n) Persentase(%)

11-19 10 6,54

20-28 11 7,19

29-37 13 8,49

38-46 43 28,11

47-55 37 24,18

56-64 27 17,65

65-73 9 5,88

74-82 2 1,31

83-91 1 0,65

Jumlah 153 100,00

Tabel 4. memperlihatkan bahwa berdasarkan umur, penderita karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai pada kelompok umur 38-46 tahun yaitu 43 kasus (28,11%) kemudian diikuti dengan kelompok umur 47-55 tahun yaitu 37 kasus (24,18%).

(57)

4.1.4. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring berdasarkan subtipe Histologi (Klasifikasi WHO 1978)

Tabel 5. Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring berdasarkan subtipe Histologi (Klasifikasi WHO 1978)

Klasifikasi Jumlah(n) Persentase(%)

Keratinizing Squamous Cell Carcinoma 3 1,96

Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma 71 46,41

Undifferentiated Carcinoma 79 51,63

Jumlah 153 100,00

Tabel 5. memperlihatkan distribusi karsinoma nasofaring berdasarkan pada subtipe histologi ( klasifikasi WHO 1978), dimana tipe yang paling banyak dijumpai adalah subtipe undifferentiated carcinoma sebanyak 76 kasus (51,63%), kemudian subtipe non keratinizing squamous cell carcinoma sebanyak 71 kasus (46,41%) dan yang paling sedikit adalah subtipe keratinizing squamous cell

(58)

4.1.5. Distribusi subtipe Histologi Penderita Karsinoma Nasofaring ( Klasifikasi WHO 1978) Berdasarkan Jenis Kelamin.

Tabel 6. Distribusi subtipe Histologi Karsinoma Nasofaring( Klasifikasi WHO 1978 )

Undifferentiated Carcinoma 51 (33,33) 28 (18,30) 79 (51,63) Jumlah

n (%)

100 (65,36) 53 (34,64) 153(100,00)

(59)

4.1.6. Distribusi Subtipe Histologi Penderita Karsinoma Nasofaring ( Klasifikasi WHO 1978) Berdasarkan Kelompok Umur.

Tabel 7. Distribusi subtipe Histologi Penderita Karsinoma Nasofaring ( Klasifikasi WHO 1978) Berdasarkan Kelompok Umur.

Keratinizing

Tabel 7. memperlihatkan distribusi subtipe histologi karsinoma nasofaring berdasarkan umur, didapatkan pada undifferentiated carcinoma paling banyak dijumpai pada kelompok umur 38-46 tahun yaitu 26 kasus (16,99%), pada non

keratinizing squamous cell carcinoma paling banyak dijumpai pada kelompok

umur 47-55 tahun yaitu 22 kasus (10,46%). Sedangkan untuk keratinizing

squamous cell carcinoma tidak dijumpai kelompok umur yang paling banyak

(60)

4.2. Pembahasan

Dari tabel 2 didapat penderita karsinoma nasofaring yang terbanyak menurut jenis kelamin adalah laki-laki , hal ini sesuai dengan literatur bahwa penderita karsinoma nasofaring dijumpai lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2-3 orang laki-laki dibandingkan 1 perempuan7. Berdasarkan setiap subtipe histologinya pun lebih banyak dijumpai pada laki-laki ( tabel 6 )

Dari tabel 4 berdasarkan kelompok umur, penderita karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai pada kelompok umur 38-46 tahun kemudian diikuti dengan kelompok umur 47-55 tahun, hal ini sesuai dengan literatur bahwa insiden meningkat setelah usia 30 tahun dan usia puncak pada 40-60 tahun2. Pada penelitian ini juga didapati karsinoma nasofaring mengenai kelompok umur anak-anak 11-19 tahun (1 orang berusia 11 tahun, 1 orang berusia 12 tahun, 1 orang berusia 14 tahun, 2 orang berusia 16 tahun, 4 orang berusia 17 tahun dan 1 orang berusia 18 tahun), menurut literatur karsinoma nasofaring walaupun jarang tapi dapat mengenai anak-anak1. Konsumsi ikan asin selama masa anak-anak berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring pada Cina Timur. Hal ini didukung dengan penelitian pada binatang dimana tikus yang diberikan diet ikan asin akan mendapat karsinoma pada rongga hidung pada dosis tertentu3. Jadi kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring pada anak-anak ini adalah disebabkan oleh karena konsumsi ikan asin, namun tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh hal-hal lain, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk membuktikan hal ini.

Berdasarkan subtipe histologi (tabel 5), dijumpai undifferentiated

carcinoma sebagai subtipe terbanyak yang diikuti dengan nonkeratinizing

squamous cell carcinoma. Sebagian besar kasus karsinoma nasofaring pada

orang-orang di Cina Selatan, Asia Tenggara, Mediteranian, Afrika dan Amerika Serikat berhubungan dengan infeksi EBV-114. Dimana infeksi Ebstein Barr Virus berhubungan erat dengan subtipe undifferentiated carcinoma dan nonkeratinizing

(61)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita karsinoma nasofaring di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU, Instalasi Patologi Anatomi RS. H. Adam Malik Medan, Laboratorium Patologi Anatomi RS. Pirngadi Medan, sejumlah rumah sakit dan laboratorium swasta di Medan pada tahun 2009, didapatkan:

1. Berdasarkan jenis kelamin penderita karsinoma nasofaring lebih banyak dijumpai pada laki-laki.

2. Berdasarkan umur, penderita karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai

pada kelompok umur 38-46 tahun.

3. Berdasarkan subtipe histologi, paling banyak dijumpai undifferentiated

carcinoma.

4. Distribusi tipe karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin, dijumpai bahwa ketiga subtipe histologi banyak dijumpai pada laki-laki.

5. Distribusi subtipe histologi karsinoma nasofaring berdasarkan umur, didapatkan pada undifferentiated carcinoma paling banyak dijumpai pada kelompok umur 38- 46 tahun dan non keratinizing squamous cell

(62)

5.2. Saran

1. Deteksi awal yang cermat terhadap gejala dini karsinoma nasofaring

sangatlah diperlukan, karena dijumpainya penderita karsinoma dengan umur muda pada penelitian ini.

(63)

RUJUKAN

1. Bernand B. Nasopharyngeal Carcinoma Review in Orphanet Journal in Rare

Disease. Biomed Central. 2006.

2. Mills SE. Squamous Cell Carcinoma. In Stenbergs Diagnostic Surgical Pathology. 4th Ed. Lippicoltt William&Wilkins; 2004: 974-7.

3. Tao Q, Anthony TC Chan. Nasopahryngeal Carcinoma: Molecular Pathogenesis and Therapeutic Developments in Expert review in molecular medicine. Vol 9. May 2007.

4. S Leu-Yi, Jhen-Chuan Lee. Carcinoma in the Pharynx: Nasopharynx,Oropharynx and Hypopharynx. Original Article. J. Chinese Oncol. Soc. Vol 25. 2009: 102-13.

5. Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003: 82-97.124-5.

6. Bailey BJ MD, Jhonson JT MD. Newlands SD,MD,PhD, MBA.Nasopharyngeal Cancer in Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th Ed,. Volume Two. Philadephia:Lippincott Williams&Wilkins,2001; 1657- 67.

7. Susworo R. Kanker Nasofaring Epidemiologi dan Pengobatan Mutakhir. Cermin Dunia Kedokteran; No.144. 2004: 16-9.

8. Anatomi Nasofaring [ cited 2010 Jan 5]. Available from :

System.topicArticleId-22032,articleId-21997.html.

9. Junqueira, L. Histologi Dasar. Edisi 8. Jakarta: EGC; 1998: 342. 10. Respiratory system pre lab [cited 2010 Jan 5]. Available from :

11. Jeyakumar A, et al. Review of Nasopharyngeal Carcinoma. In Ear, Nose & Throat Journal. Proquest Medical Library; March 2006: 168.

12. Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004: 311-5.

13. Kumar A. Pathologic Basis of Disease,Seventh Edition,Saunders, 2005: 785.

14. Thomson. M.P, Razelle K. Ebstein Barr Virus and Cancer ( Review) in Clinical Cancer Research. Vol.10. 2004: 803-21.

15. Tambunan, WG. Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia, EGC, Jakarta, 1991: 67-87.

16. Soepardi, Efianty A, Nurbaiti I, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001: 146-150.

(64)

18. Lubis M. ND. (2009). Peran IHC dan ICC dalam Pemeriksaan Sitologi dan Histopatologi Karsinoma Nasopharyx. Simposium Telinga Hidung Tenggorok, Medan.

19. Ciba, ES, Ducatman, BS. Cytology Diagnostic Principles and Clinical Correlates, Second Edition, Saunders Elsevier, Philadelphia, 2003: 339 20. Koss LG, Melamed, MR. Koss’ Diagnostic Cytology and Its

Histopathologic Bases, Fifth Edition, Volume two, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2006: 1218

21. Orell, SR, Philips, J. Fine-Needle Aspiration Cytology, Fourth Edition Elsevier, 2005: 30-31

22. Dabbs D. Diagnostic Immunohistochemistry, Second Edition, Churcill Livingstone, 2006, p.240

(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)

Lampiran 3

Data Penelitian

(77)
(78)
(79)
(80)
(81)

No No.Slide Nama Usia Jenis Kelamin Klasifikasi Histopatologi

Laboratorium PA Praktek Prof.dr.Gani W.Tambunan, Sp PA(K)

(82)

No No.Slide Nama Usia Jenis Kelamin Klasifikasi Histopatologi

Laboratorium Praktek Prof.dr.H.M.Nadjib D.Lubis, Sp PA(K)

(83)

No No.Slide Nama Usia Jenis Kelamin Klasifikasi Histopatologi Laki

-laki

Perempuan Keratinizing

Non Keratinizing

Undifferentiated

20 09122609B 55

Laboratorium PA Thamrin

1 0825 RBN 26

Laboratorium PA RS. Haji

1 3830/H M. A 17

2 3831/H S 41

3 3839/H D 26

Laboratorium PA RS. Martha Friska

1 JM/59/009 Y T 52

2 JM/632/009 R 42

3 JM/450/009 M H 65

Laboratorium PA RS Elizabeth

1 0002-01-09 R T 58

Gambar

Gambar 1. Anatomi nasofaring (Dikutip dari : Anatomi Nasofaring [ cited 2010 Jan 5]. Available from: http://www.cliffsnotes.com/study_guide/Structure-of-the-Respiratory System.topicArticleId-22032,articleId-21997.html
Gambar 2. Sel epitel transisional, pelapis nasofaring (Dikutip dari : Respiratory system pre lab      [cited 2010  Jan 5]
Gambar 3. Patogenesis karsinoma nasofaring (Dikutip dari: Tao Q, Anthony TC Chan. Nasopahryngeal Carcinoma: Molecular Pathogenesis and Therapeutic Developments in Expert
Tabel 1. Formula Digby15
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan suatu sikap kedisiplinan kerja pengawai agar produktivitas kerja dari masing – masing pengawai tersebut dapat

Hasil penelitian menunjukkan tingkat ketepatan pemberian air adalah sangat tepat dengan nilai 4, manajemen kelembagaan pemerintah adalah sangat baik dengan nilai 4, kinerja

Proses ini terangkai sejak awal 2011, ketika obrolan seputar kesejahteraan dan peran negara diinisiasi oleh Aksara di Kabupaten Semarang dengan beberapa

Beberapa persyaratan dibaaah ini penting untuk keberlanautan sosial yaitu: prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program diarahkan untuk

Karena itu, apabila saja Waḥdat al-Wujūd adalah ajaran yang sesat, maka berarti masyarakat Aceh selama ini telah berbangga dengan ajaran sesat. Setelah dilakukan analisa

Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 1... Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Pentingnya Serat untuk Mencegah Konstipasi Tahun 2009.. Nama : Sri Kumala Sari NIM

Nah, saya sudah berusaha menuangkan ide itu, tapi tu, ee menuangkan argumen itu memberikan argumen itu kepada bapak ibu saya, tapi tuh mereka tetep